Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Istilah “pre-eklamsi” telah menggantikan istilah “toksemia”. Terdapat 5 % pada
semua kehamilan sebagai komplikasi, 20% pada kehamilan nullipara, 40% pada wanita
dengan penyakit ginjal kronik. Keterlambatan diagnosis dan ketidakpastian pengobatan
bisa berakhir dengan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin yang signifikan.
Kelainan hipertensi pada kehamilan merupakan peyumbang utama terhadap
morbiditas dan mortalitas ibu dan prenatal. Komplikasi akibat kelainan hipertensi pada
kehamilan secara konsisten dicantumkan di antara tiga penyebab yang terlazim pada
kematian ibu di semua negara-negara maju. Insiden yang dilaporkan bergantung pada
kriteria diagnosis, dan terdapat kekurangan yang berbeda dari keseragaman.
Preeklampsi merupakan penyulit dalam proses kehamilan yang kejadiannya
senantiasa tetap tinggi. Dimana faktor ketidaktahuan tentang gejala awal oleh
masyarakat merupakan penyebab keterlambatan mengambil tindakan yang dapat
berakibat buruk bagi ibu maupun janin.
Dari kasus kehamilan yang dirawat di rumah sakit 3-5 % merupakan kasus
preeklampsi atau eklampsi (Manuba,1998). Dari kasus tersebut 6 % terjadi pada semua
kehamilan, 12 % terjadi pada primigravida (Muthar,1997). Masih tingginya angka
kejadian dapat dijadikan sebagai gambaran umum tingkat kesehatan ibu hamil dan
tingkat kesehatan masyarakat pada umumnya.
Dengan besarnya pengaruh atau komplikasi dari preeklampsi terhadap tingginya
tingkat kematian bumil dan janin , sudah selayaknya dilakukan suatu upaya untuk
mencegah dan menangani kasus preeklampsi . Keperawatan bumil dengan
preeklampsi merupakan salah satu usaha nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah
timbulnya komplikasi sebagai akibat lanjut dari preeklampsi tersebut
1.1.1.Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui pengertian pre-eklamsi klasifikasi, etiologi, tanda dan gejala pre-
eklamsi, pencegahan pre-eklamsi.
b. Memberi gambaran dalam penerapan asuhan keperawatan yang komprehensip
pada bumil dengan pre-eklampsi
1.1.2.Tujuan Khusus
Mampu mengkaji, menganalisa, merencanakan , melaksanakan , dan mengevaluasi,
serta mampu memecahkan masalah yang timbul.
BAB II
KONSEP DASAR
1.

2.

2.1. Pengertian Pre-eklamsia


Preeklamsia adalah keracunan pada kehamilan. Ini biasanya terjadi pada
trimester ketiga kehamilan atau bisa juga muncul pada trimester kedua. Preeklamsia
mungkin terjadi pada setiap ibu hamil. Beberapa kondisi yang memiliki kemungkinan
mengalami preeklamsia, yaitu kehamilan pertama, kehamilan bayi kembar, ibu hamil
pengidap diabetes, ibu hamil yang memiliki riwayat hipertensi, memiliki masalah dengan
ginjal, dan juga wanita yang hamil pertama pada usia 20 tahun di atas 35 tahun.
Preeklamsia adalah salah satu penyakit yang sering dijumpai pada ibu hamil dan
masih merupakan salah satu penyebab kematian besar di dunia. Di Amerika Serikat, 1/3
dari kematian ibu disebabkan oleh preeklamsia. Begitu pula di Indonesia.
Preeklampsia adalah berkembangnya hipertensi dengan proteinuria atau edema
atau keduanya yang disebabkan oleh kehamilan atau dipengaruhi oleh kehamilan yang
sekarang. Biasanya keadaan ini timbul setelah umur kehamilan 20 minggu tetapi dapat
pula berkembang sebelum saat tersebut pada penyakit trofoblastik. Preeklamsia
merupakan gangguan yang terutama terjadi pada primigravida. (Ben-zion Taber, M.D)
Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan di mana hipertensi
terjadi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan
darah normal. Preeklampsia merupakan suatu penyakit vasospastik, yang melibatkan
banyak sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi dan proteinuria. (Bobak,
2005)
Preeklamsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria.Menurut Prawiroharjo 2008 hal-hal yang perlu diperhatikan:
1) Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg.
Pengukuran darah dilakukan sebanyak 2 kali pada selang waktu 4 jam-6 jam.
2) Proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama
dengan ≥1+ dipstic.
3) Edema, sebelumnya edema tungkai dipakai sebagai tanda-tanda pre eklamsi
tetapi sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata.
Selain itu bila di dapatkan kenaikan berat badan >0,57kg/minggu.
Preeklamsi adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ
akibat vasospasme dan aktivasi endotel, proteinuria adalah tanda penting preeklamsi,
terdapatnya proteinuria 300 mg/1+ (Cunningham, 2006).

2.2. Klasifikasi Pre-eklamsia


a. Preeklampsi ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau
edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Edema
tekan pada tungkai ( pretibial ), dinding perut, lumbosakral, wajah atau tungkai,
ditandai :
1) Tekanan darah sistol 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan intrerval 6 jam
pemeriksaan.
2) Tekanan darah diastol 90 atau kenaikan 15 mmHg.
3) BB naik lebih dari 1 Kg/minggu.
4) Proteinuri 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif 1 – 2 pada setiap urine
kateter atau midstearh.
b. Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau edema
pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Yang ditandai adanya edema anasarka
(seluruh tubuh ) dan edema paru ( berat ), kualitatif (+++) ,ditandai :
1) Oliguri, urine , 400 cc/24 jam.
2) Proteinuri > dari 3 gr/l.
3) Keluhan subyektif : nyeri epigastrium, nyeri kepala, gangguan penglihatan,
gangguan kesadaran, oedema paru dan sianosis.

2.3. Etiologi
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum bisa diketahui secara pasti. Namun
banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan
tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap benar-benar mutlak.Beberapa
faktor resiko ibu terjadinya preeklamsi:

a. Paritas
Kira-kira 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama. Paritas 2-3
merupakan paritas paling aman ditinjau dari kejadian preeklamsi dan risiko
meningkat lagi pada grandemulti gravida (Bobak, 2005). Selain itu primitua, lama
perkawinan ≥4 tahun juga dapat berisiko tinggi timbul preeklamsi (Rochjati,
2003)

b. Usia
Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 23-35 tahun.
Kematian maternal pada wanita hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun
dan setelah usia 35 tahun meningkat, karena wanita yang memiliki usia kurang
dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun di anggap lebih rentan terhadap terjadinya
preeklamsi (Cunningham, 2006). Selain itu ibu hamil yang berusia ≥35 tahun
telah terjadi perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak
lentur lagi sehingga lebih berisiko untuk terjadi preeklamsi (Rochjati, 2003).

c. Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi adalah ibu yang pernah mengalami hipertensi
sebelum hamil atau sebelum umur kehamilan 20 minggu. Ibu yang mempunyai
riwayat hipertensi berisiko lebih besar mengalami preeklamsi, serta
meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal lebih tinggi.
Diagnosa preeklamsi ditegakkan berdasarkan peningkatan tekanan darah yang
disertai dengan proteinuria atau edema anasarka (Cunningham, 2006)

d. Sosial ekonomi
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang sosial
ekonominya lebih maju jarang terjangkit penyakit preeklamsi. Secara umum,
preeklamsi/eklamsi dapat dicegah dengan asuhan pranatal yang baik. Namun
pada kalangan ekonomi yang masih rendah dan pengetahuan yang kurang
seperti di negara berkembang seperti Indonesia insiden preeklamsi/eklamsi
masih sering terjadi (Cunningham, 2006)

e. Hiperplasentosis /kelainan trofoblast


Hiperplasentosis/kelainan trofoblas juga dianggap sebagai faktor
predisposisi terjadinya preeklamsi, karena trofoblas yang berlebihan dapat
menurunkan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi
endotel yang dapat mengakibatkan terjadinya vasospasme, dan vasospasme
adalah dasar patofisiologi preeklamsi/eklamsi. Hiperplasentosis tersebut
misalnya: kehamilan multiple, diabetes melitus, bayi besar, 70% terjadi pada
kasus molahidatidosa (Prawirohardjo, 2008; Cunningham, 2006).

f. Genetik
Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
secara familial jika dibandingkan dengan genotip janin. Telah terbukti pada ibu
yang mengalami preeklamsi 26% anak perempuannya akan mengalami
preeklamsi pula, sedangkan 8% anak menantunya mengalami preeklamsi.
Karena biasanya kelainan genetik juga dapat mempengaruhi penurunan perfusi
uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat
menyebabkan terjadinya vasospasme yang merupakan dasar patofisiologi
terjadinya preeklamsi/eklamsi (Wiknjosastro, 2008; Cunningham, 2008).

g. Obesitas
Obesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam
tubuh. Obesitas merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori, biasanya
disertai kelebihan lemak dan protein hewani, kelebihan gula dan garam yang
kelak bisa merupakan faktor risiko terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif,
seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, reumatik dan
berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain.Hubungan
antara berat badan ibu dengan risiko preeklamsia bersifat progresif, meningkat
dari 4,3% untuk wanita dengan indeks massa tubuh kurang dari 19,8 kg/m2
terjadi peningkatan menjadi 13,3 % untuk mereka yang indeksnya ≥35 kg/m2
(Cunningham, 2006; Mansjoer, 2008)

2.4. Tanda dan Gejala Pre-eklamsia


a. Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastole 15 mmHg atau lebih,
dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Atau sistol
140 - 160 mmHg dan diastole 90 -110 mmHg.
b. Proteinuria secara kuantitatif lebih dari 0,3 gram/liter dalam 24 jam atau secara
kualitatif (++).
c. Edema pada pretibial, dinding abdomen, lumbosakral dan wajah atau lengan.
d. Terjadinya gejala subjektif:
1) Sakit Kepala
2) Penglihatan kabur
3) Nyeri pada epigastrum
4) Sesak napas
5) Berkurangnya urin
e. Menurunnya kesadaran wanita hamil sampai koma
f. Terjadinya kejang
g. Penurunan angiostensin, renin, dan aldosteron, tetapi juga dijumpai edema,
hipertensi dan proteinuria.

2.5. Patofisiologi
Pada preeklampsi terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit, dimana perubahan pokok pada preeklampsi yaitu mengalami
spasme pembuluh darah perlu adanya kompensasi hipertensi ( suatu usaha untuk
mengatasi kenaikan tekanan perifir agar oksigenasi jaringan tercukupi). Dengan adanya
spasme pembuluh darah menyebabkan perubahan – perubahan ke organ antara lain :
a. Otak
Mengalami resistensi pembuluh darah ke otak meningkat akan terjadi
oedema yang menyebabkan kelainan cerebal bisa menimbulkan pusing dan CVA,
serta kelainan visus pada mata.
b. Ginjal.
Terjadi spasme arteriole glomerulus yang menyebabkan aliran darah ke ginjal
berkurang maka terjadi filtrasi glomerolus negatif , dimana filtrasi natirum lewat
glomelurus mengalami penurunan sampai dengan 50 % dari normal yang
mengakibatkan retensi garam dan air , sehingga terjadi oliguri dan oedema.
Terjadi perubahan fungsi ginjal disebabkan karena menurunnya aliran darah
ke ginjal akibat hipovolemi, kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya
permebelitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan
proteinuria. Gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus ginjal.
c. URI
Dimana aliran darah plasenta menurun yang menyebabkan gangguan
plasenta maka akan terjadi IUGR, oksigenisasi berkurang sehingga akan terjadi
gangguan pertumbuhan janin, gawat janin , serta kematian janin dalam kandungan.
d. Rahim
Tonus otot rahim peka rangsang terjadi peningkatan yang akan
menyebabkan partus prematur.
e. Paru
Dekompensi cordis yang akan menyebabkan oedema paru sehingga
oksigenasi terganggu dan cyanosis maka akan terjadi gangguan pola nafas. Juga
mengalami aspirasi paru / abses paru yang bisa menyebabkan kematian
f. Hepar
Penurunan perfusi ke hati dapat mengakibatkan oedema hati , dan
perdarahan subskapular sehingga sering menyebabkan nyeri epigastrium, serta
ikterus.

2.6. Pencegahan Pre-eklamsia


Pencegahan preeklamsi ini dilakukan dalam upaya untuk mencegah terjadinya
preeklamsi pada perempuan hamil yang memiliki resiko terjadinya preeklamsi. Menurut
Prawirohardjo 2008 pencegahan dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu:
a. Pencegahan non medikal
Yaitu pencegahan dengan tidak memberikan obat, cara yang paling sederhana
yaitu dengan tirah baring. Kemudian diet, ditambah suplemen yang mengandung: a)
minyak ikan yang kaya akan asam lemak tidak jenuh misal: omega-3 PUFA, b)
antioksidan: vitamin C, vitamin E, dll.c) elemen logam berat: zinc, magnesium,
kalium.
b. Pencegahan dengan medikal
Pemberian deuretik tidak terbukti mencegah terjadinya hipertensi bahkan
memperberat terjadinya hipovolumia. Pemberian kalsium: 1.500-2.000mg/hari,
selain itu dapat pula diberikan zinc 200 mg/hari,magnesium 365 mg/hari. Obat
trombotik yang dianggap dapat mencegah preeklampsi adalah aspirin dosis rendah
rata-rata <100mg/hari atau dipiridamole dan dapat juga diberikan obat anti oksidan
misalnya vitamin C, Vitamin E β-karoten, N-Asetilsistein, asam lipoik
c. Antenatal care (ANC)

ANC adalah pemeriksaan/pengawasan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan untuk


mengoptimalisasi kesehatan mental dan fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi
persalinan, nifas, persiapan memberikan ASI, dan kembalinya kesehatan reproduksi secara
wajar
. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
· Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil
adalah 12-14 gr% )
· Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
· Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )
2) Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi hati
· Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
· LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
· Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
· Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45 u/ml)
· Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N= <31 u/l)
· Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
4) Tes kimia darah
Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
5) Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas
janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
6) Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin bayi lemah

. Penatalaksaan

1. Pencegahan
a. Pemeriksaan antenatal yang bermutu dan teliti, mengenali tanda – tanda sedini mungkin (PER)
supaya tidak menjadi berat
b. Harus selalu waspada kemungkinan terjadinya pre eklampsi kalau ada faktor –faktor
predisposisi
c. Berikan penjelasan tentang :
· Manfaat istirahat dan tidur demi ketenangan yang dapat mencegah PER menjadi PEB
· Pentingnya mengatur diit rendah lemak serta karbohidrat tinggi protein, kurangi garam karena
garam dapat mencegah terjadinya oedema dan dapat menurunkan berat badan
· Suplementasi magnesium yang berpengaruh terhadap pathogenesis pre – eklampsi dan
persalinan pre term, juga dapat menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan
· Suplementasi kalsium, defisiensi kalsium pada diit ibu hamil meningkatkan resiko pre –
eklampsi, kekurangan kalsium yang terlalu lama akan menyebabkan dikeluarkannya kalsium dari
jaringan otot pembuluh darah maka akan terjadi vasokontriksi dan meningkatkan tekanan darah

2. Penanganan
Tujuan utama penanganan adalah :
· Untuk mencegah terjadinya pre eklampsi dan eklampsi
· Hendaknya janin lahir hidup
· Trauma pada janin seminimal mungkin
Penanganan menurut klasifikasi :
a. Pre eklampsi ringan
1) Pengobatan hendaknya bersifat simtomatik dan selain rawat inap maka penderita dapat
dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang sering misalnya 2x seminggu
2) Penanganan pada penderita rawat inap atau rawat jalan adalah istirahat di tempat tidur, diit
rendah garam dan berikan obat – obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3x sehari atau
fenilbarbitol tablet 30 mg dengan dosis 3x sehari
3) Diuretika dan obat antihypertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak begitu bermanfaat
bahkan bisa menutupitanda dan gejala pre eklampsi
4) Dengan cara diatas biasanya pre eklampsi ringan jadi tenang dan hilang. Ibu hamil dapat
dipulangkan dan diperiksa ulang lebih sering dari biasanya
5) Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap, monitor keadaan janin. Bila keadaan
mengijinkan barulah dilakukan induksi persalinan pada kehamilan > 37 minggu
b. Pre eklampsi berat
1) Pada usia kehamilan < 37 minggu
Jika janin menunjukkan maturitas paru maka penanganannya adalah sebagai berikut :
· Berikan suntikan sulfat magnikus dengan dosis 8 gram ini kemudikan disusul 4 gram im tiap 4
jam (selama tidak ada komplikasi). Jika ada perbaikan jalannya penyakit pemberian sulfat
magnicus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre eklampsi ringan
(kecuali ada komplikasi). Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa dan keadaan janin dimonitor serta
berat badan ditimbang seperti pada pre eklampsi ringan sambil mengawasi gejala. Jika dengan
induksi persalinan atau tindakan lain sesuai keadaan.
· Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda – tanda kematangan paru janin makan
penatalaksanaan kasus sama dengan kehamilan diatas 37 minggu
2) Pada usia kehamilan > 37 minggu

· Penderita rawat inap, istirahat mutlak dan tempatkan di kamar isolasi, berikan diit rendah
garam dan tinggi protein. Berikan suntikan 5 gram / Im. 4 gr bokong kanan dan 4 gr bokong kiri,
suntikan dapat diulang tiap 4 jam dengan dosis 4 gram. Syarat pemebriannya adalah reflek patela
positif, diurisis 100 cc dalam 4 jam terakhir, respirasi 16x/mnt dan harus tersedia antidotumnya
kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc, infus dekstrose 5% dan RL
· Berikan obat antihipertensi
· Diuretika tidak diberikan kecuali terdapat oedema dan kegagalan jantung kogestif
· Setelah pemberian sulfat magnicus dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi
· Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forceps jadi ibu dilarang mengejan
· Jangan berikan methergin post partum kecuali pada perdarahan atonia uteri
· Pemberian SM kalau tidak ada kontra indikasi kemudian diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4
jam dalam 24 jam post partum
· Bila ada indikasi obstetrik dilakukan secsio sesaria
c. Penatalaksanaan persalinan dengan pre eklampsi

Rangsang untuk menimbulkan kejang dapat berasal dari luar atau dari penderita sendiri dan his
persalinan merupakan rangsangan yang kuat maka dari itu pre eklampsi berat lebih mudah
menjadi eklampsi pada saat persalinan
Untuk penderita pre eklampsi diperlukan analgesik dan sedative yang lebih banyak dalam
persalinan. Pada kala II apabila syarat – syarat sudah terpenuhi hendaknya persalinan diakhiri
dengan cunam atau ekstraktor vacum. Telah kita ketahui bahwa pada pre eklampsi janin diancam
hipoksia dan pada persalinan bahaya ini akan semakin besar. Pada kala I dilakukan segera secsio
sesaria, pada kala II dilakukan curam dan ekstraksi vacuum

. Komplikasi

1) Kompliasi pada ibu


· Terjadi eklampsi / kejang
· Hipoksia otak, pecahnya pembuluh darah otak dan resiko ciderea
· Solusio plasenta
· Oedema seluruh organ dan spasme pembuluh darah
· Oedema mata terjadi ablasia retina
· Sesak
· Pada otak menyababkan oedema serebral dan gangguan visus
· Pada hati terjadi peradangan sehingga menyababkan nyeri ulu hati
· Gagal jantung dan ginjal
2) Komplikasi pada anak akibat ischemia utero plasenta
· Gawat janin
· Kematian janin
· Gangguan pertumbuhan
· Prematuritas
3. Diet
a. Tujuan Diet
· Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal
· Mencapai dan mempertahankan tekanan darah normal
· Mencegah dan mengurangi retensi garam atau air
· Mencapai keseimbangan nitrogen
· Menjaga agar penambahan BB tdk melebih normal
· Mengurangi atau mencegah timbulnya faktor resiko lain atau penyakit baru pada saat
kehamilan atau setelah melahirkan
b. Syarat Diet
· Energi dan semua zat gizi cukup. Dalam keadaan berat makanan diberikan secara berangsur,
sesuai dengan kemampuan pasien menerima makanan . Penambahan energi tidak lebih dari 300
Kkal dari makanan atau diet sebelum hamil
· Garam diberikan rendah sesuai dengan berat ringannya retensi garam atau air. Penambahan BB
diusahakan dibawah 3 kg/bulan atau dibawah 1 Kg/minggu.
· Protein tinggi (1½ – 2 g/kg berat badan)
· Lemak sedang, sebagian lemak berupa lemak tdk jenuh tunggal dan lemak tdk jenuh ganda.
· Vitamin cukup; vit C & B6 diberikan sedikit lbh tinggi
· Mineral cukup terutama kalsium dan kalium
· Bentuk makanan disesuaikan dg kemampuan pasien.
· Cairan diberikan 2500 ml sehari. Pada keadaan oliguria, cairan dibatasi dan disesuaikan dengan
cairan yg keluar melalui urine, muntah, keringat dan pernafasan

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ (
vasospasme dan peningkatan tekanan darah )
2. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada
plasenta
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan pembukaan jalan
lahir
. Intervensi Keperawatan

1. Diagnosa Keperawatan I :
Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ
(vasospasme dan peningkatan tekanan darah).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi kejang pada ibu
a. Monitor tekanan darah tiap 4 jam
R/. Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi dari PIH
b. Catat tingkat kesadaran pasien
R/. Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak
c. Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi,dan
respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )
R/. Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru
yang mendahului status kejang
d. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus
R/. Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya persalinan
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi dan SM
R/. Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk mencegah terjadinya kejang
2. Diagnosa keperawatan II :
Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada plasenta
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi foetal distress pada janin
Intervensi :
a. Monitor DJJ sesuai indikasi
R/. Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoxia, prematur dan solusio plasenta
b. Kaji tentang pertumbuhan janin
R/. Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena hipertensi sehingga timbul IUGR
c. Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut, perdarahan, rahim tegang, aktifitas
janin turun )
R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu akibat hipoxia bagi janin
d. Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM
R/. Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi jantung serta aktifitas janin
e. Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST
R/. USG dan NST untuk mengetahui keadaan/kesejahteraan janin

3. Diagnosa keperawatan III :


Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan ibu mengerti penyebab nyeri dan dapat mengantisipasi
rasa nyerinya

Intervensi :
a. Kaji tingkat intensitas nyeri pasien
R/. Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan dapat menentukan tindakan
perawatan yang sesuai dengan respon pasien terhadap nyerinya
b. Jelaskan penyebab nyerinya
R/. Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa kooperatif
c. Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul
R/. Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi vasodilatasi pembuluh darah, expansi
paru optimal sehingga kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi
d. Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri
R/. untuk mengalihkan perhatian pasien
BAB IV
PENUTUP
1. p
1.1. Kesimpulan
Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan di mana hipertensi
terjadi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah
normal. Preeklampsia merupakan suatu penyakit vasospastik, yang melibatkan banyak
sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi dan proteinuria. (Bobak, 2005)
Preeklamsi merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat membahayakan
kesehatan maternal maupun neonatal. Gejala klinik pre eklamsi dapat dibagi menjadi pre
eklamsi ringan dan pre eklampsi berat
Diharapkan dengan menegakkan diagnosa yang teapat dapat meghasilkan suatu
hasil yang sesuai dengan kebutuhan ibu hamil dengan gangguan preeklamsia.
Masalah-masalah keperawatan yang timbul pada ibu bersalin dengan Pre-
Eklampsia berat lebih kompleks, hal ini dikarenakan masalah yang muncul bisa berasal dari
patogenesis Pre-Eklampsia itu sendiri maupun dari proses persalinan.
Penetapan rencana perawatan yang sesuai dengan masalah yang timbul pada ibu
bersalin dengan Pre-Eklampsia berat serta tindakan keperawatan yang efektif untuk
mengatasi masalah keperawatan tersebut akan dapat mencegah prognosis yang lebih
buruk, yaitu timbulnya kejang. Oleh karenanya diperlukan observasi ketat dan terapi yang
tepat serta skill yang professional baik dari dokter maupun perawat. Hal ini mengingat
penatalaksanaan yang pada umumnya berakhir dengan tindakan operatif

1.2. Saran
Dengan besarnya pengaruh atau komplikasi dari preeklampsi terhadap tingginya
tingkat kematian bumil dan janin , sudah selayaknya dilakukan suatu upaya untuk
mencegah dan menangani kasus preeklampsi . Keperawatan bumil dengan preeklampsi
merupakan salah satu usaha nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya
komplikasi sebagai akibat lanjut dari preeklampsi tersebut
DAFTAR PUSTAKA

Yayasan Sarwono Prawirohardjo, 1997, Ilmu Kebidanan, FKUI, Jakarta

Ida Bagus Manuaga, 1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta.

Persis Mary Hamilton, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, EGC, Jakarta

Cunningham, FG, Leveno, KJ, Bloom, SL, Hauth, JC, Gilstrap, L & Wenstrom, KD 2005,
Williams Obstetrics, 22th edn, McGraw-Hill, New York.

Anda mungkin juga menyukai