Anda di halaman 1dari 14

Sirosis Hati yang Disebabkan Hepatitis B Kronik

Erika Sthefanny Adam (102011170), Abi Mayu (102012150), Thya Fitriani (102012398),
Ryan Ivan Mailuhu (102013039), Fendy (102013345), Lydia Natasha (102014031), Rezki
Natalina Triputri (102014087), Venny Debora Yolanda (102014125), Retno Wulandari
(102014246)
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Pendahuluan
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai
dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena infeksi akut
dengan virus hepatitis dimana terjadi peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak
kematian sel. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya banyak jaringan ikat dan regenerasi
noduler dengan berbagai ukuran yang dibentuk oleh sel parenkim hati yang masih sehat.
Akibatnya bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada
pembulh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan
hipertensi portal.1

Sirosis merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dan sangat erat hubungannya
dengan peninggian angka morbiditas dan mortalitas. Sirosis merupakan penyakit irreversibel,
sehungga termasuk salah satu penyakit yang paling ditakuti dan mempunyai prognosis yang
buruk.Dalam kasus, yaitu seorang laki-laki 58 tahun datang ke UGD RSUD dengan keluhan
perut membesar disertai sesak sejak 1 minggu yang lali sebelum masuk rumah sakit. Ada
kembung dan mual. BAB dan BAK biasa. Riwayat sakit kuning 3 tahun yang lalu, beberapa
kali kambuh, dokter mengatakan sakit hepatitis B.

Anamnesis
Anamnesis adalah wawancara antara dokter dan pasien atau keluarganya/orang yang
mempunyai hubungan dekat dengan pasien, mengenai semua data/info yang berhubungan
dengan penyakitnya. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis)
atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis). Alo-anamnesis biasanya
dilakukan pada pasien dibawah umur atau pasien yang tidak kompeten untuk menjawab
pertanyaan dari dokter.2 Anamnesis yang baik terdiri dari:

1
- Identitas pasien
- Keluhan utama
- Riwayat penyakit sekarang
- Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat kesehatan keluarga
- Riwayat pribadi
- Riwayat sosial ekonomi
Hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis yaitu:

 Apakah ada kembung dan mual


 BAK dan BAB
 Adakah riwayat hepatitis sebelumnya
 Berapa kali penyakit ini kambuh
 Apakah pasien pernah minum bir, anggur, minuman keras lainnya

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum

Keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital.

Pemeriksaan Khusus

 Inspeksi
Pada inspeksi, dapat ditemukan tanda-tanda klinis pada sirosis yaitu, spider
telangiekstasis (Suatu lesi vaskular yang dikelilingi vena-vena kecil), eritema
palmaris (warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan), caput
medusa, asites (perut membuncit) fetor hepatikum (bau napas yang khas pada
penderita sirosis), dan ikterus.1
 Palpasi

Palpasi pada penderita sirosis hati ditemukan:

 Pada palpasi organ, hepar tidak teraba, lien membesar, dan teraba pada titik
schuffner (sesuai dengan seberapa besar pembesaran dari lien)
 Untuk memeriksa kemungkinan asites dapat menggunakan shifting dullness (tes
untuk pekak pindah), atau fluid wave (tes untuk gelombang cairan).

2
 Shifting dullness (tes untuk pekak pindah). Setelah membuat batas antara bunyi
timpani dan redup, minta pasien untuk memutar tubuhnya ke salah satu sisi.
Lakukan perkusi dan tandai batas tersebut sekali lagi. Pada pasien yang tidak
mengalami asites, biasanya batas antara bunyi timpani dan redup relatif tidak
berubah.3
 Fluid wave (tes untuk gelombang cairan). Pasien atau asisten menekan dengan
kuat ke arah bawah pada garis tengah abdomen mengunakan permukaan ulnar
kedua tangan. Tekanan ini membantu menghentikan transmisi gelombang
melalui jaringan lemak. Sementara itu, dokter menggunakan ujung jari-jari
tangan untuk mengetuk dengan cepat salah satu pinggang pasien, raba sisi
pinggang yang lain untuk merasakan impuls yang ditransmisikan melalui cairan
asites.4

Pemeriksaan Penunjang

 Tes Laboratorium1,5

o H2TL (hemoglobin, hematokrit, trombosit dan leukosit). Nilai normal


hemoglobin laki-laki: 13-16 gr %, wanita: 12-14 gr %, hematokrit laki-laki:
40-48 %, waniat: 37-43 %, trombosit 200-500 ribu/mm3, lekosit 5000-
10.000/mm3

o Serum glutamil oksaloasetat (SGOT) atau Aspartat aminotransferase (AST)


dan Serum glutamil transminase (SGPT) atau Alanin aminotransferase (ALT):
meningkat tetapi tidak begitu tinggi dan juga tidak spesifik. Normal
SGOT/AST untuk laki-laki dewasa: 8-33 U/L, dan untuk wanita dewasa: < 27
U/L. Sedangkan SGPT/ALT untuk laki-laki dewasa: 6-50 U/L dan untuk
wanita dewasa: < 39 U/L.

o Alkali fosfatase: meningkat 2-3 kali batas normal

o Bilirubin: konsentarsinya bisa normal pad sirosis hati kompensata, tetapi bisa
meningkat pada sirosis hati dekompensata. Nilai normal dewasa: Total 0,1-1,2
mg/dl, Direct 0,0-0,3 mg/dl, indirect 0,1-1,0 mg/dl

o Albumin: sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai


dengan perburukan sirosis

3
o Globulin konsentrasi meningkat

o Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkaan


dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas

 USG Abdomen: sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya tidak invasif
dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran,
hemogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut hati mengecil daan noduler,
permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG
juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta,
dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis.6

 CT-Scan dan MRI: harganya relatif mahal dan perannya tidak terlalu jelas untuk
mendiagnosis sirosis hati.6

 Biopsi Hati: pada kasus tertentu karena sulit mebedakan hepatitis kronik aktif yang
berat dengan sirosis hati dini, maka digunakan biopsi hati untuk diagnosis pasti.
Biopsi sulit dikerjakan dalam keadaan asites yang banyak dan hati yang mengecil.6

 Esofagoskopi: dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi


portal.6

Diagnosis

Working Diagnosis : Sirosis hati

Sirosis hati Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis
hati kompensata yaitu belum adanya gejala klinis yang nyata atau gejala ringan seperti lemas,
mudah lelah, nafsu makan berkurang, kembung, mual, dan berat badan meurun, dan sirosis
hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas diketahui dari
timbulnya berbagai komplikasi seperi ikterus, perdarahan varises, asites atau ensolafati.
Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu
tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui
pemeriksaan biopsi hati.2

Secara makroskopik diklasifikasikan sebagai dua golongan besar yaitu golongan


makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm) dan mikronodular (besar nodul kurang dari 3

4
mm). Dalam perjalanan sirosis hati campuran mikronodular dan makronodular juga dapat
ditemukan.Jenis mikronodular yang dikaitkan dengan sirosis hati oleh alkohol atau akibat
gangguan gizi yang dikenal dengan nama sirosis Laennec atau nutritional cirrhosis,
sedangkan yang makronodular dikaitkan dengan hepatitis yang berat atau nekrosis yang luas
dan dikenal dengan nama sirosis postnekrotik atau posthepatitis. Sirosis postnekrotik dan
sirosis posthepatitis tidaklah seluruhnya identik, karena pada sirosis postnekrotik, septa
jaringan ikat yang timbul pada daerah nekrosis yang luas itu lebih lebar dan lebih tebal
dengan nodul regenerasi yang lebih besar-besar dengan ukuran heterogen. Pada sirosis
posthepatitis septa tersebut lebih tipis dan nodule regenerasi tidak terlalu besar-besar.7

Differential Diagnosis

Tuberkuloma Peritonitis

Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau viseral


yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering mengenai
seluruh peritoneum dan alat-alat sistem gastrointestinal, mesenterium, serta organ genitalia
interna. Penyakit ini jarang berdiri sendiri, biasanya merupakan kelanjutan proses
tuberkulosis di tempat lain terutama dari paru, namun seringkali ditemukan pada waktu
diagnosis ditegakkan, proses tuberkulosis di paru sudah tidak kelihatan lagi. Peritoneum
dapat dikenai oleh tuberkulosis melalui beberapa cara yaitu melalui penyebaran hematogen
terutama dari paru-paru, melalui dinding usus yang terinfeksi, dari kelenjar limfe
mesenterium, dan melalui tuba falopii yang terinfeksi. Pada kebanyakan kasus tuberkulosis
peritoneal terjadi bukan sebagai akibat penyebaran perkontinuitatum, tetapi sering karena
reaktifasi proses laten yang terjadi pada peritoneum yang diperoleh melalui penyebaran
hematogen proses primer terdahulu.1

Gejala klinis bervariasi, umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-lahan, sering
pasien tidak menyadari keadaan ini. Keluhan yang paling sering ialah tidak ada nafsu makan,
batuk dan demam. Pada pemeriksaan fisis gejala yang sering dijumpai adalah asites, demam,
dan nyeri perut, pucat dan kelelahan. Tergantung lamanya keluhan, keadaan umum pasien
bisa masih cukup baik, sampai keadaan yang kurus dan kahektik. Pada perempuan sering
dijumpai tuberkulosis peritoneal disertai oleh proses tuberkulosis pada ovarium atau tuba,
sehingga pada pemeriksaan alat genitalia bisa ditemukan tanda-tanda peradangan yang sering
sukar dibedakan dari kista ovarii. Pada pemeriksaan darah sering ditemui anemia penyakit
kronik, leukositosis ringan atau leukopenia, trombositosis dan sering dijumpai laju endapan

5
darah (LED) yang meningkat. Sebagian besar pasien mungkin negatif uji tuberkulinnya. Uji
faal hati dan sirosis hati tidak jarang ditemui bersama-sama dengan tuberkulosis peritoneal.1

Hepatoma (hepatocellular carcinoma)


Merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula
dengan karsinoma fibrolamelar dan hepatoblastoma. Tumor ganas hati lainnya,
kolangiokarsinoma dan sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel bilier. Di Indonesia
(khususnya Jakarta) HCC ditemukan tersering pada median umur antara 50-60 tahun, dengan
predominasi pada laki-laki. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari asimtomatik hingga
yang gejala dan tandanya sangat jelas disertai gagal hati. Gejala yang paling sering
dikeluhkan adalah nyeri atau perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas abdomen. Pasien
sirosis hati yang makin memburuk kondisinya, disertai keluhan nyeri di kuadran kanan atas
atau teraba pembengkakakn local di hepar patut dicurigai menderita HCC. Demikian pula
jika tidak terjadi perbaikan pada asites, pendarahan varises atau pre-koma setelah diberi
terapi yang adekuat atau pasien penyakit hati kronik dengan HBs-Ag atau anti-HCV positif
yang mengalami perburukan kondisi secara mendadak. Juga harus diwaspadai bila ada
keluhan rasa penuh di abdomen disertai perasaan lesu, penurunan berat badan dengan atau
tanpa demam.1
Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia, kembung , konstipasi atau diare. Sesak
nafas dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang menekan diafragma. Atau karena sudah
ada metastasi di paru. Sebagian besar pasien HCC sudah menderita sirosis hati, baik yang
masih stadium kompensasi, maupun yang sudah menunjukkan tanda – tanda gagal hati
seperti malaise, anoreksia, penurunan berat badan dan ikterus. Temuan fisis tersering pada
HCC adalah hepatomegaly dengan tanpa “bruit” hepatic, splenomegaly, asites, icterus,
demam dan atrofi otot.1

Etiologi
Di negara Barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat
infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis
B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%
penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C.1,7Berdasarkan
penyebabnya sirosis hati dapat diklasifikasikan menjadi:

6
 Sirosis alkoholik: terjadi bila mengkonsumsi alkohol > 60 g/hari selama lebih dari
10 tahun, selain itu alkohol juga mengakibatkan perlemakan hati alkoholik dan
hepatitis alkoholik.
 Sirosis akibat infeksi: hepatitis B dan C, atau infeksi lain seperti bruselosis,
ecchinococcus, toksoplasmosis, dan sitomegalovirus.
 Sirosis biliaris primer: berhubungan dengan beberapa penyakit autoimun seperti
lupus eritematosus, skeloderma dan lainnya.
 Siriosis biliaris sekunder: kelainan pada hati yang ditandai dengan obstruksi
saluran empedu dengan atau tanpa infeksi, melibatkan inflamasi periprotal dengan
fibrosis yang progesif, kerusakan sel parenkim dan degenerasi nodular.
 Sirosis kardiak: akibat bendungan hati kronik pada penyakit gagal jantung kronik

Berdasarkan morfologis sirosis hati dibedakan menjadi:

 Sirosis mikronoduler penyebabnya adalah alkoholisme, hemokromatosis, obstruksi


bilier, obstruksi vena hepatika.
 Sirosis makronoduler penyebabnya hepatitik kronik B, hepatitis kronik C, sirosis
biliaris primer.

Epidemiologi

Lebih dari 40% pasien sirosis asimptomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu
pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan insidens sirosis di
Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat
penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan
perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik ( NASH, prevalensi 4% )
dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat
steatohepatitis juga dilaporkan 0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum
ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito
Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1%. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun
dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit
Dalam.1

Patofisiologi
Hepatitis B

7
Stadium akut dari suatu infeksi aktif dapat berlangsung sampai 2 bulan. Sekitar 5-
10% orang dewasa yang terjankit HBV akan mengalami hepatitis kronis dan terus mengalami
peradangan hati selama lebih dari 6 bulan. Hepatitis kronis dapat bersifat progesif lambat atau
fulminan, yang menyebabkan nekrosis hati, sirosis, gagal, dan kematian. Individu yang
terinfeksi HBV juga dapat menjadi pembawa yang menetap sehingga dapat menularkan
penyakitnya tanpa memperlihatkan gejala sakit. Individu yang terinfeksi selama masa bayi
dan memiliki daya tanggap imun rendah terutama cenderung menjadi dewasa. Penularan
virus ini melalui rute transfuse darah/produk darah, jarum suntik, atau hubungan seks.
Golongan yang berisiko tinggi adalah mereka yang sering transfusi darah, kecanduan obat
narkotik suntikan, karyawan yang berkontak dengan darah (petugas laboratorium,
hemodialisis, bangsal bedah/ bersalin).8

Sel-sel hati memiliki kemampuan regenerasi yang mengagumkan. Dalam 3x 24 jam


setelah transplantasi, organ hati sudah pulih. Namun, jika hati mengalami kerusakan yang
terus menerus atau berulang-ulang maka akan terbentuk banyak jaringan ikat yang akan
mengacaukan struktur hati, yaitu suatu keadaan yang dikenal sebagai sirosis. Jika sirosis
terjadi maka terganggulah seluruh fungsi hati yang penting untuk kehidupan.8

Serangan hepatitis akut dapat terjadi tiba-tiba tanpa gejala awal atau bertahap.
Umumnya, hepatitis akut berlangsung dalam periode waktu 1-2 bulan. Kerusakan hati yang
terjadi pada hepatitis akut biasanya hanya mengenai sebagian kecil jaringan saja. Namun,
pada kasus yang jarang, misalnya pada saat daya tahan tubuh pasien terlalu rendah, hepatitis
akut dapat mengancam jiwa. Sementara hepatitis kronis terjadi jika sebagian hati yang
terserang dapat menjadi tidak aktif atau berkembang sangat lambat, tetapi sebagian lain dapat
juga menjadi aktif dan terus memburuk dalam hitungan tahun.8

Komplikasi hepatitis yang paling sering adalah siroris. Dalam keadaan normal (sehat),
sel hati yang mengalami kerusakan akan digantikan oleh sel-sel sehat yang baru. Pada sirosis,
kerusakan sel hati diganti oleh jaringan parut (sikatrik). Semakin parah kerusakan, semakin
besar jaringan parut yang terbentuk dan semakin berkurang jumlah sel hati yang sehat.
Pengurangan ini akan berdampak pada penurunan sejumlah fungsi hati sehingga
menimbulkan sejumlah gangguan pada fungsi tubuh secara keseluruhan.4

Perut yang membengkak pada dasarnya disebabkan oleh kerusakan hati, hati mengecil
dan mengeras. Permasalahan yang muncul pada pasien dengan sirosis hati berpangkal pada
dua hal, yaitu peningkatan tekanan portal dan menurunnya fungsi hati. 8

8
Manifestasi Klinik
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang-kadang ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala
awal sirosis kompensata meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis
mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis
dekompesanta), gejala- gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati
dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam ringan
mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi, epistaksis, gangguan
siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti air teh pekat, meliputi mudah lupa,
sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.1

Temuan klinis sirosis meliputi, spider telangiektasi, suatu lesi vascular yang
dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka dan lengan
atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio
estradiol/testosterone bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan selama hamil, malnutrisi berat,
bahkan ditemukan pula pada orang sehat, umumnya ukuran lesi kecil.Eritema palmaris,
warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan
perubahan metabolisme hormone estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis.
Ditemukan pula pada kehamilan, atritis rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan
hematologi.1
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan
warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat
hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada hipoalbuminemia yang lain seperti
sindrom nefrotik.Hepatomegali ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau
mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. Splenomegali
ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat
kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. Asites, penimbunan cairan dalam rongga
peritoneum akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat
hipertensi porta. Fetor hepatiku, bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat porto sistemik yang berat.1

9
Komplikasi

SIROSIS HATI
HEMATEMESIS ASITES
MELENA

HIPERTENSI PORTAL PERITONITIS


ENSELOPATI
BAKTERIAL
HEPATIKUM
SPONTAN

SINDROMA
HEPATORENAL

Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bacterial spontan, yaitu
infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intraabodominal.
Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.

Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria, peningkatan
ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organic ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan
penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrate glomerulus.1

Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esophagus. Duapuluh sampai
40% pasien sirosis dengan varises esophagus yang pecah menimbulkan pendarahan. Angka
kematiannya sangat tinggi, sebanya duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun
walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa
cara.Enselopati hepatic, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula
ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran
yang berlanjut sampai koma.1

Penatalaksanaan

Etiologi sirosis mempengaruhi penaganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi


progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi.

10
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi
progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di antaranya:
alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan
penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin dan obat herbal bisa menghambat
kolagenik.1

Diet yang seimbang protein diberikan 1,1-1,2 gram/kgBB dan, bila gizi jelek, perlu
ditingkatkan menjadi 1,5 gram/kgBB. Bisa ada ensefalopatia, protein diturunkan untuk
sementara. Kebutuhan energy sama dengan individu normal (25-35kkal/kgBB/hati). Bila
didapatkan kurang gizi atau asupan makanan yang kurang, energy dapat ditingkatkan menjadi
35-40 kkal/kg BB/hari. Penderita tidak perlu menghindari lemak. Bila ada gagal hati dengan
edema dan asites, penderita perlu diberi diet rendah garam. Penderita harus pantang alcohol.2

Sirosis merupakan perjalanan akhir infeksi VHB. Setelah penyakit masuk dalam tahap
ini, keadaan hati tidak mungkin kembali seperti semula, kerusakan bersifat menetap. Satu-
satunya jalan adalah mencegah jangan sampai infeksi VHB menjadi sirosis hati. Ada
alternative lain terapi sirosis hepatis, namun terapi ini belum menjamin kesembuhan pula,
yaitu transplantasi hati. Risiko kegagalan besar, mencari donor atau penyumbang organ hati
juga sulit, biaya mahal, dan harus minum obat untuk menekan kekebalan tubuh seumur
hidup.1

Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi


standard. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis MIU tiga kali seminggu
dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.Pada pengobatan fibrosis hati;
pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap
fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata sebagai target pengobatan dan mediator
fibrogenik akan menjadi terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata
bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik yang
dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek anti
peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam penelitian
sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai anti
fibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penelitian.1

Pencegahan

Angka kejadian sirosis hati cukup banyak.Sirosis hatimerupakan penyakit sangat

11
berbahaya. Bila tidak segera tertangani bisa mengancam jiwa penderita. Untuk itu
keberadaannya perlu dicegah. Ada beberapa cara yang patut dilakukan untuk mencegah
sirosis hati.

 Senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan

Jagalah kebersihan diri. Mandilah sebersih mungkin menggunakan sabun.


Baju juga harus bersih. Cuci tangan sehabis mengerjakan sesuatu. Perhatikan pula
kebersihan lingkungan. Hal itu untuk menghindari berkembangnya berbagai virus
yang sewaktu-waktu bisa masuk kedalam tubuh kita.7

 Hindari penularan virus hepatitis

Hindari penularan virus hepatitis sebagai salah satu penyebab sirosis hati.
Caranya tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi virus.
Juga tidak melakukan hubungan seks dengan penderita hepatitis.7

 Gunakan jarum suntik sekali pakai.

Jangan memakai jarum suntik bekas orang lain. Bila jarum bekas pakai
penderita hepatitis kemudian digunakan kembali untuk menyuntik orang lain,
maka orang itu bisa tertular virus.7

 Pemeriksaan darah donor

Ketika akan menerima transfusi darah harus hati hati. Permriksaan darah
donor perlu dilakukan utnuk memastiikan darah tidak tercemar virus hepatitis.bila
darah mengandung virus hepatitis penerima donor akan tertular dan berisiko
terkena sirosis.7

 Tidak mengkonsumsi alkohol

Hindari mengkonsumsi alkohol, barang haram ini terbukti merusak fungsi


organ tubuh, termasuk hati. Bila sudah terlanjur sering mengkonsumsi minuman
beralkohol, hentikan kebiasaan itu.7

Prognosis

Prognosis penderita sirosis hati tergantung pada berat ringannya sirosis hati yang
diderita. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu sejauh mana terjadi penurunan fungsi
12
hati, adakah varises di esophagus, adakah kanker hati yang menyertainya serta bagaimana
pasien mencari dan mentaati perawatan medis.1

Tabel Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi
Hati
Derajat kerusakan Minimal Sedang Berat
Bil.Serum <35 35-50 >50
(mu.mol/dl)
Alb.Serum (gr/dl) >35 30-35 <30
Asites Nihil Mudah dikontrol Sukar
PSE/ensefalopati Nihil Minimal Berat/koma
Nutrisi Sempurna baik Kurang/kurus

Tabel 1. Tabel Klasifikasi Prognosis Sirosis Hati1

Kesimpulan

Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Pada saat ini penegakkan diagnosis sirosis hati terdiri atas
pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Diagnosa pasti dapat dilakukan secara
mikrokopis, dengan melakukan biopsi hati atau peritoneoskopi. Pacu utama yang
mengakibatkan sirosis hati adalah peradangan yang menimbulkan nekrosis dan fibrogenesis.
Terjadinya fibrosis hati, menggambarkan kondisi ketidakseimbangan antara produksi matriks
ekstraseluler dan proses degradasinya. komplikasi hipertensi portal merupakan kondisi yang
menyumbang risiko morbiditas dan mortalitas secara signifikan. Terapi ditunjukan
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan
hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Tatalaksana pasien sirosis yang masih
kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati.

13
Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Ilmu penyakit dalam, edisi
V jilid 1. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2009: 644-
72.
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: Buku Kedokteran EGC;
2010.h.182
3. Sylvia Anderson P, Lorraine McCarty W. Alih bahasa, Braham U, Pendit dkk. Editor
edisi bahasa indonesia, Huriawati H. Patofisiologi ; konsep-konsep klinis penyakit. Edisi
6. EGC. Jakarta; 2005 : 235-40
4. Bickley L.S. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates, edisi 8. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2009, hal 352-3.
5. Speiche CE, Smith JW. Pemilihan uji laboratorium yang efektif. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC; 2004.h.247-57
6. Makes D. Ultrasonografi hati. Dalam: Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Noer
HMS. Buku ajar ilmu penyakit hati. Edisi I. Jakarta: Jaya Abadi; 2007.h.39-53
7. Sulaiman A, Daldiyono, Akbar N, et al. Gastroenterologi hepatologi. Jakarta: CV agung
seto ; 1997 : 314-23.
8. Lindseth, Glenda N. Sirosis hati. Dalam: Price, S.A., Wilson, L.M. Patofisiologi: konsep
klinis proses-proses penyakit. Volume 1. Edisi ke-6. Cetakan pertama. Jakarta: EGC;
2006.h.493-501.

14

Anda mungkin juga menyukai