TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
2.2 ETIOLOGI
Pada hipoglikemia puasa penyebab utamanya adalah kurangnya
produksi glukosa atau karena penggunaan glukosa yang berlebihan, sedangkan
pada hipoglikemia pasien rawat inap paling lazim disebabkan oleh
penggunaan obat (Longo, 2011).
8
Hipoglikemia puasa dapat disebabkan oleh kurangnya produksi atau
penggunaan glukosa, defek enzim, defisiensi substrat, penyakit hati
kongenital, ataupun obat-obatan. Defisiensi hormon penyebab hipoglikemia
puasa karena kurangnya glukosa dapat terjadi pada hipohipofisisme,
insufisiensi adrenal, defisiensi katekolamin, dan defisiensi glukagon. Adapun
defek enzim yang menyebabkan hipoglikemia puasa karena kurangnya
glukosa adalah defek enzim Glucose-6-fosfatase, fosforilase hati, piruvat
karboksilase, fosfoenolpiruvat karboksikinase, fructose-1,6-difosfatase, dan
glikogen sintetase. Defisiensi substrat penyebab hipoglikemia puasa adalah
kurangnya produksi glukosa yang terjadi pada kasus hipoglikemia ketotik
pada bayi, malnutrisi berat, penyusutan otot, dan kehamilan lanjut. Penyakit
hati kongenital yang menyebabkan hipoglikemia puasa karena kurangnya
produksi glukosa dapat berupa kongesti hati, hepatitis berat, sirosis, uremia,
dan hipotermia. Penggunaan obat seperti alkohol, propranolol, dan salisilat
juga dapat menyebabkan hipoglikemia puasa akibat produksi glukosa yang
berkurang. Pada hipoglikemia puasa akibat penggunaan glukosa berlebihan
dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme atau pada kadar insulin memadai
tetapi terdapat kelainan lain di luar pankreas. Hiperinsulinisme disebabkan
karena adanya insulinoma, insulin eksogen, sulfonilurea, penyakit imun
dengan insulin atau antibodi reseptor insulin, dan mengkonsumsi obat-obatan
seperti kuinin pada malaria falciparum, disopiramid, dan pentamidin serta
dapat disebabkan oleh syok endotoksik. Pada kasus kadar insulin memadai
tetapi terjadi hipoglikemia adalah akibat pemakaian glukosa berlebih, dapat
disebabkan oleh tumor ekstrapankreas, defisiensi karnitin sistemik, defisiensi
enzim oksidasi lemak, defisiensi 3-hidroksi-3-metilglutaril-CoA liase, dan
kakeksia dengan penipisan lemak (Longo, 2011).
9
2.3 PATOGENESIS (Isselbacher, 2000 ; Longo, 2011).
Tidak seimbang
Hipoglikemia
insulin dan glukosa
2.4 PATOFISIOLOGI
Hipoglikemia dapat terjadi karena malproduksi insulin dari pankreas
ketika terdapat tumor pankreas. Setelah hipoglikemia terjadi, efek yang paling
banyak terjadi adalah naiknya nafsu makan dan stimulasi masif dari saraf
simpatik yang menyebabkan takikardi, berkeringat, dan tremor (Silbernagl dan
Lang, 2010). Ketika terjadi hipoglikemia tubuh sebenarnya akan terjadi
mekanisme homeostasis dengan menstimulasi lepasnya hormon glukagon
yang berfungsi untuk menghambat penyerapan, penyimpanan, dan
peningkatan glukosa yang ada di dalam darah. Glukagon akan membuat
glukosa tersedia bagi tubuh dan dapat meningkatkan proses glikogen dan
glukoneogenesis. Akan tetapi, glukagon tidak memengaruhi penyerapan dan
metabolisme glukosa di dalam sel (Carrol, 2007).
10
Gambar 1. Mekanisme regulasi glukosa pada tubuh manusia (Cryer,
2011).
11
karena glukagon tidak dapat mengompensasi adanya insulin yang berlebihan.
Sehingga terkadang ketika seseorang mengalami hipoglikemia berat
dibutuhkan penyuntikkan glukagon. Penyuntikkan glukagon ini dapat diberikan
dengan orang terdekat yang dilatih atau tenaga medis terlatih (Nelms et al,
2007).
GLUT-4 adalah transporter glukosa utama dan terletak terutama pada sel
otot dan sel lemak. Konsentrasi glukosa fisiologis adalah 36-179 mg per
12
desiliter (2 sampai 10 mmol per liter). Pentingnya GLUT-4 dalam homeostasis
glukosa ditunjukkan melalui penelitian pada tikus di mana satu alel dari GLUT-4
gen diganggu. Tikus-tikus ini mengalami pengurangan 50 persen konsentrasi
GLUT-4 pada otot rangka, jantung, dan sel lemak, dan mereka mengalami
resistensi insulin berat; diabetes berkembang pada setidaknya setengah tikus
jantan (Sheperd et al, 1999).
Pada sel otot dan sel lemak normal, GLUT-4 didaur ulang antara membran
plasma dan vesikel penyimpanan intraseluler. GLUT-4 berbeda dari transporter
glukosa lain, yaitu sekitar 90 persen terletak di intrasel saat kondisi tidak ada
rangsang insulin atau rangsangan lain seperti olahraga (Sheperd et al, 1999)
Dengan adanya insulin atau stimulus lain, keseimbangan dari proses daur
ulang ini diubah untuk mendukung translokasi GLUT-4 dari vesikel penyimpanan
intraseluler ke arah membran plasma, dan juga ke tubulus transversa pada
sel otot,. Efek bersihnya adalah peningkatan kecepatan maksimal transpor
glukosa ke dalam sel. (Sheperd et al, 1999; Shulman, 2000). Gerakan intraselular
GLUT-4 dimulai dengan pengikatan insulin pada bagian ekstraseluler dari
reseptor insulin transmembran. Ikatan ini mengaktifkan fosforilasi tirosin
kinase pada bagian intraseluler dari reseptor. Substrat utama untuk tirosin
kinase ini termasuk insulin reseptor-substrat molekul (IRS-1, IRS-2, IRS-3,
dan IRS-4), Gab-1 (Grb2 [faktor pertumbuhan reseptor yang terikat protein
2] terkait pengikat 1), dan SHC (Src dan kolagenhomolog protein). Dalam
sel lemak dan otot rangka, aktivasi selanjutnya dari phosphoinositol-3 kinase
diperlukan untuk stimulasi transpor glukosa oleh insulin dan sudah cukup
untuk menimbulkan setidaknya translokasi sebagian GLUT-4 ke membran
plasma (Sheperd et al, 1999). Aktivasi protein kinase serin-treonin juga
terlibat. Phosphoinositol-3 kinase juga mengaktifkan kinase lain dengan
menghasilkan produk lipid phosphatidylinositol dalam bilayer lipid membran
sel. Lipid ini, pada gilirannya, akan mengaktifkan molekul signaling kunci.
13
hingga memungkinkan molekulkedua untuk memfosforilasi dan mengaktifkan
protein kinase B. Beberapa isoform protein kinase C juga diaktifkan oleh
insulin , dan phosphoinositide-dependent protein kinase 1 dapat menyebabkan
aktivasi protein kinase C karena molekul ini memfosforilasi loop aktivasi protein
kinase C (Sheperd et al, 1999; Shulman, 2000). Translokasi intraselular GLUT-4
ke membran plasma dirangsang oleh ekspresi bentuk aktif protein kinase B
atau isoform atipikal protein kinase C pada percobaan kultur sel. Hal ini
menunjukkan bahwa salah satu atau kedua kinase tersebut adalah mediator kimia
dalam proses insulin merangsang translokasi GLUT-4 in vivo. Isoform
atipikal protein kinase C adalah kandidat yang baik: telah dibuktikan bahwa
menghalangi kerja mereka akan melemahkan pergerakan GLUT-4, sedangkan
penelitian di mana aktivasi protein kinase B diblok memiliki hasil yang
bertentangan. Selanjutnya, pada sel otot dari subyek diabetes, pada konsentrasi
insulin fisiologis, stimulasi transpor glukosa terbukti terganggu, sedangkan
aktivasi protein kinase B normal (Sheperd et al, 1999; Shulman, 2000).
2.6 DIAGNOSIS
14
dapat merusak mekanisme proteksi endogen terhadap hipoglikemia yang lebih
berat (Soemandji, 2009).
2.7 Terapi
15
Langkah berikutnya adalah memeriksa kembali glukosa darah
dalam 15 menit untuk memastikan kadar glukosa telah meningkat menjadi
70 mg/dl atau lebih . Jika masih terlalu rendah, diberikan makanan serupa.
Langkah-langkah ini harus diulang sampai kadar glukosa darah adalah 70
mg/dl atau lebih (Fonseca, 2008).
a. Hipoglikemia ringan
1. Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6-10 butir
permen atau 2-3 sendok teh sirup atau madu.
b. Hipoglikemia berat
2. Medika Mentosa
a. Glukosa Oral.
b. Glukosa Intravena.
16
c. Glukagon (SC/IM).
e. Monitoring
2.8 PENATALAKSANAAN
17
neurogligopenik. Perlu dilakukan anamnesis yang teliti mengenai beberapa hal,
antara lain :
pekerjaan pasien
riwayat keluarga yang menderita diabetes
riwayat pemakaian obat-obat golongan sulfonylurea atau
insulin
riwayat konsumsi alcohol
riwayat penyakit yang menjadi faktor predisposisi
obat-obat lain yang digunakan pasien jugga perlu ditanyakan
tentang : frekuensi dan lamanya episode gejala, ada
tidaknya gejala-gejala otonomik dan atau neuroglikopenik,
apakah gejala berkurang dengan minum larutan gula, kapan
gejala2 tersebut terjadi (pada saat puasa atau sesudah
makan).
Kelompok usia lanjut perlu mendapat perhatian khusus, karena mereka
sering tidak mengalami gejala-gejala dini hipoglikemi akibat gangguan fungsi
syaraf otonom (hypoglycemia unawareness), sehingga glukosa darah dapat
turun mencapai kadar yang sangat rendah (< 40 mg/dl) yang dapat
menimbulkan kerusakan syaraf otak yang irreversible.
Pemantauan kadar glukosa darah yang ketat perlu dilakukan untuk
menentukan penatalaksanaan yang efisien dan efektif. Penilaian terhadap
keadaan umum dan status gizi pasien perlu dilakukan agar dapat ditentukan
apakah pasien masih bisa diberikan terapi oral atau sudah memerlukan terapi
parenteral. Setelah kejadian hipoglikemi teratasi, harus segera dicari faktor
penyebabnya serta dilakukan penyesuaian dosis OHO atau insulin, atau bila
perlu diganti dengan obat-obat yang lebih aman dalam mengendalikan kadar
glukosa darah. Insulin basal yang dikombinasi dengan OHO aman digunakan
pada pasien2 DM tipe2. Dalam suatu review dari beberapa studi klinis acak
terkendali, yang membandingkan pemberian insulin monoterapi dan kombinasi
dengan OHO, 13 dari 14 diantaranya tidak menunjukkan perbedaan bermakna
dari angka kejadian hipoglikemi. Penggunaan insulin analog terbukti
mengurangi angka kejadian hipoglikemi. Dalam beberapa studi menunjukkan
bahwa angka kejadian hipoglikemi lebih rendah pada pemakaian insulin
glargine dan insulin detemir, dibandingkan dengan insulin NPH. Sebelum
18
dipulangkan, pasien dan keluarganya diberikan edukasi tentang cara-cara
pengenalan dan penanggulangan hipoglikemi, pengaturan makan dan dosis
OHO atau insulin.
19
Rosiglitazone + glimepiride
Sitagliptin + metformin.
Selain itu, penggunaan obat-obat injeksi berikut bisa menyebabkan
hipoglikemia:
Pramlintide, yang digunakan bersama dengan insulin
Exenatide, yang dapat menyebabkan hipoglikemia bila
dikombinasikan dengan chlorpropamide, glimepiride, glipizide,
glyburide, tolazamide, dan tolbutamide.
b. Pola makan
c. Aktivitas sehari-hari
20
3. Pemeriksaan glukosa darah secara teratur dengan interval selama
waktu beraktivitas fisik dan konsumsi makanan ringan sesuai
kebutuhan.
d. Konsumsi alkohol
21
Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga
hipoglikemia ):
1) Diberikan larutan destrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL)bolus intra
vena.
2) Diberikan cairan dekstrosa 10 % per infuse ,6 jam perkolf
3) Periksa GD sewaktu (GDs) ,kalau memungkinkan dengan glukometer ;
• Bila GDs < 50 mg /dL-- + bolus dekstrosa 40% 50 % ml IV
• Bila GDs < 100 mg /dL --+ bolus dekstrosa 40 % 25 % mL IV
4) periksa GDs setiap satu jam setelah pemberian dekstrosa 40%
• bila GDs < 50 mg/dL -- + bolus dekstrosa 40 % 50 mL IV
• bila GDs <100 mg/dL -- +bolus dekstrosa 40 % 25 mL IV
• bila GDs 100 – 200 mg /dL -- tanpa bolus dekstrosa 40 %
• bila GDs > 200 mg/dL – pertimbangan menurunkan kecepatam drip
dekstrosa 10 %.
5) Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 berturut –turut ,pemantauan GDs
setiap 2 jam ,dengan protocol sesuai diatas ,bila GDs >200 mg/dL –
pertimbangkan mengganti infuse dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 %
6) Bila GDs >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut- turut ,pemantauan GDs
setiap 4 jam ,dengan protocol sesuai diatas .bila GDs > 200 mg/dL –
pertimbangkan mengganti infuse dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0.9 %
7) Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut ,slinding scale
setiap 6 jam :
GD ---- RI
( mg/dL ) (unit, subkutan )
<200 0
200-250 5
250-300 10
300-350 15
>350 200
8) bila hipoglikemia belum teratasi ,dipertimbangkan pemberian antagonis
insulin seperti ; adrenalin ,kortison dosis tinggi ,atau glikagon 0,5-1 mg IV
/ IM ( bila penyebabnya insulin )
22
Untuk orang yang mengonsumsi acarbose atau miglitol:
2.9. Prognosis
1. Hipoglikemia transisional
Prognosisnya baik dan tergantung kepada kelainan yang
mendasarinya misal : asfiksia perinatal. Tidak ada korelasi antara
rendahnya kadar gula dengan mortalitas/morbiditas bayi. Kebanyakan bayi
tetap hidup walaupun dengan kadar gula 20 mg/100 ml.
2. Hipoglikemia sekunder
23
Mortalitas neonatus pada kelompok ini disebabkan oleh kelainan
yang menyertainya. Bayi yang menderita Hipoglikemia tipe ini, sedikit
menderita sekuele akibat Hipoglikemianya, tetapi lebih banyak akibat
kelainan patologik yang menyertainya.
3. Hipoglikemia transien
Bayi yang termasuk dalam kelompok ini bila tidak diobati akan
mati. Bayi-bayi tersebut seringkali pada BBLR dan KMK yang bisa
disertai dengan komplikasi akibat BBLR dan KMK sendiri, demikian pula
masalah-masalah perinatal yang bisa menyebabkan ganggguan mental,
perilaku dan kejang-kejang yang tidak ada hubungannya dengan
hipoglikemia.
Pada penelitian prospektif dengan menggunakan kontrol, bayi-bayi
kelompok ini yang diamati sampai umur 7 tahun ternyata terdapat
gangguan intelektual yang minimal, tetapi tidak ada cacat nerologik yang
berat.
24
medikamentosadan memerlukan pankreatektomi total. Mereka yang
hidupo biasanya memperlihatkan retardasi perkembangan yang sedang
atau berat.
· Adenma sel beta : Pada penderita yang diamati, bayi-bayi yang
hidup menunjukkan perawakan yang relatif pendek tetapi ada yang
menderita diabetes dan beberapa diantaranya memperlihatkan gangguan
neurologik sedang atau berat, gangguan mental dan sering kali dengan
kejang-kejang. Maka, penting diagnosis dini dan tindakan bedah yang
segera.
· Gangguan metabolisme hidrat arang: prognosis tergantung
darimana masing-masing penyebabnya, misalnya hipoglikemia bisa fatal
pada hari pertama, untuk glycogen strorage disease.
25