Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI

Diabetes mellitus adalah paneyakit metabaolik yang kebanyakan herediter


dengan tanda-tanda hiperglikemi dan glukosuria, disertai dengan atau tidak ada
gejala klinia akut ataupun kronis sebagai akibat dari kurangnya insulin
efektif,biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein.
Hipoglikemia adalah keadaan yang menunjukkan kadar glukosa darah di
bawah normal. Pada umumnya kadar glukosa puasa pada orang normal jarang
melampaui 126 mg/dl, jika diatas itu tergolong tidak normal. Biasanya pada
penderita hipoglikemia terjadi kadar glukosa yangrendah yaitu kurang dari 50
mg/dl(2,8 mmol/L) atau bahkan kurang dari 40 mg/dl (2,2 mmol/L). Kadar
glukosa darah keseluruhan (whole blood) lebih rendah 10% dibandingkan dengan
kadar glukosa plasma dikarenakan eritrosit memiliki kadar glukosa yang relatif
rendah. Hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 1 (DMT 1) dan diabetes
mellitus tipe 2 (DMT 2) merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai
sasaran kendali glukosa darah normal atau mendekati normal. Pengendalian
glukosa darah yang baik dan lengkap didasarkan pada kondisi bebas dari
hipoglikemia. Risiko hipoglikemia timbul akibat mekanisme dalam tubuh yang
tidak sempurna dimana kadar insulin pada malam hari meningkat secara tidak
proporsional dan kemampuan fisiologis tubuh gagal melindungi batas penurunan
glukosa darah yang aman. (Soemadji, 2009).

2.2 ETIOLOGI
Pada hipoglikemia puasa penyebab utamanya adalah kurangnya
produksi glukosa atau karena penggunaan glukosa yang berlebihan, sedangkan
pada hipoglikemia pasien rawat inap paling lazim disebabkan oleh
penggunaan obat (Longo, 2011).

8
Hipoglikemia puasa dapat disebabkan oleh kurangnya produksi atau
penggunaan glukosa, defek enzim, defisiensi substrat, penyakit hati
kongenital, ataupun obat-obatan. Defisiensi hormon penyebab hipoglikemia
puasa karena kurangnya glukosa dapat terjadi pada hipohipofisisme,
insufisiensi adrenal, defisiensi katekolamin, dan defisiensi glukagon. Adapun
defek enzim yang menyebabkan hipoglikemia puasa karena kurangnya
glukosa adalah defek enzim Glucose-6-fosfatase, fosforilase hati, piruvat
karboksilase, fosfoenolpiruvat karboksikinase, fructose-1,6-difosfatase, dan
glikogen sintetase. Defisiensi substrat penyebab hipoglikemia puasa adalah
kurangnya produksi glukosa yang terjadi pada kasus hipoglikemia ketotik
pada bayi, malnutrisi berat, penyusutan otot, dan kehamilan lanjut. Penyakit
hati kongenital yang menyebabkan hipoglikemia puasa karena kurangnya
produksi glukosa dapat berupa kongesti hati, hepatitis berat, sirosis, uremia,
dan hipotermia. Penggunaan obat seperti alkohol, propranolol, dan salisilat
juga dapat menyebabkan hipoglikemia puasa akibat produksi glukosa yang
berkurang. Pada hipoglikemia puasa akibat penggunaan glukosa berlebihan
dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme atau pada kadar insulin memadai
tetapi terdapat kelainan lain di luar pankreas. Hiperinsulinisme disebabkan
karena adanya insulinoma, insulin eksogen, sulfonilurea, penyakit imun
dengan insulin atau antibodi reseptor insulin, dan mengkonsumsi obat-obatan
seperti kuinin pada malaria falciparum, disopiramid, dan pentamidin serta
dapat disebabkan oleh syok endotoksik. Pada kasus kadar insulin memadai
tetapi terjadi hipoglikemia adalah akibat pemakaian glukosa berlebih, dapat
disebabkan oleh tumor ekstrapankreas, defisiensi karnitin sistemik, defisiensi
enzim oksidasi lemak, defisiensi 3-hidroksi-3-metilglutaril-CoA liase, dan
kakeksia dengan penipisan lemak (Longo, 2011).

Pasien rawat inap yang mengalami hipoglikemia paling lazim


disebabkan oleh pengunaan obat-obatan yang diberikan. Tiga obat yang paling
sering menyebabkan hipoglikemia pada pasien rawat inap adalah insulin,
sulfonylurea, dan alkohol. Diperkirakan 60% kasus ketiga obat ini terlibat
dalam diagnosis hipoglikemia (Longo, 2011).

9
2.3 PATOGENESIS (Isselbacher, 2000 ; Longo, 2011).

Pasca Makan Obat-obatan Puasa

Turunnya produksi glukosa


Hiperinsulin
Contohnya insulin, dan penggunaan glukosa
mia
alkohol, dan yang berlebih
sulfonylurea
Pengososngan
lambung yang cepat
Produksi glukosa tidak
seimbang dengan
kebutuhan
Pengeluaran insulin yang berlebihan dan
penyerapan glukosa yang kurang

Tidak seimbang
Hipoglikemia
insulin dan glukosa

2.4 PATOFISIOLOGI
Hipoglikemia dapat terjadi karena malproduksi insulin dari pankreas
ketika terdapat tumor pankreas. Setelah hipoglikemia terjadi, efek yang paling
banyak terjadi adalah naiknya nafsu makan dan stimulasi masif dari saraf
simpatik yang menyebabkan takikardi, berkeringat, dan tremor (Silbernagl dan
Lang, 2010). Ketika terjadi hipoglikemia tubuh sebenarnya akan terjadi
mekanisme homeostasis dengan menstimulasi lepasnya hormon glukagon
yang berfungsi untuk menghambat penyerapan, penyimpanan, dan
peningkatan glukosa yang ada di dalam darah. Glukagon akan membuat
glukosa tersedia bagi tubuh dan dapat meningkatkan proses glikogen dan
glukoneogenesis. Akan tetapi, glukagon tidak memengaruhi penyerapan dan
metabolisme glukosa di dalam sel (Carrol, 2007).

10
Gambar 1. Mekanisme regulasi glukosa pada tubuh manusia (Cryer,
2011).

Mekanisme tubuh untuk mengompensasi adalah dengan


meningkatkan epinefrin, sehingga prekursor glukoneogenik dapat dimobilisasi
dari sel otot dan sel lemak untuk produksi glukosa tambahan. Tubuh melakukan
pertahanan terhadap turunnya glukosa darah dengan menaikkan asupan
karbohidrat secara besar-besaran. Mekanisme pertahanan ini akan menimbukan
gejala neurogenik seperti palpitasi, termor, adrenergik, kolinergik, dan
berkeringat. Ketika hipoglikemia menjadi semakin parah maka mungkin juga
dapat terjadi kebingungan, kejang, dan hilang kesadaran (Cryer, 2011).

Hipoglikemia berat didefinisikan sebagai hipoglikemia yang tidak


dapat di tangani oleh mekanisme homeostasis tubuh. Pada kondisi ini orang
yang terkena hipoglikemia berat dapat kehilangan kesadaran atau merasa
kebingungan. Walaupun penderita hipoglikemia berat akan terlihat sadar, tapi
penderita akan terlihat lethargik (kelelahan) dan emosional. Hal ini disebabkan

11
karena glukagon tidak dapat mengompensasi adanya insulin yang berlebihan.
Sehingga terkadang ketika seseorang mengalami hipoglikemia berat
dibutuhkan penyuntikkan glukagon. Penyuntikkan glukagon ini dapat diberikan
dengan orang terdekat yang dilatih atau tenaga medis terlatih (Nelms et al,
2007).

Pasien-pasien DM tipe 1 membutuhkan terapi insulin untuk


mengontrol hiperglikemi dan mempertahankan elektrolit serta status hidrasi
nya. Pada saat insidensi ketoasidosis pertama, biasanya akan diikuti periode
dimana pasien seolah-olah membaik dan tidak membutuhkan terapi insulin.
Periode ini disebut sebagai “honeymoon period” akibat kembalinya sebagian
fungsi insulin endogen yang mungkin bertahan beberapa minggu bahkan 1-2
bulan.

2.5 PERAN GLUKOSA TRANSPOTER

Membrane sel yang berstruktur bilayer lipid akan menyebabkan sifat


impermeable pada molekul karbohidrat. Oleh karena itu, dibutuhkan system
transport untuk mengangkut glukosa. Glukosa dapat masuk ke dalam sel melalui
facilitated diffusion yang membutuhkan ATP, yakni melalui Glukosa Transporter
(GLUT). Terdapat 5 subtipe dari GLUT berdasarkan spesifisitas terhadap
substrat, profil kinetk, dan distribusinya pada jaringan. Sebagai contoh, sel
otak memiliki GLUT 1 sehingga sel tersebut mapu memasukkan glukosa ke
dalam sel dalam konsentrasi yang rendah di darah tanpa membutuhkan insulin.
Sementara itu GLUT 4 pada sel adipose dan sel otot membutuhkan insulin dan
konsentrasi glukosa yang tinggi. PI 3-kinasemerupakan protein yang penting
dalam translokasi GLUT 4 ke membrane sel pada sel otot dan adipose dan
menginduksi enzim-enzim yang bekerja pada downstream (Wilcox, 2005).

GLUT-4 adalah transporter glukosa utama dan terletak terutama pada sel
otot dan sel lemak. Konsentrasi glukosa fisiologis adalah 36-179 mg per

12
desiliter (2 sampai 10 mmol per liter). Pentingnya GLUT-4 dalam homeostasis
glukosa ditunjukkan melalui penelitian pada tikus di mana satu alel dari GLUT-4
gen diganggu. Tikus-tikus ini mengalami pengurangan 50 persen konsentrasi
GLUT-4 pada otot rangka, jantung, dan sel lemak, dan mereka mengalami
resistensi insulin berat; diabetes berkembang pada setidaknya setengah tikus
jantan (Sheperd et al, 1999).

Pada sel otot dan sel lemak normal, GLUT-4 didaur ulang antara membran
plasma dan vesikel penyimpanan intraseluler. GLUT-4 berbeda dari transporter
glukosa lain, yaitu sekitar 90 persen terletak di intrasel saat kondisi tidak ada
rangsang insulin atau rangsangan lain seperti olahraga (Sheperd et al, 1999)
Dengan adanya insulin atau stimulus lain, keseimbangan dari proses daur
ulang ini diubah untuk mendukung translokasi GLUT-4 dari vesikel penyimpanan
intraseluler ke arah membran plasma, dan juga ke tubulus transversa pada
sel otot,. Efek bersihnya adalah peningkatan kecepatan maksimal transpor
glukosa ke dalam sel. (Sheperd et al, 1999; Shulman, 2000). Gerakan intraselular
GLUT-4 dimulai dengan pengikatan insulin pada bagian ekstraseluler dari
reseptor insulin transmembran. Ikatan ini mengaktifkan fosforilasi tirosin
kinase pada bagian intraseluler dari reseptor. Substrat utama untuk tirosin
kinase ini termasuk insulin reseptor-substrat molekul (IRS-1, IRS-2, IRS-3,
dan IRS-4), Gab-1 (Grb2 [faktor pertumbuhan reseptor yang terikat protein
2] terkait pengikat 1), dan SHC (Src dan kolagenhomolog protein). Dalam
sel lemak dan otot rangka, aktivasi selanjutnya dari phosphoinositol-3 kinase
diperlukan untuk stimulasi transpor glukosa oleh insulin dan sudah cukup
untuk menimbulkan setidaknya translokasi sebagian GLUT-4 ke membran
plasma (Sheperd et al, 1999). Aktivasi protein kinase serin-treonin juga
terlibat. Phosphoinositol-3 kinase juga mengaktifkan kinase lain dengan
menghasilkan produk lipid phosphatidylinositol dalam bilayer lipid membran
sel. Lipid ini, pada gilirannya, akan mengaktifkan molekul signaling kunci.

Dengan cara ini, serin-treonin kinase yang, disebut protein kinase B


(atau Akt), dan phosphoinositide-dependent kinase 1 dibawa bersama-sama,

13
hingga memungkinkan molekulkedua untuk memfosforilasi dan mengaktifkan
protein kinase B. Beberapa isoform protein kinase C juga diaktifkan oleh
insulin , dan phosphoinositide-dependent protein kinase 1 dapat menyebabkan
aktivasi protein kinase C karena molekul ini memfosforilasi loop aktivasi protein
kinase C (Sheperd et al, 1999; Shulman, 2000). Translokasi intraselular GLUT-4
ke membran plasma dirangsang oleh ekspresi bentuk aktif protein kinase B
atau isoform atipikal protein kinase C pada percobaan kultur sel. Hal ini
menunjukkan bahwa salah satu atau kedua kinase tersebut adalah mediator kimia
dalam proses insulin merangsang translokasi GLUT-4 in vivo. Isoform
atipikal protein kinase C adalah kandidat yang baik: telah dibuktikan bahwa
menghalangi kerja mereka akan melemahkan pergerakan GLUT-4, sedangkan
penelitian di mana aktivasi protein kinase B diblok memiliki hasil yang
bertentangan. Selanjutnya, pada sel otot dari subyek diabetes, pada konsentrasi
insulin fisiologis, stimulasi transpor glukosa terbukti terganggu, sedangkan
aktivasi protein kinase B normal (Sheperd et al, 1999; Shulman, 2000).

2.6 DIAGNOSIS

Menurut Departement on Health and Human Service, secara harfiah


hipoglikemia berarti kadar glukosa dalam darah menurun dari kadar normal.
Walaupun kadar glukosa plasma pada puasa jarang melampaui 99mg/dl (5,5
mmol/L) tetapi kadar <108mg/dl (6 mmol/L) masih dianggap normal. Kadar
glukosa plasma kira-kira 10% lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa
darah keseluruhan karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang relatif
rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan dengan vena
sedangkan kadar glukosa kapiler berada diantara kadar glukosa arteri dan vena
(Soemandji, 2009).

Diagnosis hipoglikemia dapat ditegakan bila kadar glukosa <50mg/dl


(2,8 mmol/L) atau bahkan <40mg/dl (2,2 mmol/L). Walaupun demikian
berbagai studi fisiologis menunjukan bahwa gangguan fungsi otak sudah dapat
terjadi pada kadar glukosa darah 55 mg/dl (3 mmol/L). Lebih lanjut diketahui
bahwa kadar glukosa darah 55mg/dl (3 mmol/L) yang terjadi berulang kali

14
dapat merusak mekanisme proteksi endogen terhadap hipoglikemia yang lebih
berat (Soemandji, 2009).

Respon regulasi non pankreas terhadap hipoglikemia dimulai pada


kadar glukosa darah 63-65mg/dl (3,5-3,6mmol/L). Oleh sebab itu, dalam
konteks terapi diabetes, diagnosis hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa
plasma kurang dari sama dengan 63 mg/dl (3,5 mmol/L) (Soemandji, 2009).

2.7 Terapi

1. Non Medika Mentosa


Tanda dan gejala hipoglikemia bervariasi dari satu orang dengan
orang lain. Orang dengan hipoglikemia pada diabetes mellitus harus
mengenal tanda-tanda dan gejala serta menggambarkannya kepada teman-
teman dan keluarga sehingga mereka dapat membantu jika diperlukan.
Orang yang mengalami hipoglikemia beberapa kali dalam seminggu harus
menghubungi pusat pelayanan kesehatan untuk mengatur perubahan dalam
rencana pengobatan, pengurangan obat atau pemberian obat yang berbeda,
jadwal baru untuk insulin atau obat-obatan, makan yang berbeda, atau
rencana kegiatan fisik yang baru apabila diperlukan (Fonseca, 2008).

Jika kadar glukosa di bawah 70 mg/dl, makanan yang tepat


yang harus dikonsumsi untuk menaikkan glukosa darah adalah:

a. Glukosa gel 1 porsi yang jumlah sama dengan 15 gram


karbohidrat.

b. 1/2 gelas atau 4 ons jus buah.

c. 1/2 gelas atau 4 ons minuman ringan biasa.

d. 1 cangkir atau 8 ons susu.

e. 5 atau 6 buah permen.

f. 1 sendok makan gula atau madu.

15
Langkah berikutnya adalah memeriksa kembali glukosa darah
dalam 15 menit untuk memastikan kadar glukosa telah meningkat menjadi
70 mg/dl atau lebih . Jika masih terlalu rendah, diberikan makanan serupa.
Langkah-langkah ini harus diulang sampai kadar glukosa darah adalah 70
mg/dl atau lebih (Fonseca, 2008).

Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2006)


pedoman tatalaksana hipoglikemiaa adalah sebagai berikut:

a. Glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120 mg/dl.

b. Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (Intravena) bisa


diberikan satu flakon (25 cc) dextrosa 40% (10 gr dextrosa) untuk
meningkatkan kadar glukosa kurang lebih 25-50 mg/dL.

Manajemen hipoglikemia menurut Soemadji (2009) tergantung


pada derajat hipoglikemia, yaitu :

a. Hipoglikemia ringan

1. Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6-10 butir
permen atau 2-3 sendok teh sirup atau madu.

2. Bila tidak membaik dalam 15 menit, ulangi pemberian.

3. Tidak dianjurkan untuk memberikan makanan tinggi kalori seperti


coklat, kue, ice cream, cake dan lain-lain.

b. Hipoglikemia berat

1. Tergantung pada tingkat kesadaran pasien.

Bila pasien dalam keadaan tidak sadar, jangan memberi


makanan atau minuman karena bisa berpotensi terjadi aspirasi.

2. Medika Mentosa

Adapun terapi medika mentosa hipoglikemia yang dapat diberikan adalah:

a. Glukosa Oral.

b. Glukosa Intravena.

16
c. Glukagon (SC/IM).

d. Thiamine 100 mg (SC/IM) pada pasien alkoholisme.

e. Monitoring

Kadar Glukosa (mg/dL) Terapi Hipoglikemia


< 30 mg/dl Injeksi IV dextrose 40 % (25 cc) bolus
3 flakon
30-60 mg/dl Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus
2 flakon
60-100 mg/dl Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus
1 flakon
Follow up :
1. Periksa kadar gula darah 30 menit setelah injeksi.
2. Setelah 30 menit pemberian bolus 3 atau 2 atau 1 flakon dapat
diberikan 1 flakon lagi sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar
glukosa darah 120 mg/dl.

2.8 PENATALAKSANAAN

Gejala-gejala dan tanda-tanda hipoglikemi bersifat non spesifik,


sehingga langkah awal dalam mengevaluasi pasien yang diduga mengalami
hipoglikemia adalah dengan menentukan kadar glukosa darah.
Pada kebanyakan pasien, pengukuran kadar glukosa darah saat
terjadinya gejala-gejala klinis sulit dilakukan karena gejala yang timbul terlalu
singkat dan pasien jauh dari pusat pelayanan kesehatan. Pengukuran kadar
glukosa darah kapiler dengan menggunakan glukometer dapat dipakai sebagai
pedoman untuk memastikan diagnosis serta untuk menyingkirkan kecurigaan
hipoglikemi sebagai penyebab timbulnya gejala-gejala klinis. Namun
interpretasi hasilnya hendaklah dilakukan secara hati2 karena pengukuran
kadar glukosa darah secara teknis bisa salah bila dilakukan oleh pasien sendiri
yang mungkin belum pernah mengalami gejala-gejala otonomik dan

17
neurogligopenik. Perlu dilakukan anamnesis yang teliti mengenai beberapa hal,
antara lain :
 pekerjaan pasien
 riwayat keluarga yang menderita diabetes
 riwayat pemakaian obat-obat golongan sulfonylurea atau
insulin
 riwayat konsumsi alcohol
 riwayat penyakit yang menjadi faktor predisposisi
 obat-obat lain yang digunakan pasien jugga perlu ditanyakan
tentang : frekuensi dan lamanya episode gejala, ada
tidaknya gejala-gejala otonomik dan atau neuroglikopenik,
apakah gejala berkurang dengan minum larutan gula, kapan
gejala2 tersebut terjadi (pada saat puasa atau sesudah
makan).
Kelompok usia lanjut perlu mendapat perhatian khusus, karena mereka
sering tidak mengalami gejala-gejala dini hipoglikemi akibat gangguan fungsi
syaraf otonom (hypoglycemia unawareness), sehingga glukosa darah dapat
turun mencapai kadar yang sangat rendah (< 40 mg/dl) yang dapat
menimbulkan kerusakan syaraf otak yang irreversible.
Pemantauan kadar glukosa darah yang ketat perlu dilakukan untuk
menentukan penatalaksanaan yang efisien dan efektif. Penilaian terhadap
keadaan umum dan status gizi pasien perlu dilakukan agar dapat ditentukan
apakah pasien masih bisa diberikan terapi oral atau sudah memerlukan terapi
parenteral. Setelah kejadian hipoglikemi teratasi, harus segera dicari faktor
penyebabnya serta dilakukan penyesuaian dosis OHO atau insulin, atau bila
perlu diganti dengan obat-obat yang lebih aman dalam mengendalikan kadar
glukosa darah. Insulin basal yang dikombinasi dengan OHO aman digunakan
pada pasien2 DM tipe2. Dalam suatu review dari beberapa studi klinis acak
terkendali, yang membandingkan pemberian insulin monoterapi dan kombinasi
dengan OHO, 13 dari 14 diantaranya tidak menunjukkan perbedaan bermakna
dari angka kejadian hipoglikemi. Penggunaan insulin analog terbukti
mengurangi angka kejadian hipoglikemi. Dalam beberapa studi menunjukkan
bahwa angka kejadian hipoglikemi lebih rendah pada pemakaian insulin
glargine dan insulin detemir, dibandingkan dengan insulin NPH. Sebelum

18
dipulangkan, pasien dan keluarganya diberikan edukasi tentang cara-cara
pengenalan dan penanggulangan hipoglikemi, pengaturan makan dan dosis
OHO atau insulin.

Inkompatibilitas dapat menyebabkan hipoglikemia. Misalnya,


meningkatkan dosis insulin atau obat lain yang, tapi kemudian melewatkan
penggunaan insulin dapat menyebabkan hipoglikemia (Fonseca, 2008). Untuk
membantu mencegah hipoglikemia, orang dengan diabetes harus selalu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Obat-obatan untuk diabetes

Penyedia layanan kesehatan dapat menjelaskan obat-obat


yang digunakan untuk terapi diabetes yang dapat menyebabkan
hipoglikemia dan menjelaskan bagaimana dan kapan harus
mengkonsumsi obat tersebut (Fonseca, 2008).

Orang-orang yang mengkonsumsi obat untuk diabetes harus


bertanya kepada dokter atau tenaga kesehatan profesional kesehatan
mengenai

1. Apakah obat yang dikonsumsi dapat menyebabkan


hipoglikemia.

2. Kapan mereka harus mengkonsumsi obat diabetes terebut.

3. Berapa jumlah obat yang harus mereka konsumsi.

4. Mereka harus tetap mengkonsumsi obat ketika mereka sakit.

5. Mereka harus menyesuaikan obat sebelum melakukan


aktivitas.Fisik

6. Mereka harus menyesuaikan obat jika melewatkan waktu


makan (Fonseca, 2008).

Kombinasi dari pil-pil dibawah ini juga bisa menyebabkan hipoglikemia:


 Glipizide + metformin
 Glyburide + metformin
 Pioglitazone + glimepiride

19
 Rosiglitazone + glimepiride
 Sitagliptin + metformin.
Selain itu, penggunaan obat-obat injeksi berikut bisa menyebabkan
hipoglikemia:
 Pramlintide, yang digunakan bersama dengan insulin
 Exenatide, yang dapat menyebabkan hipoglikemia bila
dikombinasikan dengan chlorpropamide, glimepiride, glipizide,
glyburide, tolazamide, dan tolbutamide.

b. Pola makan

Seorang ahli diet dapat membantu merancang rancangan


menu makan yang sesuai preferensi pribadi dan gaya hidup. Rencana
makan ini penting bagi pengelolaan hipoglikemi. Orang-orang
hipoglikemi harus makan secara teratur, cukup makanan setiap kali
makan, dan mencoba untuk tidak melewatkan waktu makan atau
makanan ringan. Beberapa makanan ringan dapat lebih efektif daripada
makanan lain dalam mencegah hipoglikemia pada malam hari. Ahli
diet dapat membuat rekomendasi untuk makanan ringan (Fonseca,
2008).

c. Aktivitas sehari-hari

Untuk membantu mencegah hipoglikemia yang disebabkan


oleh aktivitas fisik, penyedia layanan kesehatan mungkin
menyarankan:

1. Memeriksa glukosa darah sebelum olahraga atau aktivitas fisik


lainnya dan konsumsi camilan jika kadar gula darah di bawah 100
miligram perdesiliter (mg/dL).

2. Menyesuaikan obat sebelum aktivitas fisik.

20
3. Pemeriksaan glukosa darah secara teratur dengan interval selama
waktu beraktivitas fisik dan konsumsi makanan ringan sesuai
kebutuhan.

4. Memeriksa glukosa darah secara berkala setelah aktivitas


fisik(Fonseca, 2008).

d. Konsumsi alkohol

Minum-minuman beralkohol, terutama pada saat perut


kosong, dapat menyebabkan hipoglikemia, bahkan satu atau dua hari
kemudian. Alkohol dapat sangat berbahaya bagi orang yang memakai
insulin atau obat yang meningkatkan produksi insulin (Fonseca, 2008).

e. Rencana pengelolaan diabetes

Manajemen diabetes intensif untuk menjaga glukosa darah


agar mendekati kisaran normal dapat mencegah komplikasi jangka
panjang yang bisa meningkatkan risiko hipoglikemia. Mereka yang
berencana melakukan kontrol ketat harus berbicara dengan penyedia
layanan kesehatan mengenai cara-cara yanga dapat dilakukan untuk
mencegah hipoglikemia dan cara terbaik untuk mengobatinya
(Fonseca, 2008).

 Terapi untuk hipoglikemia:

 Stadium permulaan ( sadar ):


• Berikan gula murni 30 gram ( 2 sendok makan ) atau sirop /permen
atau gula murni ( bukan pemanis pengganti gula atau gula diit /gula
diabetes ) dan makanan yang mengandung karbohidrat
• Hentikan obat hipoglikemik sementara.
• Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
• Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL ( bila sebelumnya tidak sadar)
• Cari penyebab.

21
 Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga
hipoglikemia ):
1) Diberikan larutan destrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL)bolus intra
vena.
2) Diberikan cairan dekstrosa 10 % per infuse ,6 jam perkolf
3) Periksa GD sewaktu (GDs) ,kalau memungkinkan dengan glukometer ;
• Bila GDs < 50 mg /dL-- + bolus dekstrosa 40% 50 % ml IV
• Bila GDs < 100 mg /dL --+ bolus dekstrosa 40 % 25 % mL IV
4) periksa GDs setiap satu jam setelah pemberian dekstrosa 40%
• bila GDs < 50 mg/dL -- + bolus dekstrosa 40 % 50 mL IV
• bila GDs <100 mg/dL -- +bolus dekstrosa 40 % 25 mL IV
• bila GDs 100 – 200 mg /dL -- tanpa bolus dekstrosa 40 %
• bila GDs > 200 mg/dL – pertimbangan menurunkan kecepatam drip
dekstrosa 10 %.
5) Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 berturut –turut ,pemantauan GDs
setiap 2 jam ,dengan protocol sesuai diatas ,bila GDs >200 mg/dL –
pertimbangkan mengganti infuse dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 %
6) Bila GDs >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut- turut ,pemantauan GDs
setiap 4 jam ,dengan protocol sesuai diatas .bila GDs > 200 mg/dL –
pertimbangkan mengganti infuse dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0.9 %

7) Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut ,slinding scale
setiap 6 jam :

GD ---- RI
( mg/dL ) (unit, subkutan )
<200 0
200-250 5
250-300 10
300-350 15
>350 200
8) bila hipoglikemia belum teratasi ,dipertimbangkan pemberian antagonis
insulin seperti ; adrenalin ,kortison dosis tinggi ,atau glikagon 0,5-1 mg IV
/ IM ( bila penyebabnya insulin )

9) bila pasien belum sadar ,GDs sekitar 200 mg / dL .hidrokortison 100


mgper 4 jam selama 12 jam atau deksametason 10 mg IV bolus
dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan manitol 1,5 - 2 g/kgBB IV setiap 6-8
jam ,cari penyebab lain penurunan kesadaran.

22
 Untuk orang yang mengonsumsi acarbose atau miglitol:

Orang-orang yang mengonsumsi salah satu dari obat anti diabetes


ini harus tahu bahwa itu adalah glukosa murni, juga disebut sebagai
dekstrosa yang akan menaikkan kadar glukosa darah pada saat glukosa
darah rendah. Mengonsumsi makanan atau minuman di atas tidak akan
cepat menaikkan kadar gula darah karena acarbose dan miglitol
memperlambat pencernaan kabohidrat.

2.9. Prognosis

Prognosis hipoglikemia dinilai dari penyebab, nilai glukosa darah, dan


waktu onset. Apabila bersifat simtomatik dan segera diobati memiliki prognosis
baik (dubia et bonam) dibandingkan dengan asimtomatik tanpa segera diberikan
oral glucose (dubia et malam) (Hamdy, 2013). Hipoglikemia pada bukan
penderita diabetes tidak memiliki prognosis yang relevan dapat bersifat baik
maupun buruk untuk jangka panjang (Manucci et al., 2006).

Jika tidak diobati, Hipoglikemia yang berat dan berkepanjangan dapat


menyebabkan kematian pada setiap golongan umur. Pada neonatus prognosis
tergantung dari berat, lama, adanya gejala-gejala klinik dan kelainan patologik
yang menyertainya, demikian pula etiologi, diagnosis dini dan pengobatan yang
adekuat.
a) Hipoglikemia neonatus
Berdasarkan tingkat beratnya Hipoglikemia neonatus dapat
digolongkan:

1. Hipoglikemia transisional
Prognosisnya baik dan tergantung kepada kelainan yang
mendasarinya misal : asfiksia perinatal. Tidak ada korelasi antara
rendahnya kadar gula dengan mortalitas/morbiditas bayi. Kebanyakan bayi
tetap hidup walaupun dengan kadar gula 20 mg/100 ml.

2. Hipoglikemia sekunder

23
Mortalitas neonatus pada kelompok ini disebabkan oleh kelainan
yang menyertainya. Bayi yang menderita Hipoglikemia tipe ini, sedikit
menderita sekuele akibat Hipoglikemianya, tetapi lebih banyak akibat
kelainan patologik yang menyertainya.

3. Hipoglikemia transien
Bayi yang termasuk dalam kelompok ini bila tidak diobati akan
mati. Bayi-bayi tersebut seringkali pada BBLR dan KMK yang bisa
disertai dengan komplikasi akibat BBLR dan KMK sendiri, demikian pula
masalah-masalah perinatal yang bisa menyebabkan ganggguan mental,
perilaku dan kejang-kejang yang tidak ada hubungannya dengan
hipoglikemia.
Pada penelitian prospektif dengan menggunakan kontrol, bayi-bayi
kelompok ini yang diamati sampai umur 7 tahun ternyata terdapat
gangguan intelektual yang minimal, tetapi tidak ada cacat nerologik yang
berat.

4. Hipoglikemia berat (berulang)


Keompok ini bisa dibagi atas beberapa katagori yang masing-masing
mempunyai masalah tersendiri yang mempengaruhi prognosisnya.
· Defisiensi hormon multipel (hipopituitarisme bawaan)
Sering kali disertai Hipoglikemia berat bahkan fatal pada hari-hari
pertama, nampaknya akibat defisiensi hormon hipofise anterior. Dari 26
kasus yang dilaporkan 2/3 meninggal (5 pada hari pertama, 4 pada masa
neonatus dan 5 antara umur 2 bulan sampai 17 tahun). Beberapa di
antaranya yang hidup menunjukkan gejala retardasi.
Prognosis terhadap perkembangannya tergantung dari adanya defisiensi
hormon-hormon lainnya dan berhasilnya pengobatan substitusi.
· Kelebihan hormon (hiperinsulinisme)
Pada sindroma Beckwith Wiedemann, retardasi mental kemungkinan
disebabkan oleh H yang tidak diobati, meskipun dengan pengobatan
adekuat prognosis masih meragukan, sebab adanya anomali multipel yang
menyertainya.
· Infant giants (Foetopathia Diabetica) : Biasanya memperlihatkan
hipoglikemia berat dan tidak ada respon terhadap pengobatan

24
medikamentosadan memerlukan pankreatektomi total. Mereka yang
hidupo biasanya memperlihatkan retardasi perkembangan yang sedang
atau berat.
· Adenma sel beta : Pada penderita yang diamati, bayi-bayi yang
hidup menunjukkan perawakan yang relatif pendek tetapi ada yang
menderita diabetes dan beberapa diantaranya memperlihatkan gangguan
neurologik sedang atau berat, gangguan mental dan sering kali dengan
kejang-kejang. Maka, penting diagnosis dini dan tindakan bedah yang
segera.
· Gangguan metabolisme hidrat arang: prognosis tergantung
darimana masing-masing penyebabnya, misalnya hipoglikemia bisa fatal
pada hari pertama, untuk glycogen strorage disease.

· Gangguan metabolisme asam amino yang disertai hipoglikemia,


misalnya: Maple syrup urine disease, asidemiametilmalok. Masing-masing
mempunyai pragnosis yang meragukan.

25

Anda mungkin juga menyukai