Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stroke
2.1.1. Defenisi Stroke

Stroke adalah hilangnya sebagian fungsi otak yang terjadi secara mendadak

atau tiba-tiba akibat dari sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak. Tanpa

oksigen dan nutrisi penting yang dialirkan bersama dengan darah, sel otak akan rusak

atau mati dalam beberapa menit. 14

Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak

(brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas), utama pada

kelompok usia diatas 45 tahun. 15

2.1.2. Anatomi Pembuluh Darah Otak 16,17

Menurut American Heart Association (AHA) dalam Family Guide to Stroke,

otak adalah organ manusia yang kompleks. Setiap area dari otak mempunyai fungsi

khusus. Otak merupakan organ tubuh yang ikut berpartisipasi pada semua kegiatan

tubuh, yang dapat berupa bergerak, merasa, berfikir, berbicara, emosi, mengenang,

berkhayal, membaca, menulis, berhitung, melihat, mendengar, dan lain-lain. Bila

bagian-bagian dari otak ini terganggu, misalnya suplai darah berkurang, maka

tugasnya pun dapat terganggu.

Otak membutuhkan banyak oksigen. Berat otak hanya 2,5% dari berat badan

seluruhnya, namun oksigen yang dibutuhkan hampir mencapai 20% dari kebutuhan

badan seluruhnya. Oksigen ini diperoleh dari darah. Pada keadaan normal, darah yang

mengalir ke otak (CBF = cerebro blood flow) adalah 50-60 ml/100 g otak/menit. Ada

Universitas Sumatera Utara


3 selaput yang melapisi otak, yaitu duramater, araknoid dan pia mater.16 (dapat dilihat

pada gambar 2.2.1).

Duramater
Arakhnoid
Piamater

Gambar 2.2.1 Selaput Otak

Suplai darah ke otak melalui dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis (kanan

dan kiri) dan arteri karotis interna (kanan dan kiri). Arteri vertebralis menyuplai darah

ke area belakang dan area bawah dari otak, sampai di tempurung kepala dan arteri

karotis interna menyuplai darah ke area depan dan area atas otak. (dapat dilihat pada

gambar 2.2.2) 18

Arteri Karotis
Anterior Arteri Karotis
Posterior
Arteri Karotis
Media

Arteri Karotis
Interna

Arteri Vertebralis

Gambar 2.2.2. Aliran darah arteri yang menuju otak.

Universitas Sumatera Utara


Cabang-cabang dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna bersatu

membentuk sirkulus willisi. Sistem ini memungkinkan pembagian darah di dalam

kepala untuk mengimbangi setiap gerakan leher jika aliran darah dalam salah satu

pembuluh nadi leher mengalami kegagalan. (dapat dilihat pada gambar 2.2.3) 18

Gambar 2.2.3 Sirkulus Willisi

Ada dua hemisfer serebri (belahan otak), yaitu hemisfer serebri sinistra (kiri)

dan hemisfer serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri sinistra (kiri) berfungsi dalam

mengendalikan gerakan sisi kanan tubuh, seperti berbicara, berhitung dan menulis,

sedangkan hemisfer serebri dextra (kanan) berfungsi dalam mengendalikan gerakan

sisi kiri tubuh, seperti perasaan, kemampuan seni, keterampilan dan orientasi.18

Universitas Sumatera Utara


2.1.3 Klasifikasi Stroke2

a. Stroke non hemoragik ( cerebral infarction )

i. Klinis terdiri dari :

i.1. TIA (Transient Ischemic Attack)

i.2. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)

i.3. Progressing stroke = stroke in evolusi

i.4. Complete stroke

ii. Secara kausal :

ii.1. Stroke trombotik

ii.2. Stroke emboli/non trombotik.

b. Stroke hemoragik.

i. PSD (Perdarahan Sub Dural )

i.i. PSA (Perdarahan Sub Araknoid )

i.i.i. PIS (Perdarahan Intra Serebral )

2.2. Stroke Hemoragik

2.2.1. Defenisi Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak (disebut

hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam ruang

subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang

menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang paling

mematikan dan merupakan sebagian kecil dari stroke total yaitu 10-15% perdarahan

intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan subaraknoid.19

Universitas Sumatera Utara


Stroke hemoragik merupakan 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat

terjadi apabila lesi vascular intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi

perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.

Sebagian dari lesi vascular yang dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA)

adalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovena (MAV).6

2.2.2. Klasifikasi Stroke Hemoragik

a. Perdarahan Sub Dural (PSD)

Perdarahan subdural terjadi diantara duramater dan araknoid. Perdarahan

dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang

menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam dura

mater atau karena robeknya araknoid. 18

b. Perdarahan Sub Araknoid (PSA)

Perdarahan Subaraknoid (PSA) adalah keadaan akut dimana

terdapatnya/masuknya darah ke dalam ruangan subaraknoid, atau perdarahan

yang terjadi di pembuluh darah di luar otak, tetapi masih di daerah kepala

seperti di selaput otak atau bagian bawah otak.6 PSA menduduki 7-15% dari

seluruh kasus Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO). PSA paling banyak

disebabkan oleh pecahnya aneurisma (50%).18

c. Perdarahan Intra Serebral (PIS)

Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari

pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma,

dimana 70% kasus PIS terjadi di kapsula interna, 20% terjadi di fosa posterior

Universitas Sumatera Utara


(batang otak dan serebelum) dan 10% di hemisfer (di luar kapsula interna).

PIS terutama disebabkan oleh hipertensi (50-68%).18

Angka kematian untuk perdarahan intraserebrum hipertensif sangat tinggi,

mendekati 50%. Perdarahan yang terjadi diruang supratentorium (diatas

tentorium cerebeli) memiliki prognosis yang baik apabila volume darah

sedikit. Namun, perdarahan kedalam ruang infratentorium didaerah pons atau

cerebellum memiliki prognosis yang jauh lebih buruk karena cepatnya timbul

tekanan pada struktur–struktur vital dibatang otak.6

2.3. Epidemiologi Stroke Hemoragik

2.3.1. Distribusi Frekuensi Stroke Hemoragik

a. Menurut Orang

Di Amerika Serikat, sekitar 28% penderita stroke berusia lebih dari 65

tahun.20 Hasil penelitian Aliah A. dan Widjaja D. di empat Rumah Sakit di Makasar

(2000) dengan desain Case Series diperoleh bahwa proporsi penderita stroke pada

kelompok umur < 40 tahun sebesar 3%, kelompok umur 40-49 tahun sebesar 20%,

kelompok umur 50-59 tahun sebesar 26%, kelompok umur 60-69 tahun sebesar 41%

dan kelompok umur ≥ 70 tahun sebesar 10%. Jumlah penderita stroke laki-laki

sebanyak 58 orang dan penderita stroke wanita sebanyak 42 orang.21

Penelitian Syahdani di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu (2003) dengan desain

Case Series menunjukkan bahwa proporsi penderita stroke terbesar pada kelompok

umur > 59 tahun yaitu sebesar 50,5% dan sebagian besar penderitanya adalah laki-

laki sebesar 65,5%.22

Universitas Sumatera Utara


b. Menurut Tempat

Dari data penelitian tahun 1994 pada populasi masyarakat didapatkan angka

prevalensi penyakit stroke pada daerah urban sekitar 0,5% dan angka insidensi

penyakit stroke pada daerah rural sekitar 50/100.000 penduduk.23

c. Menurut Waktu

Menurut WHO (2005), stroke menjadi penyebab kematian dari 5,7 juta jiwa

diseluruh dunia dan diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta penderita pada tahun

2015 dan 7,8 juta penderita pada tahun 2030.24

Berdasarkan penelitian Wiwid di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukit Tinggi

Tahun 2005-2007, menunjukkan bahwa jumlah penderita stroke hemoragik tahun

2005 sebanyak 66 0rang, tahun 2006 sebanyak 54 orang, tahun 2007 sebanyak 59

orang.25

2.3.2. Faktor Risiko Stroke Hemoragik

Faktor risiko stroke adalah faktor yang menyebabkan seseorang menjadi lebih

rentan atau mudah terkena stroke, antara lain :

a. Usia

Usia merupakan faktor risiko yang paling penting bagi semua stroke. Insiden

stroke meningkat secara eksponsial dengan bertambahnya usia. Setelah umur 55

tahun risiko stroke iskemik meningkat 2 kali lipat setiap 10 tahun (risiko relatif ). Di

Oxfordshire, selama tahun 1981–1986, tingkat insiden stroke pada kelompok usia 45-

54 tahun ialah 57 kasus per 100.000 penduduk dan pada kelompok usia 85 tahun

keatas terdapat 1.987 kasus per 100.000 penduduk.15

Universitas Sumatera Utara


Tahun 1998 di Aucland, Selandia Baru, insiden stroke pada kelompok usia

55-64 tahun ialah 2 per 100.000 penduduk dan di Soderham, Swedia, insiden stroke

pada kelompok usia yang sama 3,2 per 100.000 penduduk. Pada kelompok usia diatas

85 tahun dijumpai insiden stoke dari 18,4 per 100.000 di Rochester, Minnesota, dan

39,7 per 100.000 penduduk di Soderham, Swedia.26

b. Jenis Kelamin

Pada pria memiliki kecendrungan lebih besar untuk terkena stroke

dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1. Walaupun para pria lebih

rawan dari pada wanita pada usia yang lebih muda, tetapi para wanita akan menyusul

setelah usia mereka mencapai menopause. Hasil-hasil penelitian menyatakan bahwa

hormon berperan dalam hal ini, yang melindungi para wanita sampai mereka

melewati masa-masa melahirkan anak. Pria berusia kurang dari 65 tahun memiliki

risiko terkena stroke iskemik atau perdarahan intra sereberal lebih tinggi sekitar 20%

dari pada wanita. Namun, wanita usia berapa pun memiliki risiko perdarahan

subaraknoid sekitar 50% lebih besar.30

Menurut data dari 28 Rumah Sakit di Indonesia pada tahun 2000, ternyata

bahwa kaum pria lebih banyak menderita stroke dibandingkan kaum wanita. Risiko

relatif stroke 1,25 kali lebih besar pada pria dibanding wanita.15

c. Ras / Suku Bangsa

Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit putih.

Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Pada tahun 2004 di

Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1%

Universitas Sumatera Utara


dan yang berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih

sebesar 41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%.27

d. Riwayat Keluarga dan genetika

Kelainan turunan sangat jarang menjadi penyebab langsung stroke. Namun,

gen memang berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,

penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam

keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke

pada usia kurang dari 65 tahun.19 Anggota keluarga dekat dari orang yang pernah

mengalami PSA memiliki peningkatan risiko 2-5% terkena PSA.19

e. Riwayat Stroke

Bila seseorang telah mengalami stroke, hal ini akan meningkatkan terjadinya

serangan stroke kembali/ulang. Dalam waktu 5 tahun, kemungkinan akan terjadi

stroke kembali sebanyak 35-42%.4

f. Diabetes Mellitus

Gula darah yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh

darah yang berlangsung secara progresif. Pada orang yang menderita Diabetes

Mellitus risiko untuk terkena stroke 1,5-3 kali lebih besar (risiko relatif).13,23

2.4. Gejala Stroke Hemoragik

2.4.1. Perdarahan Sub Dural 18

Gejala-gejala perdarahan sub dural adalah nyeri kepala progresif, ketajaman

penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda defisiensi

neorologik daerah otak yang tertekan.

Universitas Sumatera Utara


2.4.2. Perdarahan Sub Araknoid 3

a. Gejala prodormal : nyeri kepala hebat dan akut hanya 10%, 90% tanpa

keluhan sakit kepala.

b. Kesadaran sering terganggu, dari tidak sadar sebentar, sedikit delirium sampai

koma.

c. Fundus okuli : 10% penderita mengalami papil edema beberapa jam setelah

perdarahan.

d. Gangguan fungsi saraf otonom, mengakibatkan demam setelah 24 jam karena

rangsangan meningeal, muntah, berkeringat, menggigil, dan takikardi.

e. Bila berat, maka terjadi ulkus peptikum disertai hamtemesis dan melena

(stress ulcer), dan sering disertai peningkatan kadar gula darah, glukosuria

dan albuminuria.

2.4.3. Perdarahan Intra Serebral 3

Gejala prodormal tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan

seringkali di siang hari, waktu bergiat atau emosi/ marah. Pada permulaan serangan

sering disertai dengan mual, muntah dan hemiparesis. Kesadaran biasanya menurun

dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara ½-2 jam,

dan 12% terjadi setelah 2 jam sampai 19 hari).

2.5. Letak Perdarahan Stroke Hemoragik28

2.5.1. Hemisfer Serebri

Hemisfer serebri dibagi menjadi dua belahan, yaitu hemisfer serebri sinistra

(kiri) dan hemisfer serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri kiri mengendalikan

kemampuan memahami dan mengendalikan bahasa serta berkaitan dengan berpikir

Universitas Sumatera Utara


”matematis” atau ”logis”, sedangkan hemisfer serebri dextra berkaitan dengan

ketrampilan, perasaan dan kemampuan seni.

2.5.2. Ganglion Basalis

Fungsional peranan umum ganglion basal adalah untuk bekerja sebagai

stasiun-stasiun pemrosesan yang menghubungkan korteks serebrum dengan nukleus-

nukleus thalamus tertentu dan akhirnya berproyeksi ke korteks serebrum. Kerusakan

pada ganglion basalis akan mengakibatkan penderita mengalami kesukaran untuk

memulai gerak yang diingini.

2.5.3. Batang Otak

Batang otak adalah bagian otak yang masih tersisa setelah hemisfer serebri

dan serebelum diangkat. Medula oblongota, pons dan otak tengah merupakan bagian

bawah atau bagian infratentorium batang otak. Kerusakan pada batang otak akan

mengakibatkan gangguan berupa nyeri, suhu, rasa kecap, pendengaran, rasa raba,

raba diskriminatif, dan apresiasi bentuk, berat dan tekstur.

2.5.4. Serebelum

Serebelum terbagi menjadi tiga bagian, yaitu archiserebelum berfungsi untuk

mempertahankan agar seseorang berorientasi terhadap ruangan. Kerusakan pada

daerah ini akan mengakibatkan ataxia tubuh, limbung dan terhuyung-huyung.

Paleoserebelum, mengendalikan otot-otot antigravitas dari tubuh, apabila mengalami

kerusakan akan menyebabkan peningkatan refleks regangan pada otot-otot

penyokong. Neoserebelum, berfungsi sebagai pengerem pada gerakan dibawah

kemauan, terutama yang memerlukan pengawasan dan penghentian, serta gerakan

halus dari tangan. Kerusakan pada neoserebelum akan mengakibatkan dysmetria,

Universitas Sumatera Utara


intenton tremor dan ketidakmampuan untuk melakukan gerakan mengubah-ubah

yang cepat.

2.6. Tindakan Medis Stroke Hemoragik18

Tindakan medis pada stroke hemoragik ditujukan agar penderita tetap hidup

dengan harapan pendarahan dapat berhenti secara spontan. Sekali terjadi pendarahan

maka terapi medikanmentosa tidak dapat menghentikannya. Tindakan medis yang

dilakukan pada penderita stroke hemoragik meliputi :

2.6.1. Tindakan Operatif

Pertimbangan untuk melakukan operasi biasanya bila perdarahan berada di

daerah superficial (lobar) hemisfer serebri atau perdarahan sereberal. Penentuan

waktu untuk operasi masih bersifat kontroversial. Berdasarkan data mortalitas pasca

operasi, disimpulkan bahwa waktu untuk operasi adalah antara 7-9 pasca perdarahan.

Tindakan operasi segera setelah terjadi perdarahan merupakan tindakan berbahaya

karena terjadinya retraksi otak yang dalam keadaan membengkak. Sementara itu

tindakan operasi yang dini dapat menimbulkan komplikasi iskemi otak.

2.6.2. Tindakan Konservatif

a. Pencegahan peningkatan tekanan intrakranial lebih lanjut.

Upaya pencegahan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) lebih lanjut adalah

pengendalian hipertensi dan pengobatan kejang. Hipertensi yang menetap akan

meningkatkan edema otak dan TIK. Pengendalian hipertensi harus hati-hati karena

apabila terjadi hipotensi maka otak akan terancam iskemia dan kerusakan neuron.

Obat yang di anjurkan dalam mencegah peningkatan TIK adalah beta bloker atau

Universitas Sumatera Utara


obat yang mempunyai aksi beta dan alfa bloking (misalnya labetolol), diberikan

secara intravena di kombinasikan dengan deuretika.

Kejang biasanya terjadi pada perdarahan obar sehingga pemberian anti

konpulsan secara rutin tidak dianjurkan. Pada hiperglikemia tidak diajurkan untuk

diberi difenilhidantoin karena glukosa darah akan meninggi dan kejang tidak

terkontrol. Secara umum antikonfulson yang dianjurkan adalah difenilhidantoin

(bolus intravena) dan diazepam.

b. Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial.

Secara umum terapi untuk hipertensi intrakranial meliputi hiperventilasi,

diuretika, dan kortikosteroid. Hipertventilasi paling efektif untuk menurunkan

hipertensi intrakranial secara cepat, biasanya dalam beberapa menit untuk mencapai

tingkat hipokapnia antara 25-30 mmHg.

Urea intravena (0,30 gr/Kg BB), atau lebih umum dipakai manitol (0,25-1,0

gr/Kg BB) dapat menurunkan TIK secara cepat, sering diberikan bersama-sama

dengan hiperventilasi pada kasus herniasi otak yang mengancam.

2.7. Diagnosis Stroke

Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia 1999 mengemukakan

bahwa diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang.2,3,7

2.7.1. Anamnesis

Anamnesis dapat dilakukan pada penderita sendiri, keluarga yang mengerti

tentang penyakit yang diderita. Anamnesis dilakukan dengan mengetahui riwayat

Universitas Sumatera Utara


perjalanan penyakit, misalnya waktu kejadian, penyakit lain yang diderita, faktor-

faktor risiko yang menyertai stroke.

2.7.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain : pemeriksaan fisik umum (yaitu

pemeriksaan tingkat kesadaran, suhu, denyut nadi, anemia, paru dan jantung),

pemeriksaan neurologis dan neurovaskuler.

2.7.3. Pemeriksaan Penunjang

Kemajuan teknologi kedokteran memberi kemudahan untuk membedakan

antara stroke hemoragik dan stroke iskemik diantaranya : Computerized Tomograph

scanning (CT Scan), Cerebral angiografi, Elektroensefalografi (EEG), Magnetic

Resonance Imaging (MRI), Elektrokardiografi (EKG), pemeriksaan laboratorium dan

lainnya.

2.8. Letak Kelumpuhan

2.8.1. Kelumpuhan Sebelah Kiri (Hemiparese Sinistra)

Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak (Hemispere kanan otak) yang

menyebabkan kelumpuhan tubuh bagian kiri. Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri

sering memperlihatkan ketidakmampuan persepsi visuomotor, kehilangan memori

visual dan mengabaikan sisi kiri. Penderita memberikan perhatian hanya kepada

sesuatu yang berada dalam lapang pandang yang dapat dilihatnya.28

2.8.2. Kelumpuhan Sebelah Kanan (Hemiparese Dextra)

Kerusakan pada sisi sebelah kiri otak (Hemispere Kiri Otak) yang

menyebabkan kelumpuhan tubuh bagian kanan. Penderita ini biasanya mempunyai

kekurangan dalam komunikasi verbal. Namun persepsi dan memori visuomotornya

Universitas Sumatera Utara


sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu harus dengan cermat

diperlihatkan tahap demi tahap secara visual. Dalam komunikasi kita harus lebih

banyak menggunakan body language (bahasa tubuh).28

2.8.3. Kelumpuhan Kedua Sisi (Paraparese)

Karena adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi pada

dua sisi yang mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan diikuti sisi lain. Timbul

gangguan psedobulber (biasanya hanya pada vaskuler) dengan tanda-tanda hemiplegi

dupleks, sukar menelan, sukar berbicara dan juga mengakibatkan kedua kaki sulit

untuk digerakkan dan mengalami hiperaduksi.

2.9. Pencegahan Stroke

2.9.1. Pencegahan Premordial2

Tujuan pencegahan premordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko bagi

individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan premordial dapat

dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang

bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat

menarik perhatian masyarakat.

Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program

pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit

stroke hemoragik melalui ceramah, media cetak, media elektronik.

2.9.2. Pencegahan Primer16,19

Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke

bagi individu yang mempunyai faktor risiko tetapi belum menderita stroke dengan

cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:12,17,29

Universitas Sumatera Utara


a. Menghindari merokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam

berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.

b. Mengurangi kolesterol, lemak dalam makanan seperti jerohan, daging

berlemak, goreng-gorengan.

c. Mengatur pola makan yang sehat seperti kacang-kacangan, susu dan kalsium,

ikan, serat, vitamin yang diperoleh dari makanan dan bukan suplemen (vit C,

E, B6, B12 dan beta karoten), teh hijau dan teh hitam serta buah-buahan dan

sayur-sayuran.

d. Mengendalikan faktor risiko stroke, seperti hipertensi, diabetes mellitus,

penyakit jantung dan lain-lain.

e. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang dan berolahraga secara teratur,

minimal jalan kaki selama 30 menit, cukup istirahat dan check up kesehatan

secara teratur minimal 1 kali setahun bagi yang berumur 35 tahun dan 2 kali

setahun bagi yang berumur di atas 60 tahun.

2.9.3. Pencegahan Sekunder16

Untuk pencegahan sekunder, bagi mereka yang pernah mendapat stroke,

dianjurkan :

a. Hipertensi : diet, obat antihipertensi yang sesuai

b. Diabetes melitus : diet, obat hipoglikemik oral/ insulin

c. Penyakit jantung aritmik nonvalvular (antikoagulan oral)

d. Dislipidemia : diet rendah lemak dan obat antidislipidemia

e. Berhenti merokok

f. Hindari alkohol, kegemukan dan kurang gerak

Universitas Sumatera Utara


g. Polisitemia

h. Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat antiagregasi trombosit

pilihan pertama. Tiklopidin diberikan pada penderita yang tidak tahan

asetosal.

i. Antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor risiko penyakit

jantung dan kondisi koagulopati yang lain

j. Tindakan bedah lainnya.

2.9.4. Pencegahan Tertier19

Meliputi program rehabilitasi penderita stroke yang diberikan setelah terjadi

stroke. Rehabilitasi meningkatkan kembali kemampuan fisik dan mental dengan

berbagai cara. Tujuan program rehabilitasi adalah memulihkan independensi atau

mengurangi ketergantungan sebanyak mungkin. Cakupan program rehabilitasi stroke

dan jumlah spesialis yang terlibat tergantung pada dampak stroke atas pasien dan

orang yang merawat.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai