HIPERTENSI ENCEPALOPATI
Disusun Oleh:
Pembimbing :
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
ginjal, jantung, mata, dan pembuluh darah, oleh karena itu orang dengan tekanan
darah tinggi memiliki resiko terhadap penyakit cardiovaskular, cerebrovaskular,
ginjal, dan gangguan pada penglihatan. 1,2,3.
Di Amerika Serikat, dari 60 juta orang yang menderita hipertensi, sekitar
Otak merupakan organ vital yang memiliki kebutuhan akan oksigen yang
tinggi. Apabila terjadi gangguan sirkulasi yang mengangkut oksigen ke otak maka
dapat terjadi kerusakan pada otak yang dapat bersifat permanen jika tidak
ditangani dengan segera. Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada otak oleh
karena kenaikan tekanan darah secara mendadak yang melampaui kemampuan
autoregulasi otak. Hal ini dikenal dengan ensefalopati hipertensi4,5,6.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Hipertensi Ensefalopati adalahsindrom klinik akut reversibel yang
dicetuskan oleh kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui
batas autoregulasi otak. HE dapat terjadi pada normotensi yang tekanan darahnya
mendadak naik menjadi 160/100 mmHg. Sebaliknya mungkin belum terjadi pada
penderita hipertensi kronik meskipun tekanan arteri rata-rata mencapai 200 atau
225 mmHg4.
2.2. Epidemiologi
Hipertensi Ensefalopati banyak ditemukan pada usia pertengahan dengan
riwayat hipertensi essensial sebelumnya. Menurut penelitian di USA, sebanyak 60
juta orang yang menderita hipertensi, kurang dari 1 % mengidap hipertensi
emergensi. Mortalitas dan morbiditas dari penderita ensefalopati hipertensi
bergantung pada tingkat keparahan yang dialami. Selain itu, diteliti bahwa insiden
hipertensi essensial pada orang kulit putih sebanyak 20-30%, sedangkan pada
orang kulit hitam sebanyak 80%. Sehingga orang kulit hitam lebih beresiko untuk
menderita ensefalopati hipertensi5.
2.3. Etiologi
Hipertensi Ensefalopati dapat merupakan komplikasi dari berbagai
penyakit antara lain penyakit ginjal kronis, stenosis arteri renalis,
glomerulonefritis akut, toxemiaakut, pheokromositoma, sindrom cushing, serta
penggunaan obat seperti aminophyline, phenylephrine. Ensefalopati hipertensi
lebih sering ditemukan pada orang dengan riwayat hipertensi esensial
lamaEnsefalopati hipertensi dapat terjadi setelah cedera/trauma kepala hebat,
seperti perdarahan kontusional yang mengakibatkan rupture vena yang terjadi
dalam ruangan subdural.4,5
4
Perdarahan subdural dapat terjadi pada:
- Trauma kapitis
- Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran
atau putaran otak terhadap durameter, misalnya pada orang jatuh dan
terduduk.
- Trauma pada leher keguncangan pada badan, hal ini lebih mudah
terjadi bila ruangan subdural lebar akibat dari atrofi otak, misalnya
pada orang tua dan juga anak-anak.
- Pecahnya ancurysma atau malformasi pembuluh darah didalam
ruangan subdural
- Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan pendarah
subdural yang spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor
intracranial.
- Pascaoperasi(kraniotomi, CSF hunting)
- Pada orang tua, alkoholik, dan gangguan hati
Faktor risiko untuk hematoma subdural kronis meliputi berikut ini:
- Alkoholisme
- Epilepsi
- Koagulopati
- Kista arachnoid
- Terapi antikoagulan (termasuk aspirin)
- Penyakit kardiosvaskular (misalnya, hipertensi, arterioclcrosis)
- Trombositopenia
- Diabetes mellitus
Trauma kapitis dapat menyebabkan pergeseran atau putaran otak terhadap
duramater, misalnya pada orang yang jatuh terduduk, pecahnya aneurisma atau
malformasi pembuluh darah di dalam ruang subdural, dan/atau gangguan
pembekuan darah.4
5
2.4. Patofisiologi
Otak dan mendula spinalis terbungkus dalam tiga sarung
membranosa yang konsentrik. Membrane yang paling luar tebal, kuat dan
fibrosa disebut duramater, membrane tengah tipis dan halus serta diketahui
sebagai arachnoidea meter, dan membrane paling dalam halus dan bersifat
vaskuler serta berhubungan erat denga permukaan otak dan mendulla
spinallis serta dikenal sebagai piameter.1,3
6
Arachnoidea mater merupakan membrane yang lebih titpis dari
durater dan membentuk penutup yang longgar bagi otak. Arachnoidea
mater menjebatani suklus – suklus dan masuk kedalam yang dalam antara
hemispherium serebri. Ruang aantara arachnoidea dengan pia mater
diketahui sebagai ruang subarachnoidea dan terisi dengan cairan
serebrospinal. Cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal merupakan
bahan pengapung otak serta melindungi jarinag saraf dari benturan
mekanis yang mengenai kepala.
Piameter merupakan suatu membrane vaskuler yang menyokong
otot dengan erat suatu sarung piameter menyertai cabang – cabang arteri
serebralis ada saat mereka memasuki substansia otak. Secara klinis,
durameter disebut pachymenix dan arachnoidea serta pia mater disebut
sebagai leptomeninges.
Perdarahan terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan dapat
terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang
menghubungkan vena di permukaan otak dan simus venosus didalam
duramater atau karan robeknya araknoidea. Karena otak yang bermandikan
cairan cerbrospinal dapat bergerak, sedangkan sinus venosus dalam
keadaan teriksir, berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma dan
dapat merobek beberapa vena pada tempat diamana mereka menembus
duramater. Perdarahan yang tidak terlalu besar akan mebeku dan ada
disekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang membentuk kapsula.
Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik cairan dari sekitarnya
dan mengembung memberikan gejala seperti tumor serebri karena tekana
intracranial yang berangsur meningkat.3
7
endotel, ekstravasasi protein plasma, edema serebral. Jika peningkatan tekanan
darah terjadi secara persisten sampai ke hipertensi maligna maka dapat
menyebabkan nekrosis fibrinoid pada arteriol dan gangguan pada sirkulasi
eritrosit dalam pembuluh darah yang mengakibatkan deposit fibrin dalam
pembuluh darah (anemia hemolitik mikroangiopati)1.
Berikut teori-teori mengenai ensefalopati hipertensi:
8
Bagan 2.1. Patofisiologi Ensefalopati Hipertensi akibat Reaksi
Autoregulasi yang Berlebihan
↑↑ Blood pressure
9
Bagan 2.2 Patofisiologi Ensefalopati Hipertensi akibat Kegagalan
Autoregulasi
↑↑ Blood pressure
Failure of autoregulation
Forced vasodilatation
- Hyperperfusion
Endothelial permeability
- capillary hydrostatic pressure
Cerebral edema
Hypertensive encephalopathy
(headache, nausea, vomiting,
altered mental status, convulsion)
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan
bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan pada
penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan
hiperkapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg,
sehingga perubahan yang sedikit saja dari tekanan darah menyebabkan asidosis
10
.STRUKTUR DAN BAGIAN BAGIAN BATANG OTAK (BRAINSTEM)
Seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya bahwa batang otak terdiri dari 3
organ utama, dalam membahas strukturnya maka kita harus membahas ketiga
organ tersebut.
Otak tengah merupakan bagian terkecil dari otak yang berfungsi sebagai stasiun
mempunyai peran yang besar dalam proses penglihatan (visual) dan proses
pendengaran kita. Terdapat beberapa struktur penting di dalam otak tengah yaitu :
11
Nukleus Merah (Red Nuclei), berperan dalam fungsi motorik
Substansia Nigra, berperan penting dalam fungsi motorik, dan juga dapat
menghasilkan dopamin.
2. Pons
Pons terletak di antara Otak tengah dan medulla oblongata. Pons berukuran sekitar
2,5 cm. Pons berfungsi sebagai pusat dari 4 saraf kranial utama, yaitu nervus
3. Medulla Oblongata
Medula oblongata merupakan salah satu bagian dari batang otak yang berada di
bawah pons. Medulla oblongata itu sendiri berperan dalam mengontrol fungsi-
Medulla oblongata juga merupakan suatu organ yang dapat menghantarkan sinyal-
sinyal yang datang dari otak sebelum disampaikan ke saraf-saraf tulang belakang
(medulla spinalis). Oleh karena itu, medulla oblongata merupakan satu kesatuan
12
Banyak fungsi-fungsi lain dari organ medulla oblongata yang belum terungkap
sampai dengan sekarang. Para ahli berupaya melakukan penelitian dmei penelitian
untuk mengungkap hal tersebut. Namun secara pasti, di bawah ini adalah beberapa
13
14
Locus Coeruleus
Bagian ini terletak pada pons bagian atas dan dorsal serta bersifat
Noradrenergik. Locus coeruleus aktif pada saat bangun dan tersupresi
parsial pada fase NREM serta inaktif pada fase REM. Bagian ini memiliki
fungsi untuk menginhibisi aktivitas dari LDT/PPT, juga aktivitas dari
bagian ini pula terinhibisi oleh neuron GABA-ergik.1,4,7
Nucleus Raphe
15
thalami. Sistem ini bersifat dopaminergik serta dapat menyebabkan
keterjagaan sebagai akibat dari stimulus yang didapat.1,7
Nukleus Tubero-Mammilary (TMN)
Nuklei ini terletak di inferior dari SCN dan di lateral dari ventrikel
III, dekat dengan nukleus VMPO. Nukleus-nukleus ini menghasilkan
GABA dan galanin yang berfungsi sebagai neurotransmitter penginhibisi
nukleus yang mengatur keterjagaan di batang otak yang bersifat aminergik
16
meliputi locus coeruleus, nukleus raphe, sistem mesolimbik dan nukleus
tuberomamilary. sehubungan dengan fungsinya yang mempengaruhi
banyak kinerja nukleus, maka VLPO berpotensi untuk menyebabkan
reaktivasi dari pusat pencetus tidur. Sebaliknya pula fungsi dari nukleus ini
di inhibisi oleh sistem Keterjagaan yang bersifat aminergik 1,7,8,10
Bagian dorsal dari VLPO mencetuskan fase NREM dan bagian
medialnya memberikan proyeksi ke LDT/PPT, sehingga menginduksi fase
REM. Kinerja dari VLPO tidak dipengaruhi oleh ritme sirkadian, namun
meningkat dengan adanya kekurangan tidur.Nukleus ini aktif pada saat
tidur dan inaktif pada saat bangun. 1,8
Ventromedial Preoptic Nuclei (VMPO)
Nukleus ini berperan dalam pengaturan suhu tubuh dan modifikasi fungsi
tidur-bangun.7
17
Basis Frontalis (Substansia inominata)
Sistem Limbik
18
para-hipokampalis, formasio hipokampal di lobus temporalis, regio orbito-
frontal di korteks prefrontal. Sistem ini tidak aktif pada fase NREM tetapi
aktif pada saat REM. Bagian dari sistem limbik yang terletak di substansia
grisea dari periaquaduktus sylvii memberikan impuls yang mempengaruhi
kinerja dari saraf simpatis 1,4,7
Thalamus
19
yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah
pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap
rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka
mata (Eye), bicara (Verbal) dan gerakan (Motorik). Hasil pemeriksaan dinyatakan
dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.
Namun, hasil pemeriksaan GCS pada orang dewasa dan bayi jelas berbeda, karena
perbedaan respon antara orang dewasa dan bayi saat diberi rangsangan.
Motorik (Gerakan) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(4) : withdraws (menghindar/menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus
saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
20
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan
jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Verbal (bicara) :
(5) : mengoceh
(4) : menangis lemah
(3) : menangis (karena diberi rangsangan nyeri)
(2) : merintih (karena diberi rangsangan nyeri)
(1) : tidak ada respon
Motorik (gerakan) :
(6) : spontan
(5) : menarik (karena sentuhan)
(4) : menarik (karena rangsangan nyeri)
(3) : fleksi abnormal
(2) : ekstensi abnormal
(1) : tidak ada respon
Kompos mentis.
Apatis.
Apatis adalah kondisi pasien dimana tampak acuh tak acuh & segan
terhadap lingkungannya.
Nilai GCS: 13 – 12 .
21
Delirium.
Somnolen.
Somnolen adalah kondisi pasien mengantuk yang dapat kembali pulih bila
dirangsang, akan tetapi bila rangsangan itu berhenti maka pasien akan
tidur kembali.
Nilai GCS: 9 – 7.
Stupor (Sopor).
Koma.
22
2.5. Manifestasi klinis
Hipertensi Ensefalopati merupakan suatu sindrom hipertensi berat yang
dikaitkan dengan ditemukannya nyeri kepala hebat, mual, muntah, gangguan
penglihatan, confusion, pingsan sampai koma. Onset gejala biasanya berlangsung
perlahan, dengan progresi sekitar 24-48 jam. Gejala-gejala gangguan otak yang
difus dapat berupa defisit neurologis fokal, tanda-tanda lateralisasi yang bersifat
reversibel maupun irreversibel yang mengarah ke perdarahan cerebri atau stroke.
Microinfark dan peteki pada salah satu bagian otak jarang dapat menyebabkan
hemiparesis ringan, afasia atau gangguan penglihatan. Manifestasi neurologis
berat muncul jika telah terjadi hipertensi maligna atau tekanan diastolik
>125mmHg disertai perdarahan retina, eksudat, papiledema, gangguan pada
jantung dan ginjal7.
23
Gambar 2. Gambaran funduskopi pada hipertensi ensefalopati
24
Sumber: Adam and Victor’s Principle of Neurology 8th Edition, halaman 730
25
This patient had had a stroke
in the right medulla. The brain
infarct (necrotic tissue) is the
light patch of tissue indicated
by the dark arrowhead.
2.8 Penatalaksanaan
Penurunan tekanan darah arterial, sesuai dengan tingkatan tekanan darah
pasien terutama yang berhubungan dengan kejadian neurologis, harus dilakukan
dengan monitoring secara tetap dan titrasi obat, tekanan darah arterial diukur
dengan kateterisasi jika memungkinkan. Terapi ini bertujuan untuk menurunkan
tekanan darah arterial sebesar 25% selama 1-2 jam dan tekanan darah diastolic ke
26
100-110 mmHg. Jika dengan penurunan tekanan darah arterial memperburuk
keadaan neurologis, maka harus dipertimbangkan kembali rencana pengobatannya.
Untuk obat anti hipertensi intravena yang bekerja cepat hanya labetalol, sodium
nitroprusside dan phenoldopam (pada gagal ginjal) sudah terbukti efektif pada HE.
Labetalol adalah suatu beta adrenergic blockers, kelihatannya paling
adekuat tidak menurunkan aliran darah otak dan bekerja selama 5 menit untuk
administrasi. Dosis inisial alah 20 mg dosis bolus, kemudian 20-80 mg dosis
intravena setiap 10 menit sampai tekanan darah yang diinginkan atau total dosis
sebesar 300 mg tercapai.
Sodium nitroprusside, sebuah vasodilator, memiliki onset yang cepat
(hitungan detik) dan durasi yang singkat dalam bekerja (1-2 menit).
Bagaimanapun, ini dapat mempengaruhi suatu venodilatasi cerebral yang penting
dengan kemungkinan menghasilkan peningkatan aliran darah otak dan hipertensi
intracranial. Suatu tindakan cytotoxic, dengan melepaskan radikal bebas NOdan
produk metaboliknya, sianidadapat menyebabkan kematian mendadak, atau koma.
Dosis inisial 0,3-0,5 mcg/kg/min IV, sesuaikan dengan kecepatan tetesan infus
sampai target efek yang diharapkan tercapi dengan dosis rata-rata 1-6 mcg/kg/min.
Fenildopam (Corlopam), sebuah short acting dopamine agonis (DA1)
pada level perifer, dengan durasi pendek dalam bekerja. Ini meningkatkan aliran
darah ginjal dan ekskresi sodium dan dapat digunakan pada pasien dengan gejala
gagal ginjal. Dosis inisial 0,003 mcg/kg/min IV secara progresif ditingkatkan
sampai maksimal 1,6 mcg/kg/min.
Nicardipine dalam dosis bolus 5-15 mg/h IV dan dosis maintenance 3-5
mg/h dapat juga digunakan.
Nifedipine sublingual, clonidine, diazoxide, atau hydralazine intravena
tidak direkomendasikan karena dapat mempengaruhi penurunan yang tidak
terkontrol dari tekanan darah arterial yang mengakibatkan iskemi cerebral dan
renal.
2.9 Prognosis
27
Pada penderita Hipertensi Ensefalopati, jika tekanan darah tidak segera
diturunkan, maka penderita akan jatuh dalam koma dan meninggal dalam
beberapa jam. Sebaliknya apabila tekanan darah diturunkan secepatnya secara dini
prognosis umumnya baik dan tidak menimbulkan gejala sisa4.
28
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Hipertensi Ensefalopati merupakan sindrom klinik akut reversibel yang
dicetuskan oleh kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui
batas autoregulasi otak
Kejadian Hipertensi Ensefalopati merupakan keadaan gawat darurat yang
memerlukan penanganan segera untuk mencegah terjadi kerusakan otak yang luas
dan permanen. Kerusakan otak yang terjadi disebabkan oleh peningkatan tekanan
darah secara mendadak yang melampaui autoregulasi otak, dalam hal ini terjadi
respon vasokontriksi maupun vasodilatasi yang berakhir dengan edema serebri.
Manifestasi klinik Hipertensi Ensefalopati ditandai dengan adanya nyeri
kepala hebat, mual, muntah, penurunan kesadaran, kejang, adanya papiledema
pada pemeriksaan funduskopi.
Penanganan Hipertensi Ensefalopati dilakukan dengan menurunkan
tekanan darah secepat mungkin sehingga gejala klinis dan status mental dapat
membaik. Jika penanganan terlambat maka akan ada gejala sisa atau bahkan dapat
menyebabkan kematian.
29
DAFTAR PUSTAKA
30