Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

HIPERTENSI ENCEPALOPATI

Disusun Oleh:

JERDAN ILHAM PRATAMA


16360279

Pembimbing :

dr. HALOMOAN SARAGI, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RSU KABANJAHE – TANAH KARO
SUMATERA UTARA

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 1928, Oppenheimer dan Fishberg memperkenalkan istilah


hypertensive encephalopathy untuk menggambarkan keadaan ensefalopati dalam
hungannya dengan hipertensi maligna oleh karena kenaikan tekanan darah yang
menyebabkan hipertensivaskulopati dan edema intraserebral. Ensefalopati
merupakan istilah umum yang menggambarkan kerusakan atau disfungsi otak.
Ensefalopati dapat disebabkan oleh infeksi, trauma, gangguan metabolik, dan
penyakit sistem organ lainnya1.
Hipertensi merupakan salah satu kondisi medis yang ditandai oleh
peningkatan tekanan sistolik dan atau tekanan diastolik. Menurut JNC 7 (The
Joint National Committee on Prevention, Detection,Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure) hipertensi diklasifikan sebagai berikut:

Tabel 1.1 Klasifikasi Hipertensi


Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Pre-Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 90-99
Hipertensi stage 2 ≥160 ≥100
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V, halaman 1079

Hipertensi terdiri dari hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi.


Peningkatan tekanan darah secara mendadak tanpa menyebabkan kerusakan organ
sasaran disebut hipertensi urgensi. Sedangkan peningkatan tekanan darah sistolik
dan diastolik secara mendadak yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran
dikenal sebagai hipertensi emergensi. Dalam hal ini organ sasaran antara lain otak,

2
ginjal, jantung, mata, dan pembuluh darah, oleh karena itu orang dengan tekanan
darah tinggi memiliki resiko terhadap penyakit cardiovaskular, cerebrovaskular,
ginjal, dan gangguan pada penglihatan. 1,2,3.
Di Amerika Serikat, dari 60 juta orang yang menderita hipertensi, sekitar

1% diantaranya berkembang menjadi hipertensi emergensi. Morbiditas dan

mortalitas pada ensefalopati hipertensi bervariasi sesuai dengan derajat dari

kerusakan organ.Tanpa adanya tindakan, angka mortalitas adalah sekitar 50 % dan

meningkat menjadi 90 % pada 1 tahun kemudian.

Otak merupakan organ vital yang memiliki kebutuhan akan oksigen yang
tinggi. Apabila terjadi gangguan sirkulasi yang mengangkut oksigen ke otak maka
dapat terjadi kerusakan pada otak yang dapat bersifat permanen jika tidak
ditangani dengan segera. Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada otak oleh
karena kenaikan tekanan darah secara mendadak yang melampaui kemampuan
autoregulasi otak. Hal ini dikenal dengan ensefalopati hipertensi4,5,6.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Hipertensi Ensefalopati adalahsindrom klinik akut reversibel yang
dicetuskan oleh kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui
batas autoregulasi otak. HE dapat terjadi pada normotensi yang tekanan darahnya
mendadak naik menjadi 160/100 mmHg. Sebaliknya mungkin belum terjadi pada
penderita hipertensi kronik meskipun tekanan arteri rata-rata mencapai 200 atau
225 mmHg4.

2.2. Epidemiologi
Hipertensi Ensefalopati banyak ditemukan pada usia pertengahan dengan
riwayat hipertensi essensial sebelumnya. Menurut penelitian di USA, sebanyak 60
juta orang yang menderita hipertensi, kurang dari 1 % mengidap hipertensi
emergensi. Mortalitas dan morbiditas dari penderita ensefalopati hipertensi
bergantung pada tingkat keparahan yang dialami. Selain itu, diteliti bahwa insiden
hipertensi essensial pada orang kulit putih sebanyak 20-30%, sedangkan pada
orang kulit hitam sebanyak 80%. Sehingga orang kulit hitam lebih beresiko untuk
menderita ensefalopati hipertensi5.

2.3. Etiologi
Hipertensi Ensefalopati dapat merupakan komplikasi dari berbagai
penyakit antara lain penyakit ginjal kronis, stenosis arteri renalis,
glomerulonefritis akut, toxemiaakut, pheokromositoma, sindrom cushing, serta
penggunaan obat seperti aminophyline, phenylephrine. Ensefalopati hipertensi
lebih sering ditemukan pada orang dengan riwayat hipertensi esensial
lamaEnsefalopati hipertensi dapat terjadi setelah cedera/trauma kepala hebat,
seperti perdarahan kontusional yang mengakibatkan rupture vena yang terjadi
dalam ruangan subdural.4,5

4
Perdarahan subdural dapat terjadi pada:
- Trauma kapitis
- Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran
atau putaran otak terhadap durameter, misalnya pada orang jatuh dan
terduduk.
- Trauma pada leher keguncangan pada badan, hal ini lebih mudah
terjadi bila ruangan subdural lebar akibat dari atrofi otak, misalnya
pada orang tua dan juga anak-anak.
- Pecahnya ancurysma atau malformasi pembuluh darah didalam
ruangan subdural
- Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan pendarah
subdural yang spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor
intracranial.
- Pascaoperasi(kraniotomi, CSF hunting)
- Pada orang tua, alkoholik, dan gangguan hati
Faktor risiko untuk hematoma subdural kronis meliputi berikut ini:
- Alkoholisme
- Epilepsi
- Koagulopati
- Kista arachnoid
- Terapi antikoagulan (termasuk aspirin)
- Penyakit kardiosvaskular (misalnya, hipertensi, arterioclcrosis)
- Trombositopenia
- Diabetes mellitus
Trauma kapitis dapat menyebabkan pergeseran atau putaran otak terhadap
duramater, misalnya pada orang yang jatuh terduduk, pecahnya aneurisma atau
malformasi pembuluh darah di dalam ruang subdural, dan/atau gangguan
pembekuan darah.4

5
2.4. Patofisiologi
Otak dan mendula spinalis terbungkus dalam tiga sarung
membranosa yang konsentrik. Membrane yang paling luar tebal, kuat dan
fibrosa disebut duramater, membrane tengah tipis dan halus serta diketahui
sebagai arachnoidea meter, dan membrane paling dalam halus dan bersifat
vaskuler serta berhubungan erat denga permukaan otak dan mendulla
spinallis serta dikenal sebagai piameter.1,3

Duramater mepunyai lapisan endosteal luar, yang bertindak


sebagai periosteum tulang –tulang kranium dan lapisan bagian dalam yaitu
lapisan meningeal yang berfungsi untuk melindungi jaringan saraf
dibawahnya sera saraf –saraf cranial dengan membentuk sarung yang
menutupi setiap saraf cranial. Sinus venosus terletak dalam duramater
yang mengalirkan darah venosa dari otak dan meningen ke vena jugularis
interna dileher. Pemisah duramater yang berbentuk sabit disebut falx
serebri, yang terletak vertical antara hemispherium serebri dan jembaran
horizontal, yaitu tentorium serebelli, yang berproyeksi kedepan diantara
serebrum dan serebellum, yan berfungsi untuk membatasi gerakan
berlebihan otak di kranium.4

6
Arachnoidea mater merupakan membrane yang lebih titpis dari
durater dan membentuk penutup yang longgar bagi otak. Arachnoidea
mater menjebatani suklus – suklus dan masuk kedalam yang dalam antara
hemispherium serebri. Ruang aantara arachnoidea dengan pia mater
diketahui sebagai ruang subarachnoidea dan terisi dengan cairan
serebrospinal. Cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal merupakan
bahan pengapung otak serta melindungi jarinag saraf dari benturan
mekanis yang mengenai kepala.
Piameter merupakan suatu membrane vaskuler yang menyokong
otot dengan erat suatu sarung piameter menyertai cabang – cabang arteri
serebralis ada saat mereka memasuki substansia otak. Secara klinis,
durameter disebut pachymenix dan arachnoidea serta pia mater disebut
sebagai leptomeninges.
Perdarahan terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan dapat
terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang
menghubungkan vena di permukaan otak dan simus venosus didalam
duramater atau karan robeknya araknoidea. Karena otak yang bermandikan
cairan cerbrospinal dapat bergerak, sedangkan sinus venosus dalam
keadaan teriksir, berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma dan
dapat merobek beberapa vena pada tempat diamana mereka menembus
duramater. Perdarahan yang tidak terlalu besar akan mebeku dan ada
disekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang membentuk kapsula.
Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik cairan dari sekitarnya
dan mengembung memberikan gejala seperti tumor serebri karena tekana
intracranial yang berangsur meningkat.3

Secara fisiologis peningkatan tekanan darah akan mengaktivasi regulasi


mikrosirkulasi di otak (respon vasokontriksi terhadap distensi dinding endotel).
Aliran darah otak tetap konstan selama perfusi aliran darah otak berkisar 60 – 120
mmHg. Ketika tekanan darah meningkat secara tiba-tiba, maka akan terjadi
vasokontriksi dan vasodilatasi dari arteriol otak yang mengakibatkan kerusakan

7
endotel, ekstravasasi protein plasma, edema serebral. Jika peningkatan tekanan
darah terjadi secara persisten sampai ke hipertensi maligna maka dapat
menyebabkan nekrosis fibrinoid pada arteriol dan gangguan pada sirkulasi
eritrosit dalam pembuluh darah yang mengakibatkan deposit fibrin dalam
pembuluh darah (anemia hemolitik mikroangiopati)1.
Berikut teori-teori mengenai ensefalopati hipertensi:

2.4.1. Reaksi autoregulasi yang berlebihan (the overregulation theory of


hypertensive encephalopathy)
Kenaikan tekanan darah yang mendadak menimbulkan reaksi vasospasme arteriol
yang hebat disertai penurunan aliran darah otak dan iskemi. Vasospasme dan
iskemi akan menyebabkan peningkatan permeabilitaskapiler, nekrosis, fibrinoid,
dan perdarahan kapiler yang selanjutnya mengakibatkan kegagalan sawar darah
otak sehingga dapat timbul edema otak4.

8
Bagan 2.1. Patofisiologi Ensefalopati Hipertensi akibat Reaksi
Autoregulasi yang Berlebihan

↑↑ Blood pressure

Intense reflex cerebral vasoconstriction


(Exaggerated autoregulation)

↑↑ Cerebral blood flow

Focal cerebral ischemia Vessel wall Global cerebral


- Transient focal deficits ischemia ischemia
- Focal seizure

Arteriolar and capillary


damage

Localized cerebral edema Petechial hemorrhages

Sumber: Cermin Dunia Kedokteran No.157, halaman 175

2.4.2. Kegagalan autoregulasi(the breakthrough theory of hypertensive


encephalopathy)
Tekanan darah tinggi yang melampaui batas regulasi dan mendadak menyebabkan
kegagalan autoregulasi sehingga tidak terjadi vasokonstriksi tetapi justru
vasodilatasi. Vasodilatasi awalnya terjadi secara segmental (sausage string
pattern), tetapi akhirnya menjadi difus. Permeabilitassegmen endotel yang
dilatasi terganggu sehingga menyebabkan ekstravasasi komponen plasma yang
akhirnya menimbulkan edema otak4.

9
Bagan 2.2 Patofisiologi Ensefalopati Hipertensi akibat Kegagalan
Autoregulasi

↑↑ Blood pressure

Failure of autoregulation

Forced vasodilatation

- Hyperperfusion
Endothelial permeability
- capillary hydrostatic pressure

Cerebral edema

Hypertensive encephalopathy
(headache, nausea, vomiting,
altered mental status, convulsion)

Sumber: Cermin Dunia Kedokteran No.157, halaman 176

Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan

bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan pada

penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan

hiperkapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg,

sehingga perubahan yang sedikit saja dari tekanan darah menyebabkan asidosis

otak akan mempercepat timbulnya edema otak6

10
.STRUKTUR DAN BAGIAN BAGIAN BATANG OTAK (BRAINSTEM)

Seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya bahwa batang otak terdiri dari 3

organ utama, dalam membahas strukturnya maka kita harus membahas ketiga

organ tersebut.

BATANG OTAK (BRAINSTEM)


1. Otak Tengah (Midbrain / Mesencephalon)

Otak tengah merupakan bagian terkecil dari otak yang berfungsi sebagai stasiun

relay informasi untuk impuls pendengaran dan penglihatan. Otak Tengah

mempunyai peran yang besar dalam proses penglihatan (visual) dan proses

pendengaran kita. Terdapat beberapa struktur penting di dalam otak tengah yaitu :

 Tegmentum, berfungsi dalam pengaturan kesadaran seseorang


 Superior Colliculus, berperan dalam proses penglihatan
 Inferior Colliculus, berperan dalam proses pendengaran
 Batang Cerebral, berperan dalam fungsi motorik

11
 Nukleus Merah (Red Nuclei), berperan dalam fungsi motorik
 Substansia Nigra, berperan penting dalam fungsi motorik, dan juga dapat
menghasilkan dopamin.

2. Pons

Pons terletak di antara Otak tengah dan medulla oblongata. Pons berukuran sekitar

2,5 cm. Pons berfungsi sebagai pusat dari 4 saraf kranial utama, yaitu nervus

trigeminal, nervus abdusen, nervus facialis, dan nervus vestibulokoklear.

 Nervus Trigeminal merupakan saraf gabungan yang terdiri dari beberapa


cabang saraf sensorik, berfungsi untuk menerima rangsangan dari wajah
dan menggerakkan rahang.
 Nervus Abdusen, merupakan saraf gabungan yang sebagian besar terdiri
dari saraf motorik berfungsi untuk menggerakkan mata dari sisi ke sisi.
 Nervus Fasialis merupakan saraf yang berfungsi untuk menerima
rangsangan di bagian depan lidah, juga berperan untuk menciptakan
ekspresi wajah.
 Nervus Vestibulocochlearis berfungsi untuk menyampaikan informasi
dari indera pendengaran dan mengendalikan keseimbangan tubuh.

3. Medulla Oblongata

Medula oblongata merupakan salah satu bagian dari batang otak yang berada di

bawah pons. Medulla oblongata itu sendiri berperan dalam mengontrol fungsi-

fungsi otonomik (fungsi yang tidak disadari) seperti pernapasan, pencernaan,

detak jantung, fungsi pembuluh darah, serta menelan dan bersin.

Medulla oblongata juga merupakan suatu organ yang dapat menghantarkan sinyal-

sinyal yang datang dari otak sebelum disampaikan ke saraf-saraf tulang belakang

(medulla spinalis). Oleh karena itu, medulla oblongata merupakan satu kesatuan

yang sangat penting di dalam tubuh manusia.

12
Banyak fungsi-fungsi lain dari organ medulla oblongata yang belum terungkap

sampai dengan sekarang. Para ahli berupaya melakukan penelitian dmei penelitian

untuk mengungkap hal tersebut. Namun secara pasti, di bawah ini adalah beberapa

fungsi dari medulla oblongata, yaitu :

 Sebagai penghubung antara otak dan saraf tulang belakang


 Mengatur gerak refleks tubuh
 Merangsang terjadinya rasa haus
 Mengatur emosi
 Bertanggung jawab terhadap beberapa fungsi otonomik
 Mempengaruhi produksi hormone di kelenjar hipofisis di otak
 Pengendali kegiatan tidur
 Mengontrol kendali fungsi pembuluh darah, apakah melebar atau
menyempit sesuai dengan keadaan tubuh
 Mendeteksi derajat keasaman darah
 Sebagai pusat pengatur denyut jantung
 Membantu ritme pernapasan
 Mengatur sirkulasi darah
 Mengatur suhu tubuh

13

Ascending Reticular Activating System (ARAS)

ARAS merupakan sistem saraf pusat yang berfungsi sebagai


promotor dari proses tidur-bangun. Bagian ini terletak di formatio
retikularis di batang otak yang terdiri atas beberapa kelompok sel dan
nukleus serta sejumlah besar interneuron serta traktus ascenden dan
descenden yang saling berhubungan satu sama lain. Sebagian besar dari
formatio retikularis terletak di sentral atau tegmentum dari pons dan
mesencephalon serta memanjang sampai medula, hipothalamus dan
thalamus. Struktur ini dipengaruhi oleh GABA yang disekresi oleh
sebagian besar sinapsnya, serta dipengaruhi oleh input sensoris yang
masuk melalui batang otak baik stimulus yang berasal dari sistem
sensoris,motorik maupun saraf kranial .1,7,8
 Nukleus Traktus Solitarius

Bagian ini terletak di bagian medulla oblongata, bersifat


noradrenergik serta memiliki hubungan dengan pons , hipothalamus dan
thalamus. Nukleus ini lebih aktif saat fase NREM dibandingkan pada saat
bangun.1,7

14
 Locus Coeruleus

Bagian ini terletak pada pons bagian atas dan dorsal serta bersifat
Noradrenergik. Locus coeruleus aktif pada saat bangun dan tersupresi
parsial pada fase NREM serta inaktif pada fase REM. Bagian ini memiliki
fungsi untuk menginhibisi aktivitas dari LDT/PPT, juga aktivitas dari
bagian ini pula terinhibisi oleh neuron GABA-ergik.1,4,7
 Nucleus Raphe

Nukleus ini terletak di garis tengah dan bersifat serotonergik.


Bagian yang terpenting dari nukleus ini adalah nucleus raphe dorsalis.
Nukleus ini bersifat aktif saat bangun, tersupresi secara parsial saat NREM
dan inaktif saat REM. Kinerja nya di inhibisi oleh neuron GABA-ergik
serta jika aktif, berfungsi menghambat aktivitas LDT/PPT serta
memberikan proyeksi ke hipotalamus. Diduga nukleus ini memliki
kontribusi terhadap respon motorik,otonom serta status emosional saat
perubahan dari tidur ke bangun. 1,7,8
 Laterodorsal Tegmental dan Pedunculopontine Tegmental (LTD/PPT)
nuclei

Nukleus-nukleus ini terletak di bagian Formasio Retikularis di


bagian dorsal dari tegmentum pons serta bersifat kolinergik. Aktivitasnya
diinhibisi oleh locus coeruleus, nucleus raphe dan nucleus tubero-
mammilary serta berfungsi menghubungkan area-area di batang otak
dengan thalamus. LTD/PPT ini merupakan generator dari siklus REM,
juga berkontribusi terhadap komponen visual dari mimpi dan halusinasi.
Jika nukleus ini aktif, maka akan terjadi inhibisi dari locus coeruleus dan
nukleus raphe.7
 Sistem Mesolimbik

Sistem ini berasal dari area ventral dari tegmentum mesencephalon,


serta memiliki proyeksi ke area prefrontal dari korteks serebri dan sistem
limbik yang meliputi amigdala ,hipokampus serta nukleus retikularis

15
thalami. Sistem ini bersifat dopaminergik serta dapat menyebabkan
keterjagaan sebagai akibat dari stimulus yang didapat.1,7
 Nukleus Tubero-Mammilary (TMN)

Nuklei ini terletak di bagian posterior dari hipotalamus dan bersifat


histaminergik dan hanya menerima input afferen dari ventrolateral
preoptic nucleus (VLPO) dan sistem orexin yang berasal dari hipotalamus
bagian lateral.Nuleus ini berfungsi menginhibisi VLPO dan LDT/PPT
serta bersifat aktif saat bangun, tersupresi parsial pada fase NREM dan
inaktif saat fase REM.7,8
 Nuklei Perifornical

Terletak di lateral dari hipothalamus, berfungsi mensekresi orexin


(hipokretin). Nukleus –nukleus ini memiliki fungsi eksitatorik pada pusat
aminergik di batang otak yakni locus coeruleus dan nuklei raphe serta
inhibisi terhadap LDT/PPT. Nuklei ini aktif pada saat fase wakefulness
dimana juga berfungsi melimitasi durasi fase REM.1,7
 Nukleus Suprakhiasmatik (SCN)

Nukleus ini bertanggung jawab terhadap ritme sirkadian serta


sebagai promotor bangun. Jika terjadi lesi pada bagian ini maka akan
menimbulkan rasa kantuk yang berlebihan.7
 Area Preoptik Hipotalamus

Area ini terletak di anterior dari thalamus, dimana merupakan pusat


integrasi dari homeostasis dan ritme sirkadian. Area ini meliputi VLPO
dan VMPO yang letaknya berdekatan dengan SCN, dimana fungsi dari
area ini adalah sebagai reseptor osmotik penghasil arginin vasopressin
(AVP) 7
 Ventrolateral Preoptic Nuclei (VLPO)

Nuklei ini terletak di inferior dari SCN dan di lateral dari ventrikel
III, dekat dengan nukleus VMPO. Nukleus-nukleus ini menghasilkan
GABA dan galanin yang berfungsi sebagai neurotransmitter penginhibisi
nukleus yang mengatur keterjagaan di batang otak yang bersifat aminergik

16
meliputi locus coeruleus, nukleus raphe, sistem mesolimbik dan nukleus
tuberomamilary. sehubungan dengan fungsinya yang mempengaruhi
banyak kinerja nukleus, maka VLPO berpotensi untuk menyebabkan
reaktivasi dari pusat pencetus tidur. Sebaliknya pula fungsi dari nukleus ini
di inhibisi oleh sistem Keterjagaan yang bersifat aminergik 1,7,8,10
Bagian dorsal dari VLPO mencetuskan fase NREM dan bagian
medialnya memberikan proyeksi ke LDT/PPT, sehingga menginduksi fase
REM. Kinerja dari VLPO tidak dipengaruhi oleh ritme sirkadian, namun
meningkat dengan adanya kekurangan tidur.Nukleus ini aktif pada saat
tidur dan inaktif pada saat bangun. 1,8
 Ventromedial Preoptic Nuclei (VMPO)

Nukleus ini berperan dalam pengaturan suhu tubuh dan modifikasi fungsi
tidur-bangun.7

 Median Preoptic Nucleus (MPN)

Terletak di hipothalamus, di bagian dorsal dari ventrikel III dan


bersifat GABA-ergik. Nukleus ini menerima input dari SCN dan
memproyeksikannya ke neuron kolinergik di basal dari lobus frontalis dan
nuklei perifornical. Nukleus ini aktif saat tidur, terutama fase NREM fase
3 dan 4.7,8
 Zona Subparaventrikuler

Letaknya berdekatan dengan dengn SCN input yang berasal dari


bagian ini kemudian akan secara terintegrasi akan mempengaruhi ritme
sirkadian, temperatur (melalui VMPO),perilaku dan fungsi endokrin.8,9
 Nukleus Dorsomedial

Nukleus ini menerima jaras dari zona subparavetrikuler serta


memberikan proyeksi ke nukleus paraventrikuler dan nukleus perifornikal
dan berperan dalam inhibisi VLPO , pengaturan suhu tubuh, perilaku
makan dan keterjagaan.1,7,8

17
 Basis Frontalis (Substansia inominata)

Lokasinya terdapat pada area preoptik dari Hipotalamus.Terdiri


atas nukleus-nukleus penting yang memegang peran penting dalam proses
tidur.7
 Nukleus Basalis dari Meynert

Neuron-neuronnya di aktivasi oleh neuron glutamat-ergik yang


terletak di pons meliputi locus coeruleus, nukleus raphe dan nukleus
perifornical. Neuron dari meynert ini bersifat kolinergik dan dapat di
inhibisi oleh akumulasi dari adenosin. 7,8
 Neuron yang berkaitan dengan Amigdala ,Nukleus Accumbens dan Ventral
Putamen

Nukleus-nukleus in memiliki fungsi yang beragam, beberapa dari


mereka bersifat GABA-ergik yang aktif saat fase 3 dan 4 NREM dan
memberikan proyeksi ke LDT/PPT, sedangkan yang lain mensekresi
glutamat atau galanin sebagai transmitter. 7,8,9
Para nukleus ini memberikan proyeksi yang luas ke SCN dan ke
sistem limbik.area yang terletak di basis frontalis ini membentuk jalur
ascending menuju ke sistem aktivasi rekular serta menghasilkan relay di
ekstra-thalamik ventralis sebelum menuju ke korteks serebri. Area ini aktif
pada saat bangun dan fase REM, tetapi inaktif pada fase NREM.
Adenosine terakumulasi di ekstraseluler dan menempel pada reseptor A1
dan menginhibisi kinerja dari neuron basis frontalis yang bersifat
kolinergik,sehingga mencetuskan fase NREM.7,8

 Sistem Limbik

Sistem limbik meregulasi baik sistem saraf otonomik maupun


reaksi emosional seseorang terhadap stimulus eksternal dan memori
sehingga menyebabkan sistem ini bersifat fleksibel dan adaptif. Area –area
yang termasuk dalam sistem limbik meliputi girus cingulate anterior, girus

18
para-hipokampalis, formasio hipokampal di lobus temporalis, regio orbito-
frontal di korteks prefrontal. Sistem ini tidak aktif pada fase NREM tetapi
aktif pada saat REM. Bagian dari sistem limbik yang terletak di substansia
grisea dari periaquaduktus sylvii memberikan impuls yang mempengaruhi
kinerja dari saraf simpatis 1,4,7
 Thalamus

Thalamus merupakan stasiun relay yang terahkir yang


menghubungkan jaras informasi dari reseptor ke korteks serebri, kecuali
input yang berasal dari regio olfaktorius, sebaliknya pula aktivitas dari
thalamus ini sendiri diatur oleh korteks serebri. Thalamus memiliki
beberapa kumpulan nukleus yakni nukleus retikuler dari thalamus yang
memegang peranan penting dalam proses keterjagaan, bagian ini terdiri
atas kelompok neuron eksitatorik yang berfungsi menghasilkan glutamat
serta kelompok neuron inibitorik yang menghasilkan GABA,Neuron
intratalamikus yang berfungsi memodifkasi aktivitas dari thalamus
sedangkan nukleus-nukleus thalamus yang lainnya membentuk jaras
proyeksi thalamokortikal.1,4,7,8,9
Thalamus mengatur aktivitas ARAS dan impuls lainnya yang
melewati mesencephalon. Thalamus memodifikasi aktifitas spindel dari
mesencephalon serta melalui sistem proyeksinya yang luas bagian ini
mampu mengintegrasikan dan mensinkronisasi aktivitas
korteks.Sinkronisasi aktivitas dari korteks ini menyebabkan korteks serebri
dapat menginisiasi serta mempertahankan fase NREM. Bagian ini secara
efektif memutus hubungan antara korteks dengan batang otak serta
stimulus-stimulus lainya secara reversibel. Melalui neuron pensekresi
GABA-nya, thalamus menginhibisi promotor keterjagaan yang terletak di
batang otak juga memberikan pengaruh terhadap fase REM melalui
proyeksinya ke LDT/PPT. Berikut di bawah ini dapat dilihat tabel-1
tentang beberapa area utama di CNS dan perannya terhadap tidur

19
yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah
pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap
rangsangan yang diberikan.

Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka
mata (Eye), bicara (Verbal) dan gerakan (Motorik). Hasil pemeriksaan dinyatakan
dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.

Namun, hasil pemeriksaan GCS pada orang dewasa dan bayi jelas berbeda, karena
perbedaan respon antara orang dewasa dan bayi saat diberi rangsangan.

Pemeriksaan GCS pada orang Dewasa :


Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku
jari)
(1) : tidak ada respon

Verbal (respon verbal) :


(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang), disorientasi
tempat dan waktu.
(3) : kata-kata tidak jelas
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon

Motorik (Gerakan) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(4) : withdraws (menghindar/menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus
saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).

20
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan
jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon

Pemeriksaan GCS pada orang Anak/Bayi :


Eye (Respon membuka Mata) :
(4) : spontan
(3) : Patuh pada perintah/suara
(2) : dengan rangsangan nyeri
(1) : tidak ada respon

Verbal (bicara) :
(5) : mengoceh
(4) : menangis lemah
(3) : menangis (karena diberi rangsangan nyeri)
(2) : merintih (karena diberi rangsangan nyeri)
(1) : tidak ada respon

Motorik (gerakan) :
(6) : spontan
(5) : menarik (karena sentuhan)
(4) : menarik (karena rangsangan nyeri)
(3) : fleksi abnormal
(2) : ekstensi abnormal
(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol


E…V…M… Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah
15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.

Kompos mentis.

 Kompos mentis adalah kondisi pasien sadar penuh baik terhadap


lingkungan atau dirinya sendiri.
 Nilai GCS: 15 – 14.

Apatis.

 Apatis adalah kondisi pasien dimana tampak acuh tak acuh & segan
terhadap lingkungannya.
 Nilai GCS: 13 – 12 .

21
Delirium.

 Delirium adalah kondisi pasien mengalami penurunan kesadaran disertai


dengan kekacauan motoric dan siklus tidur bangun terganggu.
 Nilai GCS: 11 – 10.

Somnolen.

 Somnolen adalah kondisi pasien mengantuk yang dapat kembali pulih bila
dirangsang, akan tetapi bila rangsangan itu berhenti maka pasien akan
tidur kembali.
 Nilai GCS: 9 – 7.

Stupor (Sopor).

 Stupor atau sopor adalah kondisi pasien mengantuk yang dalam.


 Nilai GCS: 6 – 5.

Koma ringan (Semi koma).

 Koma ringan adalah kondisi pasien mengalami penurunan kesadaran yang


tidak memberikan respon rangsang terhadap rangsang verbal, dan tidak
mampu untuk dibangunkan sama sekali, akan tetapi respon terhadap nyeri
tidak adekuat dan reflek (pupil & kornea) masih baik.
 Nilai GCS: 4.

Koma.

 Koma adalah kondisi pasien mengalami penurunan kesadaran yang sangat


dalam, dan tidak terdapat respon pada rangsang nyeri dan juga tidak ada
gerakan spontan.
 Nilai GCS: 3.

22
2.5. Manifestasi klinis
Hipertensi Ensefalopati merupakan suatu sindrom hipertensi berat yang
dikaitkan dengan ditemukannya nyeri kepala hebat, mual, muntah, gangguan
penglihatan, confusion, pingsan sampai koma. Onset gejala biasanya berlangsung
perlahan, dengan progresi sekitar 24-48 jam. Gejala-gejala gangguan otak yang
difus dapat berupa defisit neurologis fokal, tanda-tanda lateralisasi yang bersifat
reversibel maupun irreversibel yang mengarah ke perdarahan cerebri atau stroke.
Microinfark dan peteki pada salah satu bagian otak jarang dapat menyebabkan
hemiparesis ringan, afasia atau gangguan penglihatan. Manifestasi neurologis
berat muncul jika telah terjadi hipertensi maligna atau tekanan diastolik
>125mmHg disertai perdarahan retina, eksudat, papiledema, gangguan pada
jantung dan ginjal7.

2.6. Penegakkan Diagnosis


Dalam menegakkan diagnosis Hipertensi Ensefalopati, maka pada pasien
dengan peningkatan tekanan darah perlu diidentifikasi jenis hipertensinya, apakah
hipertensi urgensi atau hipertensi emergensi. Hal ini dapat dilakukan dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui tanda dan gejala kerusakan
target organ terutama di otak seperti adanya nyeri kepala hebat, mual, muntah,
penglihatan kabur, penurunan kesadaran, kejang, riwayat hipertensi sebelumnya,
penyakit ginjal, penggunaan obat-obatan, dan sebagainya. Selain itu dapat
dilakukan funduskopi untuk melihat ada tidaknya perdarahan retina dan papil
edema sebagai tanda peningkatan tekanan intra kranial. Penilaian kardiovaskular
juga perlu dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya distensi vena jugular atau
crackles pada paru. Urinalisis dan pemeriksaan darah untuk mengetahui
kerusakan fungsi ginjal (peningkatan BUN dan kreatinin)5.

23
Gambar 2. Gambaran funduskopi pada hipertensi ensefalopati

Pemeriksaan CT scan atau MRI kepala dapat menunjukkan adanya edema


pada bagian otak dan ada tidaknya perdarahan. Edema otak biasanya terdapat
pada bagian posterior otak namun dapat juga pada batang otak7.

24
Sumber: Adam and Victor’s Principle of Neurology 8th Edition, halaman 730

Gambar 2.1 Gambaran CT Scan(kanan) dan MRI(kiri) kepala pada wanita 55


tahun dengan Ensefalopati Hipertensi dan kejang menunjukkan adanya lesi white
matter yang terkonsentrasi pada bagian posterior otak

2.7. Diagnosis Banding


Diagnosis banding Hipertensi Ensefalopati antara lain:
a. Stroke iskemik atau hemoragik
b. Stroke trombotik akut
c. Perdarahan intracranial
d. Encephalitis
e. Hipertensi intracranial
f. Lesi massa SSP
g. Kondisi lain yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah atau
yang memiliki gejala serupa1
Membaiknya gejala klinis dan peningkatan status mental setelah tekanan
darah terkontrol merupakan karakteristik untuk mendiagnosis dan membedakan
Hipertensi Ensefalopati dari penyakit-penyakit di atas6.

25
This patient had had a stroke
in the right medulla. The brain
infarct (necrotic tissue) is the
light patch of tissue indicated
by the dark arrowhead.

2.8 Penatalaksanaan
Penurunan tekanan darah arterial, sesuai dengan tingkatan tekanan darah
pasien terutama yang berhubungan dengan kejadian neurologis, harus dilakukan
dengan monitoring secara tetap dan titrasi obat, tekanan darah arterial diukur
dengan kateterisasi jika memungkinkan. Terapi ini bertujuan untuk menurunkan
tekanan darah arterial sebesar 25% selama 1-2 jam dan tekanan darah diastolic ke

26
100-110 mmHg. Jika dengan penurunan tekanan darah arterial memperburuk
keadaan neurologis, maka harus dipertimbangkan kembali rencana pengobatannya.
Untuk obat anti hipertensi intravena yang bekerja cepat hanya labetalol, sodium
nitroprusside dan phenoldopam (pada gagal ginjal) sudah terbukti efektif pada HE.
Labetalol adalah suatu beta adrenergic blockers, kelihatannya paling
adekuat tidak menurunkan aliran darah otak dan bekerja selama 5 menit untuk
administrasi. Dosis inisial alah 20 mg dosis bolus, kemudian 20-80 mg dosis
intravena setiap 10 menit sampai tekanan darah yang diinginkan atau total dosis
sebesar 300 mg tercapai.
Sodium nitroprusside, sebuah vasodilator, memiliki onset yang cepat
(hitungan detik) dan durasi yang singkat dalam bekerja (1-2 menit).
Bagaimanapun, ini dapat mempengaruhi suatu venodilatasi cerebral yang penting
dengan kemungkinan menghasilkan peningkatan aliran darah otak dan hipertensi
intracranial. Suatu tindakan cytotoxic, dengan melepaskan radikal bebas NOdan
produk metaboliknya, sianidadapat menyebabkan kematian mendadak, atau koma.
Dosis inisial 0,3-0,5 mcg/kg/min IV, sesuaikan dengan kecepatan tetesan infus
sampai target efek yang diharapkan tercapi dengan dosis rata-rata 1-6 mcg/kg/min.
Fenildopam (Corlopam), sebuah short acting dopamine agonis (DA1)
pada level perifer, dengan durasi pendek dalam bekerja. Ini meningkatkan aliran
darah ginjal dan ekskresi sodium dan dapat digunakan pada pasien dengan gejala
gagal ginjal. Dosis inisial 0,003 mcg/kg/min IV secara progresif ditingkatkan
sampai maksimal 1,6 mcg/kg/min.
Nicardipine dalam dosis bolus 5-15 mg/h IV dan dosis maintenance 3-5
mg/h dapat juga digunakan.
Nifedipine sublingual, clonidine, diazoxide, atau hydralazine intravena
tidak direkomendasikan karena dapat mempengaruhi penurunan yang tidak
terkontrol dari tekanan darah arterial yang mengakibatkan iskemi cerebral dan
renal.

2.9 Prognosis

27
Pada penderita Hipertensi Ensefalopati, jika tekanan darah tidak segera
diturunkan, maka penderita akan jatuh dalam koma dan meninggal dalam
beberapa jam. Sebaliknya apabila tekanan darah diturunkan secepatnya secara dini
prognosis umumnya baik dan tidak menimbulkan gejala sisa4.

28
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Hipertensi Ensefalopati merupakan sindrom klinik akut reversibel yang
dicetuskan oleh kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui
batas autoregulasi otak
Kejadian Hipertensi Ensefalopati merupakan keadaan gawat darurat yang
memerlukan penanganan segera untuk mencegah terjadi kerusakan otak yang luas
dan permanen. Kerusakan otak yang terjadi disebabkan oleh peningkatan tekanan
darah secara mendadak yang melampaui autoregulasi otak, dalam hal ini terjadi
respon vasokontriksi maupun vasodilatasi yang berakhir dengan edema serebri.
Manifestasi klinik Hipertensi Ensefalopati ditandai dengan adanya nyeri
kepala hebat, mual, muntah, penurunan kesadaran, kejang, adanya papiledema
pada pemeriksaan funduskopi.
Penanganan Hipertensi Ensefalopati dilakukan dengan menurunkan
tekanan darah secepat mungkin sehingga gejala klinis dan status mental dapat
membaik. Jika penanganan terlambat maka akan ada gejala sisa atau bahkan dapat
menyebabkan kematian.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Cuciureanu, D. Hypertensive Encephalopathy: Between Diagnostic and


Reality. Roumanian Journal of Neurology 6/3. 2007:114-177. Available
from:http://www.medica.ro/reviste_med/download/neurologie/2007.3/Ne
uro_Nr-3_2007_Art-02.pdf [diakses 27 November 2016]
2. Yogiantoro, M.. Hipertensi Essensial. In Sudoyo A.W, et all.ed.Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009:
1079.
3. Khatib O, El-Guindy M. Clinical Guidelines for the Management of
Hypertension. Cairo: WHO regional Office for the Eastern Mediterranean.
2005: 13-14.
4. Sugiyanto, E. Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular .Cermin Dunia
Kedokteran, No. 157, 2007:173-79. Available from:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_157_Neurologi.pdf [diakses27
November 2016
5. Bonovich, David C. Chapter 9Hypertension and Hypertensive
EncephalopathyAvailable from:
http://neurologiauruguay.org/home/images/hypertension%20and%20hyp
ertensive%20encephalopathy.pdf [diakses 27 November 2016]
6. Majid, A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. USU Digital
Library. 2004: 1-8. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1999/1/fisiologi-
abdul%20majid.pdf [diakses27 November 2016]
7. Anonim. Cerebrovascular Disease. In Ropper A and Brown R.ed..Adam and
Victor’s Principle of Neurology 8th Edition. Newyork: Mc Graw Hill
Medical Publishing Division. 2005: 728-30

30

Anda mungkin juga menyukai