Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

PERUNDANG-UNDANGAN JASA KONSTRUKSI

Disusun oleh :

Chintya Ganeva M (41113010031)


Rian Pramudika (41113010060)
Abdul Hamid (41115010012)
Tri Hadiyanto R (41115010038)
Surya Sandika R (41115010111)
Mahmut Ibnu R (41115010128)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MERCUBUANA
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ada fenomena bahwa posisi Penyedia Jasa dipandang lebih lemah daripada
posisi Pengguna Jasa. Dengan kata lain posisi Pengguna Jasa lebih dominan dari pada
posisi Penyedia Jasa. Penyedia Jasa hampir selalu harus memenuhi konsep/draf
kontrak yang dibuat Pengguna Jasa karena Pengguna Jasa selalu menempatkan
dirinya lebih tinggi dari Penyedia Jasa. Mungkin hal ini diwarisi dari pengertian
bahwa dahulu Pengguna Jasa disebut Bouwheer (Majikan Bangunan) sehingga
sebagimana biasa “majikan” selalu lebih “kuasa”.

Peraturan perundang-undangan yang baku untuk mengatur hak-hak dan


kewajiban para pelaku industri jasa konstruksi sampai lahirnya Undang-Undang No.
18/1999 tentang Jasa Konstruksi, belum ada sehingga asas “Kebebasan Berkontrak”
sebagaimana diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Pasal
1338 dipakai sebagai satu-satunya asas dalam penyusunan kontrak. Sengketa yang
terjadi dapat merugikan kedua pihak oleh karena itu perlu untuk mengetahui sengketa
yang dapat terjadi pada proyek konstruksi termasuk didalamnya cara penyelesaiannya.

B. RUMUSAN MASALAH

Dalam kontrak tersebut sudah terdapat ketentuan-ketentuan yang mengatur


dan semuanya sudah dituliskan, disepakati secara bersama-sama oleh kedua belah
pihak. Namun selama ini masih sering terjadi perselisihan atau sengeketa antara pihak
pengguna jasa dengan pihak penyedia jasa. Hal itu dikarenakan adanya kekurangan
atau ketidakjelasan dalam pasal-pasal yang mengatur tentang resiko-resiko yang
kemungkinan bisa terjadi dalam jangka waktu pengerjaan proyek tersebut. Sengketa
ini dapat memberikan ataupun membuka peluang bagi para pihak untuk mencari
pembenaran sendiri-sendiri sehingga dapat merugikan masing-masing pihak.

Apa itu sengketa konstruksi?


Apa penyebab terjadinya sengketa?
Bagaimana penanganan bila terjadi sengketa?
Siapa saja lembaga yang terlibat dalam sengketa kontruksi?

C. TUJUAN MASALAH

Berdasarkan rumusan masalah yang disusun oleh penulis di atas, maka tujuan
dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui bagaiman cara penyelesaian keterlambatan kontruksi


Untuk mengetahui apa itu sengketa
Untuk mengetahui siapa saja yang terlimbat dalam sengketa kontruksi
Untuk mengetahui hubungan antara sengketa dengan keterlambatan kontruksi
Untuk mengetahui upaya-upaya dalam meningkatkan hukum kontruksi di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SENGKETA KONTRUKSI

Sengketa konstruksi adalah sengketa yang terjadi sehubungan dengan


pelaksanaan suatu usaha jasa konstruksi antara para pihak yang tersebut dalam suatu
kontrak konstruksi yang di dunia Barat disebut construction dispute. Sengketa
konstruksi yang dimaksudkan di sini adalah sengketa di bidang perdata yang menurut
UU no.30/1999 Pasal 5 diizinkan untuk diselesaikan melalui Arbitrase atau Jalur
Alternatif Penyelesaian Sengketa. (Nazarkhan Yasin. 2004,Mengenal Klaim
Konstruksi dan Penyelesaian Sengketa Konstruksi).
Konstruksi dimaksud adalah kegiatan jasa konstruksi yang meliputi; Perencanaan,
Pelaksanaan, dan Pengawasan pekerjaan konstruksi. Undang-undang tentang Jasa
Konstruksi No.18 tahun 1999 dalam Ketentuan Umum menyebutkan bahwa Jasa
Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan
jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultansi pengawasan
pekerjaan konstruksi. Sedangkan pengertian pekerjaan konstruksi adalah seluruh atau
sebahagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan
yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata
lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu
bangunan atau bentuk fisik lain. (Undang-Undang Jasa Konstruksi No.18 tahun
1999) Sengketa konstruksi dapat timbul antara lain karena klaim yang tidak dilayani
misalnya keterlambatan pembayaran, keterlambatan penyelesaian pekerjaan,
perbedaan penafsiran dokumen kontrak, ketidak mampuan baik teknis maupun
manajerial dari para pihak. Selain itu sengketa konstruksi dapat pula terjadi apabila
pengguna jasa ternyata tidak melaksanakan tugas-tugas pengelolaan dengan baik dan
mungkin tidak memiliki dukungan dana yang cukup.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa sengketa konstruksi timbul karena salah
satu pihak telah melakukan tindakan cidera (wanprestasi atau default).
Proses terjadinya suatu sengketa dan penyelesaian sengketa, menurut Yasin, 2004
yang dikutip dari Mutiasari, 2006:

1. Sengketa Tidak Berdasarkan Adanya Kontrak Konstruksi


Terdapat aturan hukum yang mengatur agar kegiatan manusia dapat berjalan
dengan lancar, termasuk aturan hukum yang berlaku dalam bangunan. Pemerintah
berperan sebagai badan yang mengeluarkan peraturan termasuk peraturan yang
mengatur pelaksanaan pembangunan (misalnya masalah perijinan). Sengketa
dapat timbul dengan pihak pemerintah bila pihak yang terlibat dalam
penyelenggaraan bangunan dianggap tidak mematuhi peraturan perundang-
undangan yang berlaku. (Mutiasari,2006).
2. Sengketa Berdasarkan Kontrak Konstruksi
Dalam tahapan penyelenggaraan bangunan, selain harus mengikuti peraturan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah juga harus mengikuti peraturan yang telah
disepakati bersama dan dituangkan dalam kontrak. Sengketa dapat terjadi di
antara pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak, dan sengketa yang terjadi harus
segera diselesaikan dan tidak menghambat tahapan penyelenggaraan bangunan.

B. PENYEBAB TERJADINYA SENGKETA

Penyebab sengketa adalah sumber timbulnya permintaan kompensasi secara


tertulis atas “kerugian” atau ketidaksesuaia implementasi suatu kontrak konstruksi
oleh salah satu pihak pada pihak lain. Sengketa dapat disebabkan oleh banyak hal,
penyebab sengketa tersebut dikelompokkan menjadi 9 (Sembilan) penyebab sengketa
sebagai berikut:
1. Penyebab sengketa berkaitan dengan perizinan:
a. Pemberian izin
b. Permintaan izin
c. Tidak adanya izin
2. Penyebab sengketa berkaitan dengan surat perjanjian kerjasama (kontrak):
a. Isi surat kontrak tidak jelas
b. Isi surat kontrak tidak lengkap
3. Penyebab sengketa berkaitan dengan persyaratan kontrak:
a. Isi persyaratan kontrak tidak jelas
b. Isi persyaratan kontrak tidak lengkap
4. Penyebab sengketa berkaitan dengan gambar:
a. Gambar rencana tidak jelas
b. Gambar rencana tidak lengkap
c. Gambar kerja tidak jelas
d. Gambar kerja tidak lengkap
5. Penyebab sengketa berkaitan dengan spesifikasi:
a. Spesifikasi tidak jelas
b. Spesifikasi tidak lengkap
c. Perubahan spesifikasi
d. Persyaratan spesifikasi tidak memungkinkan untuk dilaksanakan
6. Penyebab sengketa berkaitan dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB):
a. RAB tidak jelas
b. RAB tidak lengkap
c. Pengukuran hasil pekerjaan
7. Penyebab sengketa berkaitan dengan administrasi kontrak:
a. Berita acara
b. Laporan
c. Foto/film
8. Kondisi lapangan tidak sesuai denngan kontrak
a. Perubahan kondisi lapangan
b. Kondisi lapangan tidak memungkinkan
9. Penyebab sengketa berkaitan dengan kondisi eksternal:
a. Perubahan kebijakan pemerintah
b. Perubahan harga atau biaya
c. Pendanaan

C. PENYELESAIAN SENGKETA

Secara umum jenis penyelesaian sengketa di luar pengadilan (cara litigasi) yaitu
(UU RI nomor 18 tahun 1999; UU RI nomor 30 tahun 1999)
1. Negosiasi
Negosiasi dapat diartikan sebagai suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak
tanpa melalui proses peradilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas
dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif. Negosiasi tidak melibatkan
pihak ketiga namun memerlukan orang yang tepat untuk bernegosiasi.
2. Mediasi
Mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan kesepakatan
bersama melalui mediator yang bersifat netral, dan tidak membuat keputusan atau
kesimpulan bagi para pihak tetapi menunjang fasilitator untuk terlaksananya
dialog antar pihak dengan suasana keterbukaan, kejujuran dan tukar pendapat
untuk tercapainya mufakat.
3. Konsiliasi
Konsiliasi adalah upaya penyelesaian sengketa dengan cara mempertemukan
keinginan para pihak dengan menyerahkannya kepada suatu komisi/pihak ketiga
yang ditunjuk atas kesepakatan para pihak yang bertindak sebagai konsiliator.
Peranan konsiliator yaitu menyusun dan merumuskan upaya penyelesaian untuk
ditawarkan kepada para pihak.
4. Arbitrase
Arbitrase adalah perjanjian perdata dimana para pihak sepakaat untuk
menyelesaikan sengketa yang terjadi antara mereka yang mungkin akan timbul
dikemudian hari yang diputuskan oleh seorang ketiga, atau penyelesaian sengketa
oleh seorang atau beberapa orang wasit (arbitrator) yang bersama-sama ditunjuk
oleh pihak yang berperkara dengan tidak diselesaikan melalui pengadilan tetapi
secara musyawarah dengan menunjukan pihak ketiga, hal mana dituangkan dalam
salah satu bagian dari kontrak. Badan arbitrase terdiri dari arbitrator yaitu
pengacara, kontraktor, konsultan (engineer) dan konsultan hakim. Arbiter harus
memiliki pengetahuan bidang konstruksi dan memahami permasalahan sengketa
yang dihadapi. Terdapat jenis penyelesaian sengketa di luar pengadilan (cara
litigasi) lainnya yang digunakan di luar negeri, yaitu Eastern Distric of New York,
1993; Thomas B. Treacy, 1995; Frederick S. Keith, P. E.,1997) Court-Annexed
Arbitration, Early Neutral Evaluation, Mediation, Concensual Jury or Court Trial
before a United States Magistrate Judge, Settlement Conferences, Special
Masters, Arbritration, Dispute Review Board (by ASCE committee on Contract
Administration), Minitrial Summary Jury Trial dan Private Judging.
D. LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA

Lembaga penyelesaian sengketa adalah lembaga yang dapat membantu


menyelesaikan sengketa yang terjadi. Lembaga penyelesaian sengketa menurut
Soekirno, 2006; Widjaja, 2002; Emirzon, 2001; Margono, 2000 yang dikutip dari
Mutiara, 2006 adalah sebagai berikut:
1. Negosiator
2. Mediator
3. Konsiliator
4. Lembaga Arbitrase
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas penulis dapat menyimpulkan beberapa kategori yaitu:

Dengan kelompok kami sudah banyak memahami mengenai sengketa


kontruksi, seperti siapa saja yang terlibat, penyebab sengketa kontruksi serta cara
menangani atau penyelesaian dari masalah sengketa kontruksi dan kami juga banyak
mengetahui tentang pasal-pasal yang mengatur kontruksi dan penyebab nya pasal
tersebut dikeluarkan.

B. SARAN
Pemerintah harus selalu memantau atau mengawasi peraturan tentang sengketa
kontruksi, karena dari dari dunia aspek hukum kontruksi Negara bisa maju membagun
Infrastruktur atau kontruksi Indonesia lebih baik.
Selain belajar mahasiswa juga berperan aktif karena mahasiswa adalah agen
perubahan dalam sebuah negara, semoga banyak lulusan sarjana yang dapat membuat
hukum-hukum tentang kontruksi jadi lebih baik untuk semua kalangan. amin

Anda mungkin juga menyukai