TUJUAN: otitis media akut bilateral dianggap lebih berat dibandingkan otitis media akut
unilateral, dan beberapa pedoman merekomendasikan pengobatan atau tindak lanjut yang lebih
aktif pada otitis media akut bilateral. Kami meneliti apakah otitis media akut bilateral secara
klinis lebih berat dari otitis media akut unilateral dengan membandingkan gejala dan tanda-tanda
otoskopik antara otitis media akut bilateral dan unilateral.
METODE: Dua ratus tiga puluh dua anak yang berusia 6 sampai 35 bulan yang didiagnosis
dengan otitis media akut yang memenuhi syarat. Kami mengamati gejala-gejala dengan
kuesioner terstruktur dan mencatat tanda-tanda Otoskopik secara sistematis.
HASIL: Sembilan puluh delapan anak memiliki otitis media akut bilateral dan 134 anak
memiliki otitis media akut unilateral. Anak-anak dengan otitis media akut bilateral yang lebih
sering, 24 bulan daripada anak-anak dengan otitis media akut unilateral (87% vs 75%, P =
0,032). Demam (>38 °C) terjadi pada 54% dan 36% (P = 0,006) dan konjungtivitis berat masing-
masing 16% dan 44% (P = 0,047) pada anak-anak dengan otitis media akut bilateral dan
unilateral. Pada 15 gejala lainnya, kami tidak menemukan
keseluruhan perbedaan bahkan ketika disesuaikan dengan usia. Kami mengamati dan mengikuti
tanda-tanda otoskopik berat pada masing-masing kelompok otitis media akut bilateral dan
unilateral: moderat/ ditandai dengan penonjolan dari membran timpani (63% dan 40%, P = .001),
efusi purulen (89% dan 71%, P = .001), pembentukan bula (11% dan 10%, P = 0,707), dan
gambaran kemerahan dari membran timpani (7% dan 10%, P = 0,386).
KESIMPULAN: Otitis media akut bilateral tampaknya secara klinis hanya sedikit lebih berat
dibandingkan otitis media akut unilateral. Oleh karena itu, ketika menilai tingkat keparahan otitis
media akut, bilateralitas tidak boleh digunakan sebagai kriteria, melainkan,kondisi gejala-gejala
yang dirasakan anak bersamaan dengan tanda-tanda otoskopik yang juga harus dipertimbangkan.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otitis media akut (OMA) adalah penyakit yang umum terutama pada anak usia dini, dan
pengetahuan tentang gejala-gejala OMA masih belum banyak diketahui. Definisi diagnostik
dari OMA termasuk gejala-gejala akut. Namun, kami baru-baru ini menunjukkan bahwa pada
anak-anak dimana orangtuanya telah menduga mereka memiliki OMA, gejala-gejala dan skor
gejala tidak berbeda antara anak-anak dengan dan tanpa OMA.1 Bahkan sakit telinga adalah
gejala yang dapat membedakan pada otitis usia rawan, yang merespon pada usia preverbal.
OMA bilateral saat ini dianggap lebih parah dari OMA unilateral, dan pengobatan
antimikroba dan tindak lanjut yang lebih aktif pada OMA bilateral telah direkomendasikan oleh
pedoman, sebagai contoh, Belanda, Inggris, Italia, dan Swedia,2-5 yang sebagian besar berdasar
pada meta-analisis Rovers et al.6 Menurut hasil mereka, anak-anak muda dengan OMA bilateral
lebih berguna dengan pengobatan antimikroba dibandingkan dengan OMA unilateral. Namun
demikian, gejala dan tanda-tanda dari OMA bilateral dan unilateral pada saat itu telah
dibandingkan hanya dengan 2 kelompok penelitian. McCormick et al7 mengamati tidak ada
perbedaan gejala-gejala antara OMA bilateral dan unilateral pada 5 hal pengobatan telinga dalam
kuesioner kelompok gejala yang terdiri dari demam, nyeri telinga (atau rasa ditarik-tarik),
irritabilitas, makan, dan tidur. Sebaliknya, mereka mencatat adanya eritema, kekeruhan, dan
penonjolan dari membran timpani yang lebih sering pada anak-anak dengan OMA bilateral.
Leibovitz et al8 membandingkan suhu, irritabilitas, penonjolan, dan kemerahan dari membran
timpani antar kelompok yang menggunakan skor klinis / otologik, kelompok OMA bilateral
2
memiliki skor 8,3 dan kelompok OMA unilateral 7,8. Akibatnya, kejadian, jangka waktu, dan
tingkat keparahan dari gejala-gejala individu pada OMA bilateral dan unilateral sebelumnya
Tujuan kami adalah untuk mengetahui apakah OMA bilateral secara klinis lebih berat
dari OMA unilateral sepihak dengan membandingkan gejala-gejala dan tanda-tanda otoskopik
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Metode Penelitian
Anak-anak usia 6 sampai 35 bulan yang datang rawat jalan saat mereka memiliki gejala-
gejala akut dari infeksi dan orangtua mereka curiga ke arah OMA. Awalnya, ada 746 kunjungan
selama anak-anak diperiksa. Kami sebelumnya melaporkan masing-masing gejala dari 237 dan
232 anak dengan dan tanpa OMA.1 Dalam penelitian ini, kami telah memasukkan anak-anak
yang sama dengan OMA, dengan pengecualian 5 anak di antaranya lateralitasnya tidak dapat
ditentukan karena terdapat serumen obstruktif pada 1 saluran telinga. Kami melakukan penelitian
ini antara tahun 2006 dan 2008, dan itu adalah bagian dari sebuah proyek pemeriksaan
diagnostik dan pengobatan OMA pada tingkat perawatan primer.9 Persetujuan tertulis diperoleh
dari orang tua dari semua anak-anak sebelum prosedur penelitian dilakukan. Semua kunjungan
yang bebas dari biaya, dan tidak ada kompensasi untuk partisipasi yang diberikan. Protokol
penelitian telah disetujui oleh Komite Etik dari Rumah Sakit Daerah di Southwest Finlandia.
Sebelum pemeriksaan otologik, dokter dalam penelitian mewawancarai orang tua tentang
penilaian mereka tentang kejadian, durasi, dan tingkat keparahan dari 17 gejala yang tercantum
sesuai standar, dalam kuesioner terstruktur. Demam didefinisikan suhu >38°C dalam 24 jam
sebelumnya. Untuk kejadian dan durasi demam, kami juga menerima jika orangtua menilai
bahwa anak mereka telah mengalami demam tanpa pengukuran temperatur. Namun, untuk
pengukuran suhu tertinggi dalam waktu 24 jam, kami mencatat semua pengukuran suhu aktual
tertinggi baik di rumah atau di klinik penelitian dan dimasukkan dalam analisis pengukuran suhu
yang tertinggi adalah >38 ° C. Kami meminta orang tua untuk memperkirakan durasi gejala
4
dalam hari (dengan akurasi 0,5 hari). Untuk gejala berikut, kami meminta orang tua untuk
menilai keparahan sebagai ringan, sedang, atau berat: orang tua melaporkan sakit telinga,
ekspresi verbal anak untuk sakit telinga, menggosok telinga, dan irritabilitas. Untuk yang berikut
ini, kami meminta orang tua untuk menilai keparahan sebagai ringan atau berat: menangis yang
berlebihan, tidur gelisah, kurang aktif, kurang nafsu makan, rhinitis, hidung tersumbat, batuk,
suara serak, konjungtivitis, muntah lendir (muntah dan tertelan lendir), muntah (memuntakan
pneumatik, dan otoskopi video, yang dijelaskan secara rinci.9 Para dokter penelitian, yang
merupakan ahli otoskopi terlatih, mencatat tanda-tanda otoskopik secara sistematis. Kami
mencatat posisi membran timpani yang normal (posisi sedikit cekung); penuh, yaitu, sedikit
menonjol (konveksitas meningkat sampai tepi membran timpani), atau sedang/ ditandai dengan
mengklasifikasikan efusi di belakang membran timpani yang jernih (efusi transparan tanpa
warna), serosa (efusi transparan dengan warna kekuningan), berawan (efusi tidak transparan),
atau purulen (efusi tidak transparan dengan warna kuning yang jelas). Kami mencatat gambaran
kemerahan dari membran timpani sebagai tingkat vaskularitas membran timpani: tidak
Diagnosis OMA memerlukan 3 kriteria berikut. Pertama, efusi telinga tengah yang
dideteksi oleh otoskopi pneumatik (setidaknya 2 tanda-tanda berikut pada membran timpani:
posisi menonjol, mobilitas menurun atau tidak ada, warna abnormal atau opasitas bukan karena
jaringan parut, atau ruangan antara udara dan cairan). Kedua, setidaknya 1 tanda inflamasi akut
dari membran timpani harus diidentifikasi (daerah eritem/ goresan, atau vaskularisasi meningkat
5
selama penuh/ menonjol/ konveksitas kuning). Ketiga, harus ada gejala-gejala dan tanda-tanda
dari infeksi akut. OMA Unilateral didiagnosis jika seorang anak memiliki OMA pada 1 sisi,
tetapi sisi kontralateral tidak memenuhi kriteria OMA, yaitu, telinga sehat atau memiliki otitis
media dengan efusi. OMA bilateral didiagnosis jika seorang anak memiliki OMA di kedua sisi.
Mengenai kasus dengan OMA bilateral, telinga dengan tanda-tanda otoskopik yang buruk
Kami menggunakan 5 skor yang telah dijelaskan dalam literatur sebelumnya untuk
membandingkan OMA bilateral dan unilateral. Pertama, kami menggunakan skor klinis /
otologik10 terutama yang dikembangkan oleh Dagan et al11 untuk menentukan keparahan OMA
(suhu, irritabilitas, kemerahan membran timpani, dan posisi menonjol dinilai dari 0 sampai 3,
untuk kisaran total 0-12). Kami menghitung nilai ini dari kuesioner gejala kami dan dari tanda-
tanda otoskopik yang kami catat secara sistematis. Kedua, segera setelah pemeriksaan otoskopi,
kami mencatat skor otoskopi, 8 tingkat (OS-8 score), yang McCormick et al12 kembangkan untuk
mengukur tingkat keparahan dari inflamasi membran timpani (kisaran, 0-7). Ketiga, kami
meminta orang tua untuk menilai kondisi anak mereka secara keseluruhan (kisaran, 0-7) yang
paling buruk dalam 24 jam sebelumnya dan saat di klinik penelitian, dengan skala wajah OMA,
yang dikembangkan oleh Friedman et al.13 Keempat, kami menggunakan modifikasi indeks
keparahan total OMA (AOM total severity index/ AOM-Si) seperti yang disarankan oleh
McCormick et al14 untuk menentukan tingkat keparahan OMA. Kami menghitung skor AOM-Si
(kisaran, 1-14) dengan menjumlahkan skor OS-8 tertinggi dan skala wajah OMA tertinggi paling
parah dalam waktu 24 jam. Kelima, berdasar pada kuesioner gejala kami, kami menghitung skala
keparahan gejala OMA (AOM-SOS, versi 3.0), yang dibuat Shaikh et al.15 Seperti dalam studi
mereka, kami memasukkan menggosok telinga, menangis yang berlebihan, irritabilitas, susah
6
tidur, kurang aktif, kurang nafsu makan, dan demam diberi skor 0 (tidak ada), 1 (sedikit,
termasuk kategori ringan dan moderat), atau 2 (banyak, yaitu, kategori keparahan kami). Kami
klasifikasikan temperatur, 38 °C sebagai 0 (tidak ada), 38,0-38,9 ° C sebagai 1 (sedikit), dan >39
°C sebagai 2 (banyak). Skor berkisar dari 0 sampai 14 adalah hasilnya. Selain itu, kami menilai
keparahan penyakit menurut pedoman diagnosis dan pengelolaan OMA dari American Academy
of Pediatrics 2004.16 Anak memiliki penyakit parah jika sakit telinga (dilaporkan oleh orang tua
atau ekspresi verbal anak) termasuk sedang/ parah dan/ atau suhu tertinggi yang diukur dalam
waktu 24 jam adalah >39 °C. Jika tidak, maka anak tidak memiliki penyakit yang parah. Kami
membandingkan proporsi dengan x2 test atau uji Fisher sebagaimana berlaku. Kami
membandingkan rata-rata dengan uji t dan median dengan tes Mann-Whitney U. Kami menilai
hubungan antara skor dengan Spearman koefisien korelasi. Kami menggunakan logistik regresi
untuk menghitung Odds Ratios (ORs). Kami melakukan analisis statistik dengan menggunakan
SPSS 16.0 paket statistik (IBM SPSS Statistics, IBM Corporation, Armonk, NY).
B. Hasil
Populasi studi terdiri dari 232 anak : 98 anak menderita OMA bilateral dan 134 anak
menderita OMA unilateral. Usia <24 bulan tercatat 87% anak dengan OMA bilateral dan 75%
anak dengan OMA unilateral (P=.032). Kelompok OMA bilateral sedikit lebih sering daripada
kelompok OMA unilateral (45% banding 63%, P=.007). Sebaliknya, tidak terdapat perbedaan
signifikan secara statistik yang terlihat pada karakteristik pasien (Tabel 1).
Tabel 1. Karakteristik dari 232 anak dengan OMA Bilateral dan Unilateral
7
Kejadian dari gejala klinis tidak berbeda antara anak dengan OMA bilateral dan OMA
unilateral (Gambar 1), dengan pengecualian demam dan otalgia. Belakangan dilaporkan pada
11/98 (11%) anak dengan OMA bilateral dan 33/134 (25%) anak dengan OMA unilateral
(P=.010). Bagaimanapun juga, disesuaikan dengan usia, kejadian otalgia tidak berbeda antara
kelompok (ketidaksesuaian OR untuk OMA bilateral, 0,39; interval kepercayaan 95% (CI), 0,19-
0,81; P=.012, kesesuaian OR, 0,64; 95% CI, 0,24-1,69; P=.368). Kejadian demam 54% (53/98)
dari bilateral dibandingkan 36% (48/134) dari kelompok unilateral OMA (P=.006).
Ketidaksesuaian OR untuk demam 2.11 (95% CI, 1.24-3.59; P=.006) untuk kelompok OMA
bilateral dan kesesuaian usia OR 2.26 (95% CI, 1.31-3.91; P=.003). Perbedaan di antara tidak
dijelaskan dengan penggunaan antipiretik sebelum kunjungan studi (77% [41/53] banding 71%
[34/48] pada anak dengan demam dalam kelompok OMA bilateral dibandingkan OMA
unilateral, P=.454, dan 60% [59/98] banding 56% [75/134] pada semua anak dalam kelompok
8
menunjukkan, pada pengukuran temperatur kelompok OMA bilateral sedikit lebih tinggi
daripada kelompok OMA unilateral, pengukuran temperatur > 390C tercatat dalam 44% (21/48)
dan 20% (8/41) pada kelompok OMA bilateral dan kelompok OMA unilateral, secara berurutan
(P=.015). Lama dari gejala klinis sebelum kunjungan serupa di antara kedua kelompok (Tabel 2).
Selain itu, tingkat keparahan dari gejala klinis tidak dibedakan di antara kedua kelompok, kecuali
dilaporkan otalgia dan konjungtivitis lebih sering berat pada kelompok OMA unilateral (Tabel
3). Bagaimanapun juga, OR untuk otalgia menjadi sedang/berat pada 0.87 (95% CI, 0.49-1.54;
P=.624) untuk kelompok OMA bilateral dan kesesuaian usia OR 0.86 (95% CI, 0.48-1.55;
P=.616).
pada 63% dan 40% dan efusi purulen pada 89% dan 71% pada OMA bilateral dan OMA
bulla pada membrane timpani 11% pada OMA bilateral dan 10% pada anak dengan OMA
9
unilateral (P=.707). berdasarkan observasi hiperemis pada membrane timpani 7% dan 10% pada
OMA bilateral dan OMA unilateral secara berurutan. Terlebih, pada OS-8 rentang nilai dari 4-7
dan tercatat nilai 6 atau 7 dalam 59% dan 37% dari anak dengan OMA bilateral dan OMA
unilateral secara berurutan (P=.001). Kesesuaian dengan usia tidak mengubah hasil dari beberapa
Median klinis/nilai otologik 4.5 dan 4.0 pada anak dengan OMA bilateral dan OMA
unilateral, secara berurutan (P=.003) (Gambar 3). Bagaimanapun juga, nilai OMA-Si yang terdiri
dari gejala klinis dan tanda otoskopik, tidak berbeda di antara OMA bilateral dan OMA
unilateral (11.0 banding 11.0; P=.387). Nilai tersendiri berdasarkan pada gejala klinis, disebut
skala wajah OMA, tidak berbeda di antara OMA bilateral dan OMA unilateral, sesuai gambar 3.
Menurut Akademi Pediatrik Amerika 2004 guideline didefinisikan untuk klasifikasi tingkat
10
keparahan penyakit, 69 (70%) anak dengan OMA bilateral dan 90 (67%) dengan OMA unilateral
(P=.599).
11
12
C. Diskusi
Penemuan utama dari penelitian ini ialah kejadian, durasi, dan keberatan dari gejala klinis
tidak berbeda antara OMA bilateral dan OMA unilateral. Hanya demam sebagai pengecualian,
karena anak dengan OMA bilateral menderita demam lebih sering dan demam dengan
temperature yang agak tinggi. Hal ini merupaka penemuan baru. Selain itu, Leibovitz et al 8 tidak
menyelidiki demam, karena semua pasien memiliki demam menurut Kriteria diagnosis untuk
OMA. Kemudian, McCormick dan kelompok studinya mengukur temperature pada studi klinik
setelah beberapa subjek yang menerima pengobatan antipiretik.7 Akan tetapi, pada survey awal
kejadian demam dan kemudian dianalisis, pengukuran temperature lebih tinggi dalam 24 jam.
tersebut, ada perbedaan sederhana, dan hanya setengah dari anak dengan OMA bilateral
otalgia, yang mana criteria lain untuk tingkat keparahan penyakit menurut Akademi Pediatrik
Amerika 2004 guideline.16 Keseluruhan data ini menyatakan bahwa anak dengan OMA bilateral
mungkin hanya sedikit lebih banyak gejala klinisnya daripada OMA unilateral.
Pada tanda otoskopik, sedang/ditandai dengan membrane timpani mencembung dan efusi
purulen secara signifikan lebih sering pada anak dengan OMA bilateral daripada OMA
unilateral. Nilai lebih tinggi OS-8 pada kelompok OMA bilateral dalam studi ini, sama halnya
dengan studi McCormick et al7, terutama mencerminkan derajat kecembungan dari membrane
timpani. Bagaimanapun juga, derajat kecembungan membrane timpani boleh jadi sebuah tanda
klinik dari tingkat keparahan penyakit, karena Hoberman et al17 menunjukkan terapi antibiotic
paling bermanfaat pada anak dengan tanda membrane timpani yang cembung. Menurut Palmo et
al18, efusi purulen meningkat memungkinkan kultur bakteri positif. Kelompok studi yang sama
13
juga menunjukkan bahwa pembentukan bulla dan hiperemis seharusnya dianggap sebagai tanda
dari keparahan karena tanda otoskopik ini lebih sering berhubungan dengan kultur bakteri yang
positif dan gejala klinis yang berat daripada OMA tanpa tanda ini.18,20 Pada studi ini, tanda
otoskopik tersebut ada pada OMA bilateral dan OMA unilateral. Akibatnya, tanda otoskopik
berat tidak terlihat sepenuhnya berhubungan dengan OMA bilateral. Selain itu, menjadi catatan
seperti McCormick et al7 dinyatakan sebelumnya bahwa OMA bilateral lebih banyak
kemungkinan memiliki tanda otoskopik yang berat, karena telinga dengan otoskopik yang buruk
Kedua nilai termasuk gejala klinis dan penilaian otoskopik, yaitu nilai klinik/otologik dan
OMA-Si, memiliki hal serupa di antara anak dengan OMA bilateral dan OMA unilateral.
Meskipun nilai klinik/otologik secara statistic signifikan lebih tinggi pada anak dengan OMA
bilateral pada studi ini, sama halnya pada Leibovitz et al8, perbedaan secara klinik. Leibovitz et
al8 menyatakan bahwa nilai ini memiliki keterbatasan penggunaan secara klinik. Pada studi ini,
gejala klinis berdasarkan nilai, yaitu skala wajah OMA dan OMA-SOS, menunjukkan tidak ada
perbedaan antara OMA bilateral dan OMA unilateral. Hal yang sama didefinisikan dengan
tingkat keberatan penyakit menurut Akademi Pediatrik Amerika 2004 guideline. Sebelumnya,
dilaporkan nilai yang sama mengenai perbandingan di antara anak dengan OMA dan tanpa OMA
dan menunjukkan tidak ada perbedaan di antara anak tersebut yang dicurigai menderita OMA.1
Hal tersisa yang bisa ditentukan berdasar hasil nilai mencerminkan keberatan klinik yang sama
pada OMA bilateral dan OMA unilateral atau ketidakmampuan nilai ini untuk mendeteksi
perbedaan.
Hasil studi ini memberi dukungan untuk konsep bahwa OMA bilateral secara klinik lebih
berat daripada OMA unilateral. Bagaimanapun juga, menjadi perhatian bahwa penilaian
14
keberatan pada kunjungan pertama hanya bisa menyediakan pandangan sempit untuk dinamika
penyakit OMA. Semua klinisi mengetahui bahwa gejala klinis tidak hanya berbeda di antara
individual, tapi juga dalam individual. Seorang anak mungkin afebris pada hari pertama dan
febris pada hari selanjutnya dan sebaliknya. Selain itu, tanda otoskopik berubah setiap hari,22,23
dan anak dengan OMA unilateral mungkin berkembang menjadi OMA bilateral.9,24 Studi ini
berbeda dari Rovers et al,6 karena kesimpulan mereka didasarkan pada keluaran 3-7 hari setelah
diagnosis dan terapi. Belakangan ini, Hoberman et al17 menunjukkan bahwa derajat dari
kecembungan membrane timpani lebih kuat memprediksi kegagalan terapi daripada lateralisasi.
Selain itu, lateralisasi bukan prediktor lebih kuat daripada gejala klinis atau paparan pada anak
lain. Kita menyakini bahwa lateralisasi seharusnya tidak digunakan secara tersendiri untuk
menentukan factor dalam menilai keberatan OMA dan memutuskan pilihan terapi. Peneliti
menyarankan bahwa klinisi mempertimbangkan keberatan dari gejala klinis anak bersama
Kekuatan utama dari studi ini adalah standarisasi, kuesioner gejala klinik yang
terstruktur, persertujuan untuk mengikuti penelitin. Penelitian ini juga mencatat tanda otoskopik
secara sistematik. Sebagai tambahan, kita mengambil anak dari tingkat primer penjagaan, dimana
diagnosis dari OMA terutama dibuat oleh klinisi. Walaupun demikian, studi ini memiliki
keterbatasan. Temperatur tidak hanya diukur pada studi klinik, tapi juga dengan teknik variabel.
Hal ini menjadi di bawah perkiraan atau di atas perkiraan kejadian demam, tapi mungkin dalam
cara yang sama pada kedua kelompok tersebut. Faktanya bahwa pembanding lebih tinggi diukur
temperature hanya di antara anak dengan temperature > 38oC bisa terlihat sebagai keterbatasan.
Bagaimanapun juga, kita berpikir bahwa temperature berbeda di antara anak dengan febris secara
klinik lebih signifikan daripada di antara anak dengan afebris. Bahkan jika kita memasukkan
15
semua anak dalam analisis ini, kesimpulan kita tidak akan berubah. Keterbatasan bisa juga
terjadi pada gejala klinis yang disurvey melalui wawancara dari orangtua yang mengisi
kesalahan interpretasi oleh orangua. Akhirnya, otoskopik selalu menjadi interpretasi subjektif
pada tanda dari membrane timpani. Khususnya, penilaian dari warna efusi dengan opasitas dari
membrane timpani, yang mana mungkin menuntun perkiraan dari efusi purulen. Kita mencoba
16
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Peneliti menyimpulkan bahwa OMA bilateral terlihat secara klinik lebih berat daripada
OMA unilateral pada anak usia 6-35 bulan. Oleh karena itu, peneliti menyarankan bahwa
seharusnya bilateralitas tidak digunakan secara tersendiri sebagai kriteria yang menentukan
ketika menilai keberatan OMA; sebagai gantinya gejala klinik bersama dengan tanda otoskopik
17