OLEH:
I KETUT ADI KRISNA WEDA
14.321.2050
PENDAHULUAN
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah area di dalam sebuah rumah sakit
darurat untuk pasien yang membutuhkan perawatan akut atau mendesak. Unit ini
dan memberikan pelayanan kesehatan akut untuk pasien, termasuk pasien yang
memerlukan pertolongan segera yaitu cepat, tepat, dan cermat yang menekankan
pada time saving is life saving (waktu adalah nyawa). Perawat IGD harus
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit memegang peranan
asuhan keperawatan yang berkualitas bagi pasien. Hal ini terkait dengan
keberadaan perawat yang bertugas selama 24 jam melayani pasien, serta jumlah
menunjang kinerja rumah sakit. Perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat
yang lain, karena IGD merupakan pintu gerbang utama dalam sebuah pelayanan
awal pada rumah sakit yang terdapat berbagai macam kasus (Mulyadi, 2017).
Tipe kasus yang sering terjadi di IGD adalah trauma dan non-trauma.
yang disebabkan oleh cedera fisik yang tiba-tiba. Trauma merupakan penyebab
utama kematian pada pasien di bawah 45 tahun, dan merupakan penyebab utama
kematian nomor empat pada orang dewasa selain penyakit kanker (Dahliana,
2015). Penyebab trauma yang paling besar di seluruh dunia adalah kecelakaan
tersebut diperkirakan akan meningkat hingga mencapai 8 juta orang dan ratusan
juta orang mengalami kecacatan, dari kejadian trauma yang diakibatkan oleh
(Republika, 2015).
kecelakaan lalu lintas sangat tinggi, berdasarkan data dari Departemen Kesehatan
15% mengalami stress spikilogis seperti cemas atau bahkan depresi, dan 10%
mengalami kesembuhan dengan baik (Depkes RI 2015). Tingginya angka
awal gawat darurat, kurang memadai peralatan, sistem yang belum memadai, dan
(Humardani A, 2013).
yang serius karena menyebabkan penderitaan fisik yang berat, mental distress dan
keluarga bahkan masyarakat. Hal ini dikarenakan banayaknya efek dari trauma
muskuloskeletal seperti efek fisik dan psikis dari nyeri, keterbatasan melakukan
dalam memberikan setiap pelayanan, standar kinerja ini sekaligus dapat digunakan
untuk menilai kinerja instansi baik secara internal maupun eksternal. Setiap sistem
manajemen kualitas yang baik selalu didasari oleh SOP kemudian disosialisasikan
yang ditetapkan oleh rumah sakit. Hal ini mencakup proses pelayanan yang
memiliki suatu presedur pasti atau terstandarisasi, tanpa kehilangan
menyebutkan SOP harus dilaksanakan secara konsisten dari waktu ke waktu, oleh
siapapun, dan dalam kondisi apapun oleh seluruh jajaran organisasi pemerintahan,
SOP harus dilaksanakan dengan komitmen penuh dari seluruh jajaran organisasi,
dari level yang paling rendah dan tertinggi, SOP harus mengikat pelaksana dalam
tidak lepas dari kepatuhan perilaku perawat dalam setiap tindakan sesuai dengan
SOP (Aditya, 2014). Kepatuhan merupakan bagian dari perilaku individu yang
dalam melaksanakan SOP tergantung dari perilaku perawat itu sendiri. Perilaku
terhadap pelaksanaan SOP, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
usia, lama kerja, tingkat pendidikan (vokasional dan profesional), motivasi dan
persepsi. Hal tersebut juga disampaikan oleh Muspita (2014) terkait kepatuhan
kerugian bagi pasien yaitu terjadinya kecelakaan dan injury yang dapat
sebanyak 699 pasien dan mengalami peningkatan pada tahun 2017 sebanyak 720
pasien dengan rata-rata 55 pasien setiap bulannya. Rata-rata dalam sehari pasien
2-3 pasien. Hasil observasi dari 5 orang perawat terkait dengan pelaksanaan
Standar Operasional Prosedur 4 orang tidak patuh dalam pelaksanaan SOP,
sedangkan 1 orang patuh dengan alasan banyaknya pasien yang harus ditangani di
Denpasar?
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan data untuk
ini adalah:
dengan teknik total sampling, dalam hal waktu dan lokasi penelitian,
penelitian.