Anda di halaman 1dari 24

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah Seminar Sistem Kegawatdaruratan “ARDS (Acute Respiratory Distress


Syndrome)”, disusun oleh:

1. Amanda Restubumi NIM 141.0011


2. Ayu Dina Nurmilasari NIM 141.0023
3. Azriel Oktavianus Prayoga NIM 141.0025
4. Fita Fauziyyah NIM 141.0047
5. Reza Arditia P NIM 141.0081
6. Riza Khrisna Putra NIM 141.0087
7. Suheni Khotimah Indriani NIM 141.0099

Telah disahkan oleh Tim Pembimbing pada:

Hari :

Tanggal :

Mengetahui,

Surabaya,

Dosen Pembimbing

Merina Widyastuti S.Kep., Ns., M.Kep

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.
Makalah disusun untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Keperawatan
Kegawatdaruratan Sistem 2. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Pembimbing Mata Kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan 2 serta pihak yang
tidak bisa kami sebutkan satu persatu karena beliau banyak membantu dalam
proses penulisan, penyusunan dan diskusi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian.

Surabaya, Maret 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2

1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................... 2

1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 3

1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................... 3

1.4.1 Bagi Mahasiswa ................................................................................ 3

1.4.2 Bagi Institusi Keperawatan ............................................................... 3

1.4.3 Bagi Masyarakat ............................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4

2.1 Pengertian ARDS (Acute respiratory distress syndrome)........................ 4

2.2 Etiologi ARDS (Acute respiratory distress syndrome) ............................ 5

2.3 Klasifikasi ARDS (Acute respiratory distress syndrome) ....................... 6

2.4 Manifestasi Klinis ARDS (Acute respiratory distress syndrome) ........... 7

2.5 Patofisiologi ARDS (Acute respiratory distress syndrome) .................... 7

iii
2.6 Komplikasi ARDS (Acute respiratory distress syndrome) ...................... 9

2.7 Pemeriksaan Fisik ARDS (Acute respiratory distress syndrome) ........... 9

2.8 Pemeriksaan Diagnostik ARDS (Acute respiratory distress syndrome) 10

2.9 Penatalaksanaan ARDS (Acute respiratory distress syndrome) ............ 11

2.10 WOC ARDS (Acute respiratory distress syndrome) .......................... 12

2.11 Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat ARDS ............................... 12

BAB 3 PENUTUP ................................................................................................ 19

3.1 Kesimpulan............................................................................................. 19

3.2 Saran ....................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ARDS adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses

akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru.

(Aryanto Suwondo,2006). ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang

progresif dan tiba-tiba ditandaidengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan

infiltrat yang menyebar dikedua belah paru.ARDS ( juga disebut syok paru) akibat

cedera paru dimana sebelumnya paru sehat,sindrom ini mempengaruhi kurang

lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan lajumortalitas 65% untuk

semua pasien yang mengalami ARDS.

Faktor resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk

trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam,inhalasi asap atau kimia,

gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosisobat. Saat

Perang Dunia I, banyak pasien dengan trauma non-torakal, pankreatitis berat,

transfusi masif, sepsis, dan kondisi terdeteksi dengan tanda-tanda distres

pernapasan, infiltrat difus paru, dan gagal napas. Ashbaugh dkk (1967)

mendeskripsikan 12 pasien yang ditangani olehnya dengan kondisi seperti diatas

dan kemudian ia definisikan sebagai adult respiratory distress syndrome (ARDS).

Data pada tahun 2016 menunjukkan, dari 50 negara, prevalensi ARDS

mencapai 10,4% dari total pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU).

Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan

1
ventilasimekanik (Doenges 1999 hal 217).ARDS berkembang sebagai akibat

kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung

maupun tidak langsung.

ARDS terjadi sebagai akibat cederaatau trauma pada membran alveolar

kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalamruang interstisiel alveolar

dan perubahan dalam jaring-jaring kapiler, terdapat ketidakseimbanganventilasi

dan perfusi yang jelas akibat akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan

ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam

pembentukan surfaktan, yangmengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru

menjadi sangat menurun atau paru-paru menjadikaku akibatnya adalah penuruna

karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia beratdan hipokapnia (

Brunner & Suddart 616). Oleh karena itu, penanganan ARDS sangat memerlukan

tindakan khusus dari perawatuntuk mencegah memburuknya kondisi kesehatan

klien. Hal tersebut dikarenakan klien yangmengalami ARDS dalam kondisi gawat

yang dapat mengancam jiwa klien.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana konsep asuhan keperawatan pasien dengan ARDS (Acute

respiratory distress syndrome) ?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Menjelaskan tentang konsep asuhan keperawatan pasien dengan ARDS

(Acute respiratory distress syndrome)

2
1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengertian dari ARDS

2. Mengetahui etiologi dari ARDS

3. Mengetahui klasifikasi dari ARDS

4. Mengetahui patofisiologi dari ARDS

5. Mengetahui manifestasi klinis dari ARDS

6. Mengetahui komplikasi dari ARDS

7. Mengetahui pemeriksaan fisik dari ARDS

8. Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari ARDS

9. Mengetahui penatalaksanaan dari ARDS

10. Mengetahui WOC dari ARDS

11. Mengetahui konsep asuhan keperawatan gawat darurat dari ARDS

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi Mahasiswa

Mahasiswa dapat mengetahui konsep dari penyakit ARDS dan dapat

melakukan penatalaksanaan penyakit ARDS.

1.4.2 Bagi Institusi Keperawatan

Institusi keperawatan dapat menjadi suatu sarana untuk mengembangkan

keterampilan bagi mahasiswa dalam penanganan ARDS.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Masyarakat dapat mengetahui gejala dari ARDS dan dapat segera

memeriksakan dirinya kepada fasilitas kesehatan.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian ARDS (Acute respiratory distress syndrome)

Definisi ARDS pertama kali dikemukakan oleh Asbaugh dkk (1967)

sebagai hipoksemia berat yang onsetnya akut, infiltrat bilateral yang difus pada

foto toraks dan penurunan compliance atau daya regang paru. Acute respiratory

distress syndrome (ARDS) merupakan perlukaan inflamasi paru yang bersifat

akut dan difus, yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas vaskular paru,

peningkatan tahanan paru, dan hilangnya jaringan paru yang berisi udara, dengan

hipoksemia dan opasitas bilateral pada pencitraan, yang dihubungkan dengan

peningkatan shunting, peningkatan dead space fisiologis, dan berkurangnya

compliance paru. Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah sindrom

yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran alveolar-kapiler terhadap

air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan akumulasi

cairan dalam parenkim paru yang mengandung protein.

Sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan

oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius (Brunner &

Suddarth, 2001) Kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan

nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah

terpajan pada berbagai penyebab pulmonal dan non pulmonal. (Hudak &

Gallow,1997 ) Merupkan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas

membrane alveolar kapiler terhadap air, larutan, dan protein plasma, disertai

4
kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan dalam parenkim paru yang

mengandung protein (Aru W, dkk, 2006).

2.2 Etiologi ARDS (Acute respiratory distress syndrome)

Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor penyebab yang

dapat berperan pada gangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebut sebagai

penyakit tetapi sebagai sindrom. Sepsis merupakan faktor risiko yang paling

tinggi, mikroorganisme dan produknya (terutama endotoksin) bersifat sangat

toksik terhadap parenkim paru dan merupakan faktor risiko terbesar kejadian

ARDS, insiden sepsis menyebabkan ARDS berkisar antara 30-50%. Aspirasi

cairan lambung menduduki tempat kedua sebagai faktor risiko ARDS (30%).

Aspirasi cairan lambung dengan pH<2,5 akan menyebabkan penderita mengalami

chemical burn pada parenkim paru dan menimbulkan kerusakan berat pada epitel

alveolar.

Faktor resiko terbagi dua yaitu faktor resiko langsung dan faktor resiko

tidak langsung, antara lain :

1. Faktor resiko langsung pada paru

· Pneumoni virus,bakteri,fungal

· Contusio paru

· Aspirasi cairan lambung

· Inhalasi asap berlebih

· Inhalasi toksin

· Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama

2. Faktor resiko tidak langsung

· Sepsis

5
· Shock

· DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)

· Pankreatitis

· Uremia

· Overdosis Obat

· Idiophatic (tidak diketahui)

· Bedah Cardiobaypass yang lama

· Transfusi darah yang banyak

· PIH (Pregnand Induced Hipertension)

· Peningkatan TIK

· Terapi radiasi

2.3 Klasifikasi ARDS (Acute respiratory distress syndrome)

Kriteria Berlin mengklasifikasikan ARDS menjadi tiga kelompok

berdasarkan nilai PaO2/FiO2. Tidak ada istilah Acute Lung Injury (ALI) dalam

kriteria ini. Berikut merupakan definisi ARDS berdasarkan kriteria Berlin:

1. Ringan (mild), yaitu PaO2/FiO2 lebih dari 200 mmHg, tetapi kurang

dari dan sama dengan 300 mmHg dengan positive-end expiratory

pressure (PEEP) atau continuous positive airway pressure (CPAP) ≥5

cmH2O.

2. Sedang, yaitu PaO2/FiO2 lebih dari 100 mmHg, tetapi kurang dari dan

sama dengan 200 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O.

3. Berat, yaitu jika PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O.

6
2.4 Manifestasi Klinis ARDS (Acute respiratory distress syndrome)

Manifestasi ARDS bervariasi tergantung pada penyakit predisposisi,

derajat injuri paru, dan ada tidaknya disfungi organ lain selain paru. Gejala yang

dikeluhkan berupa sesak napas, membutuhkan usaha lebih untuk menarik napas,

dan hipoksemia. Infiltrat bilateral pada foto polos toraks menggambarkan edema

pulmonal. Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) dapat terjadi karena

abnormalitas biokimia sistemik.

Adult respiratory distress syndrome terjadi dalam hitungan jam-hari

setelah onset kondisi predisposisi. Batasan waktu ARDS ini adalah satu minggu

dari munculnya onset baru atau dari memburuknya suatu gejala pernafasan.

Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah sebagai berikut :

o Penurunan kesadaran mental

o Takikardi (denyut jantung cepat), takipnea(nafas cepat)

o Dispnea dengan kesulitan bernafas

o Terdapat retraksi interkosta

o Sianosis

o Hipoksemia

o Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing

o Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop

o Hipotensi

o Febris (demam)

2.5 Patofisiologi ARDS (Acute respiratory distress syndrome)

Kerusakan karena inflamasi terjadi di alveoli dan endotel kapiler paru

karena produksi mediator proinflamasi lokal atau yang terdistribusi melalui arteri

7
pulmonal. Hal ini menyebabkan hilangnya integritas barier alveolar-kapiler

sehingga terjadi transudasi cairan edema yang kaya protein.

Sel tipe I (menyusun 90% epitel alveolar) merupakan jenis sel yang paling

mudah rusak, menyebabkan masuknya cairan ke dalam alveoli dan penurunan

pembersihan cairan dari rongga alveolus. Sedangkan sel tipe II tidak mudah rusak

namun memiliki peran multipel seperti produksi surfaktan, transpor ion, dan

proliferasi dan diferensiasi menjadi sel tipe I setelah trauma. Kerusakan pada

kedua sel ini menyebabkan penurunan produksi surfaktan dan penurunan

komplians. Disfungsi selular dan kerusakan yang terjadi berdampak pada terjadi

Perburukan V/Q matching dengan shunting yang dapat dilihat dari hipoksia

arterial dan gradien A-a yang sangat besar, hipertensi pulmonal, penurunan

komplians paru (stiff lungs) dan hiperinflasi alveoli yang tersisa, serta gangguan

pada proses normal perbaikan paru yang berkembang menjadi fibrosis paru pada

stadium lanjut.

Terdapat 3 fase kerusakan alveolus : Fase eksudatif (ditandai edema

interstisial dan alveolar, nekrosis sel pneumosit tipe 1 dan denudasi/terlepasnya

membran basalis, pembengkakan sel endotel dengan pelebaran interselular

junction, terbentuknya membrane hialin pada duktus alveolar dan ruang udara,

dan inflamasi neotrofil. Juga ditemukan hipertensi pulmoner dan berkurangnya

compliance paru. Fase proliferatif : Paling cepat timbul setelah 3 hari sejak onset,

ditandai proliferasi sel epitel pneumosit tipe 2. Fase fibrosis : Kolagen meningkat

dan paru menjadi padat karena fibrosis.

8
2.6 Komplikasi ARDS (Acute respiratory distress syndrome)

Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi nosokomial yang terjadi pada

hampir setengah pasien, miopati yang berkaitan dengan blokade neuromuskular

jangka panjang, tromboemboli vena, perdarahan traktus GI, serta nutrisi inadekuat

2.7 Pemeriksaan Fisik ARDS (Acute respiratory distress syndrome)

1. Inspeksi : Mengamati bagian thorak.

2. Auskultasi : Menggunakan stetoskop untuk mendengarkan frekuensi

nafas

3. Palpasi : Menekan bagian thorak untuk mengetahui apakah thoraknya

edema dan nyeri.

4. Perkusi : Untuk mengetahui apakah ada cairan dalam paru – paru atau

tidak.

Temuan fisik seringkali nonspesifik dan mencakup tachypnea,

takikardia, dan kebutuhan oksigen terinspirasi tinggi konsentrasi untuk

mempertahankan saturasi oksigen. Pasien mungkin demam atau

hipotermia. ARDS karena sering terjadi dalam konteks sepsis,

berhubungan dengan hipotensi dan peripheral vasokonstriksi dengan

ekstremitas dingin mungkin ada. Sianosis bibir dan kuku tempat tidur

dapat terjadi. Pemeriksaan paru-paru mungkin mengungkapkan bilateral

rales. Karena pasien sering intubated dan ventilasi mekanis, penurunan

bunyi napas lebih dari satu paru-paru mungkin menandakan adanya

pneumotoraks atau endotracheal tabung ke bronkus utama kanan.

Manifestasi dari penyebab yang mendasari, seperti temuan di perut akut

pankreatitis, yang hadir. Dalam septik pasien tanpa sumber yang jelas,

9
perhatikan baik-baik selama pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi

potensi penyebab sepsis, termasuk tanda-tanda konsolidasi paru-paru atau

temuan konsisten dengan perut yang akut.

2.8 Pemeriksaan Diagnostik ARDS (Acute respiratory distress syndrome)

1. Laboratorium

a. Analisa gas darah : Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ), Hipokapnia ( pe ↓

PCO2 ) pada tahap awal karena hiperventilasi, Hiperkapnia ( pe ↑

PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi, Alkalosis respiratori ( pH >

7,45 ) pada tahap dini, Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada

tahap lanjut

b. Leukositosis (pada sepsis), anemia, trombositopenia (refleksi

implamasi sistemik dan injuri endotel), peningkatan kadar amilase

(pada pankreatitis)

c. Gangguan fungsi ginjal dan hati, tanda koagulasi intravaskulasi

diseminata (sebagai bagian dari MODS/ multiple organ disfunction

syndrome )

2. Radiologi

a. Foto dada:

Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru

Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di

alveoli

b. CT scan: Pola heterogen, predominasi infiltrat pada area dorsal

paru (foto sufine).

10
2.9 Penatalaksanaan ARDS (Acute respiratory distress syndrome)

Aspek esensial dalam tata laksana pasien dengan ARDS adalah mengobati

penyebab presipitasi, menyediakan perawatan suportif yang baik, dan mencegah

komplikasi lanjut. Ventilasi volume tidal rendah (6 mL/kg BB ideal) sebaiknya

diberikan pada semua pasien dengan ARDS. Hal ini dapat menurunkan ventilasi

per menit lalu meningkatkan PaCO₂. Positive end expiratory pressure (PEEP)

biasanya diperlukan untuk menjaga oksigenasi dalam level yang adekuat. Posisi

pronasi juga dapat dilakukan untuk meningkatkan oksigenasi namun tidak

berkaitan dengan penurunan mortalitas.

Tidak ada terapi spesifik yang efektif untuk pasien dengan ARDS.

Penerapan strategi pemberian cairan, menjaga tekanan vena sentral serendah

mungkin akan mempersingkat masa pemakaian ventilasi mekanik. Berdasarkan

beberapa penelitian,penggunaan kortikosteroid dan nitric oxide tidak

direkomendasikan pada ARDS.Terapi non-konvensional seperti memposisikan

pasien dalam posisi tengkurap (prone position), memberikan efek dalam

meningkatkan oksigenasi dan berhubungan dengan menurunkan mortalitas.

11
2.10 WOC ARDS (Acute respiratory distress syndrome)

2.11 Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat ARDS

Asuhan Keperawatan pada kasus Gawat Darurat dengan pasien yang

mengalami ARDS, berbeda dengan pemberian ASKEP pada Konsep Medikal

Bedah. Dalam mengkaji pasien Gawat Darurat dengan kasus ARDS, harus

dilakukan dengan sistematis mulai dari:

A: Airway ( Jalan Napas)

Pengkajian :

12
Pada pasien yang mengalami ARDS, jalan napasnya akan

mengalami gangguan/obstruksi. Ini biasa diakibatkan / disebabkan karena

adanya penumpukan secret yang diakibatkan oleh peningkatan secret

pulmonal. Perhatikan tanda-tanda medis yang mungkin muncul seperti

dispneu, dan adanya batuk dengan atau tanpa sputum.

Diagnose :

1. Ketidak efektifan bersihan jalan napas b/d peningkatan secret pulmonal.

Intervensi dan implementasi:

a. Kaji kesadaran pasien dengan menyentuh, menggoyang dan

memanggil namanya.

R/ mengetahui tingkat kesadaran pasien, pakah masih dalam tahap

unrespon, pain, voice, dan alert.

b. Lakukan panggilan untuk pertolongan darurat

R/ bantuan segera dapat membantu mempercepat pertolongan.

c. Beri posisi terlentang pada permukaan rata yang tidak keras, kedua

lengan pasien disamping tubuhnya.

R/ mengantisipasi trauma servikal, posisi yang tepat dan lingkungan

yang nyaman dapat penolong dan korban dalam melakukan tindakan.

d. Berikan pertolongan dengan nafas bantuan dengan cara berlutut

sejajar dengan bahu pasien.

R/ posisi yang nyaman bagi penolong dapat mempermudah dalam

memberikan tindakan.

e. Buka jalan napas dengan tekhnik tengadahkan kepala, topang dagu

untuk membuka jalan napas, jari tengah, jari manis dan kelengking

13
bisa digunakan untuk menopang dagu sedangkan jari telunjuk untuk

mengeluarkan benda asing yang ada dalam mulut.

R/ memastikan tidak ada obstruksi pada jalan napas sehingga pasien

dapat bernapas dengan baik.

Evaluasi :

1. Tampak Tidak ada sumbatan(secret) pada jalan napas.

2. Pasien mampu mempertahankan kepatenan jalan napas.

B: Breathing (Pernapasan)

Pengkajian :

Dalam mengkaji breathing/pernapasan pasien gawat darurat

dengan ARDS, kita akan menjumpai pasien mengalami sesak dan irama

pernapasannya tidak teratur. Ini dikarenakan karena adanya peningkatan

secret pada organ paru. Akan kita jumpai pula takipneu, penggunaan otot-

otot bantu pernapasan dan suara napas tambahan (ronchi).

Diagnose :

2. Gangguan perukaran gas b/d penumpukan cairan di alveoli, alveolar

hipoventilasi.

3. Ketidakefektifan pola napas b/d pertukaran gas tidak adekuat,

penurunan kemampuan untuk oksigenasi.

Intervensi dan implementasi :

a. Kaji pernapasan pasien dengan mendekatkan telinga diatas

mulut/ hidung pasien sambil memepertahankan pembukaan

jalan napas. R/ mengetahui ada tidaknya pernapasan.

14
b. Perhatikan dada pasien dengan melihat gerakan naik turunnya

dada pasien. R/ mengetahui apakah masih terjadi

pengembangan paru.

c. Auskultasi udara yang keluar waktu ekspirasi, merasakan

adanya aliran udara. R/ mendengarkan apakah terdapat suara

tambahan atau tidak.

d. Berikan napas bantuan dengan cara : Mulut ke mulut; penolong

memijat hidung pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk,

penolong memberikan nafas penuh. R/ memastikan udara yang

diberikan dapat masuk secara maksimal. Mulut ke hidung; pada

pasien yang tidak mungkin dilakukan ventilasi melalui mulut,

penolong manarik napas dalam, menutup hidung pasien dengan

bibir penolong dan menghembuskan kedalam hidung. R/

memberikan bantuan pernapasan, agar kebutuhan oksigennya

terpenuhi.

e. Setelah itu observasi kembali naik turunnya dada, mendengar

dan merasakan udara yang keluar pada waktu ekshalasi. R/

mengetahui keberhasilan dari tindakan yang telah dilakukan.

Untuk pertolongan awal pernapasan/ ventilasi awal 2 kali.

Evaluasi :

a. Tampak Pasien tidak lagi mengalami sesak.

b. Tampak irama pernapasan pasien kembali teratur.

c. Tampak pasien tidak lagi menggunakan otot bantu pernapasan.

d. Terdengar tidak adanya suara tambahan.

15
C: Circulation (Sirkulasi)

Pengkajian :

Karena adanya gangguan / masalah pada organ paru, maka akan

terjadi penurunan balik vena (cardio-pulmoner). Yang kemudian akan

menyebabkan penurunan curah jantung. Sehingga dalam mengobservasi

Tekanan Darah, akan didapatkan hasil pasien mengalami hipotensi

(tekanan darah rendah). Tekanan darah yang rendah ini, akan

menyebabkan darah sulit sampai pada pembuluh darah/jaringanjaringan

perifer. Sehingga tidak jarang kita akan mendapati pasien yang mengalami

cianosis. Tidak jarang pula, kita akan mendapati pasien mengalami edema.

Diagnose :

4. Resiko Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d penurunan aliran balik

vena, penurunan curah jantung.

Intervensi dan implementasi :

a. Tentukan ada tidaknya denyut nadi yang dilakukan pada arteri

carotis. R/ Perabaan dilakukan untuk mengetahui apakah

jantung masih berkontraksi atau sudah terjadi henti jantung.

Bila denyut nadi ada dan pernapasan tidak ada maka

pertolongan pernapasan dilakukan 2 x nafas awal (1,5 – 2 detik

setiap nafas) kemudian 12 x/ mnt pertolongan pernapasan, bila

pernapasan tetap tidak ada maka lakukan kompresi dada luar.

b. Hubungi system darurat dengan memberikan informasi tentang

hal- hal yang terjadi dan peralatan yang di butuhkan. R/

informasi yang diperoleh akan membantu dalam menentukan

16
tindakan selanjutnya sehingga pertolongannya akan lebih

mudah.

c. Kompresi dada luar akan menyebabkan sirkulasi ke paru- paru

dan di ikuti dengan ventilasi. R/ kompresi dada luar akan

menstimulus jantung untuk berkontraksi.

Evaluasi :

a. Tekanan darah kembali pada nilai 120/80 mmHg.

b. Tampak tidak adanya sianosis.

Tehknik kompresi :

a. posisi tangan yang tepat pada saat kompresi dengan jari telunjuk

dan jari tengah menentukan batas bawah iga pasien.

b. Jari telunjuk diletakan disebelahnya pada bagian bawah sternum.

Bagian telapak tangan yang dekat dengan kepala pasien diletakkan

di bagian bawah sternum.

c. Tangan yang lain di letakkan diatas tangan yang berada pada

sternum sehingga kedua tangan berada pada posisi sejajar. Jari- jari

dapat di luruskan atau menilang tapi tidak boleh menyentuh dada.

d. Kompresi yang tepat; siku dipertahankan pada posisi lengan

diluruskan dan bahu penolong berada pada posisi langsung diatas

tangan sehinnga setiap penekanan kompresi dada luar di lakukan

lurus kebawah dada sternum.

e. Tekanan kompresi dilepaskan agar darah tidak mengalir kedalam

jantung, biarkan dada kembali ke posisi normal, waktu yang

digunakan untuk kompresi dan pelepasan harus sama.

17
f. Tangan tidak boleh di angkat dari dada atau diubah posisinya.

D: Disability (Kesadaran)

Pada pasien ARDS, biasanya akan mengalami penurunan

kesadaran. Ini mungkin diakibatkan transport oksigen ke otak yang

kurang/tidak mencukupi (menurunya curah jantung hipotensi). Yang

akhirnya darah akan sulit mencapai jaringan otak. Pada pasien ARDS

kesdaran memang mungkin akan menurun tetapi GCSnya masih sekitar

12-14. Sehingga kita lebih memprioritaskan pernapasan dan pemompaan

jantungnya. Karena apabila pernapsan dan pemompaan jantungnya sudah

tertangani dengan baik maka secara otomatis kesadarnnya akan

membaik(GCS 15).

E: Exposure (Pengkajian Secara Menyeluruh)

Setelah kita mengkaji secara menyeluruh dan sistematis mulai dari

airway, breathing, circulation, dan disability, sekarang kita mengkaji

secara menyeluruh untuk melihat apakah ada organ laen yang mengalami

gangguan. Sehingga kita dapat cepat memberikan perawatan.

18
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan

disebabkan terhambatnya proses difusi oksigendari alveolar ke kapiler (a-c block)

yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid

protein baik intrseluler maupun intra alveolar. Penyebabnya bisa penyakit apapun,

yang secara langsung ataupun tidak langsung ataupun tidak langsung melukai

paru-paru seperti pneumonia virus, bakteri, fungal, contusio paru, aspirasi cairan

lambung, inhalasi asap berlebih, inhalasi toksin, menghisap konsentrasi tinggi

dalam waktu lama, sepsis, shok, luka bakar hebat, tenggelam, dsb. Gejala

biasanya muncul dalam waktu 24 – 48 jam setelah terjadinya penyakit atau cidera.

SGPA (sindrome gawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan

kegagalan organ lainnya seperti hati atau ginjal.

3.2 Saran

Menghindari faktor resiko yang dapat menyebabkan ARDS. Apabila

gejala ARDS mulai muncul sesegera mungkin bawalah ke rumah sakit terdekat

untuk mendapat pertolongan lebih lanjut agar tidak terjadi komplikasi pada hati

dan ginjal.

19
DAFTAR PUSTAKA

Susanto, Yusup Bagio & Fitrie Rahayu Sari. 2012. Penggunaan Ventilasi Mekanis

Invasif Pada Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Jurnal Respir

Indo Vol. 32, No. 1

Tim Editor. 2016. Acute Respiratory Distress Syndrome. Indonesian Journal of

Chest Critical and Emergency Medicine Vol 3 No 2

http://medicastore.com/penyakit/106/Sindroma_Gawat_Pernafasan_Akut.html

09.42,140909

http://www.scribd.com/doc/45904255/makalah-ARDS

20

Anda mungkin juga menyukai