REPUBLIK INDONESIA
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-2-
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENYELENGGARA NEGARA
YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN
NEPOTISME.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
PENYELENGGARA NEGARA
Pasal 2
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-3-
Penyelenggara Negara meliputi :
1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;
2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
3. Menteri;
4. Gubernur;
5. Hakim;
6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; dan
7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan
penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB III
ASAS UMUM PENYELENGGARA NEGARA
Pasal 3
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN PENYELENGGARA NEGARA
Pasal 4
-4-
sesuai dengan wewenangnya; dan
4. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 5
Pasal 6
BAB V
HUBUNGAN ANTAR PENYELENGGARA NEGARA
Pasal 7
-5-
dalam ayat (1) berpegang teguh pada asas-asas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 8
Pasal 9
BAB VII
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-6-
KOMISI PEMERIKSA
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
-7-
(3) Anggota Komisi Pemeriksa diangkat untuk masa jabatan selama 5
(lima) tahun dan setelah berakhir masa jabatannya dapat diangkat
kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(4) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan serta
pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 15
Pasal 16
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-8-
(1) Sebelum memangku jabatannya, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota
Komisi Pemeriksa mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan
agamanya, yang berbunyi sebagai berikut :
"Saya bersumpah atau berjanji bahwa saya senantiasa akan
menjalankan tugas dan wewenang saya ini dengan
sungguh-sungguh, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan
jabatan, suku, agama, ras dan golongan dari Penyelenggara Negara
yang saya periksa, dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan
sebaik-baiknya, serta bertanggungjawab sepenuhnya kepada Tuhan
Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan negara".
"Saya bersumpah atau berjanji bahwa saya untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam tugas dan wewenang saya ini, tidak
akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga
suatu janji atau pemberian".
"Saya bersumpah atau berjanji bahwa saya akan mempertahankan
dan mengamalkan Pancasila sebagai Dasar Negara, melaksanakan
Undang-Undang Dasar 1945, dan peraturan perundang-undangan
lain yang berlaku bagi negara Republik Indonesia".
(2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diucapkan
di hadapan Presiden.
Pasal 17
-9-
e. jika dianggap perlu, selain meminta bukti kepemilikan sebagian
atau seluruh harta kekayaan Penyelenggara Negara yang diduga
diperoleh dari korupsi, kolusi dan nepotisme selama menjabat
sebagai Penyelenggara Negara, juga meminta pejabat yang
berwenang membuktikan dugaan tersebut sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan
menjabat.
(3) Pemeriksaan kekayaan Penyelenggara Negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sebelum, selama, dan setelah
yang bersangkutan menjabat.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan kekayaan Penyelenggara
Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
Pasal 19
BAB VIII
SANKSI
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 23
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 11 -
Pasal 24
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 19 Mei 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Mei 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PROF. DR. H. MULADI, S.H.
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 1999
TENTANG
PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS
DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME
I. UMUM
-2-
perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sasaran pokok Undang-undang ini
adalah para Penyelenggara Negara yang meliputi Pejabat Negara pada Lembaga
Tertinggi Negara, Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara, Menteri,
Gubernur, Hakim pejabat negara dan atau pejabat lain yang memiliki fungsi
strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi,
kolusi, dan nepotisme, dalam Undang-undang ini ditetapkan asas-asas umum
penyelenggaraan negara yang meliputi asas kepastian hukum, asas tertib
penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas
proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas.
5. Pengaturan tentang peran serta masyarakat dalam Undang-undang ini dimaksud
untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan
negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dengan hak dan
kewajiban yang dimiliki, masyarakat diharapkan dapat lebih bergairah
melaksanakan kontrol sosial secara optimal terhadap penyelenggaraan negara,
dengan tetap menaati rambu-rambu hukum yang berlaku.
6. Agar Undang-undang ini dapat mencapai sasaran secara efektif maka diatur
pembentukan Komisi Pemeriksa yang bertugas dan berwenang melakukan
pemeriksaan harta kekayaan pejabat negara sebelum, selama dan setelah menjabat,
termasuk meminta keterangan, baik dari mantan pejabat negara, keluarga dan
kroninya, maupun para pengusaha, dengan tetap memperhatikan prinsip praduga
tak bersalah dan hak-hak asasi manusia. Susunan keanggotaan Komisi Pemeriksa
terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat mencerminkan independensi atau
kemandirian dari lembaga ini.
7. Undang-undang ini mengatur pula kewajiban para Penyelenggara Negara, antara
lain mengumumkan dan melaporkan harta kekayaannya sebelum dan setelah
menjabat. Ketentuan tentang sanksi dalam Undang-undang ini berlaku bagi
Penyelenggara Negara, masyarakat, dan Komisi Pemeriksa sebagai upaya
preventif dan represif serta berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya ketentuan
tentang asas-asas umum penyelenggaraan negara, hak dan kewajiban
Penyelenggara Negara, dan ketentuan lainnya, sehingga dapat diharapkan
memperkuat norma kelembagaan, moralitas, individu dan sosial.
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-3-
Yang dimaksud dengan "Gubernur" adalah wakil Pemerintah Pusat di daerah.
Angka 5
Yang dimaksud dengan "Hakim" dalam ketentuan ini meliputi Hakim di semua
tingkatan Pengadilan.
Angka 6
Yang dimaksud dengan "Pejabat Negara yang lain" dalam ketentuan ini
misalnya Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, Wakil
Gubernur, dan Bupati/Walikotamadya.
Angka 7
Yang dimaksud dengan "pejabat lain yang memiliki fungsi stategis" adalah
pejabat yang tugas dan wewenangnya di dalam melakukan penyelenggaraan
negara rawan terhadap praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang meliputi :
1. Direksi, Komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada Badan Usaha Milik
Negara dan Badan Usaha Milik Daerah;
2. Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Badan Penyehatan Perbankan
Nasional;
3. Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri;
4. Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil,
militer, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
5. Jaksa;
6. Penyidik;
7. Panitera Pengadilan; dan
8. Pemimpin dan bendaharawan proyek.
Pasal 3
Angka 1
Yang dimaksud dengan "Asas Kepastian Hukum" adalah asas dalam negara
hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan,
kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara.
Angka 2
Yang dimaksud dengan "Asas Tertib Penyelenggara Negara" adalah asas yang
menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam
pengendalian penyelenggaraan negara.
Angka 3
Yang dimaksud dengan "Asas Kepentingan Umum" adalah asas yang
mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif,
dan selektif.
Angka 4
Yang dimaksud dengan "Asas Keterbukaan" adalah asas yang membuka diri
terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan
tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia
negara.
Angka 5
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-4-
Yang dimaksud dengan "Asas Proporsionalitas" adalah asas yang
mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara
Negara.
Angka 6
Yang dimaksud dengan "Asas Profesionalitas" adalah asas yang
mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Angka 7
Yang dimaksud dengan "Asas Akuntabilitas" adalah asas yang menentukan
bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 4
Pelaksanaan hak Penyelenggara Negara yang ditentukan dalam Pasal ini sesuai
dengan ketentuan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 serta ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 5
Dalam hal Penyelenggara Negara dijabat oleh anggota Tentara Nasional Indonesia
dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka terhadap pejabat
tersebut berlaku ketentuan dalam Undang-undang ini.
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Apabila Penyelenggara Negara dengan sengaja menghalang-halangi dalam
pendataan kekayaannya, maka dikenakan sanksi ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Apabila Penyelenggara Negara yang didata kekayaannya oleh Komisi
Pemeriksa dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar, maka
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Pasal 6
Yang dimaksud dengan "hak dan kewajiban Penyelenggara Negara dilaksanakan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-5-
sesuai dengan ketentuan UUD 1945" adalah hak dan kewajiban yang dilaksanakan
dengan memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh
cita-cita moral rakyat yang luhur.
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, adalah peran
aktif masyarakat untuk ikut serta mewujudkan Penyelenggara Negara yang
bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang dilaksanakan
dengan menaati norma hukum, moral, dan sosial yang berlaku dalam
masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat (1) huruf d angka 2) merupakan suatu kewajiban bagi
masyarakat yang oleh Undang-undang ini diminta hadir dalam proses
penyelidikan, penyidikan, dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor,
saksi, atau saksi ahli.
Apabila oleh pihak yang berwenang dipanggil sebagai saksi pelapor, saksi,
atau saksi ahli dengan sengaja tidak hadir, maka dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Pada dasarnya masyarakat mempunyai hak untuk memperoleh informasi
tentang penyelenggaraan negara, namun hal tersebut tetap harus
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
memberikan batasan untuk masalah-masalah tertentu dijamin kerahasiaannya,
antara lain yang dijamin oleh Undang-undang tentang Pos dan Undang-undang
tentang Perbankan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Yang dimaksud dengan "lembaga independen" dalam Pasal ini adalah lembaga
yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari pengaruh
kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga negara lainnya.
Pasal 12
Cukup jelas
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-6-
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Susunan keanggotaan Komisi Pemeriksa dalam ketentuan ini, harus berjumlah
ganjil. Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengambil keputusan dengan suara
terbanyak apabila tidak dapat dicapai pengambilan keputusan dengan
musyawarah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang dapat dipertanggung-jawabkan,
anggota sub-sub komisi harus berintegritas tinggi, memiliki keahlian, dan
profesional di bidangnya.
Dalam hal terdapat dugaan adanya keterlibatan pihak lain seperti keluarga,
kroni, dan atau pihak lain dalam praktek korupsi, kolusi, atau nepotisme, maka
bagi keluarga, kroni, dan atau pihak lain tersebut dikenakan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Sekretariat Jenderal bertugas membantu di bidang pelayanan administrasi
untuk kelancaran pelaksanaan tugas Komisi Pemeriksa.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Pembentukan Komisi Pemeriksa di daerah dimaksudkan untuk membantu
tugas Komisi Pemeriksa di daerah. Keanggotaan Komisi Pemeriksa di daerah
perlu terlebih dahulu mendapatkan pertimbangan dari Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan ayat (2) ini pada dasarnya berlaku pula bagi Komisi Pemeriksa di
daerah.
Pasal 17
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-7-
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk mempertegas atau menegaskan
perbedaan yang mendasar antara tugas Komisi Pemeriksa selaku pemeriksa
harta kekayaan Penyelenggara Negara dan fungsi Kepolisian dan Kejaksaan.
Fungsi pemeriksaan yang dilakukan oleh Komisi Pemeriksa sebelum seorang
diangkat selaku pejabat negara adalah bersifat pendataan, sedangkan
pemeriksaan yang dilakukan sesudah Pejabat Negara selesai menjalankan
jabatannya bersifat evaluasi untuk menentukan ada atau tidaknya petunjuk
tentang korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Yang dimaksud dengan "petunjuk" dalam Pasal ini adalah fakta-fakta atau data
yang menunjukkan adanya unsur-unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Yang dimaksud dengan "instansi yang berwenang" adalah Badan Pemeriksa
Keuangan dan Pembangunan, Kejaksanaan Agung, dan Kepolisian.
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas