Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Luka diabetes mellitus (ulkus diabetic) merupakan salh sau komplikasi yang umum bagi
pasien diabetes mellitus. Luka diabetes melitus terjadi karena kurangnya kontrol diabetes melitus
selama bertahun-tahun yang sering memicu terjadinya kerusakan syaraf atau masalah sirkulasi
yang serius yang dapat menimbulkan efek pembentukan luka diabetes melitus (Maryunani, 2013).
Secara garis besar penyebab terjadinya komplikasi foot ulcer dipicu oleh beberapa hal yaitu
neuropati perifer, gangguan pembuluh darah, tekanan pada kaki dan resistensi terhadapinfeksi.
Salah satu hal tersebut secara tunggal maupun gabungan berpotensi mengakibatkan foot ulcer
(Mathangi, 2013). Foot ulcer memiliki dua faktor utama yaitu neuropati perifer dan gangguan
pembuluh darah (Mendes, 2012).
1) Neuropati Perifer
Neuropati perifer merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada pasien diabetes dan
berisikoterjadinya foot ulcer. Pasien dengan neuropati perifer harus mendapatkan pengetahuan
tentang perawatan kaki untuk menangani risiko foot ulcer (Perkeni, 2011). Neuropati sensorik
hilangnya rasa atau sensasi pada kaki sehingga tidak dapat merasakan dan merupakan faktor utama
terjadinya foot ulcer, neuropati motorik adanya tekanan tinggi pada kaki yang dapat menimbulkan
kelainan bentuk kaki dan yang terakhir neuropati autonom yang berakibat terjadinya pecah-pecah
pada telapak kaki, kaki kering sehingga mudah terjadi infeksi (Mendes, 2012).
2) Gangguan Pembuluh Darah
Gangguan pembuluh darah dapat menghambat kesembuhan dari foot ulcer. Gangguan pembuluh
darah jarang menyebabkan foot ulcersecara langsung, namun bila infeksi sudah semakin parah
dapat menghambat kesembuhan ulcer, hal itu disebabkan terhambatnya penghantaran antibiotik
menuju lokasi infeksi (Frykberg dkk, 2006).
3) Infeksi
Luka terbuka yang sudah terkontaminasi bakteri merupakan jalan masuk infeksi yang lebih parah
(Rebolledo dkk, 2011). Kejadian infeksi sangat umum bagi pasien diabetes bahkan lebih berat
angka kejadiannya dibandingkan dengan pasien non-diabetik. Peningkatan gula darah juga
menghambat kerja leukositsehingga penyembuhan ulkus menjadi lebih lama. Luka dapat
berkembang menjadi ulcer, gangrene maupun osteomyelitis apabila luka tidak ditangani dengan
tepat dan cepat kejadian amputasi dapat terjadi (Frykberg dkk , 2006).
Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar. Pada penderita DM
yang mengalami neuropati permukaan plantar kaki mudah mengalami luka atau luka menjadi sulit
sembuh akibat tekanan beban tubuh maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan. Salah satu hal
yang sangat penting namun sampai kini tidak mendapatkan perhatian dalam perawatan kaki
diabetik adalah mengurangi atau menghilangkan beban pada kaki (off loading). Upaya off loading
berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat kesembuhan ulkus. Metode off loading yang
sering digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda,
alas kaki, removable cast walker, total contact cast, walker, sepatu boot ambulatory.Total contact
cast merupakan metode off loading yang paling efektif dibandingkan metode yang lain.
Berdasarkan penelitian Amstrong TCC dapat mengurangi tekanan pada luka secara signifikan dan
memberikian kesembuhan antara 73%-100%. TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai,
dan dirancang agar tekanan plantar kaki terdistribusi secara merata. Telapak kaki bagian tengah
diganjal dengan karet sehingga memberikan permukaan rata dengan telapak kaki sisi depan dan
belakang (tumit) (Scheffler, 2004).
Pengendalian Infeksi
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum hasil kultur dan
sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera diberikan secara empiris pada kaki diabetik
yang terinfeksi. Antibiotika yang disarankan pada kaki diabetik terinfeksi. Pada ulkus diabetika
ringan/sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus
terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat polimikrobial
(mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri
anaerob) antibiotika harus bersifat broadspectrum, diberikan secara injeksi. Pada infeksi berat
yang bersifat limb threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti:
ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam, Cefotaxime atau
ceftazidime + clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi berat yang
bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti berikut:
ampicillin/sulbactam +aztreonam, piperacillin/tazobactam + vancomycin, vancomycin
+metronbidazole+ceftazidime, imipenem/cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin +
metronidazole. Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih.
Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering kambuh. Maka
pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga harus dilakukan reseksi bedah.
Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteral selama 6 minggu dan kemudain dievaluasi
kembali melalui foto radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih
pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu (Scheffler,
2004).
Proses penyembuhan luka
A.Fase Inflamasi
Merupakan awal dari proses penyembuhan luka sampai hari kelima. Proses peradangan
akut terjadi dalam 24-48 jam pertama setelah cedera. Proses epitalisasi mulai terbentuk pada fase
ini beberapa jam setelah terjadi luka. Terjadi reproduksi dan migrasi sel dari tepi luka menuju ke
tengah luka. Fase ini mengalami konstriksi dan retraksi disertai reaksi hemostasis yang melepaskan
dan mengaktifkan sitokin yang berperan untuk terjadinya kemoktasis retrofil, makrofag, mast sel,
sel endotel dan fibrolas. Kemudian terjadi vasodilatasi dan akumulasi leukosit dan mengeluarkan
mediator inflamasi TGF Beta 1 akan mengaktivasi fibrolas untuk mensintesis kolagen (Ekaputra,
2013).
B. Fase Proliferasi
Fase ini mengikut i fase inflamasi dan berlangsung selama 2 sampai 3 minggu (potter dan
perry, 2006). Pada fase ini terjadi neoangiogenesis membentuk kapiler baru. Fase ini disebut juga
fibroplasi menonjol perannya. Fibroblast mengalami proliferasi dan berfungsi dengan bantuan
vitamin B dan vitamin C serta oksigen dalam mensintesis kolagen. Serat kolagen kekuatan untuk
bertautnya tepi luka. Pada fase ini mulai terjadi granulasi, kontraksi luka dan epitelisasi (Ekaputra,
2013).
C. Fase Remodeling atau Maturasi
Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses penyembuhan luka.
Terjadi proses yang dinamis berupa remodeling kolagen, kontraksi luka dan pematangan parut.
Fase ini berlangsung mulai 3 minggu sampai 2 tahun. Akhir dari penyembuhan ini didapatkan
parut luka yang matang yang mempunyai kekuatan 80% dari kulit normal (Ekaputra, 2013).
Maryunani, A. 2013. Perawatan luka modern praktis pada wanita dengan luka diabetes. Jakarta:
TIM
Mathangi T, Prabhakaran P. 2013. Prevalence of Bacteria Isolated from Type 2 Diabetic Foot
ulcers and the Antibiotic Susceptibility Pattern, International Journalof Current Microbiology
and Applied Sciences, 2(10), 329-337
Mendes, JJ., Neves, J. 2012. Diabetic Foot Infections: Current Diagnosis and Treatment, The
Journal of Diabetic Foot Complications, 4(2), 26-45
Misnadiarly. (2006). Diabetes Mellitus : Ulcer, Infeksi, Gangren, Jakarta: Penerbit Popular Obor.
Frykberg, R.G., Zgonis T., Amstrong, D.G, Driver, V.R., Giurini, J.M., Kravitz S.R., 2006,
Diabetic Foot Disorders: A Clinical Practice Guideline 2006 revision, J Foot Ankle Surgery
Robolledo F.A, Soto J.M.T and Pena J.E., 2011, The Pathogenesis of the Diabetic Foot Ulcer :
Prevention and Management, Mexico, 156-172
Scheffler N. M. 2004. Innovative treatment of a diabetic ulcer: a case study. 111-2 (journal
article - case)
Stolle L. B. 2004. The metabolism of the diabetic foot. Journal article ISSN: 0001-6470
Waspadji, S. 2006. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi
pengelolaan. Jakarta: Penerbit FK UI