TUGAS UAS-EvpenIPS
TUGAS UAS-EvpenIPS
Disusun dalam rangka memenuhi sebagian tugas mata kuliah Evaluasi Pendidikan IPS
yang dibina oleh Dr. Agus Suprijono, M.Si.
Disusun oleh :
IWAN YULIANTO
NIM. 17070885001
Jawaban :
Menurut Permendikbud Nomor 58 tahun 2014, IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) adalah
telaah tentang manusia dalam hubungan sosialnya atau kemasyarakatannya. Manusia sebagai
makhluk sosial akan mengadakan hubungan sosial dengan sesamanya, mulai dari keluarga
sampai masyarakat global. Sedangkan Tujuan utama pembelajaran IPS adalah agar peserta didik
memiliki kemampuan dalam berpikir logis dan kritis untuk memahami konsep dan prinsip yang
berkaitan dengan pola dan persebaran keruangan, interaksi sosial, pemenuhan kebutuhan, dan
perkembangan kehidupan masyarakat untuk menciptakan kondisi kehidupan yang lebih baik dan
atau mengatasi masalah-masalah sosial (pedagogik transformatif). pedagogik transformatif
menuntut bahwa kurikulum harus didudukkan sebagai wahana pendewasaan peserta didik sesuai
dengan perkembangan psikologisnya dan mendapatkan perlakuan pedagogis sesuai dengan
konteks lingkungan dan jamannya.
Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik ke konstruktivistik tidak hanya
menuntut adanya perubahan dalam proses pembelajaran, tetapi juga perubahan dalam
melaksanakan penilaian. Paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil
yang cenderung menilai kemampuan aspek kognitif, dan kadang-kadang direduksi sedemikian
rupa melalui bentuk tes seperti pilihan ganda, benar atau salah, menjodohkan yang telah gagal
mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Dalam pembelajaran berbasis
konstruktivisme, penilaian pembelajaran tidak hanya ditujukan untuk mengukur tingkat
kemampuan kognitif semata, tetapi mencakup seluruh aspek kepribadian siswa, seperti
perkembangan moral, perkembangan emosional, perkembangan sosial dan aspek-aspek
kepribadian individu lainnya.
Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam
pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 mempertegas adanya
pergeseran dalam melakukan penilaian, yakni dari penilaian melalui tes (berdasarkan hasil saja),
menuju penilaian autentik (mengukur sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses
dan hasil)”. Penilaian ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik
dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, dan membangun jejaring. Penilaian autentik
dilakukan oleh guru dalam bentuk penilaian kelas melalui penilaian kinerja, portofolio, produk,
projek, tertulis, dan penilaian diri.
Untuk Penilaian IPS, penilaian hasil belajar otentik dan mengurangi tes dengan jawaban
yang bersifat discreate (hanya memiliki satu jawaban benar). Hakiki IPS adalah penggunaan
data, pengorganisasian data, pemaknaan data, dan mengkomunikasikan hasil menjadi primadona
untuk penilaian hasil belajar otentik. Dengan penilaian hasil belajar otentik ini maka kemampuan
berpikir, nilai dan sikap serta penerapannya dalam kehidupan nyata menyebabkan kualitas
peserta didik yang belajar IPS berbeda secara signifikan dari apa yang telah menjadi praktek
pembelajaran IPS yang banyak dilakukan di masa kini dan masa lalu.
Bagian II :
Dalam Permendikbud nomor 58 tahun 2014 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
2013 dinyatakan bahwa landasan psikopedagogik kurikulum 2013 adalah pedagogik
transformatif. Carilah dokumen soal-soal yang telah dikembangkan guru IPS SMP buatlah
evaluasi terhadap dokumen soal tersebut untuk mengetahui apakah soal-soal yang dikembangkan
sudah berpijak pada pedagogik transformatif.
Jawaban :
Kurikulum 2013 dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan perwujudan konsepsi
pendidikan yang bersumbu pada perkembangan peserta didik beserta konteks kehidupannya
sebagaimana dimaknai dalam konsepsi pedagogik transformatif. Konsepsi ini menuntut bahwa
kurikulum harus didudukkan sebagai wahana pendewasaan peserta didik sesuai dengan
perkembangan psikologisnya dan mendapatkan perlakuan pedagogis sesuai dengan konteks
lingkungan dan jamannya.
Dalam Kurikulum 2013 terdapat pergeseran dalam melakukan penilaian, yakni dari
penilaian melalui tes (berdasarkan hasil saja), menuju penilaian autentik (mengukur sikap,
keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil)”. Penilaian autentik kemudian
dapat dilakukan oleh guru dalam bentuk penilaian kelas melalui penilaian kinerja, portofolio,
produk, projek, tertulis, dan penilaian diri.
Setelah melakukan pengamatan dan evaluasi terhadap dokumen-dokumen soal IPS yang
dikembangkan oleh guru-guru SMP, maka hasil dari evaluasi ditemukan bahwa dalam dokumen-
dokumen soal tersebut tidak sepenuhnya berpijak pada prinsip pedagogik transformatif. Sebagian
besar dari soal-soal tersebut masih menggunakan paradigma lama yang cenderung menekankan
pada penilaian kognitif semata. Soal-soal tersebut lebih tepatnya hanya menguji tingkat
pengetahuan siswa. Tidak terdapat satupun dari soal-soal tersebut yang memuat penilaian yang
mengukur aspek sikap dan keterampilan. Soal yang paling dominanpun lebih banyak di di ranah
pengeetahuan faktual dan konseptual, seperti pada contoh soal Ujian Sekolah kelas IX berikut :
1. Gambaran keadaan bumi yang diperkecil dengan skala tertentu dan digunakan dalam
bidang datar disebut ….
A. globe B. lukisan C. peta D. simbol
Jawaban :
1. Untuk mengetahui mengapa terdapat skemata pemikiran dikotomis mengenai ranah kognitif
C1-C3 itu rendah dan ranah kognitif C4-C itu sulit, tidak dapat dilepaskan dari pelaksanaan
pembelajaran di Indonesia yang awalnya teacher center (behavioristik). Pada pembelajaran
yang Teacher Centered, guru lebih banyak melakukan kegiatan belajar-mengajar dengan
bentuk ceramah. Guru menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-
akan menjadi satu-satunya sumber ilmu. Pembelajaran seperti ini bersifat satu arah karena
yang ingin dicapai adalah bagaimana guru bisa mengajar dengan baik sehingga yang ada
hanyalah transfer pengetahuan.
Dominannya peran guru di sekolah membuat pembelajaran di sekolah lebih pada yang
bersifat menghafal/pengetahuan faktual karena hanya mendengarkan pemaparan dari guru.
Pembelajaran ini akhirnya juga berdapmpak pada sistem penilaian prestasi siswa yang lebih
banyak didasarkan melalui tes-tes yang sifatnya menguji kemampuan kognitif tingkat
rendah.(C1-C3). teacher center dimana proses pembelajaran lebih berpusat pada guru hanya
akan membuat guru semakin cerdas tetapi siswa hanya memiliki pengalaman mendengar
paparan saja. Output yang dihasilkan oleh pendekatan belajar seperti ini tidak lebih hanya
menghasilkan siswa yang kurang mampu mengapresiasi ilmu pengetahuan, takut
berpendapat, tidak berani mencoba yang akhirnya cenderung menjadi pelajaran yang pasif
dan miskin kreativitas (necrofili).
Setelah terdapat perubahan paradigma pembelajaran di Indonesia, akhirnya proses
pembelajaran kemudian berubah dan berpusat pada siswa (learner centered). Pembelajaran
model ini membuat siswa didorong untuk terlibat secara aktif dalam membangun
pengetahuan, sikap dan perilaku. Aktifitas siswa menjadi penting ditekankan karena belajar
itu pada hakikatnya adalah proses yang aktif dimana siswa menggunakan pikirannya untuk
membangun pemahaman (construcivism approach).
Proses pembelajaran yang berpusat pada siswa atau peserta didik, maka siswa memperoleh
kesempatan dan fasilitas untuk dapat membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka
akan memperoleh pemahaman yang mendalam yang pada akhirnya dapat meningkatkan
mutu kualitas siswa. Melalui penerapan pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka siswa
diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif, selalu ditantang untuk memiliki daya kritis,
mampu menganalisa, memecahkan masalah dan menciptakan sebuah karya (Biofili). Ranah
berpikir yang dapat dicapai dalam hal ini adalah tingkat tinggi (C4-C6).
Metakognitif 1. Kota A memiliki luas wilayah 1.000 km2. Proses Kognitif : Meta Sulit
Kota tersebut memiliki jumlah penduduk Kognitif
1.250.000 jiwa. Berapakah kepadatan Struktur ilmu :
penduduk umum (Aritmatik) kota A .... Menghitung kepadatan
penduduk (kaitan
A. 250 jiwa/km2 konsep luas dan
B. 500 jiwa/km2 konsep jumlah
C. 1.000 jiwa/km2 penduduk)
D.1.250 jiwa/km2