Anda di halaman 1dari 38

CLINICAL REPORT SESSION

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A215044/Desember 2015


**Pembimbing dr. Ali Imran, Sp.Rad

OSTEOARTHRITIS
M. AL Farisi Sutrisno, S. Ked*, dr. Ali Imran, Sp. Rad**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU RADIOLOGI RUMAH SAKIT RADEN MATTAHER JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2015
LEMBAR PENGESAHAN
CLINIC REPORT SESSION
“OSTEOARTHRITIS”
Oleh
M. AL Farisi Sutrisno, S. Ked

Telah diterima dan dipresentasikan sebagai salah satu tugas Bagian Ilmu
Kedokteran Radiologi RSUD Raden Mattaher Jambi
Program Studi Kedokteran Universitas Jambi

Jambi, Desember 2015

Pembimbing

dr. Ali Imran, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU RADIOLOGI RUMAH SAKIT RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2015

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................... 3


BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 4
1.2 Tujuan ......................................................................................... 5
1.2.1 Tujuan umum ..................................................................... 5
1.2.2 Tujuan khusus .................................................................... 5
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................. 6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 14
3.1 Anatomi ....................................................................................... 14
3.2 Osteoarthritis ............................................................................... 16
3.2.1 Definisi ............................................................................... 16
3.2.2 Epidemiologi ...................................................................... 16
3.2.3 Patofisiologi ....................................................................... 17
3.2.4 Klasifikasi .......................................................................... 18
3.2.1 Manifestasi Klinis .............................................................. 20
3.2.2 Faktor Risiko ...................................................................... 20
3.2.3 Kriteria Diagnosis .............................................................. 25
3.2.4 Penatalaksanaan ............................................................... 30
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................... 35
BAB V KESIMPULAN .................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 38

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Osteoarthritis (OA) berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang,
arthro yang berarti sendi dan itis yang berarti inflamasi.1 Osteoarthritis merupakan
penyakit sendi degeneratif yang belum diketahui secara pasti penyebabnya, ditandai
dengan kerusakan rawan sendi dan tulang subkondral secara bertingkat dan
menyebabkan nyeri pada sendi.1,2 Terdapat 2 kelompok OA, yaitu OA primer dan OA
sekunder. Osteoarthritis primer disebabkan faktor genetik, yaitu adanya abnormalitas
kolagen. Sedangkan OA sekunder adalah OA yang berdasarkan adanya kelainan
endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, mikro dan makro trauma, imobilitas
yang terlalu lama dan lain-lain. Gambaran patologi kedua kelompok OA tersebut
tidak menunjukkan adanya perbedaan.3 Kelainan utama pada OA adalah kerusakan
rawan sendi, dapat diikuti dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan
osteofit, kerusakan ligamen dan peradangan ringan sinovium, sehingga sendi
bersangkutan membentuk efusi.4
Di Indonesia, OA merupakan penyakit reumatik yang paling banyak ditemui
dibandingkan kasus penyakit reumatik lainnya. Berdasarkan data Badan Kesehatan
Dunia (WHO), penduduk yang mengalami gangguan OA di Indonesia tercatat
mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia
>61 tahun. Untuk osteoarthritis lutut prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada
pria dan 12,7% pada wanita.5
Osteoarthritis dapat menyebabkan disfungsi dan disabilitas yang dapat
menghambat atau menganggu aktifitas sehari-hari bahkan dapat menimbulkan
kecacatan fisik bagi penderitanya. Untuk itu diperlukan tindakan penanggulangan
yang berupa tindakan baik dengan non farmakoterapi dan farmakoterapi yang bisa

4
disertai dengan intervensi fisioterapi dari rehabilitasi medik. Berikut akan
disampaikan sebuah laporan kasus seorang penderita Osteoarthritis articulatio genus
dextra yang di rawat di RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum.
CRS ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat kelulusan pada
kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Radiologi RSUD Raden Mattaher Jambi.
1.2.2 Tujuan khusus
Mahasiswa preklinik diharapkan mampu mengenal dan mendiagnosis
osteoarthritis sehingga dapat memberikan pengobatan yang tepat sesuai
kompetisinya.

5
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


a. Nama : Tn. MR
b. Umur : 31 Tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Status : Menikah
f. Bangsa : Indonesia
g. Alamat : Dusun Pelayangan Kab. Merangin
h. Pekerjaan : Petani
i. Pendidikan : SMA
j. MRS : 28 November 2015
k. No. Rekam Medis :814634

2.2 ANAMNESIS
a. Keluhan utama
Nyeri pada sendi lutut kanan sejak 1 minggu lalu.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Raden Mattaher tanggal 28 November 2015
pukul 15.40 WIB dengan keluhan nyeri di sendi lutut kanan sejak 1 minggu
SMRS, nyeri yang pasien rasakan seperti ditusuk-tusuk, nyeri tidak
menghilang baik dengan minyak urut dan pijitan. Nyeri bertambah berat
apabila beraktifitas dan perubahan posisi, nyeri dirasakan tidak menjalar dan
sedikit berkurang apabila diistirahatkan. Pasien juga mengeluh bengkak dan
terlihat merah di lutut bagian kanan. Awalnya pasien mengaku mendapatkan
keluhan nyeri dan sulit berjalan ini ketika pasien beraktivitas dan bekerja

6
sebagai petani namun nyeri semakin berat dan mengalami kekakuan pada pagi
hari namun untuk kekakuan nya hanya sebentar. Pasien menyangkal adanya
trauma seperti jatuh, mual, muntah, sesak, kejang, pusing, lumpuh, cedal,
pelo, merot semuanya juga disangkal. Riwayat makan minum, buang air besar
dan buang air kecil semuanya masih dalam batas normal.
c. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada riiwayat penyakit sebelumnya sepeti :
 Riwayat jatuh/trauma pada kaki dan lengan disangkal
 Riwayat Asam urat disangkal
 Riwayat hipertensi disangkal.
 Riwayat diabetes melitus disangkal
d. Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat Penyakit Serupa : disangkal
 Riwayat Darah Tinggi : disangkal
 Riwayat Kencing Manis : disangkal
 Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
 Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal
 Riwayat Asma : disangkal
e. Riwayat Kebiasaan
1. Riwayat Minum Alkhohol : disangkal
2. Riwayat Merokok : ada, tapi sudah berhenti
3. Riwayat Narkoba : disangkal

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Generalis
 Keadaan umum : Lemah dan tampak kesakitan
 Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4V5M6 : 15

7
b. Tanda Vital
 Tekanan darah : 110/80 mmHg
 Nadi : 80 x/menit, reguler, kuat angkat
 Respirasi : 23x/menit
 Suhu : 36,4ºC, per axiler
 Saturasi O2 : 99%
c. Status Gizi
BB = 50 kg
TB = 165 cm
BMI = 50 = 18,3 kg/m2 (harga normal = 18,5-22,5 kg/m2)
(1,65)2
Kesan : normal

d. Pemeriksaan Kepala
 Bentuk Kepala : Normochepal
 Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

e. Pemeriksaan Mata
 Konjungtiva : Anemis -/-
 Sklera : Ikterik -/-
 Pupil : Isokor +/+ diameter 2 mm, refleks cahaya +/+
 Palpebra : Edema -/-
 Visus : Baik

f. Pemeriksaan Hidung
 Bentuk : Normonasi, tidak terdapat deformitas
 Nafas cuping hidung : -/-

8
 Epitaksis : -/-
 Sekret : -/-

g. Pemeriksaan Mulut
 Bibir : Simetris, bibir kering (-)
 Lidah : Tidak kotor, papil lidah atrofi (-)
 Tonsil : Tidak membesar
 Faring : Tidak hiperemis

h. Pemeriksaan Telinga
 Bentuk : Normal, tidak terdapat deformitas
 Sekret : Tidak ada
 Fungsional : Pendengaran baik

i. Pemeriksaan Leher
 JVP : Normal
 Kelenjar tiroid : Tidak membesar
 Kelenjar limfoid : Tidak membesar

j. Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS 5 linea
midclavicura sinistra, kuat angkat
 Perkusi : Jantung dalam batas normal
 Auskultasi : Bunyi jantung normal, bunyi tambahan (-)

k. Paru
 Inspeksi : Simetris kanan dan kiri

9
 Palpasi : Fremitus kanan dan kiri sama
 Perkusi : Sonor pada kedua paru
 Auskultasi : Vesikuler, suara nafas tambahan (-)

l. Abdomen
 Inspeksi : Datar, jejas (-), medusa (-), venektasi (-),
sikatrik bekas operasi (-).
 Palpasi : nyeri tekan (-), hepar, ginjal dan lien tidak
teraba
 Perkusi : Timpani, ascites (-), shifting dullnes (-)
 Auskultasi : Peristaltik usus normal

m. Ekstermitas
 Superior : Tidak ada kelainan
 Inferior : Sinistra tidak ada kelainan, Dextra sesuai status
lokalisata
Status Lokalisata
Ekstremitas Inferior regio artikulasio genus dextra.
 Inspeksi
o Kontur jaringan lunak : edema (+)
o Jaringan parut (-)
 Palpasi
o Panas (+),
o Penebalan dan penonjolan tulang (-)
o Nyeri lokal (+)
 Pergerakan
o Nyeri bila digerakkan (+)
o Krepitasi (-)

10
 Kekuatan otot (membandingkan dengan tahanan pemeriksa)
o Fleksi : dalam batas normal
o Ektensi : dalam batas normal
o Cara berjalan : lemah

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan kimia darah
NILAI
PARAMETER HASIL SATUAN
NORMAL
Darah Rutin
WBC 10,4 103/mm3 3.5-10.0
RBC 4,99 106/mm3 3.80-5.80
HGB 13,5 g/dl 11.0-16.5
HCT 40,6 % 35.0-50.0
PLT 221 103/mm3 150-390
PCT 0,161 % 0.100-0.500
Faal Ginjal
Asam urat 4,5 mg/dl L : 3,5 -7.2
P : 2,6 - 6,0
Gula Darah
Glukosa Sewaktu 120 mg/dl < 200
Lemak
Cholesterole 149 Mg/dl <200
Trigliserilda 70 Mg/dl <150

 Pemeriksaan Radiologi
Rontgen articulatio genus dextra posisi AP/L

11
HASIL :
Articulatio genus dextra :

a. penyempitan ruang sendi tibia femoralis lateralis dextra yang menyebabkan


asimetris akibat berkurang nya tulang rawan sendi.
b. Korpus menjadi lebih pipih.
c. Osteofit di condylus lateralis

Kesan : Osteoarthritis articulatio genus dextra

2.5 DIAGNOSIS BANDING


 Gout Arthritis
 Reumatoid artritis
2.6 DIAGNOSA KERJA
 Osteoarthritis artikulasio genus dextra
2.7 PENATALAKSANAAN
- IVD RL 20 tpm + 1 amp Ketorolac

12
- Ranitidin 2 x 1 amp
- Meloxicam tab 7,5 mg 1 x 1 tab
- Antibiotik : Ceftriaxon 1 x 1 gr (IV)

2.8 PROGNOSIS
 Quo ad vitam : bonam
 Quo ad funcionam : dubia ad malam

BAB III

13
TINJAUAN PUSTAKA

3. 1. Anatomi

Kapsul Sendi

Tulang-tulang pembentuk sendi dihubungkan satu dengan lainnya


oleh selubung yang disebut kapsula artikularis sebagai pembungkus yang
mengelilingi permukaan-permukaan sendi dan membungkus rapat ruang
sendi yang terdapat diantara tulang-tulang tersebut. Lapisan luar kapsila
arikularis (lamina fibrosa) merupakan salah satu struktur penting yang
mengikat tulang-tulang pembentuk sendi. Lamina fibrosa dapat menahan
regangan yang kuat. Lapisan dalam kapsula artikularis (lamina synovial)
dibentuk oleh membrane synovial yang mensekresikan cairan synovial
(synovial) ke dalam ruang sendi ujung artikular tulang masanya membesar
dan mempunyai lapisan luar tulang yang tipis tetapi padat (kompakta),
disebelah dalamnya terdapat anyaman tulang spongiosa. Kapsul sendi lutut
ini termasuk jaringan fibrosus yang avascular sehingga jika cedera sulit
untuk proses penyembuhannya.1

 Cartilago articularis/tulang rawan


Pada sebagian besar sendi orang dewasa berjenis kartilago hyaline dan
merupakan jaringan yang avascular, alymphatic dan aneural yang menutupi
permukaan pesendian dari tulang panjang. Melekat pada tulang subchondral.
Fungsi dari cartilago articularis adalah sebagai bantalan penutup tulang pada
sendi synovial, yang memungkinkan1 :

o Menahan tekanan pada permukaan persendian.


o Mentransmisikan dan mendistribusikan beban yang meningkat.
Mempertahankan kontak dengan tahanan gesek minimal.

14
 Meniscus
Meniscus merupakan jaringan lunak, meniscus pada sendi lutut adalah
meniscus lateralis. Adapun fungsi meniscus adalah (1) penyebaran
pembebanan (2) peredam kejut (shock absorber) (3) mempermudah gerakan
rotasi (4) mengurangi gerakan dan stabilisator setiap penekanan akan diserap
oleh meniscus dan diteruskan ke sebuah sendi. 1

 Bursa
Bursa adalah kantong yang berisi cairan yang berfungsi menjaga agar
tidak terjadi gesekan secara langsung mungkin otot dengan otot, otot dengan
tulang dan otot dengan kulit. Ada beberapa bursa yang terdapat pada sendi
lutut antara lain : (1) bursa popliteus, (2) bursa suprapatellaris, (3) bursa
infrapatellaris, (4) bursa subcutan prapatelaris, (5) busra sub patellaris. 1

Gambar 3.1 Anatomi sendi lutut normal dan OA6

3. 2. Osteoarthritis

15
3.2.1 Definisi

Osteoarthritis (OA, dikenal juga sebagai arthritis degeneratif, penyakit


degeneratif sendi) merupakan penyakit sendi degeneratif yang mengenai sendi-
sendi penumpu berat badan dengan gambaran patologis yang berupa kerusakan
kartilago sendi, dimana terjadi proses degradasi interaktif sendi yang kompleks,
terdiri dari proses perbaikan pada kartilago, tulang dan sinovium diikuti
komponen sekunder proses inflamasi.1,2

3.2.2 Epidemiologi

Osteoarthritis merupakan penyakit sendi yang paling banyak ditemukan di


dunia, termasuk di Indonesia. Bahkan sejak tahun 2001 hingga 2010 dicanangkan
sebagai dekade penyakit tulang dan sendi di seluruh dunia.5 Penyakit ini
menempati urutan kedua setelah penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab
ketidakmampuan fisik. Di Inggris dan Wales, sekitar 1,3 hingga 1,75 juta orang
mengalami gejala OA. Di Amerika, 1 dari 7 penduduk menderita OA.3,4
Di Indonesia, prevalensi total OA sebanyak 34,3 juta orang pada tahun
2002 dan mencapai 36,5 juta orang pada tahun 2007. Diperkirakan 1 sampai 2
juta orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat karena osteoarthritis. Pada
beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan terjadinya
osteoarthritis pada obesitas dan sendi penahan beban tubuh.5 Dari sekian banyak
sendi yang dapat terserang OA, lutut merupakan sendi yang paling sering
dijumpai terserang OA. 1,2

3.2.3 Patofisiologi

16
Tulang rawan sendi 1,2

Stage I : Gangguan atau perubahan matriks kartilago. Berhubungan


dengan peningkatan konsentrasi air yang mungkin disebabkan gangguan
mekanik, degradasi makromolekul matriks, atau perubahan metabolisme
kondrosit. Awalnya konsentrasi kolagen tipe II tidak berubah, tapi
jaring-jaring kolagen dapat rusak dan konsentrasi aggrecan dan derajat
agregasi proteoglikan menurun.

Stage II : Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan matriks.


Ketika kondrosit mendeteksi gangguan atau perubahan matriks,
kondrosit berespon dengan meningkatkan sintesis dan degradasi matriks,
serta berproliferasi. Respon ini dapat menggantikan jaringan yang rusak,
mempertahankan jaringan, atau meningkatkan volume kartilago. Respon
ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun.

Stage III : Penurunan respon kondrosit. Kegagalan respon kondrosit


untuk menggantikan atau mempertahankan jaringan mengakibatkan
kerusakan tulang rawan sendi disertai dan diperparah oleh penurunan
respon kondrosit. Penyebab penurunan respon ini belum diketahui,
namun diperkirakan akibat kerusakan mekanis pada jaringan, dengan
kerusakan kondrosit dan downregulasi respon kondrosit terhadap sitokin
anabolik.2

2. Perubahan Tulang.

Perubahan tulang subchondral yang mengikuti degenerasi tulang rawan


sendi meliputi peningkatan densitas tulang subchondral, pembentukan
rongga-rongga yang menyerupai kista yang mengandung jaringan
myxoid, fibrous, atau kartilago. Respon ini muncul paling sering pada

17
tepi sendi tempat pertemuan tulang dan tulang rawan yang berbentuk
bulan sabit (crescent).Peningkatan densitas tulang merupakan akibat dari
pembentukan lapisan tulang baru pada trabekula biasanya merupakan
tanda awal dari penyakit degenerasi sendi pada tulang subchondral, tapi
pada beberapa sendi rongga – rongga terbentuk sebelum peningkatan
densitas tulang secara keseluruhan. Pada stadium akhir dari penyakit,
tulang rawan sendi telah rusak seluruhnya, sehingga tulang subchondral
yang tebal dan padat kini berartikulasi dengan permukaan tulang
“denuded” dari sendi lawan. Remodeling tulang disertai dengan
kerusakan tulang sendi rawan mengubah bentuk sendi dan dapat
mengakibatkan shortening dan ketidakstabilan tungkai yang terlibat.2

Pada sebagian besar sendi sinovial, pertumbuhan osteofit diikuti dengan


perubahan tulang rawan sendi serta tulang subchondral dan metafiseal.
Permukaan yang keras, fibrous, dan kartilaginis ini biasanya muncul di
tepi-tepi sendi. Osteofit marginal biasanya muncul pada permukaan
tulang rawan, tapi dapat muncul juga di sepanjang insersi kapsul sendi
(osteofit kapsuler). Tonjolan tulang intraartikuler yang menonjol dari
permukaan sendi yang mengalami degenerasi disebut osteofit sentral.
Sebagian besar osteofit marginal memiliki pernukaan kartilaginis yang
menyerupai tulang rawan sendi yang normal dan dapat tampak sebagai
perluasan dari permukaan sendi. Pada sendi superfisial, osteofit ini dapat
diraba, nyeri jika ditekan, membatasi ruang gerak, dan terasa sakit jika
sendi digerakkan. Tiap sendi memiliki pola karakter yang khas akan
pembentukan osteofit di sendi panggul, osteoarthritis biasanya
membentuk cincin di sekitar tepi acetabulum dan tulang rawan femur.
Penonjolan osteofit sepanjang tepi inferior dari permukaan artikuler os
humerus biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit degenartif sendi
glenohumeral. Osteofit merupakan respon terhadap proses degerasi

18
tulang rawan sendi dan remodelling tulang sudkhondral, termasuk
pelepasan sitokin anabolik yang menstimulasi proliferasi dan
pembentukan sel tulang dan matrik kartilageneus.2

3. Jaringan Periartikuler.

Kerusakan tulang rawan sendi mengakibatkan perubahan sekunder dari


synovium, ligamen, kapsul, serta otot yang menggerakan sendi yang
terlibat. Membran sinovial sering mengalami reaksi inflamasi ringan
serta sedang dan dapat berisi fragmen-fragmen dari tulang rawan
sendi.Semakin lama ligamen, kapsul dan otot menjadi contracted.
Kurangnya penggunaan sendi dan penurunan ROM mengakibatkan
atropi otot. Perubahan sekunder ini sering mengakibatkan kekakuan
sendi dan kelemahan tungkai.2

3.2.4 Klasifikasi

19
OA dapat terjadi secara primer (idiopatik) maupun sekunder, seperti yang
tercantum di bawah ini :19

Tabel 3.1 Osteoarthritis Idiopatik dan Sekunder

3.2.5 Manifestasi Klinis 1,2

20
1. Nyeri sendi
Terutama bila sendi bergerak atau menanggung beban, yang akan berkurang
bila penderita beristirahat.
2. Kaku pada pagi hari (morning stiffness)
Kekakuan pada sendi yang terserang terjadi setelah imobilisasi yang cukup
lama (gel phenomenon), bahkan sering disebutkan kaku muncul pada pagi
hari setelah bangun tidur (morning stiffness).
3. Hambatan pergerakan sendi
Hambatan pergerakan sendi ini bersifat progresif lambat, bertambah berat
secara perlahan sejalan dengan bertambahnya nyeri pada sendi.
4. Krepitasi
Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi yang
sakit.
5. Perubahan bentuk sendi
Sendi yang mengalami osteoarthritis biasanya mengalami perubahan berupa
perubahan bentuk dan penyempitan pada celah sendi.
6. Perubahan gaya berjalan
Hal yang paling meresahkan pasien adalah perubahan gaya berjalan, hampir
semua pasien osteoarthritis pada pergelangan kaki, lutut dan panggul
mengalami perubahan gaya berjalan (pincang).

3.2.6 Faktor Risiko 4,5

Secara garis besar, terdapat dua pembagian faktor risiko OA lutut yaitu
faktor predisposisi dan faktor biomekanis.

Faktor Demografi

21
 Umur

Dari semua faktor risiko untuk timbulnya osteoarthritis, faktor ketuaan adalah
yang terkuat. Proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan kelemahan
di sekitar sendi, penurunan kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan dan
menurunkan fungsi kondrosit, yang semuanya mendukung terjadinya OA. Studi
Framingham menunjukkan bahwa 27% orang berusia 63 – 70 tahun memiliki
bukti radiografik menderita OA lutut, yang meningkat mencapai 40% pada usia
80 tahun atau lebih.7

 Jenis kelamin

Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi dibandingkan


perempuan, tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun prevalensi perempuan lebih
tinggi menderita OA dibandingkan laki-laki. Hal ini dikaitkan dengan
pengurangan hormon estrogen yang signifikan pada wanita.8

 Ras / Etnis
Prevalensi OA lutut pada penderita di negara Eropa dan Amerika tidak berbeda,
sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika – Amerika memiliki
risiko menderita OA lutut 2 kali lebih besar dibandingkan ras Kaukasia.
Penduduk Asia juga memiliki risiko menderita OA lutut lebih tinggi
dibandingkan Kaukasia.10,11 Suatu studi lain menyimpulkan bahwa populasi kulit
berwarna lebih banyak terserang OA dibandingkan kulit putih.9
 Faktor Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoarthritis. Adanya mutasi
dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang
rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya
kecenderungan familial pada osteoarthritis.10

22
Faktor Gaya Hidup
 Kebiasaan Merokok
Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang rawan
sendi. Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang mempengaruhi
hilangnya tulang rawan. Merokok dapat meningkatkan kandungan
karbonmonoksida dalam darah, menyebabkan jaringan kekurangan oksigen
dan dapat menghambat pembentukan tulang rawan.12
 Konsumsi Vitamin D
Orang yang tidak biasa mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin D
memiliki peningkatan risiko 3 kali lipat menderita OA lutut.13
Faktor Metabolik
 Obesitas
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada
sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoarthritis lutut.7
 Osteoporosis
Hubungan antara OA lutut dan osteoporosis mendukung teori bahwa gerakan
mekanis yang abnormal tulang akan mempercepat kerusakan tulang rawan
sendi.10
 Penyakit Lain
OA lutut terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus, hipertensi dan
hiperurikemi, dengan catatan pasien tidak mengalami obesitas.10
 Histerktomi
Hal ini diduga berkaitan dengan pengurangan produksi hormon estrogen setelah
dilakukan pengangkatan rahim. 10

 Manisektomi

23
Menisektomi merupakan operasi yang dilakukan di daerah lutut dan telah
diidentifikasi sebagai faktor risiko penting bagi OA lutut. Hal ini berkaitan
dengan hilangnya jaringan meniscus.14

Faktor Biomekanis
 Riwayat Trauma Lutut
Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada ligamentum krusiatum dan
meniskus merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut.9
 Kelainan Anatomis
Faktor risiko timbulnya OA lutut antara lain kelainan lokal pada sendi lutut
seperti genu varum, genu valgus, Legg – Calve –Perthes disease dan displasia
asetabulum.10
 Pekerjaan
Osteoarthritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama yang banyak
menggunakan kekuatan yang bertumpu pada lutut (petani, kuli, dll).9
 Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari), berjalan
jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang berat (10 kg – 50 kg
selama 10 kali atau lebih setiap minggu), mendorong objek yang berat (10 kg –
50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setiap hari
merupakan faktor risiko OA lutut. 9
 Kebiasaan Olahraga
Atlit olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari
maraton dan kung fu memiliki risiko meningkat untuk menderita OA lutut.10

3.2.7 Kriteria Diagnosis 3,4

24
Kriteria diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi American
College of Rheumatology seperti tercantum pada tabel berikut ini :14

Tabel 3.2 Kriteria Klasifikasi Osteoarthritis Lutut


Pemeriksaan Radiologi 3,4,5,6

25
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan :

 Foto Polos. Gambaran yang khas pada foto polos adalah :


o Densitas tulang normal atau meninggi
o Penyempitan ruang sendi yang asimetris karena hilangnya tulang
rawan sendi
o Peningkatan densitas tulang subkondral
o Kista tulang pada permukaan sendi terutama subkondral
o Osteofit pada tepi sendi

Gambar 3.2. Perbedaan sendi lutut normal dengan sendi lutu dengan OA

26
Gambar 3.3. gambaran sinar-x osteoarthritis articulatio genus
Keterangan :
 Gambar atas kiri : posisi anteroposterior menunjukkan menyempitnya celah
sendi (tanda panah)
 Gambar bawah kiri : posisi lateral menunjukkan sklerosis yang ditandai
terbentuknya osteofit (tanda panah)
 Gambar atas kanan : posisiposteroanterior yang menunjukkan penyempitan
celah sendi (tanda panah putih) yang menyebabkan destruksi pada kartilaho
dan subchonral (tanda panah terbuka)
 Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral.

27
Gambar 3.4. gambaran sinar-x osteoarthritis tangan
Keterangan :
Gambaran anteroposterior dari foto sinar-x di atas menunjukkan menyempitnya celah
sendi dan sklerosis subchondral pada sendi metacarpal pertama (tanda panah putih).
Pembentukan osteofit dengan pembengkakan jaringan lunak dan sklerosis
subchondral dijumpai pada sendi interphalangeal distal kedua dan ketiga (tanda panah
transparan).

Gambar 3.5. gambaran sinar-x osteoarthritis panggul

28
Keterangan :
 Gambar atas : gambaran pertama menunjukkan penyempitan celah sendi pada
panggul (tanda panah putih), sklerosis subchondral (kepala panah putih).
 Gambar bawah : gambar kedua diambil 2 tahun setelah gambar pertama yang
menunjukkan penyempitan dan sklerosis semakin terjadi.

Gambar 3.6. gambaran sinar-x osteoarthritis jari


Keterangan :
Gambaran posteroanteriror dari foto sinar-x di atas menunjukkan menyempitnya
celah sendi interphalangeal, sklerosis subchondral dan osteofit (tanda panah putih).

Derajat kerusakan sendi berdasarkan gambaran radiologis kriteria Kellgren &


Lawrence14 :

(A) (B)

29
(C) (D)

Gambar 3.7. Kriteria Kellgren and Lawrence


(A) Derajat 1. (B) Derajat 2. (C) Derejat 3. (D )Derajat 4

Derajat osteoarthritis lutut dinilai menjadi lima derajat oleh Kellgren dan Lawrence,
yaitu :
- Derajat 0 : tidak ada gambaran osteoarthritis.
- Derajat 1 : osteoarthritis meragukan dengan gambaran sendi normal, tetapi
terdapat osteofit minimal.
- Derajat 2 : osteoarthritis minimal dengan osteofit pada 2 tempat, tidak terdapat
sklerosis dan kista subkondral, serta celah sendi baik.
- Derajat 3 : osteoarthritis moderat dengan osteofit moderat, deformitas ujung
tulang, dan celah sendi sempit.
- Derajat 4 : osteoarthritis berat dengan osteofit besar, deformitas ujung tulang,
celah sendi hilang, serta adanyasklerosis dan kista subkondral.

3.2.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:18
a. Meredakan nyeri
b. Mengoptimalkan fungsi sendi
c. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas
hidup

30
d. Menghambat progresivitas penyakit
e. Mencegah terjadinya komplikasi

Pilar terapi pada pasien dengan osteoarthritis yaitu:


Nonfarmakologis:
o Modifikasi pola hidup
o Edukasi
o Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi
o Modifikasi aktivitas
o Menurunkan berat badan
o Rehabilitasi medik/ fisioterapi
a. Latihan statis dan memperkuat otot-otot
b. Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot,
dan menambah luas pergerakan sendi
 Penggunaan alat bantu.

Farmakologis:
Sistemik
Analgetik
o Non narkotik: parasetamol
o Opioid (kodein, tramadol)
Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
 Oral
 Injeksi.
Topikal
 Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada
umumnya bersifat counter irritant.

31
 Krim NSAIDs
Beberapa yang dapat digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium
diklofenak.
Injeksi intraartikular/intra lesi
Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik
dengan steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk modifikasi
perjalanan penyakit. Beberapa preparat injeksi intraartikular, diantaranya :
 Steroid ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan
inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat
mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi
terhadap pemberian NSAIDs.
Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk
sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
 Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight
Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu
masing-masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Sediaan di Indonesia diantaranya
adalah Hyalgan dan Osflex.

Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan
terlebih dahulu risiko dan keuntungannya. Pertimbangan dilakukan tindakan
operatif bila :
(A) Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
(B) Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan
rehabilitatif
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement
joint.

32
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :
 Partial replacement/unicompartemental
 High tibial osteotomy : orang muda
 Patella & condyle resurfacing
 Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan
sebagian oleh ligament asli dan sebagian oleh sendi buatan..
 Total knee replacement, apabila didapatkan nyeri, deformitas, instability
akibat dari rheumatoid atau osteoarthritis.
 Pengobatan dengan stem cell

Gambar 3.8. MRI lutut

33
Gambar 3.3 Piramida Penatalaksanaan Osteoarthritis

34
BAB IV
DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan etiologi dan faktor risiko pada penderita ini adalah laki-laki 31
tahun dimana pada jenis kelamin laki-laki sering terjadi sebelum usia 50 tahun.
Pasien ini juga melakukan pekerjaan berat yaitu sebagai petani yang banyak
menggunakan sendi lutut sehingga memiliki faktor risiko OA.
Penderita datang dengan keluhan nyeri di sendi lutut kanan sejak 1 minggu
SMRS, nyeri yang pasien rasakan seperti ditusuk-tusuk, nyeri tidak menghilang baik
dengan minyak urut dan pijitan. Nyeri sendi merupakan keluhan yang umum terjadi
pada penyakit reumatik, seperti artritis gout, OA, keganasan, reumatik septik dan lain
sebagainya. Pada penderita ini, nyeri terlokalisir pada lutut tanpa adanya nyeri pada
sendi yang lain, nyeri bertambah saat melakukan gerakan (seperti berjalan) dan
berkurang apabila beristirahat. Tidak ada demam. Nyeri tidak menetap sepanjang
hari. Nyeri seperti ini biasanya ditemukan pada OA.
Penderita juga merupakan perokok berat dahulu yang mana rokok merupakan
suatu faktor risiko terjadinya osteoarthritis.
Penderita juga mengeluh kaku sendi. Kaku sendi dirasakan penderita pada
pagi hari. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh desakan cairan yang berada di
sekitar jaringan yang mungkin mengalami inflamasi (kapsul sendi, synovial, atau
bursa). Kaku sendi makin nyata pada pagi hari atau setelah istirahat. Setelah digerak-
gerakkan, cairan akan menyebar sehingga penderita merasa terlepas dari ikatan dan
bisa menggerakkan sendinya kembali. Lama kaku sendi pada OA adalah kurang dari
30 menit sedangkan pada AR minimal satu jam. Pada penderita ini, kaku sendi juga
dirasakan pada pagi hari saat bangun tidur namun cuman sebentar dan menghilang
dengan sendirinya bila penderita menggerakkan kakinya dengan beraktivitas seperti
biasa. Hal ini mendukung keluhan pada penderita OA.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan bengkak dan terlihat merah di lutut bagian
kanan. Sendi yang membengkak bisa disebabkan oleh peradangan yang disebabkan

35
suatu proses inflamasi akibat osteoarthritis. Pada penderita ditemukan tanda mulai
munculnya osteofit, penyempitan celah sendi pada pemeriksaan rontgent dan tanda
menipisnya tulang.
Pada pasien ini diagnosis OA sudah bisa ditegakkan secara klinis dengan
memakai kriteria OA yang dibuat oleh Subcommittee American College of
Rheumatology (ACR). Kriteria OA lutut secara klinis yaitu adanya nyeri lutut, kaku
sendi kurang dari 30 menit, nyeri pada tulang, tidak hangat saat perabaan dan pada
radiologi ditemukan tanda munculnya osteofit, penyempitan celah sendi serta
penipisan tulang.
Pengelolaan penderita dengan OA bertujuan untuk menghilangkan keluhan,
mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi ketergantungan dan meningkatkan
kualitas hidup, menghambat progresivitas penyakit dan mencegah komplikasi. Pilar
terapi OA : non farmakologis (edukasi, terapi fisik, diet/penurunan berat badan),
farmakologis (analgetik, kortikosteroid lokal, sistemik, kondroprotektif dan biologik),
dan pembedahan.
Terapi farmakologis pada penderita OA biasanya bersifat simptomatis. Pada
tahap awal dapat dicoba analgetik sederhana, seperti asetaminofen atau salisilat. Bila
tidak ada perbaikan, dapat diberikan obat anti inflamasi non steroid. Namun untuk
mengurangi keluhan nyeri pada penderita ini, diberikan pengobatan langsung dengan
obat anti inflamasi non steroid yaitu ketorolak dan meloxicam hal ini dikarenakan
keluhan pada penderita ini sudah cukup berat, ditambah terdapat bengkak di lutut.
Ketorolac merupakan obat golongan OAINS COX-1 inhibitor yang non-selektif,
dimana obat ini diberikan pada penderita untuk mengatasi gejala nyeri akutnya dan
untuk memperkuat ditambahkan meloxicam yang merupakan golongan OAINS
COX-2 inhibitor yang selektif, namun mengingat menggunakan OAINS lebih dari 1
jenis maka pasien juga diberikan obat pelapis lambung untuk menjaga kondisi saluran
pencernaannya. Di sini, penderita diberikan obat golongan ranitidin.

36
BAB V

KESIMPULAN

Osteoarthritis merupakan masalah cukup besar di indonesia tidak hanya pada


usia dewasa namun juga pada usia lanjut mengingat penyakit ini dapat menurunkan
produktivitas seseorang. Kriteria diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi
American College of Rheumatology yaitu kriteria klinis, laboratotium, dan radiologiis
berupa foto sinar-x sebagai penunjang diagnosis. Gambaran yang ditemukan pada
foto sinar-x pasien dengan osteoarthritis adalah menyempitnya celah antar sendi,
terbentuknya suatu osteofit, terbentuknya kista dan sklerosis subchondral.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan


radiologis MRI yaitu untuk mengetahui lebih pasti derajat patologisnya, namun
pemeriksaan ini jarang dilakukan sebagai penunjang diagnostik dala osteoarthritis
karena sebagian besar gambaran penyakit ini sudah bisa dinilai berdasarkan
pemeriksaan sinar-x.

Sampai saat ini belum ada terapi definitif untuk mengobati osteoarthritis namun yang
ada hanyalah bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan meminimalisasasi
berkurangnya produktivitas fisik. Terdapat berbagai faktor risiko dan penyebab
osteoarthritis serta diperlukan pengkajian secara menyeluruh untuk mencegah
osteoarthritis seperti mengurangi melakukan aktivitas berat yang bertumpu pada salah
satu sendi, menjaga berat badan agar ideal serta mencukupi kebutuhan nutrisi seperti
kalsium.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoarthritis. In: Sudoyo


AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Indonesia; 2006. p. 1195-201.
2. Asviarty, Nuhani SA, Tulaar A, dkk. Osteoartritis. Dalam: Standar Operasional
Prosedur. DEPKES. Jakarta, 2000; 15-18.
3. Kalim, H. Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis. IRA,2014:ISBN 978-979-
3730-24-0
4. Anonim. [1986] Criteria for classification of idiopathic osteoarthtritis (OA) of the
knee. American College of Rheumatology [serial on the internet]. 2010 [cited
2010 Jan 20]; Available from:
http://www.rheumatology.org/publications/classification/oaknee.asp? aud=mem
5. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radigraphic assessment of osteoarthritis.
American family phsician. 64(2):279-86
6. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic evaluation of arthritis : degenartive joint
disease and variatio. Radiology. 248(3):737-47

38

Anda mungkin juga menyukai

  • Cover Laporan Phrs
    Cover Laporan Phrs
    Dokumen1 halaman
    Cover Laporan Phrs
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat
  • Tumor Leher - Kidis
    Tumor Leher - Kidis
    Dokumen61 halaman
    Tumor Leher - Kidis
    Gebrina Amanda
    Belum ada peringkat
  • Presentation RADIO
    Presentation RADIO
    Dokumen25 halaman
    Presentation RADIO
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat
  • Cover Asma
    Cover Asma
    Dokumen4 halaman
    Cover Asma
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat
  • Asma
    Asma
    Dokumen28 halaman
    Asma
    Oka Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Presentation RADIO
    Presentation RADIO
    Dokumen25 halaman
    Presentation RADIO
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat
  • CSS Prolaps Rektum
    CSS Prolaps Rektum
    Dokumen24 halaman
    CSS Prolaps Rektum
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat
  • Stemi Anterior
    Stemi Anterior
    Dokumen30 halaman
    Stemi Anterior
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat
  • Asma Bronkhial
    Asma Bronkhial
    Dokumen32 halaman
    Asma Bronkhial
    Oka Kurniawan
    Belum ada peringkat
  • Crs Sandy Jantung
    Crs Sandy Jantung
    Dokumen31 halaman
    Crs Sandy Jantung
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat
  • Stemi Anterior
    Stemi Anterior
    Dokumen30 halaman
    Stemi Anterior
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat
  • Css Anak
    Css Anak
    Dokumen16 halaman
    Css Anak
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat
  • Css Anak
    Css Anak
    Dokumen17 halaman
    Css Anak
    Nevi Triayu Juwita
    Belum ada peringkat