Anda di halaman 1dari 41

PERANGKAT UNTUK MENGAJAR SECARA EFEKTIF

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan

Dosen Pengampu : Dr. Darmiany, M.Pd.,

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 7

1. Nurafiffuddin (E1E015082)
2. Rizalul Muttaqin (E1E015096)
3. Siti Hafsah Intan Sari (E1E015101)
4. Widia Asmawati (E1E015112)

KELAS VI C REGULER PAGI

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas curahan rahmat dan
nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Perangkat Mengajar Efektif” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun sebagai
salah satu tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan.

Kami menyadari bahaw makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan guna perbaikan pada
masa mendatang. Kami mengharapakan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami
atau pihak lain yang membacanya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Seganteng, 7 April 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa konsep Psikologi Pendidikan?
2. Apa latar belakang Psikologi Pendidikan?
3. Apa tujuan Psikologi Pendidikan?
4. Apa yang dimaksud dengan mengajar efektif?
5. Apa saja karakteristik mengajar secara efektif?
6. Apa tujuan mengajar secara efektif?
7. Apa saja penelitian dalam Psikologi Pendidikan?

C. TUJUAN
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP PSIKOLOGI PENDIDIKAN


1. Pengertian Psikologi Pendidikan
Psikologi secara bahasa berasal dari Yunani “psyche” yang artinya
jiwa, dan “logos” yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi
psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai
macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya, bahkan
psikologi disini juga sering disebut dengan ilmu jiwa.
Secara sederhana, psikologi pendidikan dapat diartikan sebagai studi
kejiwaan dari bidang pendidikan atau studi tentang proses pendidikan.
Yang dimaksudkan adalah bahwa studi kejiwaan atau proses pendidikan
tersebut diarahkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses
pendidikan dan pengajaran.
Psikologi dalam lingkup pendidikan diterjemahkan sebagai sebuah
ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mempelajari tingkah laku individu
manusia, baik secara individu yang hidup dan memiliki hubungan dengan
lingkungannya, baik lingkungan alam dengan lingkungan sosialnya.
(Sugihartono dkk, 2007: 2)
Crow dan Crow (Rahmat dkk, 2006: 3) secara eksplisit
mengemukakan psikologi pendidikan sebagai ilmu terapan berusaha untuk
menerangkan masalah belajar menurut prinsip-prinsip dan fakta-fakta
mengenai tingkah laku manusia yang telah ditentukan secara ilmiah.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, psikologi
pendidikan adalah ilmu jiwa yang mempelajari tentang pemahaman gejala
kejiwaan dalam tingkah laku manusia untuk kepentingan mendidik atau
membina perkembangan kepribadian manusia. Jadi segala gejala-gejala
yang berhubungan dengan proses pendidikan dipelajari secara mendalam.

2. Tokoh Perkembangan Psikologi Pendidikan


Jhon Dewey (1859-1952) adalah tokoh utama kedua yang
membentuk psikologi pendidikan yang menjadi pergerak dalam
penerapan praktis psikologi. Dewey mendirikan laboratorium psikologi
pendidikan besar pertama di Amerika Serikat, tepatnya di Universitas
Chikago pada tahun 1894. Beberapa lama kemudian, di universitas
calumbia, ia terus berinovasi. Kita berutang banyak gagasan penting pada
jhon dewey. Pertama, kita berhutang kepadanya sebuah pandangan
terhadap anak sebagai pembelajaran aktif. Sebelum Dewey, hal yang
dipercaya baik untuk anak-anak adlah dengan duudk diam di bangku
mereka dan belajar secara pasif dengan cara menghafal. Sebaliknya,
dewey (1933) berpendapat bahwa anak lebih baik dengan prakteik. Kedua
kita berutang kepada Dewey gagasan bahwa pendidikan harus focus pada
anak secara keseluruhan dan menekankan adaptasi anak-anak terhadap
lingkungan. Dewey beralasan bahwa anak-anak di didik secara sempit
dengan topic akademik, namun harus diajarkan berpikir dan beradaptasi
terhadap dunia di luar sekolah. Ia berpikir bahwa anak-anak harus belajar
bagaimaan menjadi peecah maslah yang reklektif. Ketiga, kta berutang
pada Dewey keyakinan bahwa semua anak berhak mendapatkan
pendidikan yang kompeten. Gagasan yang ideal dan demokrasi ini tidak
mendapatkan tempat pada awal kairir Dewey diakhir abad ke 19, ketika
pendidikan berkualitas tinggi hanya diperuntuk bagi segelintir anak-anak,
terutama anak laki-laki dari keluarga kaya. Dewey menekankan
pendidkian kompeten bagi semua anak laki-laki dan perumpan, dan juga
anak dari kelompok social ekonomi dan etnis yang berbeda.

3. Tujuan Psikologi Pendidikan


Tujuan psikologi pendidikan ialah mempelajari tingkah laku manusia dan
perubahan tingkah laku itu sebagai akibat proses dari tangan pendidikan
dan berusaha bagaimana suatu tingkah laku itu seharusnya diubah,
dibimbing melalui pendidikan. Dengan kata lain ahli psikologi pendidikan
berusaha untuk mempelajari, menganalisa, menerangkan, dan memimpin
proses pendidikan sedemikian rupa sehingga mendapatkan suatu sistem
pendidikan yang efisien (Mustaqim dan Wahib, 2010).
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan mempelajari
psikologi pendidikan yaitu:
a. Untuk mempelajari dan memahami tingkah laku manusia dan
perubahannya dalam proses pendidikan.
b. Untuk menguasai teknik/metode dalam pembelajaran dan penilaian
yang sesuai dalam proses pendidikan berdasarkn keberagaman
individual.
c. Untuk mengubah dan membmbing tingkah laku ke arah yang
dikehendaki dalam proses pendidikan.
d. Untuk mendapatkan suatu sistem penilaian yang efisien guna
mencapai tujuan pendidikan yang optimal.

B. KONSEP MENGAJAR EFEKTIF


1. Pengertian Mengajar Efektif
Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan
kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan
untuk berlangsungnya proses belajar. Jika belajar dikatakan milik siswa,
maka mengajar sebagai kegiatan guru. Mengajar adalah menyampaikan
pengetahuan pada anak didik.
Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan
belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar
merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya
dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar
mengajar. Pengertian ini mengandung makna bahwa guru dituntut untuk
dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar mengajar siswa dan
juga hendaknya mampu memanfaatkan lingkungan, baik yang ada di kelas
maupun yang ada di luar kelas, yang menunjang kegiatan belajar-
mengajar.
Senada dengan pendapat Sardiman AM (2004:48), menyebutkan
bahwa mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau
mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak,
sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan, mengajar sebagai upaya
menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan
belajar bagi para siswa. Kondisi itu diciptakan sedemikian rupa sehingga
membantu perkembangan anak secara optimal baik jasmani maupun
rohani, baik fisik maupun mental.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa mengajar
adalah aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam menyampaikan
pengetahuan kepada siswa, sehingga terjadi proses belajar. Aktivitas
kompleks yang dimaksud antara lain adalah mengatur kegiatan belajar
siswa, memanfaatkan lingkungan (baik yang ada di kelas maupun di luar
kelas), dan memberikan stimulus, bimbingan pengarahan serta dorongan
kepada siswa.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa efektif
berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), manjur atau
mujarab, dapat membawa hasil. Jadi efektif adalah adanya kesesuaian
antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Efektif
berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan,
ketepatan waktu, dan adanya partisipasi aktif dari anggota.

2. Karakteristik Mengajar Efektif


Beberapa karakteristik mengajar yang efetif adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran
Mengajar dikatakan efektif apabila dapat membantu siswa
mengembangkan pemahaman terhadap materi pelajaran yang sedang
diajarkan oleh guru. Dengan metode yang digunakan siswa menjadi
terbantu mempelajari suatu materipelajaran dengan baik.
b. Membuat siswa menjadi memiliki rasa ingin tahu
Rasa ingin tahu adalah hal yang sangat penting dalam proses belajar
seseorang termasuk proses belajar siswa. Jika siswa memiliki rasa ingin
tahu maka pembelajaran yang dilakukannya menjadi amat
mengasyikkan. Rasa ingin tahu adalah asupan energi yang tak habis-
habisnya memberikan siswa kekuatan untuk melaksanakan tugas-tugas
pembelajaran yang diberikan. Bahkan dengan rasa ingin tahu, akan
muncul motivasi yang bersifat dari dalam, motivasi intrinsik yang
membuat mereka dapat menjadi pebelajar mandiri. Metode mengajar
yang efektif dapat membuat siswa ingin tahu tentang materi pelajaran
yang guru belajarkan kepada mereka.

c. Membuat siswa menjadi tertantang


Saat pemebelajaran berlangsung, guru acapkali memberikan tugas-
tugas belajar kepada siswa. Penggunaan metode mengajar yang efektif
dapat membuat siswa tertantang untuk mengerjakan dan menyelesaikan
tugas-tugas tersebut dengan baik.
d. Dapat membuat siswa aktif secara mental, fisik, dan psikis
Salah satu prinsip penting dalam mengajar adalah keaktifan pebelajar
untuk memperoleh pengetahuan atau informasi. Bila guru
menggunakan metode mengajar yang efektif, maka aktivitas siswa
dalam pembelajaran akan tampak secara nyata. Keaktifan mereka dapat
dalam bentuk mental, fisik,psikis, atau kombinasi dari keduanya atau
ketiganya. Dengan aktifnya siswa baik secara mental, fisik, maupun
psikis, siswa akan belajar penuh kebermaknaan dan hasil belajar yang
mereka dapatkan akan bertahan lebih lama.
e. Membantu siswa tumbuh kreatif
Aspek lain yang dapat ditinjau mengenai metode mengajar efektif
adalah pada dapat tidaknya sebuah metode mengajar membantu siswa
agar tumbuh menjadi individu yang kreatif. Metode mengajar yang
efektif akan membuat siswa untuk berlatih menggunakan keterampilan
berpikir tingkat tinggi: berpikir kreatif, selama menyelesaikan tugas-
tugas pembelajaran yang diberikan oleh guru. Dengan latihan-latihan
semacam ini, pada akhirnya siswa akan tumbuh menjadi individu yang
kreatif.
f. Mudah dilaksanakan oleh guru
Ciri mengajar yang efektif yang terakhir adalah kemudahannya dalam
pelaksanaan di kelas. Metode mengajar yang efektif adalah metode
mengajar yang dalam pelaksanaannya tidak memberatkan guru.
Walaupun kemudahan juga penting untuk dipertimbangkan dalam
menentukan metode mengajar mana yang efektif, guru sebaiknya tidak
hanya semata berpatokan pada ciri ini, sehingga guru dalam
pelaksanaan pembelajaran hanya menggunakan metode-metode
mengajar yang mudah dan tidak membutuhkan kerja keras semata.

3. Tujuan Mengajar Efektif


Tujuan mengajar mengajar efektif adalah srbagai berikut:

a. Memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar


mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan
belajarnya secara lebih mandiri;
b. Memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar;
c. Membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media
pembelajaran;
d. Memudahkan guru mengadakan penilaian.

4. Fungsi Mengajar Efektif


Mengajar efektif terdiri atas sejumlah kegiatan tertentu, yang berfungsi
untuk:
a. Membangkitkan dan memelihara perhatian.
b. Menjelaskan kepada murid hasil apa yang diharapkan.
c. Merangsang murid untuk mengingat kembali konsep, aturan, dan
keterampilan yang merupakan prasyarat agar memahami pelajaran
yang akan diberikan.
d. Menyajikan simulasi yang berkenaan dengan bahan pelajaran.
e. Memberikan bimbingan kepada murid dalam proses belajar mengajar.
f. Memberikan feedback atau balikan dengan memberitahukan kepada
murid apakah hasil belajarnya benar atau tidak.
g. Menilai hasil belajar dengan memberikan kesempatan kepada murid
untuk mengetahui apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran itu
dengan memberikan soal.
h. Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh tambahan
untuk menggeneralisasikan apa yang telah dipelajari itu sehingga ia
dapat menggunakannya dalam situasi-situasi lain.
i. Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan
untuk menerapkan apa yang telah dipelajari itu.

5. Strategi Mengajar Efektif


Prestasi belajar siswa dalam semua level pendidikan banyak
ditentukan oleh strategi mengajar gurunya. Strategi mengajar adalah
serangkaian pola-pola dan upaya taktis yang dilakukan guru di kelas untuk
membekali siswa sejumlah pengetahuan, nilai dan keterampilan. Strategi
mengajar efektif dalam rangka meningkatkan prestasi siswa dapat ditinjau
dari berbagai aspek dijelaskan di bawah ini.
a. Memiliki Keterampilan Operasional yang Memadai
Seorang guru akan berhasil dengan baik apabila memiliki dan
menggunakan keterampilan operasional yang memadai dalam
pembelajaran. Keterampilan operasional tersebut mencakup strategi
membuka pelajaran, memberi motivasi dan melibatkan siswa,
mengajukan pertanyaan, menggunakan isyarat nonverbal, menanggapi
murid dan menggunakan waktu. Penjelasan singkat hal tersebut sebagai
berikut:
1) Membuka Pelajaran
Membuka pelajaran dalam suatu pembelajaran memegang peranan
penting. Di situlah kesan pertama dari suatu bentuk hubungan yang
merupakan kunci keberhasilan. Artinya, kesan pertama yang baik
dan membuahkan hasil yang baik pula untuk tahap selanjutnya.
Contoh membuka pelajaran di antaranya yaitu berdoa bersama,
mengucapkan selamat pagi kepada anak-anak, atau menanyakan
siapa-siapa yang tidak masuk hari ini dan alasannya tidak masuk.
Contoh-contoh ini secara langsung menandai bahwa interaksi belajar
mengajar secara resmi dibuka dan guru telah siap membimbing
siswa dengan cinta kasih yang tulus.
2) Memotivasi dan Melibatkan Siswa
Dalam sistem pembelajaran motivasi (dorongan) merupakan ‘ruh’
pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus pandai membangkitkan
dorongan kepada siswa agar bergairah belajar. Gairah tersebutlah
yang kemudian mengantar siswa untuk berprestasi. Selain memberi
dorongan, guru dalam mengajar hendaknya melibatkan siswa secara
maksimal. Maksudnya, siswa bukan lagi obyek dalam proses belajar
mengajar melainkan subyek. Posisi guru hanya sebagai fasilitator,
pengarah, dan motivator dalam mengembangkan minat dan
kepribadian siswa dalam konteks pelajaran.
3) Mengajukan Pertanyaan dan Isyarat Nonverbal
Mengajukan pertanyaan adalah aspek terpenting dalam
pembelajaran karena berfungsi sebagai stimulus untuk giat berpikir;
membangkitkan pengertian baru dalam belajar. Melalui pengajuan
pertanyaan, guru dapat menyelidiki kemampuan dan tingkat
penguasaan materi siswa.
Selain mengajukan pertanyaan, guru juga dapat menggunakan
isyarat nonverbal. Menggunakan isyarat nonverbal ini hendaknya
digunakan oleh guru dalam mengajar sesuai kebutuhan. Tujuan
penggunaannya tidak lain untuk memberikan gambaran tentang
sesuatu dalam kaitannya dengan materi yang diajarkan dalam rangka
memperjelas maksud, mempertegas atau menekankan uraian.
4) Menanggapi Siswa
Dalam sistem pembelajaran di kelas, guru akan menemukan aneka
perilaku siswa seperti menerima atau penuh perhatian, acuh tak
acuh, dan menolak. Ketiga perilaku ini harus ditanggapi oleh guru
dengan cara yang bijaksana dan penuh pengertian. Siswa hendaknya
diarahkan untuk bertanya, pertanyaan tersebut dilemparkan kepada
siswa lain agar semua aktif berpikir. Jawaban yang agak kabur
pengertiannya dapat diperbaiki oleh guru.
5) Pengaturan Waktu
Kesulitan yang banyak dialami oleh guru adalah masalah
penggunaan waktu dalam proses belajar mengajar. Menurut
Sardiman (2004) “ada tiga tahap yang berkaitan dengan penggunaan
waktu, yaitu waktu membuka pelajaran, menggarap bahan, dan
menutup pelajaran”. Ketiga tahap ini hendaknya dialokasikan
dengan tepat sesuai proporsinya, agar tidak terbuang dengan sia-sia.
6) Mengakhiri Pelajaran
Mengakhiri pelajaran tidak berarti mengakhiri secara permanen,
tetapi sementara. Setiap kali mengakhiri interaksi antara guru
dangan siswa, guru harus mengakhiri dengan sebuah kesan tentang
materi pelajaran. Dalam mengakhiri pelajaran juga harus memuat
ringkasan atau kesimpulan serta saran-saran agar siswa dapat
menindaklanjuti pelajaran yang telah diajarkan. Apabila ada tugas
pada akhir pelajaran juga dapat diberikan. Doa dan ucapan selamat
sampai jumpa pertemuan berikut juga hendaknya tidak dilupakan.

b. Memiliki Modal Kesiapan (Sikap)


Pada aspek ini diuraikan berbagai macam sikap yang harus diperhatikan
oleh seorang guru selama memimpin pembelajaran, yaitu gerak, suara,
titik perhatian, isyarat verbal dan waktu selang, dan variasi interaksi.
Sikap-sikap tersebut secara lengkap diuraikan di bawah ini.
1) Gerak
Gerak anggota badan dalam pembelajaran sangat besar peranannya
untuk memperjelas atau menegaskan hal-hal yang penting.
Seseorang akan memahami sesuatu secara dalam dan jelas apabila
disertai gerak tubuh, di samping indera pendengaran dan
pengamatan. Penggunaan gerak tubuh yang baik menurut
Sardiman (2004) adalah “gerak yang efektif dan efisien, artinya
gerakan yang cukup, tetapi benar-benar mendukung penjelasan
atau uraian guru”. Pada waktu menjelaskan posisi berdiri
hendaknya di tengah dan tidak terlalu dekat dengan deretan kursi,
sehingga semua siswa dapat melihat dan mendengar dengan baik.
Ketika guru menulis di papan diusahakan agar gerakan tangan
dapat dilihat oleh siswa. Pada waktu menunjuk gambar, bagan,
peta, atau media yang lain, hendaknya tampak dengan jelas.
Mempermainkan alat tulis, berjalan hilir mudik, duduk di atas
meja, dan gerakan-gerakan kaku lainnya, hendaknya dihindari.
2) Suara
Seperti halnya gerak tubuh, suara juga sangat berpengaruh
terhadap daya tangkap pemahaman hal yang diajarkan oleh siswa.
Menurut Sardiman (2004) suara guru dalam mengajar hendaknya
memperhatikan tingkat kekuatan atau kekerasan, lagu, dan tekanan
bicaranya. Suara yang keras dan kecil dalam mengajar memiliki
efek negatif terhadap pemahaman siswa. Suara yang dianjurkan
adalah suara yang sedang, ditambah dengan memperhatikan
jumlah siswa, luas ruang, dan kejelasannya. Lagu dan tekanan
bicara guru dalam mengajar hendaknya tidak monoton, tersendat-
sendat, dan kalau perlu diulang. Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah kebosanan, kekurangjelasan, dan menghindari bahan
tertawaan siswa yang pada akhirnya mengganggu konsentrasi
belajar. Kelancaran berbicara juga harus diperhatikan seperti
menghindari suara terbata-bata atau gagap.
3) Titik Perhatian
Titik perhatian yang dimaksud di sini adalah pengamatan guru
terhadap masing-masing siswa selama interaksi belajar mengajar
berlangsung. Titik perhatian guru tercermin dalam pandangan mata
dan perbuatannya. Pandangan mata guru hendaknya menyeluruh
untuk siswa, tidak hanya sebagian saja. Guru juga harus tanggap
terhadap perilaku negatif siswa saat berlangsungnya proses belajar
mengajar.
4) Isyarat Verbal dan Waktu Selang
Secara umum isyarat verbal diartikan “ucapan atau gerak singkat
kepada siswa atas pencapaian tertentu dalam pembelajaran”.
Isyarat verbal ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
siswa karena bersifat menegaskan, meyakinkan, dan memperkuat.
Isyarat verbal dilakukan oleh guru apabila siswa berhasil, seperti
berhasil menjawab pertanyaan guru atau siswa lain, berhasil
mengerjakan tugas, mampu memberikan solusi, atau keberanian
tampil. Selain itu, isyarat verbal juga dapat dilakukan untuk
menarik perhatian siswa, menegur siswa yang bermain, atau
memberi contoh-contoh isyarat verbal seperti bagus dengan
mengacungkan jempol.
Selain isyarat verbal, guru juga harus memiliki tenggang
waktu atau jeda antara ucapan atau pembicaraan yang satu dengan
yang lainnya. Ucapan beruntun menyulitkan siswa mengetahui
ujung pangkal pembicaraan dan siswa sulit menangkap isinya.
Intinya, pembicaraan atau ucapan tidak lambat dan tidak terlalu
cepat dan juga tidak diam dalam waktu agak lama. Terputusnya
sistematis pembicaraan jelas akan mengganggu daya tangkap
materi terhadap siswa.
5) Variasi Interaksi
Variasi interaksi menurut Sardiman (2004) adalah “frekuensi atau
banyak sedikitnya pergantian aksi antara guru dengan siswa, dan
siswa dengan siswa lain secara tepat”. Dalam sistem pengajaran
modern, pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered)
hendaknya ditinggalkan. Artinya, orientasi pengajaran berpusat
pada siswa, guru hanya sebagai fasilitator, pembimbing dan
motivator pembelajaran. Dalam interaksi edukatif semua yang
terlibat di dalamnya berperan aktif sehingga tercipta komunikasi
timbal balik antara guru dengan siswa. Kreativitas guru dalam
membangun dan memilih model interaksi yang tepat sesuai metode
sangat menentukan kekondusifan suatu pembelajaran.

c. Menguasai Aspek Materi


Topik ini akan diulas cara mengajar guru ditinjau dari sudut pandang
materi yang diajarkan. Cara mengajar jenis ini difokuskan pada cara
menarik perhatian siswa pada bahan yang baru, perhatian guru pada
bahan yang sedang dibahas, cara urutan penyajian, menciptakan
hubungan dalam rangka membahas, dan cara mengakhiri pembahasan.
Penjelasan secara lengkap sebagai berikut:
1) Menarik Perhatian Siswa pada Bahan yang Baru (Interes)
Interes dalam pembelajaran adalah usaha guru untuk menarik atau
membawa perhatian siswa pada materi pelajaran baru. seorang
siswa yang memasuki situasi baru secara mendadak sering timbul
kejutan atau tekanan psikologis karena situasi lama masih
membayangi pikiran dan perasaannya. Siswa sekolah dasar yang
habis bermain masuk di kelasnya untuk menerima pelajaran masih
sering membicarakan permainannya. Langkah yang harus
ditempuh oleh seorang guru apabila mengalami hal seperti ini
menurut Sardiman (2004) adalah mengusahakan untuk
menyatukan alam pikiran siswa dengan jalan menghilangkan
kenangan atas peristiwa yang baru saja mereka alami. Dengan kata
lain, menggunakan “titik awal” yang menarik siswa secara
psikologi untuk mengalihkan perhatian pada materi yang akan
dibahas. Cara lain juga dapat ditempuh, misalnya: (1) memberikan
pertanyaan tentang bahasan sebelumnya yang berhubungan dengan
topik baru yang akan dijelaskan, (2) memberikan pretest untuk
mengetahui seberapa jauh siswa memiliki pengetahuan tentang hal
yang akan diajarkan.

2) Perhatian Guru pada Bahan yang sedang Dibahas (Titik Pusat)


Titik pusat yang dimaksud di sini menyangkut uraian dan
penjelasan, guru benar-benar berpusat pada bahasan yang sedang
digarap bersama. Guru sering tergiring keluar pembicaraan yang
dibahas dengan hadirnya pertanyaan siswa. Oleh karena itu, guru
harus tanggap mengarahkan dan perlu kesadaran dari guru itu
sendiri, kalau terlalu asyik bercerita sehingga melupakan materi
pokok. Ada juga guru karena tidak siap mengajar akan kehilangan
tempat berpijak sehingga keluar dari pokok persoalan. Penjelasan
yang keluar dari rel yang dibahas oleh guru, misalnya seorang guru
menjelaskan tentang jenis-jenis binatang laut dan darat kemudian
masuk pada harga dari binatang laut atau darat tersebut. Penjelasan
harga di sini jelas sudah keluar dari tema pokok.
3) Sistematika dalam Penyampaian Bahan (Rantai Kognitif)
Adakalanya seorang guru mempersiapkan materi pelajaran dengan
baik, tetapi pada waktu menyajikan atau menyampaikan
sistematika dan rantai kognitifnya jelek atau rusak. Akibatnya,
siswa menjadi bingung dan sulit memahami materi yang
disampaikan. Menurut Sardiman (2004) sistematika penyampaian
bahan hendaknya “dari pengertian sederhana menuju yang
kompleks; dari yang mudah menuju yang sulit”.
Supaya sistematika penyampaian tersusun dengan baik,
seorang guru perlu mempersiapkan skema atau bagan tentang
bahan pelajaran yang akan disampaikan, metode interaksi yang
akan digunakan, media yang digunakan, dan sumber belajar yang
digunakan. Strategi persiapan ini hendaknya mengacu pada standar
kompetensi yang akan dicapai. Sistematisnya penyajian melalui
skema atau bagan memungkinkan juga guru dapat mengontrol
keluasan bahan yang diajarkan dan waktu yang digunakan.
4) Menciptakan Hubungan dalam Rangka Membahas Materi
(Kontak)
Penciptaan hubungan dalam membahas materi berkaitan dengan
hubungan batiniah antara guru dan siswa. Baik atau tercipta
tidaknya hubungan tampak pada bahasa verbal dan isyarat
nonverbal yang tampak pada diri guru dan siswa. Seorang guru
yang tidak menguasai bahan dan tidak berwibawa menjadi
penyebab tidak terciptanya kontak. Begitu pula guru yang otoriter,
akan merusak kontak karena suasana kelas terasa mencekam. Guru
yang pesimis juga akan kelihatan dari bahasa dan isyarat verbal
yang digunakan. Dari segi siswa juga diidentifikasi melalui isyarat
nonverbal apakah ada perhatian atau kontak dengan guru saat
mengajar. Idealnya suatu kontak menurut Sardiman (2004) adalah
adanya perasaan nyaman, senang, dan penuh perhatian, baik dari
guru maupun siswa sehingga interaksi timbal balik, ketertiban, dan
keaktifan dari kedua belah pihak sesuai peran masing-masing.
5) Mengakhiri Pembahasan Materi
Setiap pembelajaran pasti akan ada ujung atau akhirnya akibat
terikatnya oleh waktu yang telah ditentukan. Mengakhiri pelajaran
bagi guru merupakan tuntutan yang tidak boleh diabaikan karena
dapat menghilangkan daya ingat hal-hal yang telah dipelajari oleh
siswa. Mengakhiri pelajaran dapat ditempuh melalui berbagai
strategi, bergantung pada hal yang ingin diketahui oleh guru dan
siswa.

6. Komitmen, Motivasi, dan Perhatian


Menjadi guru yang efektif membutuhkan kualitas yang komitmen,
motivasi, dan kepedulian, termaksud memiliki sikap yang baik. Guru
pemula sering bercerita bahwa butuh infestasi besar dan usaha untuk
menjadi guru yang efektif. Beberapa guru, bahkan yanbg berpengalaman,
mengatakan mereka “tidak memiliki kehidupan” dari bulan September
sampai bulan juni. Bahkan, meluangkan waktu dimalam hari dan akhir
peka,, disampimng waktu yang dihabiskan diruang kelas, mungkin masih
belum cukup untuk menyelesaikan seusatu.
Dalam mengadapi tuntutan tersebut, seseorang mudah menjadi
frustasi, terjebak, dan mengembangkan sifat negative. Komitmen dan
motivasi membantu guru yang efektif melalui saat – saat sulit belajar. Guru
yang efektif memiliki keyakinan sendiri dalam diri mereka, tidak
membiarkan emosi negative mengurangi motivasi mereka, dan membawa
sikap antusisme positif ruang kelas (Meece & Eccles, 2010). Kualitas ini
menular dan menjadikan kelas menjadi tempat dimana siswa merasa
nyaman.

Semakin anda menjadi guru yang lebih baik, semakin pekerjaan akan
anda lebih berharga. Dan lebih banyak rasa hormat dan keberhasilan yang
anda capai dimata siswa anda, semakin baik anda akan merasa tentang
komitmen anda untuk mengajar. Dengan merenungkan hal tersebut,
berhenti sejenak dan bayangkan mantan guru anda sendiri. Beberapa guru
anda kemungkinan yang luar biasa dan meningglkan anda dengan
bayangan yang positif. Dalam sebuah survey nasional hamper seribu siswa
13 hingga 17 tahun siswa menuliskan daftar karakter guru yang paling
penting adalah : memiliki rasa humor yang baik, membuat kelas yang
menarik, dan memiliki pengetahuan tentang materi pelajaran (NAASP,
1997). Karakteristik guru dianggap buruk oleh siswa sekolah menengah
adalah : yang membuat kelas membosankan, tidak menjelaskan hal – hal
yang jelas, dan menunjukkan pilih kasih siswa.

C. PENELITIAN DI PSIKOLOGI PENDIDIKAN


Penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu
didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis.
Rasional berarti kegiatan penelitian dilakukan dengan cara-cara yang masuk
akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara
dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat
mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya
proses yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan langkah-
langkah tertentu yang bersifat logis.

1. Pentingnya Penelitian
Terkadang, dikatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik.
Pengalaman guru sendiri dan pengalaman para guru lainnya,
administrator, dan para ahli yang dibagikan akan membuat guru menjadi
guru yang lebih baik. Namun, dengan diberikan informasi yang valid
mengenai cara terbaik untuk mengajar anak-anak, penelitian juga dapat
membuat guru menjadi guru yang lebih baik (McMillan & Schumacher,
2010).
Ada beberapa alasan mengapa penelitian pendidikan dianggap
penting, yaitu :
a. Pendidik akhirnya dapat memahami dan menganalisa masalah-masalah
pendidikan secara kontinu dan dapat membuat keputusan secara
professional.
b. Kelompok pembuat kebijakan di luar lembaga pendidikan, seperti
lembaga legislatif telah mengamanatkan perangkat perundang-
undangan untuk melakukan perubahan sistem pendidikan sebagai
upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
c. Ulasan tentang hasil penelitian pendidikan tentu akan banyak
memberikan manfaat bagi pengembangan pendidikan di masa depan.

2. Metode Penelitian
Mengumpulkan informasi (atau data) merupakan aspek penelitian
yang penting. Ketika peneliti psikologi pendidikan ingin mengetahui,
misalnya, apakah bermain video permainan terus-menerus akan
mengurangi belajar siswa, makan sarapan bergizi meningkatkan
kewaspadaan di kelas, atau waktu istirahat lebih banyak menurunkan
absensi, terdapat banyak pilihan metode untuk mengumpulkan informasi
penelitian (Clark Plano & Creswell, 2010).
Tiga metode dasar yang digunakan untuk mengumpulkan informasi
dalam psikologi pendidikan adalah deskriptif, korelasional, dan
eksperimental.

a. Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif bertujuan mengamati dan merekam perilaku.
Sebagai contoh, seorang psikolog pendidikan dapat mengamati sejauh
mana anak-anak yang agresif dalam kelas atau wawancara guru
mengenai sikap mereka terhadap jenis strategi pengajaran tertentu.
Dengan sendirinya, penelitian deskriptif tidak dapat membuktikan apa
yang menyebabkan fenomena tertentu, tetapi dapat mengungkapkan
informasi penting tentang perilaku dan sikap masyarakat (Stake, 2010).
1) Observasi
Kita melihat sepanjang waktu. Namun, menyaksikan secara
santai dua siswa berinteraksi tidak sama dengan jenis observasi yang
digunakan dalam penelitian ilmiah. Pengamatan ilmiah sangat
sistematis. Anda butuh tahu apa yang Anda cari, melakukan
pengamatan Anda secara efektif (Langston, 2011; McBurney &
White, 2010).
Cara yang umum untuk mendokumentasikan pengamatan
adalah dengan menuliskannya, menggunakan tulisan singkat atau
simbol. Selain itu, tape recorder, kamera video, lembar pengodean
khusus, cermin satu arah, dan komputer semakin sering digunakan
untuk membuat pengamatan yang lebih akurat, andal, juga efisien.
Observasi juga dapat dilakukan di laboratorium atau dalam
keadaan alamiah (Babbie, 2011). Laboratorium adalah keadaan di
mana pengaturan dikontrol dari mana banyak faktor dunia nyata
yang kompleks dihilangkan (Graziano & Raulin, 2010). Beberapa
psikolog pendidikan melakukan penelitian di laboratorium sering
membantu peneliti mendapatkan kontrol lebih dalam studi mereka,
kritik menyebutkan laboratorium bersifat artifisial.
Dalam pengamatan naturaistik, perilaku diamati di dunia
nyata. Psikolog pendidikan melakukan observasi naturalistik
terhadap anak-anak dalam ruang kelas, di museum, di taman
bermain, di rumah, di lingkungan, dan pengaturan lainnya.
Observasi naturalistik digunakan dalam satu studi yang berfokus
pada percakapan di anak-anak ketika mengunjungi ilmu museum
(Crowley & lain, 2001). Orang tua tiga kali lebih mungkin untuk
menjelaskan anak lakiilaki dibandingkan perempuan saat
mengunjungi museum ilmu pengetahuan (lihat Gambar 1.2).
Observasi partisipan terjadi ketika pengamat-peneliti terlibat
secara aktif sebagai peserta dalam kegiatan atau keadaan (McMillan
& Wergin, 2010). Pengamat partisipan sering berpartisipasi dalam
konteks dan mengamati beberapa saat, kemudian mencatat apa yang
ia lihat. Si pengamat biasanya mengamati dan menuliskan catatan
selama beberapa hari, mingguu, atau bula untuk mencari pola dalam
pengamatan. Misalnya, untuk mempelajari seorang siswa yang
berprestasi buruk di kelas tanpa alasan yang jelas, guru dapat
mengembangkan rencana untuk mengamati siswa dari waktu ke
waktu dan mencatat perilaku siswa dan apa yang terjadi di kelas pada
saat itu.

2) Wawancara dan Kuesioner


Terkadang, cara tercepat dan terbaik untuk mendapatkan
informasi mengenai siswa dan guru adalah bertanya langsung pada
mereka. Psikolog pendidikan menggunakan wawancara dan
kuesioner (survei) untuk mencari tahu tentang pengalaman,
kepercayaan, dan perasaan anak-anak dan guru. Sebagian besar
wawancara berlangsung tatap muka, meskipun dapat dilakukan
dengan cara lain, seperti melalui telepon atau Internet. Kuesioner
biasanya diberikan kepada individu dalam bentuk tertulis. Mereka
juga dapat disampaikan dengan berbagai cara, seperti secara
langsung, melalui surat, atau melalui Internet.
Wawancara yang baik dan survei melibatkan pertanyaan yang
konkret, spesifik dan tidak ambigu serta cara memeriksa keaslian
balasan responden. Namun, wawancara dan survei tidak bebas
masalah. Salah satu keterbatasan penting bahwa banyak orang
memberikan jawaban yang tepat secara sosial, menanggapi dengan
cara mereka berpikir yang paling diterima dan diinginkan secara
sosial bukan dengan yang mereka benar-benar pikirkan atau rasa.
Teknik wawancara yang terasah dan pertanyaan untuk
meningkatkan respons jujur sangat penting, sehingga diperoleh
informasi yang akurat (Babbie, 2011). Masalah lain dengan
wawancara dan survei adalah bahwa responden terkadang tidak
jujur.

3) Tes Standar
Dalam tes standar, prosedur seragam digunakan untuk
administrasi dan memberi skor. Mereka menilai bakat atau
keterampilan siswa dalam area yang berbeda. Banyak tes standar
yang dapat membandingkan prestasi siswa dengan prestasi siswa
lain pada usia yang atau tingkat kelas sama, dalam banyak kasus
secara nasional (Drummond & Jones, 2010). Siswa mungkin
mengikuti sejumlah tes standar, termasuk tes yang menilai
kecerdasan, prestasi, kepribadian, minat karier, dan keterampilan
mereka lainnya (Bart & Peterson, 2008). Tes ini dapat memberikan
hasil terukur untuk studi penelitian, informasi yang membantu
psikologi dan pendidik membuat keputusan untuk siswa, dan
perbandingan prestasi siswa di sekolah, provinsi, dan negara.
Tes standar juga memainkan peran penting dalam isu
kontemporer psikologi pendidikan utama-akuntabilitas, yang
mengharus guru dan siswa bertanggung jawab atas prestasi siswa.
Seperti yang kita sebutkan sebelumnya, baik siswa dan pengajar
semakin sering diberikan tes standar dalam upaya akuntabilitas.
Undang-undang NCLB Pemerintah A.S. adalah pusat akuntabilitas;
pada tahun 2005 undang-undang ini mengamanatkan bahwa setiap
Negara bagian harus memberikan tes standar untuk siswa kelas 3
hingga 8 di mata pelajaran seni bahasa dan matematika dengan
penambahan pengujian untuk pencapaian ilmu sains pada tahun
2007.

4) Studi Kasus
Studi Kasus merupakan pengamatan mendalam pada seorang
individu. Studi kasus sering digunakan jika situasi yang unik dalam
kehidupan seseorang tidak dapat diduplikasi, baik untuk alas an
praktis atau etika. Sebagai contoh, bayangkan studi kasus Brandi
Binder (Nash, 1997). Ia menderita epilepsi parah, sehingga dokter
bedah harus mengangkat sisi kanan korteks serebral otaknya ketika
ia berusia 6 tahun. Brandi kehilangan hampir semua kendali atas otot
di sisi kiri tubuhkan, sisi yang dikendalikan oleh belahan kanan
otaknya. Namun pada usia 17, setelah terapi bertahun-tahun mulai
dari mengangkat kaki sampai matematika dan pelatihan musik,
Brandi adalah seorang siswa teratas. Menariknya, ia suka music dan
seni, yang 100 persen (misalnya, ia tidak dapat menggunakan lengan
kirinya), namun studi kasusnya menunjukkan bahwa jika ada cara
untuk mengompensasi, otak manusia akan menemukannya.
pemulihan yang luar biasa pada Brandi juga memberikan bukti untuk
melawan stereotip bahwa jika ada cara untuk mengompensasi, otak
manusia akan menemukannya. Pemulihan yang luar biasa pada
Brandi juga memberikan bukti untuk melawan stereotip bahwa
belajar (hemisfer) kiri otak semata-mata adalah sumber pemikiran
logis dan belahan kanan eksklusif sebagai sumber kreativitas. Otak
tidak hanya dibagi dalam hal fungsi, seperti yang digambarkan
dalam kasus Brandi.
Meskipun studi kasus memberikan penggambaran kehidupan
seseorang secara dramatis dan mendalam, kita perlu berhati-hati
dalam menafsirkan mereka (Leary, 2008). Subjek studi kasus
bersifat unik, dengan setelan genetik dan seperangkat pengalaman
yang tidak dimiliki orang lain. Untuk alasan ini, temuan tidak selalu
berguna untuk analisis statistik dan tidak mungkin digeneralisasi ke
orang lain.

5) Studi Etnografi
Studi etnografi terdiri atas deskripsi dan interpretasi mendalam
terhadap perilaku dalam etnis atas kelompok budaya yang mencakup
keterlibatan langsung dengan para peserta (Piano Clark &
Creswell, 2010). Jenis penelitian dapat mencakup pengamatan
dalam keadaan naturalistik dan juga wawancara Banyak studi
etnografi merupakan projek jangka panjang.
Studi etnografi bertujuan untuk menguji sejauh mana sekolah
memberlakukan reformasi pendidikan bagi siswa berbahasa
minoritas (Dinas Pendidikan A.S., 1998). Pengamatan mendalam
dan wawancara dilakukan di sejumlah sekolah untuk mengetahui
apakah mereka menetapkan standar yang tinggi dan restrukturisasi
pendidikan tersampaikan. Beberapa sekolah dipilih untuk evaluasi
intensif, termasuk Sekolah Dasar Las Palmas di San Clemente,
California. Studi ini menyimpulkan bahwa sekolah ini, setidaknya,
telah melakukan reformasi yang diperlukan untuk meningkatkan
pendidikan siswa berbahasa minoritas.

6) Grup Fokus
Dalam grup fokus orang diwawancarai secara berkelompok,
biasanya untuk mendapatkan informasi mengenai topik atau masalah
tertentu (Given, 2008). Kelompok-kelompok ini biasanya terdiri dari
lima sampai semblian orang di mana seorang fasilitator kelompok
mengajukan serangkaian pertanyaan terbuka. Kelompok fokus dapat
digunakan untuk menilai produk, layanan, atau program, seperti
situs sekolah baru dikembangkan atau manfaat program
ekstrakurikuler baru bagi siswa sekolah menengah.

7) Jurnal Pribadi dan Buku Harian


Individu mungkin diminta untuk menyimpan jurnal atau buku
harian untuk mendokumentasikan aspek kuantitatif kegiatan mereka
(seperti seberapa sering individu menggunakan Internet) atau aspek
kualitatif kehidupan mereka (seperti sikap dan keyakinan mereka
tentang topik atau masalah tertentu)(Given, 2008). Peneliti semakin
sering memberikan perekam audio digital atau video untuk peserta
dalam studi daripada meminta mereka menulis entri dalam jurnal
pribadi atau buku harian.
b. Penelitian Korelasional
Tujuan penelitian korelasional adalah untuk menggambarkan
kekuatan hubungan antara dua atau lebih peristiwa atau karakteristik.
Penelitian korelasional berguna karena jika dua peristiwa yang
berkorelasi (berhubungan atau terkait semakin kuat, maka semakin
efektif kita dapat memprediksi satu dari yang lain (Howell, 2010; Levin
& Fox, 2011). Misalnya, jika peneliti mengemukakan bahwa
pengajaran permisif dengan keterlibatan rendah berkoleasi dengan
kurangnya pengendalian diri siswa, hal tersebut menunjukkan bahwa
pengajaran permisif dengan keterlibatan rendah mungkin menjadi salah
satu sumber kurangnya pengendalian diri.
Namun, korelasi sendiri tidak sama dengan sebab-akibat
(Galdwell, 2010). Temuan korelaional yang baru saja disebutkan bukan
berarti bahwa pengajaran permisif menyebabkan kontrol diri siswa
yang rendah. Hal ini dapat berarti begitu tetapi juga dapat berarti bahwa
kurangnya kontrol diri siswa menyebabkan guru menyerah putus asa
dan berhenti mencoba untuk menangani kelas yang di luar kendali. Bias
juga terdapat faktor-faktor lain, seperti faktor keturunan, kemiskinan,
atau pengasuhan orangtua yang tidak memadai, menyebabkan
hubungan antara pengajar permisif dan kontrol diri siswa yang rendah.
Gambar 1.3 menggambarkan interpretasi data korelasional yang
memungkinkan.

c. Penelitian Eksperimental
Penelitian eksperimental membuat psikolog pendidikan dapat
menjawab penyebab perilaku. Psikolog pendidikan mencapai hal ini
dengan melakukan eksperimen, prosedur yang diatur secara hati-hati di
mana dilakukan manipulasi terhadap satu atau lebih faktor yang
diyakini memengaruhi perilaku yang dipelajari dan semua faktor lain
tetap konstan. Jika tingkah laku yang dipelajari berubah ketika faktor
dimanipulasi, kita dapat mengatakan bahwa faktro yang dimanipulasi
adalah penyebab perubahan perilaku. Efek adalah perilaku yang
berubah karena manipulasi, Penelitian eksperimental adalah satu-
satunya metode yang benar-benar dapat diandalkan untuk menetapkan
sebab dan akibat (Jackson, 2011). Karena tidak melibatkan manipulasi
faktor, maka penelitian korelasional bukan variabel diandalkan untuk
mengisolasi penyebab (Mitchell & Jolley, 2010).
Eksperimen melibatkan setidaknya satu variabel independen dan
satu variabel dependen. Variabel independen adalah faktor
eksperimental dan berpengaruh yang dimanipulasi. Kata independen
menunjukkan bahwa variabel ini dapat berubah secara independen dari
faktor-faktor lain. Misalnya, jumlah dan jenis tutor sebaya dapat
menjadi variabel independen.
Variabel dependen adalah faktor yang diukur dalam eksperimen.
Variabel ini dapat berubah jika variabel independen dimanipulasi. Kata
dependen digunakan karena nilai dari variabel ini tergantung pada apa
yang terjadi kepada partisipan di dalam eksperimen ketika variabel
independen dimanipulasi. Dalam kelompok tutor teman sebaya,
prestasi adalah variabel dependen. Hal ini mungkin dapat dinilai dengan
beberapa cara. Anggap saja pembelajaran ini diukur dari nilai tes
prestasi standar Negara.
Dalam percobaan, variabel independen terdiri atas pengalaman
berbeda yang diberikan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental
adalah penugasan acak, di mana peneliti memasukkan peserta untuk
kelompok eksperimen dan kontrol. Praktik ini mengurangi
kemungkinan bahwa hasil percobaan ini dikarenakan perbedaan yang
sudah ada sebelumnya antara kelompok (Stangor, 2011). Dalam
penelitian kita meaning totor sebaya, penugasan acak sangat
mengurangi kemungkinan perbedaan dua kelompok pada faktor-faktor,
seperti usia, status keluarga, prestasi awal, kecerdasan, kepribadian,
kesehatan, dan kewaspadaan.
Untuk merangkum studi ekperimental tutor rekan sebaya dan
prestasi siswa: (1) setiap siswa secara dimasukkan secara acak ke salah
satu dari dua kelompok, (2) satu kelompok (satu kelompok eksperimen)
diberikan tutor teman sebaya dan lainnya (kelompok kontrol) tidak, (3)
variabel independen terdiri atas pengalaman yang berbeda (ikut tutor
atau tidak) yang diterima kelompok eksperimen dan kontrol, dan (4)
setelah tutor sebaya selesai, para siswa diberi tes prestasi berstandar
nasional (variabel dependen).

3. Penelitian Evaluasi Program, Penelitian Tindakan, Dan Guru Sebagai


Peneliti
a. Penelitian Evaluasi Program
1) Pengertian Evaluasi Program
Evaluasi adalah suatu upaya untuk mengukur hasil atau dampak
suatu aktivitas, program,atau proyek dengan cara membandingkan
dengan tujuan yg telah ditetapkan, dan bagaimana cara pencapaiannya
(Mulyono 2009). Sedangkan menurut Rika Dwi K. (2009) Evaluasi
adalah sebuah proses dimana keberhasilan yang dicapai dibandingkan
dengan seperangkat keberhasilan yang diharapkan. Perbandingan ini
kemudian dilanjutkan dengan pengidentifikasian faktor-faktor yang
berpengaruh pada kegagalan dan keberhasilan.
Evaluasi program adalah proses untuk mendeskripsikan dan
menilai suatu program dengan menggunakan kriteria tertentu dengan
tujuan untuk membantu merumuskan keputusan, kebijakan yang lebih
baik. Pertimbangannya adalah untuk memudahkan evaluator dalam
mendeskripsikan dan menilai komponen-komponen yang dinilai,
apakah sesuai dengan ketentuan atau tidak (Edison, 2009). Menurut
Suharsimi Arikunto (2007: 222) penelitian evaluasi dapat diartikan
suatu proses yang dilakukan dalam rangka menentukan kebijakan
dengan terlebih dahulu mempertimbangkan nilai-nilai positif dan
keuntungan suatu program, serta mempertimbangkan proses serta
teknik yang telah digunakan untuk melakukan suatu penelitian.
Berdasarkan beberapa uraian tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa penelitian evaluasi merupakan suatu prosedur ilmiah yang
sistematis yang dilakukan untuk mengukur hasil program atau proyek
(efektifitas suatu program) sesuai dengan tujuan yang direncanakan
atau tidak, dengan cara mengumpulkan, menganalisis dan mengkaji
pelaksaaan program yang dilakukan secara objektif. Kemudian
merumuskan dan menentukan kebijakan dengan terlebih dahulu
mempertimbangkan nilai-nilai positif dan keuntungan suatu program.

2) Tujuan dan Fungsi Penelitian Evaluasi Program


a) Tujuan Penelitian Evaluasi Program
Penelitian yang dirancang untuk membuat keputusan
mengenai efektivitas program tertentu disebut penelitian evaluasi
program. (McMillan & Schumacher, 2010). Penelitian ini biasanya
berfokus pada system sekolah atau sekolah tertentu, dalam hal ini
hasilnya tidak dimaksudkan untuk digeneralisasi.
Pada prinsipnya tujuan evaluasi program harus dirumuskan
dengan titik tolak tujuan program yang akan dievaluasi (Dwiyogo,
2006: 50). Ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum biasanya diarahkan pada program secara
keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada tiap-tiap
komponen dari program.

b) Fungsi Penelitian Evaluasi Program


Michael Scriven (dalam Arikunto, 2007: 222-223)
mengemukakan bahwa secara garis besar fungsi penelitian evaluasi
dapat dibedakan menjadi dua yakni:
 Evaluasi formatif difungsikan sebagai pengumpulan data pada
waktu pendidikan masih berlangsung. Data hasil evaluasi ini
dapat digunakan untuk “membentuk” (to form) dan memodifikasi
program kegiatan. Jika pada pertengahan kegiatan sudah
diketahui hal-hal apa yang negatif dan para pengambil keputusan
sudah dapat menentukan sikap tentang kegiatan yang sedang
berlangsung maka terjadinya pemborosan yang mungkin akan
terjadi, dapat dicegah.
 Evaluasi sumatif dilangsungkan jika program kegiatan sudah
betul-betul selesai dilaksanakan. Evaluasi sumatif dilaksanakan
untuk menentukan sejauh mana sesuatu program mempunyai
nilai kemanfaatan, terutama jika dibandingkan dengan
pelaksanaan program-program yang lain. Penilaian sumatif
bermanfaat datanya bagi para pendidik yang akan mengadopsi
program yang dievaluasi berkenaan dengan hasil, program atau
prosedur.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa


penelitian evaluasi mempunyai dua fungsi yaitu 1) Fungsi formatif,
untuk pengumpulan data pada kegiatan yang sedang berjalan dan
digunakan untuk perbaikan, pengembangan, dan modifikasi
program. 2) Fungsi sumatif yang dilaksanakan setelah program
selesasi dilaksanakan. Digunakan untuk pertanggungjawaban
program dan penentuan sejauh mana kemanfaatan program.
Penelitian evaluasi bertujuan untuk mengevaluasi komponen-
komponen program dan program secara menyeluruh.

b. Penelitian Tindakan
1) Pengertian Penelitian Tindakan
Penelitian Tindakan Merupakan penelitian yang digunakan untuk
memecahkan masalah kelas atau sekolah tertentu, meningkatkan
strategi pengajaran dan pendidikan lainnya, atau membuat keputusan di
tempat tertentu (Johnson, Mims-Cox, & Doyle-Nichols, 2010; Mills,
2011).

2) Tujuan Penelitian Tindakan


Tujuan penelitian tindakan adalah untuk meningkatkan praktik
pendidikan secara langsung dalam satu atau dua ruang kelas, di satu
sekolah, atau di beberapa sekolah. Penelitian tindakan dilakukan oleh
guru dan administrator daripada peneliti psikologi pendidikan. Namun,
para praktisi mungkin banyak mengikuti garis panduan penelitian yang
diuraikan sebelumnya, seperti mencoba untuk menyusun penelitian dan
pengamatan yang sistematis untuk menghindari bias dan salah tafsir.
Penelitian tindakan dapat dilakukan di tingkat sekolah atau dalam
tingkatan yang lebih terbatas oleh sekelompok kecil guru dan
administrator, setiap guru bahkan dapat melakukan ini kepada kelasnya
(Hendricks, 2009).

c. Guru sebagai Peneliti


Konsep guru sebagai peneliti (juga disebut guru peneliti) adalah
gagasan bahwa guru kelas dapat melakukan kajian mereka sendiri untuk
meningkatkan praktik pengajaran mereka (Piano Clark & Creswell, 2010).
Untuk mendapatkan informasi, guru peneliti menggunakan metode seperti
observasi partisipan, wawancara, dan studi kasus. Salah satu teknik banyak
digunakan adalah wawancara klinis, di mana guru membuat siswa merasa
nyaman, berbagi keyakinan dan ekspektasi, dan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan dengan cara yang tidak mengancam. Sebelum melakukan
wawancara klinis dengan siswa, guru biasanya akan mengumpulkan
serangkai pertanyaan target yang akan diajukan. Wawancara klinis tidak
hanya dapat membantu guru mendapatkan informasi mengenai isu atau
masalah tertentu, tetapi juga dapat memberi kesempatan merasakan apa
yang anak-anak pikirkan dan rasakan.
Selain observasi partisipan, guru dapat melakukan serangkaian
wawancara klinis dengan siswa, membahas situasi siswa dengan orangtua
siswa, dan berkonsultasi dengan psikolog sekolah tentang prilaku siswa.
Berdasarkan pekerjaan sebagai guru peneliti, guru mungkin dapat
membuat strategi intervensi yang meningkatkan perilaku siswa.
Dengan demikian, mempelajari metode penelitian pendidikan tidak
hanya membantu Anda dapat memahami penelitian yang dilakukan
psikolog pendidikan, tetapi juga memiliki manfaat praktik lainnya: lebih
banyak pengetahuan yang Anda miliki mengenai penelitian di biodang
psikologi pendidikan, semakin efektif Anda akan memainkan peran guru-
peneliti yang semakin populer ini (Thomas, 2005).

4. Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif


Setelah penjelasan berbagai metode penelitian, mari kita lihat cara yang
semakin umum dalam mengategorikan metode-metode ini: penelitian
kuantitatif dan penelitian kualitatif (McMillan & Wergin, 2010; Clark Plano
& Creswell, 2010). Penelitian kuantitatif menggunakan perhitungan angka
dalam upaya untuk menemukan informasi mengenai topic tertentu.
Rancangan penelitian eksperimental dan korelasional mencerminkan
penelitian kuantitatif. Begitu juga banyak tindakan deskriptif yang dijelaskan
sebelumnya, seperti observasi, wawancara, survey, dan tes standar, ketika
statistic yang digunakan untuk menganalisis data yang dikumpulkan.
Penelitian kualitatif melibatkan perolehan informasi menggunakan ukuran
deskriptif, seperti wawancara, studi kasus, studi etnograf, grup focus, dan
jurnal pribadi dan buku harian, tetapi tidak menganalisis informasi secara
statistic (Stake,2010).

a. Penelitian Kuantitatif
1) Definisi Penelitian Kuantitatif
Kasiram (2008: 149) dalam bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif
dan Kuantitatif, mendifinisikan penelitian kuantitatif adalah suatu
proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka
sebagai alat menganalisis keterangan mengenai apa yang ingin
diketahui.

2) Karakeristik Penelitian Kuantitatif


Karakteristik penelitian kuantitatif adalah sebagai berikut (Nana
Sudjana dan Ibrahim, 2001 : 6-7; Suharsimi Arikunto, 2002 : 11;
Johnson, 2005; dan Kasiram 2008: 149-150) :
 Menggunakan pola berpikir deduktif (rasional – empiris atau
topdown), yang berusaha memahami suatu fenomena dengan cara
menggunakan konsep-konsep yang umum untuk menjelaskan
fenomena-fenomena yang bersifat khusus.
 Logika yang dipakai adalah logika positivistik dan menghundari
halhal yang bersifat subjektif.
 Proses penelitian mengikuti prosedur yang telah direncanakan.
 Tujuan dari penelitian kuantitatif adalah untuk menyususun ilmu
nomotetik yaitu ilmu yang berupaya membuat hokum-hukum dari
generalisasinya.
 Subjek yang diteliti, data yang dikumpulkan, dan sumber data yang
dibutuhkan, serta alat pengumpul data yang dipakai sesuai dengan
apa yang telah direncanakan sebelumnya.
 Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran dengan
menggunakan alat yang objektif dan baku.
 Peneliti menempatkan diri secara terpisah dengan objek penelitian,
dalam arti dirinya tidak terlibat secara emosional dengan subjek
penelitian.
 Analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul.
 Hasil penelitian berupa generalisasi dan prediksi, lepas dari konteks
waktu dan situasi.

3) Prosedur Penelitian Kuantitatif


Penelitian kuantitatif pelaksanaannya berdasarkan prosedur
yang telah direncanakan sebelumnya. Adapun prosedur penelitian
kuantitatif terdiri dari tahapan-tahapan kegiatan sebagai berikut.
1. Identifikasi permasalahan
2. Studi literatur.
3. Pengembangan kerangka konsep
4. Identifikasi dan definisi variabel, hipotesis, dan pertanyaan
penelitian.
5. Pengembangan disain penelitian.
6. Teknik sampling.
7. Pengumpulan dan kuantifikasi data.
8. Analisis data.
9. Interpretasi dan komunikasi hasil penelitian.

b. Penelitian Kualitatif
1) Definisi Penelitian Kualitatif
Moleong setelah melakukan analisis terhadap beberapa definisi
penelitian kualitatif kemudian membuat definisi sendiri sebagai sintesis
dari pokok-pokok pengertian penelitian kualitatif. Menurut Moleong
(2005: 6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll. secara holistic, dan
dengan caradeskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks.

2) Karakteristik Penelitian Kualitaif


Penelitian kualitatif disebut juga penelitian naturalistik, metode
fenomenologis, metode impresionistik, dan metode post positivistic.
Adapun karakteristik penelitian jenis ini adalah sebagai berikut (Sujana
dan Ibrahim, 2001 : 6-7; Suharsimi Arikunto, 2002: 11-12; Moleong,
2005: 8-11; Johnson, 2005, dan Kasiram, 2008: 154-155).
 Menggunakan pola berpikir induktif (empiris – rasional atau
bottomup).
 Metode kualitatif sering digunakan untuk menghasilkan grounded
theory, yaitu teori yang timbul dari data bukan dari hipotesis seperti
dalam metode kuantitatif. Atas dasar itu penelitian bersifat
generating theory, sehingga teori yang dihasilkan berupa teori
substansif.
 Perspektif emic/partisipan sangat iutamakan dan dihargai tinggi.
Minat peneliti banyak tercurah pada bagaimana persepsi dan makna
menurut sudut pandang partisipan yang diteliti, sehingga bias
menemukan apa yang disebut sebagai fakta fenomenologis.
 Penelitian kualitatif tidak menggunakan rancangan penelitian yang
baku. Rancangan pene-litian berkembang selama proses penelitian.
 Tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami, mencari
makna di balik data, untuk menemukan kebenaran, baik kebenaran
empiris sensual, empiris logis, dan empiris logis.
 Subjek yang diteliti, data yang dikumpulkan, sumber data yang
dibutuhkan, dan alat pengumpul data bisa berubah-ubah sesuai
dengan kebutuhan.
 Pengumpulan data dilakukan atas dasar prinsip fenomenologis, yaitu
dengan memahami secara mendalam gejala atau fenomena yang
dihadapi.
 Peneliti berfungsi pula sebagai alat pengumpul data sehingga
keberadaanya tidak terpisahkan dengan apa yang diteliti.
 Analisis data dapat dilakukan selama penelitian sedang dan telah
berlangsung.
 Hasil penelitian berupa deskripsi dan interpretasi dalam konteks
waktu serta situasi tertentu.

3) Prosedur Penelitian Kualitatif


Prosedur pelaksanaan penelitian kualitatif bersifat fleksibel sesuai
dengan kebutuhan, serta situasi dan kondisi di lapangan. Secara garis
besar tahapan penelitian kualitatif adalah sebagai berikut (Sudarwan
Danim dan Darwis, 2003 : 80)
1. Merumuskan masalah sebagai fokus penelitian.
2. Mengumpulkan data di lapangan.
3. Menganalisis data.
4. Merumuskan hasil studi.
5. Menyusun rekomendasi untuk pembuatan keputusan.

c. Strategi Menjadi Guru Peneliti yang Efektif


1) Mengumpulkan berbagai jenis data dalam kelas Anda. Siswa memberi
kita data yang melimpah asalkan kita bersedia mendokumentasikannya.
Data observasi, data penilaian, dan data wawancara mungkin sangat
berguna. Anda mungkin meminta bantuan guru lain atau asisten untuk
membantu Anda mendokumentasikan data. Susun data dengan rapi.
Pusat data elektronik sangat berguna untuk mengatur data penilaian,
sehingga memudahkan analisis.
2) Ketika Anda merencanakan pelajaran Anda, pikirkan tentang data yang
telah terkumpul. Apakah satu siswa mengalami kesulitan? Apakah yang
lain tampak bosan? Apakah seluruh kelas mengalami kesulitan
memahami konsep? Anda dapat menggunakan data yang dikumpulkan
untuk memastikan betul atau tidaknya kesan Anda.
3) Membuat keputusan pengajaran Anda berdasarkan data. Jika siswa
yang tampaknya bosan juga meraih nilai tinggi, mungkin Anda harus
pertimbangkan mengubah pengajaran. Jika data penilaian menunjukkan
bahwa siswa yang tampaknya mengalami kesulitan akan tertinggal, ia
mungkin dapat terbantu dengan perubahan pengajaran. Anda mungkin
ingin tahu apa pendekatan berbeda dalam mengajar konsep yang sulit
dipahami kelas, sehingga akan meningkatkan pembelajaran. Anda
dapat melakukan eksperimen untuk menentukan apakah strategi yang
berbeda dapat membantu kelompok siswa tertentu.
4) Gunakan sumber daya perpustakaan atau internet untuk mempelajari
lebih lanjut mengenai keterampilan guru sebagai peneliti. Hal ini juga
mencakup informasi lokasi mengenai cara bagaimana menjadi seorang
pewawancara klinis yang terampil serta pengamat yang sistematis dan
objektif.
5) Mengikuti kursus mengenai metode penelitian pendidikan. hal ini dapat
meningkatkan pemahaman Anda mengenai cara bagaimana melakukan
penelitian.

d. Strategi untuk Menjadi Pelanggan Bijak Penelitian Pendidikan


1. Langsung ke sumber aslinya. Kita sering mendengar iklan penelitian di
radio atau berita TV atau membaca tentang mereka di majalah guru.
Sumber-sumber ini sering kali hanya memberikan versi umum atau
sensasional dari hasil yang actual. Cobalah untuk menemukan sumber
asli penelitian.
2. Pertimbangkan sumber. Dimana Anda menemukan penelitian? Apakah
dari sumber terpercaya? Standar emas untuk penelitian yang diterbit
adalah bahwa penelitian diterbitkan dalam jurnal yang sudah dikaji oleh
para ahli.
3. Siap yang mendanai penelitian tersebut? Meskipun hal ini tidak boleh
terjadi, hasil penelitian yang dilaporkan mungkin dapat condong ke
sumber pendanaan.
4. Lihatlah sampel. Sampel yang besar lebih mungkin menghasilkan hasil
yang dapat digeneralisasikan dibandingkan sampel kecil. Sampai
sejauh mana sampel tersebut sesuai dengan populasi anak-anak yang
Anda ajar? Jika Anda mengajar di sebuah sekolah di perkotaan di
Amerika, dapatkan hasil belajar peserta didik di pedesaan Cile
digeneralisasi untuk populasi Anda?
5. Bagaimana penelitian dilakukan? Tadi, kita telah membahas beberapa
cara melakukan penelitian. Masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. Pastikan bahwa penyebabnya tidak sedang disimpulkan
secara salah (misalnya dari data korelasional).
6. Apakah penelitian lain menghasilkan hasil yang sama? Begitu hasil
yang mendobrak telah diperoleh, penting untuk mereplikasikannya.
Jika beberapa studi menunjukkan kesimpulan yang sama, maka kita
dapat mulai berpikir tentang implementasi dalam praktik.

BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Jhon Dewey merupakan tokoh utama dalam psikologi pendidikan terutama
dalam pembelajaran di kelas. Ia merupakan tokoh yang mengemukakan
bahwa anak harus belajar aktif atau terlibat dalam pembelajaran, dimna
sebelumnya anak belajar secara pasif di kelas dengan datang, duduk dan diam
di kelas selama pembelajaran berlangasung. Oleh karena hal itu, jhon
mengemukakan pembelajaran atau mengajar aktif di kelas, untuk dapat
mencapai pembelajaran aktif, guru harus mengajar dengan efektif. Mengajar
efektif merupakan suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan
sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses
belajar.yang memungkin peserta didik terlibat dalam pembelajaran sehingga
dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan optimal.
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Rizki Prasetyo.2014.Pengertian, Ruang Lingkup, dan Tujuan Psikologi


Pendidikan.pdf
https://www.academia.edu/8459703/Tugas_Pengertian_Ruang_Lingkup_da
n_Tujuan_Mempelajari_PSIKOLOGI_PENDIDIKAN.html
Restian, Arina.2015.Psikologi Pendidikan.Malang: UMM Press.
Santrock, John W.2014.Psikologi Pendidikan.Jakarta: Salemba Humanika.

Anda mungkin juga menyukai