Anda di halaman 1dari 18

Laporan Kasus Acc Supervisor

SMF Ilmu Penyakit Dalam FK


Unsyiah/RSUZA
dr. Masralena Siregar, Sp.PD

SIROSIS HEPATIS
Rudiyanto*, Febi Alifya*, Muniati Syahadah*,Fitra Habibullah Lubis*,Fera
Andriani*, Hadyan Adli*, Desi Salwani**
*Peserta Program Pendidikan Dokter
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Universitas Syiah Kuala, RSUD ZainoelAbidin Banda Aceh

Abstrak

Sirosis Hepatis adalah suatu keadaan terjadinya akumulasi dari matriks


ekstraseluler atau jaringan parut sebagai respon terhadap jejas hati akut maupun
kronis. Penyebabnya beraneka ragam namun mayoritas merupakan penderita penyakit
hati kronis yang disebabkan oleh virus maupun kebiasaan minum alkohol. Sirosis
hepatis seringkali muncul tanpa gejala dan ditemukan saat pemeriksaan rutin, namun
dalam keadaan lanjut dapat timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta.
Terapi pada penderita sirosis hepatis pada stadium kompensata bertujuan untuk
mengurangi progresifitas penyakit berupa menghindarkan kerusakan hati lebih lanjut,
pencegahan, dan penanganan komplikasi, sedangkan pada stadium dekompensata
terapi bertujuan untuk memperbaiki kwalitas hidup akibat komplikasi yang sudah
tibul.
Telah dilaporkan seorang wanita dengan sirosis hepatis stadium
decompensate dengan efusi pleura massif unilateral. Pasien ndatang dengan keluhan
perut membesar dan sesah yang dialami sejak sebulan SMRS dan memberat sejak 4
hari yang lalu.Pasien mengeluh jika makan cepat terasa kenyang, pasien hanya
mampu makan 2 sampai 3 sendok makan saja.Hasil laboratorium saat masuk,
hemoglobin 6,0 g/dL, hematokrit 20% eritrosit 2400000 mm3, leukosit 3300
/mm3,trombosit 56000/mm3, Protein total 6,2 g/dl Globulin 4,00 g/dl, albumin 1,7
g/dL, Natrium 135 mmol/L, Kalium 2,8 mmol/L, Klorida 113 mmol/L, ureum 24
mg/dL, kreatinin 1,10 mg/dL, HBSag positif, Blirubin total 2,28 mg/dl Bilirubin
Direc 1,50 mg/dl. SGOT/SGPT 62/34 U/L. setelah dua hari rawatan pasien dilakukan
parasintesis terhadap cairan pleura di dapatkan cairan kekuningan tidak tampak
endapan dengan volume 1300 cc. selanjutnya pasien dilakukan pemeriksaan USG
diperoleh hasil sirosis hepatis.

Kata kunci : Sirosis, Efusi pleura Unilateral.

I. Pendahuluan
Malaria adala penyakit infeksi yang diseabkan oleh Plasmodium yang dapat
ditandai dengan demam, hepatospenomegali dan anemia. Plasmodium hidup dan
berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan
melalui gigitan nyamuk Anopeheles betina. Data terakhir World Heatlh Organization
(WHO), menunjukkan bahwa sekitar 627.000 kematian yang diakibatkan oleh malaria
diseluruh dunia pada tahun 2012.
Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok resiko tinggi yaitu bayi, anak balita,
ibu hamil, selain itu malaria selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia
dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Prevalensi nasioonal malaria berdasarkan
hasil Riskesdas tahun 2010 adalah 0,6%, dimana provinsi dengan Annual Parasite
Incidecet (API) di atas angka rata-rata nasional adalah Nusa Tenggara Barat, Maluku,
Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Bengkulu,
Jambi, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Aceh. Tingkat prevalensi tertinggi
ditemukan di wilayah Timur Indonesia, yaitu papua Barat (10,6%), Papua (10,1%),
dan Nusa Tenggara Timur (4,4%).
Salah satu komplikasi dari malaria adalah ensefalopati atau disebut sebagai
malaria serebral. Malaria serebral merupakan gangguan sistem neurologi otak yang
biasa ditandai dengan demam dan penurunan kesadaran dengan tatapan yang tidak
bermakna. Malaria serebral pada umumnya disertai dengan kegagalan sistem tubuh,
seperti anemia, jaundice, dan yang paling penting untuk diketahui adalah pernafasan
Kussmaul. Prognosis dari malaria cerebral akan bertambah buruk apabila disertai
dengan kegagalan ginjal, jaundice berat, atau asidosis metabolikSirosis adalah suatu
keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang
berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat adanya nekrosis
hepatoselular
Fisiologi Hepar
Hepar merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa
fungsi hepar yaitu :
1. Fungsi hepar sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling
berkaitan satu sama lain.Hepar mengubah pentosa dan heksosa yang diserap
dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis.
Glikogen lalu ditimbun di dalam hepar kemudian hepar akan memecahkan
glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa
disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hepar merupakan sumber
utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hepar mengubah glukosa
melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan
pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari
nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3
karbon (3C) yaitu pyruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).
2. Fungsi hepar sebagai metabolisme lemak
Hepar tidak hanya membentuk / mensintesis lemak tapi sekaligus
mengadakan katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa
komponen :
a) Senyawa 4 karbon – KETON BODIES
b) Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam
lemak dan gliserol)
c) Pembentukan cholesterol
d) Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hepar merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan
ekskresicholesterol. Di mana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan
metabolisme lipid
3. Fungsi hepar sebagai metabolisme protein
Hepar mensintesis banyak macam protein dari asam amino.dengan
proses deaminasi, hepar juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam
amino.Dengan proses transaminasi, hepar memproduksi asam amino dari
bahan-bahan non nitrogen. Hepar merupakan satu-satunya organ yang
membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi
urea. Urea merupakan end productmetabolisme protein. ∂ - globulin selain
dibentuk di dalam hepar, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang. β –
globulin hanya dibentuk di dalam hepar. Albumin mengandung ± 584 asam
amino dengan BM 66.000
4. Fungsi hepar sehubungan dengan pembekuan darah
Hepar merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang
berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen,
protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah
– yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup
jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat
pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K
dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.
5. Fungsi hepar sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hepar khususnya vitamin A, D, E, K
6. Fungsi hepar sebagai detoksikasi
Hepar adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada
proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai
macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.
7. Fungsi hepar sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai
bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi
∂ - globulin sebagai immune livers mechanism.
8. Fungsi hemodinamik
Hepar menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hepar yang
normal ± 1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di
dalam a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke
hepar. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh
persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik
matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan
aliran darah.
Gambar 1 Struktur Hepar
Etiologi
Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas
penderita sirosisawalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang disebabkan
oleh virus hepatitisatau penderita steatohepatitis yang berkaitan dengan kebiasaan
minum alkohol ataupunobesitas. Beberapa etiologi lain dari penyakit hati kronis
diantaranya adalah infestasiparasit (schistosomiasis), penyakit autoimun yang
menyerang hepatosit atau epitelbilier, penyakit hati bawaan, penyakit metabolik
seperti Wilson’s disease, kondisiinflamasi kronis (sarcoidosis), efek toksisitas obat
(methotrexate dan hipervitaminosisA), dan kelainan vaskular, baik yang didapat
ataupun bawaan.3 Berdasarkan hasilpenelitian di Indonesia, virus hepatitis B
merupakan penyebab tersering dari sirosishepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti
oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus,sedangkan 10-20% sisanya tidak
diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok virusbukan B dan C. Sementara itu,
alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkinkecil sekali frekuensinya
karena belum ada penelitian yang mendata kasus sirosis akibatalkohol.1 Pada kasus
ini, kemungkinan yang menjadi penyebab sirosis adalahperkembangan dari penyakit
hati kronis yang diakibatkan oleh alkoholik. Pasienmengaku gemar mengkonsumsi
arak tradisional sejak muda, 2-3 kali tiap minggu, tiapkali minum biasanya 1-2
gelas.Alkohol merupakan salah satu faktor risiko terjadinyasirosis hepatis karena
menyebabkan hepatitis alkoholik yang kemudian dapatberkembang menjadi sirosis
hepatis.Penyebab munculnya sirosis hepatis di negara barat tersering akibat alkoholik
sedangkan di Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B atau C. Patogenesis
sirosis hepatis menurut penelitian terakhir memperlihatkan adanya peranan sel stelata
dalam mengatur keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses
degradasi, di mana jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus
menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen

Manifestasi klinis
Gejala klinis sangat bervariasi, tergantung dari stadiumnya, mulai dari tidak
ada gejala sampaigejala yang sudah berat. Sirosis memiliki 2 fase yaitu: awal/fase
kompensasi, kemudiandiikuti dengan fase dekompensasi dimana sudah muncul
gejala-gejala akibat meningkatnyatekanan porta atau karena gangguan fungsi hati atau
keduanya. Sirosis dapat tetapterkompensasi selama bertahun-tahun, sebelum berubah
menjadi dekompensata.Fase kompensata biasanya tanpa gejala, atau gejal ringan
seperti lemas, mudah lelah, nafsumakan berkurang, kembung, mual, berat badan
menurun. Pada laki-laki dapat timbulimpotensi, testis mengecil, buah dada membesar,
hilangnya dorongan seksualitas.Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-
gejala lebih menonjol terutama bila timbulkomplikasi kegagalan hati dan hipertensi
porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguantidur, dan demam tak begitu
tinggi.Mungkindisertai adanyagangguan pembekuan
darah, perdarahan gusi, gangguan siklus haid, icterus, dengan urin berwarna seperti te
h pekat,muntah darah, dan atau melena, serta perubahan mental meliputi mudah lupa,
sukarkonsentrasi, bingung, sampai koma.Sesuai dengan consensus Baverno IV, sirosis
dapat diklasifikasikan menjadi 4 stadium klinisyaitu:
Stadium 1 : tidak adanya varises, tidak ada asites.
Stadium 2 : varises, tanpa asites.
Stadium 3 : asites dengan atau tanpa varises.
Stadium 4 : pendarahan dengan atau tanpa asites.
Temuan klinis pada sirosis
1. Spider angio maspiderangiomata (spider naevi/spider telangiektasi/vascular
spider/nevus araneus/arterial spider). Merupakan suatu lesi vascular, yang
dikelilingi beberapa vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka,
paha, betis, pergelangan kaki, leher, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya
tidak diketahui, ada anggapan bahwa telah terjadi peningkatan rasio
estradiol/testosterone bebas. Spider naevi dapat berupa arteriol sentral dengan
pembuluh-pembuluh tipis yang menyebar seperti laba-laba. Awalnya arteriol
normal akan membuat cabang-cabang dan kemudian akan mengisinya dengan
darah. Tekanan darah pada arteriol kecil ini sekitar 50-70 mmHg dan suhunya
lebih tinggi 2-3oC dari kulit disekitarnya.

Gambar 2. Spider naevi di mata

2. Eritema palmaris
Terdapat warna merah pada thenar dan hipothenar telapak tangan yang
dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.

Gambar 3. Eritema palmaris


3. Caput medusa
pelebaran vena-vena kutaneus di sekeliling umbilikus, yang terlihat pasien-
pasien yang menderita sirosis hepatis dan penyumbatan vena porta.
Gambar 4. Caput medusa pada perut
4. Perubahan kuku Muehrcke
Berupa pita horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku.Mekanismenya
juga belum diketahui, diperkirakan akibat hipoalbunemia, Tanda ini juga bisa
ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain, seperti sindrom nefrotik.

Gambar 5. Muehrcke nail


5. Terry’s nails.
Terdapat pada pasien dengan sirosis dan dianggap berhubungan dengan
hipoalbuminemia. Seluruh ujung kuku proksimal berwarna putih sebagai
akibat perubahan pada dasar kuku, distal kuku sering berwarna merah muda.

Gambar 6. Terry’s nails

6. Ginekomastia
Merupakan proliferasi sel jinak jaringan glandula mammae laki-laki, diduga
akibat peningkatan androstenedion.Selain itu, ditemukan juga hilangnya
rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami
perubahan ke arah feminisme.Kebalikan pada perempuan menstruasi cepat
berhenti sehingga dikira fase menoupause.

Gambar 7. Ginekomastia
7. Hepatomegali
Ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil.Bilamana hati
teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
8. Atrofi testis
Hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile.Tanda ini menonjol
pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
9. Splenomegali
Terutama pada sirosis nonalkoholik.Perbesaran hati akibat kongesti pulpa
merah lien karena hipertensi porta.
10. Asites
Penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia.Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.
Gambar 8. Ascites

11. Ikterus
Terutama pada kulit dan membrane mukosa akibat bilirubinemia.Bila bilirubin
kurang dari 2-3 mg/L tak terlihat.Warna urin terlihat gelap seperti air teh.
12. Fetor hepaticum
Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi
dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat.
Terapi sirosis ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan
bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan
komplikasi. Walaupun sampai saat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis hati
reversibel, tetapi dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini diharapkan dapat
memperpanjang status kompensasi dalam jangka panjang dan mencegah timbulnya
komplikasi
II. Kasus
Pasienwanita umur 42 tahun datang dengan keluhan perut membesaryang
dialami sejak 1 bulan terakhir serta memberat sejak 2 minggu terakhir, sehingga
pasien sulit menjalankan aktivitas sehari hari serta pasien merasa sesak. Keluhan nyeri
perut tidak dikeluhkan, BAB berdarah ataupun BAB hitam tidak ada. Keluhan mual
muntah serta muntah darah atau muntah berwarna hitam tidak juga dikeluhkan.
Keluhan BAB seperti dempul tidak ada, keluhan BAK berwarna pekat seperti teh
disampaikan sejak 1 bulan yang lalu.
Keluhan nafsu makan menurun dikeluhkan, dan pasien hanya mampu makan
sekita 2 sampai 3 sendok makan dalam sekali makan. Keluhan cepat lelah
dikeluhkan,riwayat tranfusi darah (-) riwayat sakit kuning (-) riwayat mengkonsumsi
Alkohol tidak ada, penurunan libido tidak ada, keluhan susah tidur dikeluhkan,
terutama saat mulai masuk tidur dan mempertahankan tidur.Keluhan perubahan
siklushaid dikeluhkan sejak perut mulai membesar.
Status present saat masuk, keadaan umum tampak lemah dengan kesadaran
compos mentis, tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi 98 kali/menit, frekuensi
pernafasan 35 kali/menit tidak kusmaul, suhu 36,6 °C. Pada pemeriksaan fisik,
konjungtive palpebra inferior pucat, mataikterik,pada leher tekanan vena jugular tidak
meningkat, pada paru didapatkan suara rongki di 1/3 bawah lapangan paru kanan dan
kiri, jantung tidak tampak melebar, pada pemeriksaan abdomen, didapatkan perut
yang membesar dari hasil pemeriksaan perkusi redup dan dan diperoleh pemeriksaan
sifting dullness positif, pada palpasi tidak didapatkan pembesaram organ pada
abdomen dikarenakan perut membesar kesan terdapatacites. Pada keempat
ekstermitas tampak pucat, dan ditemukan edema pada ekstramitas inferior.
Hasil laboratorium saat masuk, hemoglobin 6,0 g/dL, hematokrit 20% eritrosit
2400000 mm3, leukosit 3300 /mm3,trombosit 56000/mm3, Protein total 6,2 g/dl
Globulin 4,00 g/dl, albumin 1,7 g/dL, Natrium 135 mmol/L, Kalium 2,8 mmol/L,
Klorida 113 mmol/L, ureum 24 mg/dL, kreatinin 1,10 mg/dL, HBSag positif, Blirubin
total 2,28 mg/dl Bilirubin Direc 1,50 mg/dl. SGOT/SGPT 62/34 U/L
Foto Thorak tampak gambaran corakan bronko vascular besar dan kasar, serta
terdapat infiltrate pada region basal sinistra. Cor membesar dengan CTR 84%, dan
tampak adanya efusi pleura pada pleura sinistra. Dari hasil EKG diperoleh hasil sinus
tackikardi dengan HR 115x/I dengan Aksis normal, tidak terdapat ST elevasi, ST
depresi dan T inverted.
Pasien dilakukan pemeriksaan USG andomen diperoleh hasil
 Hepar : ukuran mengecil, echoperenkim inhomogen, system bilier tidak
melebar dan tidak dijumpai masa dan kistik.
 Bledder : ukuran normal tidak dijumpai adanya masa dan batu.
 Spleen : ukuran membesar (10,85x5,7 cm) tidak tampak masa.
 Ginjal dex dan sin : ukuran normal, batas korteks tegas system pelvicocalyx
tidak melebar. Echogenitas parenchym ginjal baik, tidak ditemukan kista masa
maupun batu.
 Cavum peritoneal : dijumpai cairan bebas intra peritoneal
Kesimpulan
1. Hepar mengecil
2. Splenomegali
3. Asites
Dari gambaran sesuai dengan sirosis hepatis
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium, radiologi, USG dan
EKG pasien didiagnosis dengan sirosis hepatis stadium decompensata related
hepatitis B Childpug B dan efusi pleura unilateral ec dd 1. Sirosis hepatis, 2 Meight
sindrom 3.Malignancy. Dan ditatalaksana dengan IVFD aminofusin hepar 1 Flash
perhari, Spironolakton 3x100 mg, Propanolol 2x10 mg, Albuminar 25% 100 ml per
hari, lamifudin 1x150 mg, Lactolac syrup 4 x C1, Ceftriaxone 1gr /12 jam, Combivent
Nabulizer /12 jam, Tranfusi Package Red Cell hingga Hb> 10 g/dl.
Setelah dua hari rawatan pasien dilakukan tindakan parasintesis cairan pleura,
diperoleh cairan sebanyak 1300 ml pada parasintesis yang dilakukan pada paru
sinistra, dn dilakukan analisa cairan pleura diperoleh hasil :
Makroskopik:
 Warna : Kuning
 Kejernihan : Jernih
 Bekuan : Negatif
Total Protein : 0,8 g/dl
Glukosa : 121 mg/dl
Leukosit : 30 /mm3
Hitung jenis Sel :
 PMN sel : 25%
 MN : 75%
Hasil pemeriksaan patologi pada cairan pleura, tidak ditemukan tanda tanda
keganasan pada cairan pleura.
Daftar masalah:
1. Sirosis Hepatisn (Asites, Splenomegali, Udem ekstramitas, Heoatitis B Kronik)
2. Anemia
3. Efusi pleura
4. Hernia Umbilikalis
III. Diskusi
Perut membesar merupakan keluhan yang peling sering terjadi pada pasien
dengan sirosis, khusunya pada pasien sirosis dengan stadium decompensate. Akibat
dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu kegagalan
fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinis pada
penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental tersebut.
Gejala dan tanda dari kelainan fundamental ini dapat dilihat di tabel berikut.
Gejala Kegagalan Fungsi Hati Gejala Hipertensi Porta
Hipoalbumin Hemoroid
Ginekomastisia Ascites
Spider naevi Pelebaran vena kolateral
Ikterus Kerontokan bulu ketiak Splenomegali
White nail Varises esophagus/cardia
Eritema palmaris Caput medusa
Ascites
Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan
pada jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan
hati sehingga mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan
gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran
darah melalui sistem porta. Resistensi intra hepatik meningkat melalui dua cara yaitu
secara mekanik dan dinamik. Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang
terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal
sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk
mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot polos. Tonus vaskular intra hepatik diatur
oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A) dan
diperparah oleh penurunan produksi vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada sirosis
peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh ketidakseimbangan
antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan sirkulasi
yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik. Hipertensi
porta ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi vaskular
sistemik. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penderita yang tampak kesakitan dengan
nyeri tekan pada regio epigastrium. Terlihat juga tanda-tanda anemis pada kedua
konjungtiva mata dan ikterus pada kedua sklera. Tanda-tanda kerontokan rambut pada
ketiak tidak terlalu signifikan. Pada pemeriksaan jantung dan paru, masih dalam batas
normal, tidak ditemukan tanda-tanda efusi pleura seperti penurunan vokal fremitus,
perkusi yang redup, dan suara nafas vesikuler yang menurun pada kedua lapang paru.
Pada daerah abdomen, ditemukan perut yang membesar pada seluruh regio abdomen
dengan tanda-tanda ascites seperti pemeriksaan shifting dullness dan gelombang
undulasi yang positif. Hati, lien, dan ginjal sulit untuk dievaluasi karena besarnya
ascites dan nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pada ekstremitas juga ditemukan adanya
edema pada kedua tungkai bawah.
Tanda dan gejala sirosis

Diagnosis
Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan
diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lain. Pada saat ini penegakan diagnosis
sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,laboratorium,dan USG. Pada kasus tertentu
diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan
hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Diagnosis pasti sirosis hati
ditegakkan dengan biopsi hati. Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala
tidak sulit ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan
adanya komplikasi.1 Pada pasien ini, melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
didapatkan keluhan dan tanda-tanda yang mengarah pada sirosis hati. Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium, USG abdomen dan
endoskopi juga mendukung diagnosis sirosis hati dekompensata dengan tanda-tanda
hipertensi porta berupa varises esophagus dan gastropati hipertensi porta.
Pemeriksaan biopsi hati sebagai gold standar penegakan diagnosis sirosis hati tidak
perlu dilakukan karena tanda-tanda klinis dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi
porta sudah terlihat jelas. Selain itu, pemeriksaan biopsi yang 13 invasif juga dapat
menimbulkan resiko perdarahan dan infeksi peritoneal pada pasien ini.

Komplikasi
Komplikasi Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
sirosis hati, akibat kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:
Ensepalopati Hepatikum Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan
neuropsikiatri yang bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan
sirosis hati setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat
keparahan dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif
yang masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah jatuh ke keadaan koma.
Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena adanya gangguan
metabolisme energi pada otak dan peningkatan permeabelitas sawar darah otak.
Peningkayan permeabelitas sawar darah otak ini akan memudahkan masuknya
neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut diantaranya, asam lemak rantai pendek,
mercaptans, neurotransmitter palsu (tyramine, octopamine, dan beta-
phenylethanolamine), amonia, dan gamma-aminobutyric acid (GABA). Kelainan
laboratoris pada pasien dengan ensefalopati hepatik adalah berupa peningkatan kadar
amonia serum.
Varises Esophagus Varises esophagus merupakan komplikasi yang
diakibatkan oleh hipertensi porta yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50%
pasien saat diagnosis sirosis dibuat. Varises ini memiliki kemungkinan pecah dalam 1
tahun pertama sebesar 14 5-15% dengan angka kematian dalam 6 minggu sebesar 15-
20% untuk setiap episodenya.
Peritonitis Bakterial Spontan (PBS) Peritonitis bakterial spontan merupakan
komplikasi yang sering dijumpai yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri
tanpa adanya bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala,
namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. PBS sering timbul pada pasien
dengan cairan asites yang kandungan proteinnya rendah ( < 1 g/dL ) yang juga
memiliki kandungan komplemen yang rendah, yang pada akhirnya menyebabkan
rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS disebabkan oleh karena adanya translokasi
bakteri menembus dinding usus dan juga oleh karena penyebaran bakteri secara
hematogen. Bakteri penyebabnya antara lain escherechia coli, streptococcus
pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik gram negatif lainnya. Diagnose
SBP berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites, dimana ditemukan sel
polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm3 dengan kultur cairan asites yang positif.
Sindrom Hepatorenal Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari
ginjal yang dapat diamati pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi
ascites. Sindrom ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil
sehingga menyebabkan menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Diagnose sindrom hepatorenal
ditegakkan ketika ditemukan cretinine clearance kurang dari 40 ml/menit atau saat
serum 15 creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500 mL/d, dan
sodium urin kurang dari 10 mEq/L.
Sindrom Hepatopulmonal Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan
hipertensi portopulmonal. Pada kasus ini, pasien mengalami komplikasi berupa
perdarahan pada saluran cerna akibat pecahnya varises esophagus dan gastropati
hipertensi porta yang dibuktikan melalui pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi.
Selain itu, pasien juga bisa mengalami ensepalopati hepatikum karena mengalami
berbagai gangguan tidur selama menderita sakit ini.
Daftar Pustaka
1. Kuntz E, Kuntz HD. Hepatology principles and practice. 2nd ed. Berlin:
Springer Medizin Verlag; 2006, p.87.
2. Nurdjanah S. Sirosis hati. In Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta:
Interna Publishing; 2009, hlm. 669-70
3. Hirlan. Asites. In Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009, hlm. 674-75.
4. Simadibrata M. Pemeriksaan abdomen, urogenital dan anorektal. In Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009, hlm.72.
5. Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis And Cirrhosis.
http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9781416032588/9
78 1416032588.pdf .Diakses pada tanggal 30 Mei 2012
6. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro,
PoernomoBoedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas
KedokteranUniversitas Airlangga. 2007. Page 129-136
7. David C Wolf. 2012. Cirrhosis. http://emedicine.medscape.com/article/
185856- overview#showall .Diakses pada tanggal 30 Mei 2012.
8. Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. Complications of Cirrhosis. Curr Opin
Gastroenterol. 2012. 28(3):223-229
9. Caroline R Taylor. 2011. Cirrhosis Imaging. http://emedicine.medscape.
com/article/366426-overview#showall .Diakses pada tanggal 30 Mei 2012.
10. Guadalupe Garcia-Tsao. Prevention and Management of Gastroesophageal
Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. Am J Gastroenterol. 2007.
102:2086–2102.

Anda mungkin juga menyukai