Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KOLELITIASIS (BATU EMPEDU)

1.1 PENGERTIAN
Kolelitiasis (kalkulus / kalkuli , batu empedu) biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dari unsur – unsur padat yang membentuk cairan empedu yang
memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. (Brunner &
Suddart, 2002).
Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu,
biasanya berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik,
menyebabkan distensi kandung empedu. (Doenges, 2005).
Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya terbentuk
dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu
(Brunner & Suddarth, 2001).

1.2 PATOFISIOLOGI
Sebagian besar batu empedu terbentuk di dalam kandung empedu dan
sebagian besar batu di dalam saluran empedu berasal dari kandung empedu. Batu
empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran
balik karena adanya penyempitan saluran atau setelah dilakukan pengangkatan
kandung empedu.Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan
infeksi hebat saluran empedu (kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis) atau
infeksi hati. Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan
dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar
melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya. Sebagian
besar batu empedu dalam jangka waktu yang lama tidak menimbulkan gejala,
terutama bila batu menetap di kandung empedu. Kadang-kadang batu yang besar
secara bertahap akan mengikis dinding kandung empedu dan masuk ke usus
halus atau usus besar, dan menyebabkan penyumbatan usus (ileus batu empedu).
Yang lebih sering terjadi adalah batu empedu keluar dari kandung empedu dan
masuk ke dalam saluran empedu. Dari saluran empedu, batu empedu bisa masuk
ke usus halus atau tetap berada di dalam saluran empedu tanpa menimbulkan
gangguan aliran empedu maupun gejala.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada
kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan
batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol
adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-
garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam
empedu. Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah
lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah
satu produk metabolisme lemak dalam tubuh.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus
melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu
tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet
sehingga menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam
duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu
akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.
PATHWAY
1.3 MANIFESTASI KLINIS
Gejalanya bersifat akut dan kronis, Gangguan epigastrium : rasa penuh,
distensi abdomen, nyeri samar pada perut kanan atas, terutama setelah klien
konsumsi makanan berlemak / yang digoreng.
Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut :
1. Nyeri dan kolik bilier, jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu,
kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien
akan menderita panas, teraba massa padat pada abdomen, pasien dapat
mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kanan atas yang
menjalar kepunggung atau bahu kanan , rasa nyeri disertai mual dan
muntah akan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan
dalam porsi besar. Pasien akan gelisah dan membalik-balikkan badan,
merasa tidak nyaman, nyerinya bukan kolik tetapi persisten. Seorang
kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang
tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh
batu. Dalam keadaan distensi bagian fundus kandung empedu akan
menyentuh dinding adomen pada daerah kartilago kosta sembilan dan
sepuluh bagian kanan, sehingga menimbulkan nyeri tekan yang mencolok
pada kuadran kanan atas ketika inspirasi dalam.
2. Ikterus. Biasanya terjadi obstruksi duktus koledokus. Obstruksi
pengaliran getah empedu keduodenum akan menimbulkan gejala yang
khas : getah empedu tidak dibawa keduodenum tetapi diserap oleh darah
sehingga kulit dan mukosa membran berwarna kuning, disertai gatal pada
kulit.
3. Perubahan warna urine tampak gelap dan feses warna abu-abu serta pekat
karena ekskresi pigmen empedu oleh ginjal.
4. Terjadi defisiensi vitamin ADEK. Defisiensi vitamin K dapat
mengganggu pembekuan darah yang normal. Jika batu empedu terus
menyumbat saluran tersebut akan mengakibatkan abses, nekrosis dan
perforasi disertai peritonitis generalisata.
1.4 ETIOLOGI
1. Statis cairan empedu
2. Infeksi kuman (E.Coli, klebsiella, Streptokokus, Stapilokokus, Clostridium).
3. Iskemik dinding kandung empedu.
4. Kepekatan cairan empedu.
5. Kolesterol.
6. Lisolesitin.
7. Prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu
diikuti reaksi supurasi dan inflamasi.

1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus.
Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi
inisasi. Prosedur ini akan membrikan hasil yang paling akurat jika pasien
sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada
dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang
suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli
dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya.
Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak
dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami
obstruksi.(Smeltzer, 2002)
3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang
hanya dapat dilihat pada sat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi
endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai
duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus
koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke
dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan
memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer, 2002)
5. Pemeriksaan Darah
a. Kenaikan serum kolesterol
b. Kenaikan fosfolipid
c. Penurunan ester kolesterol
d. Kenaikan protrombin serum time
e. Kenaikan bilirubin total, transaminase
f. Penurunan urobilirubin
g. Peningkatan sel darah putih
h. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada
batu di duktus utama.

1.6 PENATALAKSANAAN
1. Non Pembedahan (farmakoterapi, diet)
a. Penatalaksanaan pendukung dan Diet adalah: istirahat, cairan infus, NGT,
analgetik dan antibiotik, diet cair rendah lemak, buah yang masak, nasi,
ketela, kentang yang dilumatkan, sayur non gas, kopi dan teh.
b. Untuk makanan yang perlu dihindari sayur mengandung gas, telur, krim,
daging babi, gorengan, keju, bumbu masak berlemak, alkohol.
c. Farmakoterapi asam ursedeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksiolat
(chenodiol, chenofalk) digunakan untuk melarutkan batu empedu
radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol.
Jarang ada efek sampingnya dan dapat diberikan dengan dosis kecil untuk
mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya menghambat sintesis
kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi disaturasi getah
empedu. Batu yang sudah ada dikurangi besarnya, yang kecil akan larut
dan batu yang baru dicegah pembentukannya. Diperlukan waktu terapi 6
– 12 bulan untuk melarutkan batu.
d. Pelarutan batu empedu tanpa pembedahan : dengan cara menginfuskan
suatu bahan pelarut (manooktanoin / metil tersier butil eter ) kedalam
kandung empedu. Melalui selang / kateter yang dipasang perkuatan
langsung kedalam kandung empedu, melalui drain yang dimasukkan
melalui T-Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat
pembedahan, melalui endoskopi ERCP, atau kateter bilier transnasal.
e. Ektracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL). Metode ini menggunakan
gelombang kejut berulang yang diarahkan pada batu empedu dalam
kandung empedu atau duktus koledokus untuk memecah batu menjadi
sejumlah fragmen. Gelombang kejut tersebut dihasilkan oleh media
cairan oleh percikan listrik yaitu piezoelektrik atau muatan
elektromagnetik. Energi disalurkan kedalam tubuh lewat rendaman air
atau kantong berisi cairan. Setelah batu pecah secara bertahap,
pecahannya akan bergerak perlahan secara spontan dari kandung
empedu atau duktus koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau
dilarutkan dengan pelarut atau asam empedu peroral.
2. Pembedahan
a. Intervensi bedah dan sistem drainase.
b. Kolesistektomi : dilakukan pada sebagian besar kolesistitis kronis / akut.
Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan
menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan
serosanguinus, dan getah empedu kedalam kassa absorben.
c. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi
selebar 4 cm, bisa dipasang drain juga, beaya lebih ringan, waktu singkat.
d. Kolesistektomi laparaskopi
e. Kolesistektomi endoskopi: dilakukan lewat luka insisi kecil atau luka
tusukan melalui dinding abdomen pada umbilikus
3. Pendidikan pasien pasca operasi :
a. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala
komplikasi intra abdomen yang harus dilaporkan : penurunan selera
makan, muntah, rasa nyeri, distensi abdomen dan kenaikan suhu tubuh.
b. Saat dirumah perlu didampingi dan dibantu oleh keluarga selama 24
sampai 48 jam pertama.
c. Luka tidak boleh terkena air dan anjurkan untuk menjaga kebersihan luka
operasi dan sekitarnya
d. Masukan nutrisi dan cairan yang cukup, bergizi dan seimbang
e. Anjurkan untuk kontrol dan minum obat rutin.

1.7 DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL


1. Nyeri Akut b/d agen injuri fisik
2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuan pemasukan nutrisi, faktor biologis
3. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, terpasangnya alat invasif.
4. Kurang perawatan diri b/d kelemahan
5. Kurang Pengetahuan tentang penyakit, diet dan perawatannya b/d mis
interpretasi informasi

1.8 INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
injuri fisik Asuhan keperawatan 1. Kaji tingkat nyeri secara
…. jam tingkat komprehensif termasuk
kenyamanan klien lokasi, karakteristik, durasi,
meningkat dg KH: frekuensi, kualitas dan faktor
1. Klien melaporkan presipitasi.
nyeri berkurang dg 2. Observasi reaksi nonverbal
scala 2-3 dari ketidak nyamanan.
2. Ekspresi wajah 3. Gunakan teknik komunikasi
tenang terapeutik untuk mengetahui
3. klien dapat istirahat pengalaman nyeri klien
dan tidur sebelumnya.
4. Kontrol faktor lingkungan
yang mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
5. Kurangi faktor presipitasi
nyeri.
6. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
7. Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengetasi
nyeri.
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter
bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak
berhasil.

Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgetik pilihan,
rute pemberian dan dosis
optimal.
4. Monitor TV.
5. Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek
samping.
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari asuhan keperawatan … 1. Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan tubuh jam klien menunjukan 2. Kaji makanan yang disukai
status nutrisi adekuat oleh klien.
dengan KH: 3. Kolaborasi team gizi untuk
1. BB stabil, nilai penyediaan nutrisi terpilih
laboratorium terkait sesuai dengan kebutuhan
normal. klien.
2. tingkat energi 4. Anjurkan klien untuk
adekuat, masukan meningkatkan asupan
nutrisi adekuat nutrisinya.
5. Yakinkan diet yang
dikonsumsi mengandung
cukup serat untuk mencegah
konstipasi.
6. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori.
7. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi.

Monitor Nutrisi
1. Monitor BB jika
memungkinkan.
2. Monitor respon klien
terhadap situasi yang
mengharuskan klien makan.
3. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan
dengan waktu klien makan.
4. Monitor adanya mual
muntah.
5. Monitor adanya gangguan
dalam input makanan
misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
6. Monitor intake nutrisi dan
kalori.
7. Monitor kadar energi,
kelemahan dan kelelahan.
3 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan Konrol infeksi :
imunitas tubuh asuhan keperawatan … 1. Bersihkan lingkungan setelah
menurun, prosedur jam tidak terdapat dipakai pasien lain.
invasive. faktor risiko infeksi dan 2. Batasi pengunjung bila perlu.
dg KH: 3. Intruksikan kepada
1. Tdk ada tanda-tanda pengunjung untuk mencuci
infeksi tangan saat berkunjung dan
2. AL normal sesudahnya.
 4. Gunakan sabun anti miroba
untuk mencuci tangan.
5. Lakukan cuci tangan
sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
6. Gunakan baju dan sarung
tangan sebagai alat
pelindung.
7. Pertahankan lingkungan yang
aseptik selama pemasangan
alat.
8. Lakukan dresing infus dan
dan kateter setiap hari Sesuai
indikasi
9. Tingkatkan intake nutrisi dan
cairan
10. Berikan antibiotik sesuai
program.

Proteksi terhadap infeksi


1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal.
2. Monitor hitung granulosit dan
WBC.
3. Monitor kerentanan terhadap
infeksi.
4. Pertahankan teknik aseptik
untuk setiap tindakan.
5. Inspeksi kulit dan mebran
mukosa terhadap kemerahan,
panas.
6. Ambil kultur, dan laporkan
bila hasil positip jika perlu
7. Dorong istirahat yang cukup.
8. Dorong peningkatan mobilitas
dan latihan.
9. Instruksikan klien untuk
minum antibiotik sesuai
program.
10. Ajarkan keluarga/klien tentang
tanda dan gejala infeksi.
11. Laporkan kecurigaan infeksi.
4 Sindrom defisit self Setelah dilakukan askep Self Care Assistence
care b.d kelemahan ...... jam ADLs 1. Bantu ADL klien selagi klien
terpenuhi dg KH: belum mampu mandiri.
1. Klien bersih, tidak 2. Pahami semua kebutuhan
bau. ADL klien
2. Kebutuhan sehari- 3. Pahami bahasa-bahasa atau
hari terpenuhi pengungkapan non verbal
klien akan kebutuhan ADL
4. Libatkan klien dalam
pemenuhan ADLnya
5. Libatkan orang yang berarti
dan layanan pendukung bila
dibutuhkan
6. Gunakan sumber-sumber atau
fasilitas yang ada untuk
mendukung self care
7. Ajari klien untuk melakukan
self care secara bertahap
8. Ajarkan penggunaan
modalitas terapi dan bantuan
mobilisasi secara aman
(lakukan supervisi agar
keamnanannya terjamin)
9. Evaluasi kemampuan klien
untuk melakukan self care di
RS
10. Beri reinforcement atas
upaya dan keberhasilan
dalam melakukan self care
5 Kurang Setelah dilakukan askep Mengajarkan proses penyakit
pengetahuan … jam pengetahuan 1. Kaji pengetahuan keluarga
keluarga keluarga klien tentang proses penyakit
berhubungan meningkat dg KH: 2. Jelaskan tentang patofisiologi
dengan kurang 1. Keluarga penyakit dan tanda gejala
paparan dan menjelaskan tenta penyakit
keterbatasan ng penyakit, 3. Beri gambaran tentaang tanda
kognitif keluarga perlunya pengobat gejala penyakit kalau
an dan memungkinkan
memahami 4. Identifikasi penyebab penyakit
perawatan 5. Berikan informasi pada
2. Keluarga keluarga tentang keadaan
kooperatif dan mau pasien, komplikasi penyakit.
kerjasama saat 6. Diskusikan tentang pilihan
dilakukan tindakan therapy pada keluarga dan
rasional therapy yang
diberikan.
7. Berikan dukungan pada
keluarga untuk memilih atau
mendapatkan pengobatan lain
yang lebih baik.
8. Jelaskan pada keluarga tentang
persiapan / tindakan yang akan
dilakukan

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC
Mansjoer,Arif M . 2001 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Aesculapius
Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa:
Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai