Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit hipertensif mempersulit 5 hingga 10% kehamilan, bersama perdarahan


dan infeksi, sehingga membentuk suatu trias yang mematikan, dan berperan besar
dalam angka kesakitan serta kematian ibu.1 Salah satu bentuk penyakit hipertensif
selama kehamilan adalah preeklampsia, yakni hipertensi yang timbul setelah 20
minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.2
Preeklamsia merupakan masalah kesehatan yang memerlukan perhatian khusus
karena preeklamsia adalah penyebab kematian ibu hamil dan perinatal yang tinggi
terutama di negara berkembang. Sampai saat ini preeklamsia dan eklamsia masih
merupakan ”the disease of theories”, karena angka kejadian preeklampsia-
eklampsia tetap tinggi dan mengakibatkan angka morbiditas dan mortilitas
maternal yang tinggi. Angka kematian ibu di dunia mencapai 529.000 per tahun,
dengan rasio 400 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup dimana 12% dari kematian ibu
disebabkan oleh preeklamsia. Prevalensi preeklamsia dan eklamsia adalah 2,8%
dari kehamilan di negara berkembang, dan 0,6% dari kehamilan di negara maju.1
Di Indonesia, pada tahun 2006 angka kematian ibu (AKI) yang
disebabkan oleh eklamsia dan preeklamsia adalah sebanyak 5,8%. Jika dilihat dari
golongan sebab sakit, persentase eklamsia dan preeklamsia memang lebih rendah
dibanding data di dunia, namun jika dilihat dari Case Fatality Rate (CFR), penyebab
kematian terbesar adalah eklamsia dan preeklamsi dengan CFR 2,1%. Pada tahun
2011 eklamsia menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian pada ibu
melahirkan yaitu sebanyak 24%.3
Namun sampai sejauh ini, penyebab timbulnya preeklampsia pada ibu hamil
belum diketahui secara pasti. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya
preeklampsia berupa primigravida, primipaternitas, kehamilan ganda, hidramnion,
molahidatidosa, multigravida, malnutrisi berat, usia ibu kurang dari 18 tahun atau
lebih dari 35 tahun serta anemia.1,2
Preeklamsia dapat mengakibatkan kematian ibu, terjadinya prematuritas, serta
dapat mengakibatkan Intra Uterin Growth Retriction (IUGR) dan kelahiran mati,
dikarenakan pada preeklamsia-eklamsia akan terjadi kalsifikasi plasenta yang
menyebabkan makanan dan oksigen yang masuk ke janin berkurang.2
Preeklampsia adalah suatu sindroma dari proses implantasi sehingga tidak
secara keseluruhan dapat dicegah.2 Adapun pencegahannya hanya berupa
meminimalisir\terjadinya preeklampsia pada perempuan hamil yang mempunyai
risiko terjadinya preeklampsia. Pencegahan tersebut dilakukan dengan pemeriksaan
antenatal care secara teratur. Serta ibu banyak diedukasikan mengenai istirahat yang
cukup, dan memperhatikan nutrisi selama hamil. Dapat juga diberikan obat-obat
antioksidan, misalnya vitamin C, vitamin E, β-karotem, CoQ10, N-asetilsitein, dan
asam lipoik.2

1
Penanganan preeklampsia bergantung pada derajat keparahan penyakitnya.
Pada eklampsia ringan hanya dilakukan istirahat dan diet cukup protein, rendah
karbohidrat, lemak, garam secukupnya, dan roboransia prenatal. Sedangkan pada
preeklampsia berat dapat diberikan antikejang berupa MgSO4, ataupun obat lainnya
seperti diazepam atau fenitoin. Diuretik tidak diberikan secara rutin kecuali bila ada
edema paru, payah jantung kongestif atau anasarka. Tekanan darah diturunkan secara
bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sitolik dan tekanan darah mencapai
<160/110 mmHg atau MAP <125. Jenis antihipertensi yang diberikan sangat
bervariasi, dengan lini pertama ialah nifedipin.2
Adapun sikap terhadap kehamilan ditinjau berdasarkan usia kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preekampsia berat selama perawatan. Perawatan
ekspetatif adalah mempertahankan kehamilan dengan pemberian pengobatan
medikamentosa. Indikasinya ialah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa disertai
tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik. Perawatan agresif
dilakukan segera bila timbul perburukan baik pada ibu dan janin ataupun mengalami
kegagalan pengobatan.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Preeklampsia

2
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria.2 Preeklampsia merupakan kelainan malafungsi endotel
pembuluh darah atau vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme yang
mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel yang
menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen, dan dijumpai proteinuria
300 mg per 24 jam atau 30 mg/dl (+1 pada dipstik) dengan nilai sangat fluktuatif saat
pengambilan urin sewaktu.1,2

2.2 Etiologi Preeklampsia


Penyebab timbulnya preeklampsia pada ibu hamil belum diketahui secara pasti,
tetapi pada umumnya disebabkan oleh vasospasme arteriola. Faktor-faktor lain yang
diperkirakan akan mempengaruhi timbulnya preeklampsia antara lain: primigravida,
primipaternitas, kehamilan ganda, hidramnion, molahidatidosa, multigravida,
malnutrisi berat, usia ibu kurang dari 18 tahun atau lebih dari 35 tahun serta anemia.2,3
Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa eklampsia disebabkan iskemia
rahim dan plasenta (iskemia uteroplasenta). Selama kehamilan uterus memerlukan
darah lebih banyak. Pada molahidatidosa, hidramnion, kehamilan ganda, pada akhir
kehamilan, pada persalinan, juga pada penyakit pembuluh darah ibu, diabetes,
peredaran darah dalam dinding rahim kurang, maka keluarlah zat-zat dari plasenta
atau desidua yang menyebabkan vasospasmus dan hipertensi. Tetapi dengan teori ini
tidak dapat diterangakan semua hal yang berkaitan dengan penyakit tersebut.
Ternyata tidak hanya satu faktor yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia.4
2.3 Epidemiologi Preeklampsia
Sampai sekarang etiologi preeklampsia belum diketahui dengan jelas. Banyak
teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, namun tidak
ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar2 1 Adapun teori-teori tersebut
antara lain:
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis
menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis rekatif mengalami
vasokontriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran
darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.2
2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel
Lanjutan teori diatas, plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan
menghasilkan oksidan, dimana salah satunya yang penting adalah radikal hidroksil.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak
membrane sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Dan pada
hipertensi dalam kehamilan, antioksidan misalnya vitamin E akan menurun, sehingga
terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.2

3
Akibat sel endotel yang terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel.
Kerusakan ini mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh
struktur endotel.2 Sehingga akan terjadi:2
- Gangguan metabolisme prostaglandin, penurunan produksi prostasiklin
(PGE2), suatu vasodilator kuat
- Agregasi trombosit, yang akan memprodfuksi tromboksan (TXA2), suatu
vasokonstriktor kuat
- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus
- Peningkatan permeabilitas kapiler
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, yaitu endotelin. Kadar NO
(vasodilator menurun), sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat
- Peningkatan faktor koagulasi
3. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin
Pada saat kehamian adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G)
berperan dalam mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam Jaringan desidua ibu
serta untuk menghadapi sel Natural Killer (NK) ibu. Pada plasenta hipeertensi dalam
kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G, sehingga menghambat invasi
trofoblas ke dalam desidua yang untuk memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis.
HLA-G juga meransang sitikon, sehingga memudahkan tejadinya reaksi inflamasi.2
4. Teori Adaptasi Kardiovaskular
Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kehilangan daya refrakter bterhadap
bahan vasokonstriktor, dan malah terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-
bahan vasopressor.2
5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Telah terbukti
bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan
mengalami preeklampsia pula.2
6. Teori Defisiensi Gizi
Konsumsi minyak ikan, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokontriksi pembuluh
darah.2
7. Teori Stimulus Inflamasi
Lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan ransangan utama
terjadinya proses inflamasi. Pada preeklampsia terjadi peningkatan stress oksidatif
sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Keadaan
ini menimbulkan beban reaksi inflamasi alam darah ibu menjadi jauh lebih besar,
dibanding reaksi inflamasi kehamilan normal. Respons inflamasi akan mengaktivasi
sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula sehingga terjadi
reaksi sitemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada ibu.2
2.4 Gejala Preeklampsia
Tanda dan gejala preeklampsia adalah sebagai berikut:4
a. Hipertensi
Umumnya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Bila peningkatan
tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali dalam trimester pertama

4
atau kedua awal, ini mungkin menunjukkan bahwa penderita menderita hipertensi
kronik. Tetapi bila tekanan darah ini meninggi dan tercatat pada akhir trimester kedua
dan ketiga, mungkin penderita menderita preeklampsia. Peningkatan tekanan sistolik
sekurang-kurangnya 30 mmHg, atau peningkatan tekanan diastolik sekurang-
kurangnya 15 mmHg, atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg,
atau tekanan diastolik sekurang-kurangnya 90 mmHg atau lebih atau dengan
kenaikan 20 mmHg atau lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnosa. Penentuan
tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan
istirahat. Tetapi bila diastolik sudah mencapai 100 mmHg atau lebih, ini sebuah
indikasi terjadi preeklampsia berat.4
b. Edema
Meupakan penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam jaringan
tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan
pada kaki, jari-jari tangan, dan muka, atau pembengkan pada ektrimitas dan muka.
Edeema terjadi karena hypoalbuminemia atau keruksan sel endotel kapiler. Edema
pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa
berarti untuk penentuan diagnosa preeklampsia. Edema yang patologik adalah edema
nondependent pada muka dan tangan disertai kenaikan berat badan yang cepat.
Kenaikan berat badan ½ kg setiap minggu dalam kehamilan masih diangap normal,
tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali atau 3 kg dalam sebulan
preeklampsia harus dicurigai. Atau bila terjadi pertambahan berat badan lebih dari 2,5
kg tiap minggu pada akhir kehamilan, mungkin merupakan tanda preeklampsia.
Bertambahnya berat badan disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian
edema nampak dan edema tidak hilang dengan istirahat. Hal ini perlu menimbulkan
kewaspadaan terhadap timbulnya pre eklampsia. Edema dapat terjadi pada semua
derajat PIH (hipertensi dalam kehamilan) tetapi hanya mempunyai nilai sedikit
diagnostik kecuali jika edemanya general.4
c. Proteinuria
Berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter dalam
air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+
(menggunakan metode turbidimetrik standar) atau 1 g/liter atau lebih dalam air
kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream untuk memperoleh urin
yang bersih yang diambil minimal 2 kali dengan jarak 6 jam. Proteinuria biasanya
timbul lebih lambat dari hipertensi dan tambah berat badan. Proteinuria sering
ditemukan pada preeklampsia, karena vasospasme pembuluh-pembuluh darah ginjal.
Karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius.4

2.5 Klasifikasi Preeklampsia


Pembagian preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat, berikut ini
adalah penggolongannya:2
a. Preeklampsia Ringan

5
Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan
aktivasi endotel.2
Gejala preeklampsia ringan meliputi:2,6
- Kenaikan tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah
diastolik 90-110 mmHg
- Proteinuria secara kuantitatif ≥300 mg/24 jam
- Edema pada pretibial, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan dan
generalisata
- Tidak disertai dengan gangguan fungsi organ
b. Preeklampsia Berat
Preeklampsia Berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau edema
pada kehamilan 20 minggu atau lebih.2,6
Gejala klinis preeklampsia berat meliputi:2,6
-
Tekanan darah sistolik >160 mmHg atau tekanan darah diastolik >110 mmHg
-
Proteinuria ( >5 gr/ liter/24 jam) atau positif 3 atau 4
-
Oliguria (urine < 500 ml/24 jam)
-
Kenaikan kadar kreatinin plasma
-
Gangguan visus dan serebral, seperti penurunan kesadaran, nyeri kepala, dan
pandangan kabur
-
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen
-
Edema paru-paru dan sianosis
-
Hemolisis mikroangiopatik
-
Trombositopenia <100.000 /mm3
-
Gangguan fungsi hepar: peningkatan kadar alanin dan aspartate
aminotransferase
-
Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat
-
Sindrom HELLP
Preeklampsia berat dibagi lagi menjadi preeklampsia berat tanpa impending
eclampsia dan preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut impending
eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala
hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progesif
tekanan darah.2

2.6 Faktor Yang Berhubungan Dengan Preeklampsia


Setiap wanita hamil memiliki risiko untuk mengalami penyakit akibat
kehamilan, sedangkan wanita yang tidak hamil tidak memiliki risiko tersebut.
Menurut Sarwono, faktor yang berhubungan dengan terjadinya preeklampsia yaitu
faktor usia dan paritas. Sedangkan berdasarkan penelitian Rozikhan, beberapa faktor
yang memiliki hubungan dengan terjadinya preeklampsia adalah faktor pengetahuan,
usia, paritas, riwayat preeklampsia, genetik dan pemeriksaan kehamilan (ANC). 5,7
Walaupun penyebab preeklampsia belum dapat dipastikan, namun beberapa faktor
berikut ini memiliki hubungan dengan terjadinya preeklampsia:
a. Umur Ibu
Insiden tertinggi pada kasus preeklampsia pada usia remaja atau awal usia 20
tahun, tetapi prevalensinya meningkat pada wanita diatas 35 tahun. Dengan

6
bertambahnya usia seseorang, maka kematangan dalam berfikir semakin baik. Usia
sangat memengaruhi kehamilan, usia yang baik untuk hamil berkisar antara 20-35
tahun. Pada usia tersebut alat reproduksi wanita telah berkembang dan berfungsi
secara maksimal. Sebaliknya pada wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas
35 tahun kurang baik untuk hamil. Karena kehamilan pada usia ini memiliki ini
memiliki resiko tinggi, seperti terjadinya keguguran atau kegagalan persalinan,
bahkan bisa menyebabkan kematian. Wanita yang usianya lebih tua memiliki tingkat
risiko komplikasi melahirkan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih
muda. Bagi wanita yang berusia diatas 35 tahun, selain fisik mulai melemah, juga
kemungkinan munculnya berbagai risiko gangguan kesehatan, seperti darah tinggi,
diabetes, dan berbagai penyakit lainnya termasuk preeklampsia. Tinggi rendahnya
usia seseorang memengaruhi terjadinya preeklampsia.8
b. Usia Kehamilan
Preeklampsia biasanya muncul setelah usia kehamilan 20 minggu. Gejalanya
adalah kenaikan tekanan darah. Jika terjadi di bawah 20 minggu, masih dikategorikan
hipertensi kronis. Sebagian besar kasus preeklampsia terjadi pada usia kehamilan >37
minggu dan makin tua kehamilan makin berisiko untuk terjadinya preeklampsia.8
c. Paritas
Paritas adalah keadaan seorang ibu yang melahirkan janin lebih dari satu. Pada
primigaravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan
multigaravida, terutama primigaravida muda.8 Selain itu, seorang wanita yang pernah
memiliki riwayat preeklampsia, kehamilan molahidatidosa dan kehamilan ganda
kemungkinan akan mengalami preeklampsia lagi pada kehamilan berikutnya,
terutama jika diluar kehamilan menderita tekanan darah tinggi menahun.8

2.7 Komplikasi Preeklampsia


2.7.1 Komplikasi pada Ibu
Akibat gejala preeklampsia, proses kehamilan maternal terganggu karena
terjadi perubahan patologis pada sistem organ, yaitu:2,9
a. Volume Plasma
Pada preekalmpsia oleh sebab yang tidak jelas akan terjadi penurunan volume
plasma antara 30-40% dibanding normal, dosebut hipovolemia. Hipovolemia
diimbangi vasokonstriksi, sehingga terjadi hipertensi.2,9
b. Jantung
Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat
hipertensi dan aktivasi endotel sehingga terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke
ekstraselular terutama paru. Terjadi penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.9
c. Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi.
Jika autoregulasi tidak berfungsi, penghubung penguat endotel akan terbuka
menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah keluar ke ruang ekstravaskular. Nyeri
kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik edema.
Akibat spasme arteri retina dan edema retina juga menyebabkan gangguan visus

7
seperti pandangam kabur, amaurosis (kebutaan tanpa jelas kelainan), dan ablasio
retina.9
d. Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu atau
beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina yang
nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti
spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan. Skotoma, diplopia dan
ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang menunjukan akan
terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah pada pusat
penglihatan di korteks serebri maupun didalam retina.9
e. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang mengalami
kelainan pulmonal maupun non-pulmonal setelah proses persalinan. Hal ini terjadi
karena peningkatan cairan yang sangat banyak, penurunan tekanan onkotik koloid
plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang
hilang, dan penurunan albumin yang diproduksi oleh hati.9
f. Hati
Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar,
perlambatan ekskresi bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar aspartat
aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum
disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta. Pada
penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk, dengan menggunakan sonografi Doppler
pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri hepatika. Nekrosis hemoragik
periporta di bagian perifer lobulus hepar menyebabkan terjadinya peningkatan enzim
hati didalam serum. Perdarahan pada lesi ini dapat mengakibatkan ruptur hepatika,
menyebar di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom subkapsular.9
g. Ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama glomeruloendoteliosis,
yaitu pembengkakan dari kapiler endotel glomerular yang menyebabkan penurunan
perfusi dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat
terutama pada preeklampsia berat. Pada sebagian besar wanita hamil dengan
preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya
terjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir
dua kali lipat dibandingkan dengan kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl).
Namun pada beberapa kasus preeklampsia berat, kreatinin plasma meningkat
beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl.
Hal ini disebabkan perubahan intrinsik ginjal akibat vasospasme yang hebat.
Kelainan pada ginjal biasanya dijumpai proteinuria akibat retensi garam dan air.
Retensi garam dan air terjadi karena penurunan laju filtrasi natrium di glomerulus
akibat spasme arteriol ginjal. Pada pasien preeklampsia terjadi penurunan ekskresi
kalsium melalui urin karena meningkatnya reabsorpsi di tubulus. Kelainan ginjal
yang dapat dijumpai berupa glomerulopati, terjadi karena peningkatan

8
permeabilitas terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi, misalnya:
hemoglobin, globulin, dan transferin. Protein–protein molekul ini tidak dapat
difiltrasi oleh glomerulus. Penurunan aliran darah ke ginjal juga mengakibatkan
produksi urin menurun (oliguria) bahkan dapat terjadi anuria.1,2
h. Darah
Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,
hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan hemolisis
akibat kerusakan endotel arteriole. Perubahan tersebut berupa peningkatan hematocrit
akibat hipovolemia, peningkatan viskositas darah, trombositpopenia, dan gejala
hemolisis mikroangiopatik.1 Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat
sering, biasanya jumlahnya kurang dari 100.000/μl ditemukan pada 15-20 % pasien.
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dapat terjadi HELLP syndrome yang
ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet
rendah.9
i. Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit
Pada preeklampsia, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang,
proses sekresi aldosteron pun terhambat sehingga menurunkan kadar aldosteron
didalam darah. Pada ibu hamil dengan preeklampsia kadar peptida natriuretik atrium
juga meningkat. Hal ini akibat ekspansi volume yang menyebabkan peningkatan
curah jantung dan penurunan resistensi vaskular perifer. Pada pasien preeklampsia
terjadi pergeseran cairan dari intravaskuler ke interstisial yang disertai peningkatan
hematokrit, protein serum, viskositas darah dan penurunan volume plasma. Hal ini
mengakibatkan aliran darah ke jaringan berkurang dan terjadi hipoksia.9 Pada
preeklampsia kadar elektrolit total sama seperti hanil normal, yaitu sesuai dengan
proporsi jumlah air dalam tubuh.9
2.7.2 Komplikasi pada janin
Penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta.
Hal ini mengakibatkan hipovolemia, vasospasme, penurunan perfusi uteroplasenta
dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta sehingga mortalitas janin
meningkat. Dampak preeklampsia pada janin, antara lain: Intrauterine growth
restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion, prematur,
berat badan bayi lahir rendah, dan solusio plasenta.2

2.8 Pencegahan Preeklampsia


Yang dimaksud dengan pencegahan adalah upaya untuk mencegah terjadinya
preeklampsia pada perempuan hamil yang mempunyai risiko terjadinya preeklampsia.
Preeklampsia adalah suatu sindroma dari proses implantasi sehingga tidak secara
keseluruhan dapat dicegah.10 Pencegahannya adalah sebagai berikut:
a. Pencegahan dengan nonmedikal
Pencegahan timbulnya preeklampsia dapat dilakukan dengan pemeriksaan
antenatal care secara teratur. Gejala ini ini dapat ditangani secara tepat. Penyuluhan
tentang manfaat isirahat akan banyak berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak

9
selalu berarti tirah baring di tempat tidur, tetapi ibu masih dapat melakukan kegiatan
sehari-hari, hanya dikurangi antara kegiatan tersebut, ibu dianjurkan duduk atau
berbaring. Nutrisi penting untuk diperhatikan selama hamil, terutama protein. Diet
protein yang adekuat bermanfaat untuk pertumbuhan dan perbaikan sel dan
transformasi lipid.2
b. Pencegahan dengan medikal
Pemberian diuretik tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia.
Pemberian kalsium 1500-2000 mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen pada risko
tinggi terjadinya preeklampsia. Zinc 200 mg/hari, magnesium 365 mg/hari juga dapat
diberikan. Obat antitrombotik yang dianggap dapat mencegah preeklampsia ialah
aspirin dosis rendah dibawah 100 mg/hari atau dipyridamole. Dapat juga diberikan
obat-obat antioksidan, misalnya vitamin C, vitamin E, β-karotem, CoQ10, N-
asetilsitein, dan asam lipoik.2

2.9 Penatalaksanaan Preeklampsia


Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya eklampsia,
melahirkan bayi tanpa asfiksia dengan skor APGAR baik, dan mencegah mortalitas
maternal dan perinatal.2
2.7.1 Preeklampsia ringan
Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan.
Istirahat di tempat tidur (berbaring/ tidur miring) merupakan terapi utama dalam
penanganan preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada posisi tubuh miring
menghilangkan tekanan rahim pada v. kava inferior, sehingga meningkatkan aliran
darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini juga menyebabkan aliran
darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada
ekstremitas bawah menurun dan reabsorpsi cairan bertambah.Selain itu dengan
istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar dan juga
dapat menurunkan tekanan darah. Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik
dengan penanganan konservatif, dalam hal ini kehamilan harus diterminasi jika
mengancam nyawa maternal. Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat,
lemak, garam secukupnya, dan roboransia prenatal.2,6
2.7.2 Preeklampsia berat
Pada pasien preeklampsia berat segera masuk rumah sakit untuk dirawat inap
dan dianjurkan tirah baring ke sisi kiri. Pengolaan cairan (monitoring input dan
output cairan) pada preeklampsia sangat penting dikarenakan memiliki risiko tinggi
untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Diet yang cukup protein, rendah
karbohidrat, lemak, dan garam.2
Tatalaksana antikejangnya berupa MgSO4, ataupun obat lainnya seperti
diazepam atau fenitoin. Namun pemberian MgSO4 sebagai antikejang dianggap lebih
efektif dibandingkan fenitoin. MgSO4 menghambat atau menurunkan kadar
asetilkolin pada ransangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.

10
Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian
MgSO4, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran ransangan tidak terjadi
(terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium). Cara
pemberiannya berupa MgSO4 4 gram (40% dalam 10 cc) selama 15 menit (loading
dose), dilanjutkan dengan maintenance dose yakni infus MgSO4 6 gram dalam
larutan Ringer/ 6 jam. Adapun syarat pemberiannya adalah tersedianya antidotum
MgSO4, bila terjadi intoksikasi seperti kalsium glukonas 10% 1 gram (dalam 10 cc)
diberikan intravena dalam 3 menit, refleks patella positif kuat, dan frekuensi
pernapasan >16 kali/ menit, serta tidak ada tanda-tanda distress napas. Pemberian
MgSO4 dihentikan bila terjadi tanda-tanda intoksikasi, dan 24 jam setelah pasca
persalinan atau kejang terakhir. Apabila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4,
maka diberikan salah obat berupa tioprntal sodium, sodium amobarbital, diazepam,
atau fenitoin.2
Diuretik tidak diberikan secara rutin kecuali bila ada edema paru, payah jantung
kongestif atau anasarka. Diuretik yang dipakai adalah furosemid. Pemberian diuretik
dapat memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi utero-plasenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, menimbukkan dehihdrasi pada janin, dan menurunkan berat janin.2
Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari
tekanan sitolik dan tekanan darah mencapai <160/110 mmHg atau MAP <125. Jenis
antihipertensi yang diberikan sangat bervariasi. Antihipertensi lini pertama ialah
nifedipin, dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, dan maksimum 120 mg
dalam 24 jam. Sedangkan lini keduanya sodium nitroprusside 0,25 mg
iv/kgBB/menit, dan diazokside 30-60 mg iv/5 menit atau infus 10 mg/menit/dititrasi.2
Pemberian glukokortiokoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.
Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam. Obat ini juga diberikan pada
sindrom HELLP.2

2.10 Sikap Terhadap Kehamilan


Menurut William Obstetrics, sikap terhadap kehamilan ditinjau berdasarkan
usia kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preekampsia berat selama perawatan,
sehingga dibagi menjadi:2
a. Aktif (perawatan agresif)
Bermakna kehamilan segera diterminasi bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa. Indikasinya ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan
tersebut:2
 Ibu
- Usia kehamilan ≥ 37 minggu
- Adaya gejala-gejala impending eclampsia
- Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
- Diduga terjadi solusio plasenta
- Tibul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
 Janin
- Adanya tanda-tanda fetal distress

11
- Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)
- NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
- Terjadinya oligohidroamnion
 Laboratorik
- Adanya tanda-tanda “sindroma HELLP” khususnya menurunnya trombosit
dengan cepat
- Cara mengakhiri Kehamilan (terminasi Kehamilan) dilakukan berdasar
keadaan obstetric pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.
b. Konservatif (perawatan ekspetatif)
Bermakna kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa. Indikasinya ialah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu
tanpa disertai tanda-tanda imnpending eclampsia dengan keadaan janin baik. MgSO4
dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-
lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini
dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi.
Pasien boleh dipulangkan bila telah kembali ke gejala-gejala preeklampsia ringan.2
c. Penyulit ibu2
- Sistem saraf pusat
- Perdarahan intracranial, thrombosis vena sentral, hipertensi ensefaopati, edema
serebri, edema retina detachment dan kebutaan korteks
- Gastrointestinal-hepatik, subkapsular hematoma hepar, ruptur kapsul hepar
- Ginjal: gagal gunjal akut, nekrosis tubular akut
- Hematologik: DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi
- Kardiopulmonar: edema paru kardiogenik dan nonkardiogenik, depresi atau
arrest pernapasan, kardiak arrest, iskemia miokardium
- Lain-lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendalikan.
d. Penyulit janin
Penyulit yang dapat terjadi pada janin ialah intrauterine fetal growth restriction,
solusio plasenta, prematuritas, sindrom distress napas, kematian janin intrauterine,
kematian neonatal, perdarahan intraventrikular, necrotizing enterocolitis, sepsis, dan
cerebral palsy.2

12
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Harnima
Umur : 43 tahun
No. CM : 1154538
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Aceh besar
Suku : Aceh
Agama : Islam
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : IRT
Tanggal Pemeriksaan : 18 Desember 2017

3.2 Anamnesis
a. Keluhan utama
Darah tinggi
b. Keluhan tambahan
Nyeri kepala, keluar air-air
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien kiriman Sp,OG datang dengan keluhan tekanan darah tinggi, yang
dialami sejak usia kehamilan 7 bulan. Pasien mengaku hamil 9 bulan, HPHT
8/4/2017, TTP 15/1/2018 ~ 36-37 minggu. Keluhan mules-mules dan keluar
lendir darah disangkal. Keluhan nyeri kepala juga dialami pasien sejak 3 hari
SMRS. Riwayat mata kabur, mual, muntah, nyeri ulu hati disangkal. Keluar
air-air dialami pasien sejak 6 jam SMRS. Cairan yang keluar berwarna putih
kekuningan berbau amis. Riwayat keputihan disangkal. Pasien rutin kontrol
kandungan sebanyak 7 kali di bidan dan 3 kali di Sp.OG. USG terakhir
dikatakan bayi dalam keadaan baik, berat badan janin 2200 gram, namun air
ketuban berkurang. BAB dan BAK dalam batas normal.
d. Riwayat penyakit dahulu
- Eklamsia pada hamil pertama
- Preeklampsia berat pada hamil kedua
- Penyakit jantung, asma , alergi, dan diabetes mellitus disangkal
e. Riwayat penyakit keluarga

13
Riwayat hipertensi pada kedua orang tua pasien, sedangkan riwayat diabetes
mellitus, asma, alergi dan penyakit jantung disangkal.
f. Riwayat menarche
Usia 13 tahun, siklus menstruasi teratur 6-7 hari. Ganti pembalut 2-3 kali/hari.
Dismenorrhea (-)
g. Riwayat menikah
Sekali pada usia 25 tahun.
h. Riwayat persalinan
- Pertama: Perempuan, usia 17 tahun. BBL: 2300 gram. Sektio caesaria di
RSUZA a/i Eklampsia.
- Kedua: Laki-laki, usia 10 tahun. BBL: 2800 gram. Sektio caesaria di RSUZA
a/i Preeklampsia Berat.
- Hamil saat ini
i. Riwayat KB
Suntik KB 3 bulan dan IUD
j. Riwayat pengobatan
Tidak ada riwayat pengobatan yang sedang dikonsumsi pasien sebelumnya.

3.3 Pemeriksaan Fisik

 Pemeriksaan Status Generalis


- Keadaan Umum : Baik
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tanda-tanda vital : Tekanan Darah : 170/100 mmHg
Frekuensi Nadi : 84x/menit
Frekuensi Pernapasan : 20x/i
Suhu : 36,50C
- Mata : Konjungtiva tarsal anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
- Hidung : Deviasi (-), Pernafasan cuping hidung (-), Sekret (-)
- Mulut : Sianosis (-)
- Tenggorokan : Dalam batas normal
- Leher : Pembesaran KGB (-),Pembesaran kelenjar tiroid (-)
- Cor : Bunyi jantung I>II regular, Gallop (-), Murmur (-)
- Pulmo : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
- Abdomen : Soepel, membesar sesuai usia kehamilan
- Ekstremitas : Edema(-), Sianosis (-), CRT <2 detik
 Pemeriksaan Status Obstetrik
- Inspeksi : Membesar sesuai dengan usia kehamilan
- Palpasi :
Leopold I : TFU 30 cm, teraba bagian yang besar dan
lunak, kesan bokong.
Leopold II : Teraba bagian besar dan keras di sebelah
kanan, kesan punggung. Teraba bagian kecil
yang mobile disebelah kiri, kesan ekstremitas.
DJJ 145x/i
Leopold III : Teraba bagian bulat, keras, dan melenting.
Kesan kepala
Leopold IV : Bagian terbawah dari janin di Hodge III-IV
TBJ : 2635 gram
- Anogenital :

14
I : v/u perdarahan (-), varices (-), oedem (-).

Io : Portio licin, OUE terbuka, fluksus (+),


lakmus test (+)valsava (+)

VT : posterior, lunak, t=3 cm, Ø tidak ada, kepala


floating

3.4 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium (18/12/2017)

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan


DARAH RUTIN
Hemoglobin 12,6 14 – 17 g/dl
Hematokrit 38 45 -55 %
Eritrosit 4,9 4.7 – 6.1 106/mm3
Leukosit 8,9 4.5 – 10.5 103/mm3
Trombosit 184 150 – 450 103/mm3
Hitung Jenis:
Eosinofil 1 02 %
Basofil 1 0–6 %
Netrofil Batang 0 2 -6 %
Netrofil Segmen 70 50 -70 %
Limfosit 21 20 -40 %
Monosit 7 2–8 %
FAAL HEMOSTATIS
PT (Pasien) 9,3 9,3 detik
INR 0,86 <1,5 detik
APTT (Pasien) 29,5 29,5 detik
IMUNOSEROLOGI
HbsAg Negatif Negatif
KIMIA KLINIK
Bilirubin Total 0,27 0,3-1,2 mg/dL
Bilirubin Direct 0,18 <0,52 mg/dL
Bilirubin Indirect 0,09 mg/dL
SGOT 37 <31 U/L
SGPT 35 <34 U/L
Albumin 3,32 3,5-5,2 g/dL
DIABETES
Glukosa Darah Sewaktu 79 <200 mg/dL
GINJAL HIPERTENSI
Ureum 25 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,81 0,51-0,95 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 139 132-146 mmol/L
Kalium (K) 4,0 4,0 mmol/L
Klorida (Cl) 106 98-106 mmol/L
URINALISIS
Protein Positif Negatif
(+2)
Keton Negatif Negatif

b. Kardiotokografi (18/12/2017)

15
Interpretasi:
- Baseline : 140 dpm
- Variabilitas : 5-20 dpm
- Akselerasi : >2x/10 menit
- Deselerasi : Tidak ada
- Kontraksi : Tidak ada
- Gerakan : Aktif
- Kesan : CTG Kategori I

3.5 Diagnosis
G3P2A0 Hamil 36-37 minggu, Janin Persentasi Kepala Tunggal Hidup, Bekas
Sectio Caesaria 2 kali (Interval Delivery Time 10 tahun), Ketuban Pecah Dini 6 jam,
Ibu dengan permasalahan Preeklampsia Berat.

3.6 Penatalaksanaan
- MgSO4 40% 4gr IV bolus perlahan 15-20 menit (loading dose) dilanjutkan
MgSO4 40% 1gr/ jam selama 24 jam (maintenance)
- Nifedipin 10 mg titrasi settiap 20 menit hingga tercapai MAP >120, dilanjutkan
dengan Adalat oros 1x30mg (maintenance)
- Inj. Ceftriaxone 2 gram/24 jam
- Terminasi Kehamilan secara Sectio Caesaria
3.7 Laporan Perinatologi
Telah lahir bayi laki-laki, pada tanggal 18 Desember 2017, pukul 23:25 WIB,
anak dari Ny. Harnima secara sectio caesaria. Bayi dengan berat badan lahir 2400
gram.dengan skor APGAR 8/9. Menurut skor Ballard, usia gestasi bayi 34-36
minggu.

16
BAB IV
ANALISA KASUS

Seorang pasien perempuan berusia 43 tahun, datang ke IGD RSUD Zainal


Abidin pada tanggal 18 Desember 2017. Pada kasus ini diambil beberapa
pembahasan:
Pasien kiriman Sp.OG datang dengan keluhan tekanan darah tinggi, yang
dialami sejak usia kehamilan 7 bulan. Pasien mengaku hamil 9 bulan, HPHT
8/4/2017, TTP 15/1/2018 ~ 36-37 minggu. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri
kepala yang dialami 3 hari terakhir. Hal ini sesuai dengan definisi preeklampsia itu
sendiri, yakni hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria. Preeklampsia merupakan kelainan malafungsi endotel pembuluh darah
atau vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme yang mengakibatkan
terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel.1,2
Pasien dalam kasus ini merupakan seorang wanita berusia 43 tahun, dengan
riwayat persalinan 2 kali, dan riwayat preeklampsia pada kedua Kehamilan
sebelumnya. Pasien juga memiliki ibu yang menderita penyakit hipertensi dan
diabetes mellitus. Beberapa faktor yang memiliki hubungan dengan terjadinya
preeklampsia adalah faktor pengetahuan, usia, paritas, riwayat preeklampsia, genetik

17
dan pemeriksaan kehamilan (ANC).5,7 Prevalensi preeklampsia meningkat pada
wanita diatas 35 tahun. Wanita yang usianya lebih tua memiliki tingkat risiko
komplikasi melahirkan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih muda. Bagi
wanita yang berusia diatas 35 tahun, selain fisik mulai melemah, juga kemungkinan
munculnya berbagai risiko gangguan kesehatan, seperti darah tinggi, diabetes, dan
berbagai penyakit lainnya termasuk preeklampsia. Selain itu, seorang wanita yang
pernah memiliki riwayat preeklampsia kemungkinan akan mengalami preeklampsia
lagi pada kehamilan berikutnya, terutama jika diluar kehamilan menderita tekanan
darah tinggi menahun.8 Pada kehamilan ini, pasien mulai mengalami peningkatan
tekanan darah sejak usia kehamilan diatas 7 bulan. Sebagian besar kasus
preeklampsia terjadi pada usia kehamilan >37 minggu dan makin tua kehamilan
makin berisiko untuk terjadinya preeklampsia.8
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah pasien yakni 170/110 mmHg.
Pada tekanan darah yang setinggi itu, maka pasien sudah termasuk ke dalam
preeklampsia berat, yang merupakan preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥
160 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg. Pada preeklampsia berat dapat diserati
dengan gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala, gangguan visus, muntah-muntah,
dan nyeri epigastrium yang mengarah terhadap terjadinya impending eclampsia
seperti yang dialami oleh pasien dalam kasus ini yang mengeluhkan adanya nyeri
kepala.2
Pada pemeriksaan urinalisa, didapatkan pasien mengalami proteinuria +2.
Proteinuria ialah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan
≥1+ disptik. Proteinuria merupakan ciri khas preeklampsia yang menunjukkan
vasospasme pembuluh-pembuluh darah ginjal sehingga terjadinya kebocoran endotel
yang luas.1 Pada preeklampsia berat dapat disertai proteinuria lebih 5g/24 jam atau 4+
dalam pemeriksaan kualitatif.2 Namun dikarenakan kepekatan urin sangat bervariasi,
sehingga pembacaan carik celup juga bervariasi.1
Pada pasien ini diberikan penatalaksanaan berupa magnesium sulfat (MgSO4)
40% 4gr IV bolus perlahan 15-20 menit (loading dose) dilanjutkan Mgso4 40% 1gr/
jam selama 24 jam (maintenance), nifedipin 10 mg titrasi setiap 20 menit hingga
tercapai MAP >120, dilanjutkan dengan adalat oros 1x30mg (maintenance), injeksi
ceftriaxone 2 gram/24 jam, serta terminasi kehamilan secara sectio caesaria. MgSO4
merupakan pilihan pertama sebagai antikejang pada preeklampsia. MgSO4
menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada ransangan serat saraf dengan
menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan
kalsium pada sinaps. Pada pemberian MgSO4, magnesium akan menggeser kalsium,
sehingga aliran ransangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion
kalsium dan ion magnesium). Regimen pemberian MgSO4 pada kasus ini sesuai
dengan teori, yaitu pemberian loading dose berupa MgSO4 4 gram 40 dalam 10 cc)
selama 15 menit, dolanjutkan dengan maintenance dose yakni infus MgSo4 6 gram

18
dalam larutan Ringer/ 6 jam. Pemberian MgSO4 dihentikan bila terjadi tanda-tanda
intoksikasi maupun 24 jam setelah pasca persalinan atau kejang terakhir. Nifedipin
merupakan antihipertensi lini pertama pada preeklampsia seperti pada kasus ini.
Nifedipin diberikan dengan dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, dan
maksimum 120 mg dalam 24 jam. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu
penurunan awal 25% dari tekanan sitolik dan tekanan darah mencapai <160/110
mmHg atau MAP <125. Adapun pemberian ceftriaxone merupakan sebagai antibiotik
profilaksis sebelum dilakukan tindakan terminasi Kehamilan berupa sectio caesaria
pada kasus ini. Terminasi kehamilan merupakan perawatan aktif pada penanganan
pasien dengan preekalmpsia berat.2 Menurut William Obstetrics, sikap terhadap
kehamilan ditinjau berdasarkan usia kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
preekampsia berat. Indikasi pada pasien dalam kasus ini adalah usia kehamilan ≥ 37
minggu, telah terdapat gejala impending eclampsia berupa nyeri kepala, telah
terjadinya ketuban pecah dan oligohidramnion.1,2
Pada saat dilakukan sectio caesaria dilahirkan bayi laki-laki, dengan berat
badan lahir 2400 gram dan skor APGAR 8/9. Menurut skor Ballard, usia gestasi bayi
34-36 minggu. Intrauterine growth restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin
terhambat, oligohidramnion, prematur, berat badan bayi lahir rendah merupakan
bentuk dampak preeklampsia terhadap janin. Hal ini dikarenakan penurunan aliran
darah ke plasenta yang mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Sehingga terjadi
hipovolemia, vasospasme, penurunan perfusi uteroplasenta dan kerusakan sel endotel
pembuluh darah plasenta sehingga mortalitas janin meningkat.2

BAB V
KESIMPULAN
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Sampai sekarang etiologi preeklampsia belum diketahui
dengan jelas. Salah satunya dikarenakan kelainan malfungsi endotel pembuluh darah
atau vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme yang mengakibatkan
terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel yang menimbulkan
terjadinya hipertensi, edema nondependen, dan dijumpai proteinuria 300 mg per 24
jam.
Berdasarkan derajatnya keparahannya, preeklampsia dibagi menjadi ringan dan
berat. Preeklampsia berat dibagi lagi menjadi preeklampsia berat tanpa impending
eclampsia dan preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut impending
eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala
hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progesif
tekanan darah. Pada preeklampsia dapat menimbulkan komplikasi baik terhadap ibu
dan janin.
Kejadian preeklampsia dapat diminimalisir dengan istirahat yang cukup, serta
mengatur kebutuhan nutrisi. Pada preeklampsia berat dapat diberikan antikejang,
hipertensi, dan pengelolaan caian.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, FG, dkk. 2005. Obstetri Williams Volume I. Jakarta : EGC


2. Sarwono Prawirohardjo Edisi IV. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
3. Depkes RI. (2012) Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012.
Jakarta: Badan Pusat Statistik
4. Maryunani, A, dkk. 2012. Asuhan Kegawat Daruratan Dalam Kebidanan.
Jakarta: Trans Info Media
5. Rozikhan. 2007. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Preeklamsia Berat di Rumah
Sakit DR. H. Soewondo Kendal. Semarang, Universitas Diponegoro
6. Ai Yeyeh, Rukiyah, Yulianti, Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak
Balita. Jakarta : Trans Info Medika.
7. Prawirohardjo, S., Wiknjosastro, H., Sumapraja, S. 2007. Ilmu kandungan.
Edisi 2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono.
8. Supriyadi, Teddy-Gunawan, Johanes. 2005. Kapita Selekta Kedokteran Obstetri
dan Ginekologi. Jakarta: Buku Kedokteran.
9. Manuaba, I.B.G. 2009. Memahami Kesehatan Reroduksi Wanita. Edisi 2.
Jakarta: Penerbit EGC.
10. Angsar, M.D., 2010. Hipertensi dalam Kehamilan Ilmu dalam Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo Edisi IV. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono

20

Anda mungkin juga menyukai