Anda di halaman 1dari 18

DEFINISI

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2011).

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang
dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).

CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempetahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2011).

Renal osteodystrophy adalah kelainan metabolisme tulang yang terjadi sekunder terhadap
gagal ginjal akibat kelainan fungsi ekskresi dan endokrin. Renal osteodystrophy terdiri dari
osteomalacia, osteosclerosis dan osteitis fibrosa

KLASIFIKASI CKD

Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD). Pada
dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun pada
terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus
secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih
dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage)
menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5.
sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang
dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.

1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :

a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal

- Kreatinin serum dan kadar BUN normal

- Asimptomatik

- Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR

b. Stadium II : Insufisiensi ginjal

- Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)


- Kadar kreatinin serum meningkat

- Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)

Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:

1) Ringan

40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal

2) Sedang

15% - 40% fungsi ginjal normal

3) Kondisi berat

2% - 20% fungsi ginjal normal

c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia

- kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat

- ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit

- air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010

2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan


pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi
Glomerolus) :

a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)

b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2)

c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)

d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)

e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
ETIOLOGI

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal.
Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.

1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.

2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.

3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,


stenosis arteri renalis.

4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif.

5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler
ginjal.

6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.

7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.

8. Nefropati obstruktif:

a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.

b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital
padaleher kandung kemih dan uretra.

Klasifikasi osteodistrofi ginjal dilakukan berdasarkan pengukuran parameter statis dan


dinamis, Lesi Tulang pada Osteodistrofi Ginjal A. Lesi high turnover 1.Hiperparatiroidisme
ringan 2.Hiperparatiroidisme berat B. Lesi low turnover 1.Adinamik a. Disebabkan oleh
aluminium b. Disebabkan oleh hipoparatiroidisme 2.Osteomalasia C. Osteodistrofi uremik
campuran D. Osteoartropati dialisis A. Lesi Tulang High Turnover Osteitis fibrosa sistika
didapatkan pada pasien dengan hiperparatiroidisme sekunder yang berat.Peninggian hormon
paratiroid meningkatkan jumlah osteoklas dan osteoblas serta aktivitas remodeling jaringan
tulang yang mengakibatkan deposisi jaringan fibrosa di dalam ruang sumsum tulang (fibrosis
peritrabekular) dan resorpsi.Massa tulang berkurang karena kecepatan resorpsi melebihi
kecepatan pembentukan tulang.Pada hiperparatiroidisme ringan turnover tulang meningkat tetapi
fibrosis peritrabekular masih minimal.B. Lesi Tulang Low Turnover 1.Lesi Tulang Adinamik
Selain disebabkan oleh akumulasi aluminium dalam tulang juga dapat disebabkan oleh
hipoparatiroidisme yang ditandai dengan aktivitas remodeling jaringan tulang yang menurun,
defek mineralisasi, dan penurunan jumlah osteoklas dan osteoblas.2. Osteomalasia Defek
mineralisasi tulang mengakibatkan peningkatan relatif jumlah osteoid (matriks tulang tanpa
mineral) yang disertai peningkatan jumlah osteoblas.Sejak dipergunakan sistem water treatment
untuk hemodialisis yang efektif dan ditinggalkannya pemakaian obat pengikat fosfat yang
mengandung aluminium, osteomalasia tidak banyak lagi dijumpai pada pasien
hemodialisis.Osteomalasia ini masih didapatkan pada pasien uremia dengan gangguan sintesis
kalsitriol ginjal atau defisiensi vitamin D yang berat dan berlangsung lama.C. Osteodistrofi
Uremik Campuran Pada sebagian pasien gagal ginjal kronik dapat dijumpai lesi campuran yaitu
terdapat gambaran osteitis fibrosa dan osteomalasia. Pada biopsi tulang lesi campuran ini
dijumpai pada kurang dari 20% pasien hemodialisis dan kurang dari 25% pasien dialisis
peritoneal mandiri berkesinambungan. Lesi campuran ini kemungkinan disebabkan oleh
hiperfungsi kelenjar paratiroid dan defisiensi vitamin D. D. Osteoartropati Dialisis Amiloidosis
yang dijumpai pada pasien dialisis, yang terdiri dari serat amiloid β2-mikroglobulin, merupakan
komplikasi lain yang belum lama ini dilaporkan terjadi pada jaringan sendi dan tulang. Meskipun
serat amiloid β2-mikroglobulin mungkin sudah terdapat pada fase pradialisis gagal ginjal
terminal, faktor yang terkait dengan prosedur dialisis seperti membran dialisis, lama dialisis, dan
umur pada saat mulai dialisis berpengaruh terhadap patogenesis dan progresi lesi tulang ini.

PATOFISIOLOGI

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.

Dengan makin meningkatnya jumlah populasi yang berusia lanjut, insidens gagal ginjal
kronik dengan berbagai komplikasinya akan makin meningkat. Pada tahun 1988, di Amerika
Serikat hampir 40% pasien baru gagal ginjal tahap akhir berusia di atas 64 tahun.Sebagian besar
dari 170.000 pasien gagal ginjal tahap akhir di Amerika Serikat mengalami hiperparatiroidisme
sekunder.Biopsi tulang pada pasien tersebut sudah menunjukkan kelainan patologi tulang.

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.

1. Gangguan Klirens Ginjal


Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal

Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-
jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya
glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu,
kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator
yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN
tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.

2. Retensi Cairan dan Ureum

Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal
pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan
dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan
resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan
natrium, yang semakin memperburuk status uremik.

3. Asidosis

Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring


dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan
sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾)
dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain
juga terjadi

4. Anemia

Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status
uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat

Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium
dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika
salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan
sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu
juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal
menurun.

6. Penyakit Tulang Uremik

Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.

TANDA DAN GEJALA

1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia

a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan
pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji
comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.

b. Defisiensi hormone eritropoetin

Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin → Depresi


sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses
hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.

2. Kelainan Saluran cerna

a. Mual, muntah, hicthcup

dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa


lambung dan usus.

b. Stomatitis uremia

Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea
dan kurang menjaga kebersihan mulut.

c. Pankreatitis

Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.


3. Kelainan mata

4. Kardiovaskuler :

a. Hipertensi

b. Pitting edema

c. Edema periorbital

d. Pembesaran vena leher

e. Friction Rub Pericardial

5. Kelainan kulit

a. Gatal

Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:

a). Toksik uremia yang kurang terdialisis

b). Peningkatan kadar kalium phosphor

c). Alergi bahan-bahan dalam proses HD

b). Kering bersisik

Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit.

c. Kulit mudah memar

d. Kulit kering dan bersisik

e. rambut tipis dan kasar

5. Neuropsikiatri

6. Kelainan selaput serosa

7. Neurologi :

a. Kelemahan dan keletihan

b. Konfusi

c. Disorientasi

d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai

f. rasa panas pada telapak kaki

g. Perubahan Perilaku

8. Kardiomegali.

Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa
yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya
menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus
mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik

Terdapat dua kelompok gejala klinis :

- Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia
akibat defisiensi sekresi ginjal.

- Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya.

KOMPLIKASI

a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diet
berlebih.

b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik
dan dialysis yang tidak adekuat

c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiotensin-
aldosteron

d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan
gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama hemodialisa

e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang
rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.

f. Asidosis metabolic

g. Osteodistropi ginjal

h. Sepsis

i. neuropati perifer

j. hiperuremia
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal

- Ureum kreatinin.

- Asam urat serum.

b. Identifikasi etiologi gagal ginjal

- Analisis urin rutin

- Mikrobiologi urin

- Kimia darah

- Elektrolit

- Imunodiagnosis

c. Identifikasi perjalanan penyakit

- Progresifitas penurunan fungsi ginjal

- Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)

2. Terapi pengganti

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan
transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

a. Dialisis yang meliputi :

1). Hemodialisa

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,
dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap
akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah

1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai
fungsi ginjalnya pulih.

2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:

a. Hiperkalemia > 17 mg/lt


b. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2

c. Kegagalan terapi konservatif

d. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis metabolik berat,
hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi dalam
darah dengan nilai kreatinin > 100 mg %

e. Kelebihan cairan

f.Mual dan muntah hebat

g. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )

h. preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )

i. Sindrom kelebihan air

j. Intoksidasi obat jenis barbiturat

b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan
program transplantasi ginjal, yaitu:

1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah

2) Kualitas hidup normal kembali

3) Masa hidup (survival rate) lebih lama

4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat


imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi


PENGKAJIAN KEPERAWATAN

a. PENGKAJIAN PRIMER

Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :

Airway

1) Lidah jatuh kebelakang

2) Benda asing/ darah pada rongga mulut

3) Adanya sekret

Breathing

1) pasien sesak nafas dan cepat letih

2) Pernafasan Kusmaul

3) Dispnea

4) Nafas berbau amoniak

Circulation

1) TD meningkat

2) Nadi kuat

3) Disritmia

4) Adanya peningkatan JVP

5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka

6) Capillary refill > 3 detik

7) Akral dingin

8) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung

Disability : pemeriksaan neurologis è GCS menurun bahkan terjadi koma, Kelemahan dan
keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada tungkai

A : Allert è sadar penuh, respon bagus

V : Voice Respon è kesadaran menurun, berespon thd suara


P : Pain Respons è kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon thd rangsangan nyeri

U : Unresponsive è kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk bersespon thd nyeri

b. PENGKAJIAN SEKUNDER

Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau penenganan pada


pemeriksaan primer.

Pemeriksaan sekunder meliputi :

1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event

2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe

3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang

Keluhan Utama

Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-kadang disertai
udema ekstremitas, napas terengah-engah.

Riwayat kesehatan

Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit, infeksi saluran kemih,
hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat keluarga dengan penyakit polikistik,
keganasan, nefritis herediter)

Anamnesa

· Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC, RBC)

· Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan kalium

· Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.

· Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg, penurunan HCO3

· Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan menurun, nausea, ainoreksia,


vomitus, hematomisis, melena, gadtritis, haus.

· Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.

· Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan kesadaran, perubahan fungsi
motorik
· Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan

· Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido

· Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul

· Lain-lain : Penurunan berat badan

J. Masalah keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar

2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis

3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis

4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).

6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan


prosedur dialysis.

INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Gangguan pertukaran NOC : NIC :
gas b/d kongesti paru,
 Respiratory Status : Gas
hipertensi pulmonal, exchange Airway Management
penurunan perifer yang
 Respiratory Status :
mengakibatkan asidosis ventilation  Buka jalan nafas, guanakan
laktat dan penurunan  Vital Sign Status teknik chin lift atau jaw thrust
curah jantung. Kriteria Hasil : bila perlu
 Mendemonstrasikan  Posisikan pasien untuk
Definisi : Kelebihan peningkatan ventilasi dan memaksimalkan ventilasi
atau kekurangan dalam oksigenasi yang adekuat  Identifikasi pasien perlunya
oksigenasi dan atau  Memelihara kebersihan pemasangan alat jalan nafas
pengeluaran paru paru dan bebas dari buatan
karbondioksida di tanda tanda 
distress Pasang mayo bila perlu
dalam membran kapiler pernafasan  Lakukan fisioterapi dada jika
alveoli  Mendemonstrasikan batuk perlu
efektif dan suara nafas  Keluarkan sekret dengan
Batasan karakteristik : yang bersih, tidak ada batuk atau suction
Gangguan sianosis dan dyspneu Auskultasi suara nafas, catat
penglihatan (mampu mengeluarkan adanya suara tambahan
Penurunan CO2 sputum, mampu bernafas  Lakukan suction pada mayo
Takikardi 
dengan mudah, tidak ada Berika bronkodilator bial
Hiperkapnia pursed lips) perlu
Keletihan 
Tanda tanda vital dalam Barikan pelembab udara
somnolen rentang normal  Atur intake untuk cairan
Iritabilitas mengoptimalkan keseimbangan.
Hypoxia  Monitor respirasi dan status
kebingungan O2
Dyspnoe
nasal faring
AGD Normal Respiratory Monitoring
sianosis
warna kulit  Monitor rata – rata,
abnormal (pucat, kedalaman, irama dan usaha
kehitaman) respirasi
Hipoksemia  Catat pergerakan dada,amati
hiperkarbia kesimetrisan, penggunaan otot
sakit kepala ketika tambahan, retraksi otot
bangun supraclavicular dan intercostal
frekuensi dan  Monitor suara nafas, seperti
kedalaman nafas dengkur
abnormal  Monitor pola nafas :
Faktor faktor yang bradipena, takipenia, kussmaul,
berhubungan : hiperventilasi, cheyne stokes,
- ketidakseimbangan biot
perfusi ventilasi  Catat lokasi trakea
perubahan membran  Monitor kelelahan otot
kapiler-alveolar diagfragma ( gerakan
paradoksis )
 Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
 Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan napas
utama
 Uskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya

AcidBase Managemen

 Monitro IV line
 Pertahankanjalan nafas paten
 Monitor AGD, tingkat elektrolit
 Monitor status
hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
 Monitor adanya tanda tanda
gagal nafas
 Monitor pola respirasi
 Lakukan terapi oksigen
 Monitor status neurologi
 Tingkatkan oral hygiene

2 Penurunan curahNOC : NIC :


jantung b/d respon  Cardiac Pump Cardiac Care
fisiologis otot jantung, effectiveness  Evaluasi adanya nyeri dada
peningkatan frekuensi,  Circulation Status ( intensitas,lokasi, durasi)
dilatasi, hipertrofi atau
 Vital Sign Status  Catat adanya disritmia jantung
peningkatan isi
Kriteria Hasil:  Catat adanya tanda dan gejala
sekuncup Tanda Vital dalam rentang penurunan cardiac putput
normal (Tekanan darah,  Monitor status kardiovaskuler
Nadi, respirasi)  Monitor status pernafasan yang
 Dapat mentoleransi menandakan gagal jantung
aktivitas, tidak ada
 Monitor abdomen sebagai
kelelahan indicator penurunan perfusi
 Tidak ada edema paru,  Monitor balance cairan
perifer, dan tidak ada asites Monitor adanya perubahan
Tidak ada penurunan tekanan darah
kesadaran  Monitor respon pasien terhadap
efek pengobatan antiaritmia
 Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
 Monitor toleransi aktivitas
pasien
 Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan ortopneu
 Anjurkan untuk menurunkan
stress

Vital Sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor adanya pulsus
paradoksus
 Monitor adanya pulsus alterans
 Monitor jumlah dan irama
jantung
 Monitor bunyi jantung
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

3 Pola Nafas tidak efektif NOC : Fluid management


 Respiratory status : Pertahankan catatan intake
Definisi : Pertukaran Ventilation dan output yang akurat
udara inspirasi dan/atau Respiratory status : Airway  Pasang urin kateter jika
ekspirasi tidak adekuat patency diperlukan
 Vital sign Status  Monitor hasil lAb yang
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : sesuai dengan retensi cairan
- Penurunan tekanan Mendemonstrasikan batuk (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
inspirasi/ekspirasi efektif dan suara nafas  Monitor status
- Penurunan pertukaran yang bersih, tidak ada hemodinamik termasuk CVP,
udara per menit sianosis dan dyspneu MAP, PAP, dan PCWP
- Menggunakan otot (mampu mengeluarkan  Monitor vital sign
pernafasan tambahan sputum, mampu bernafas  Monitor indikasi retensi /
- Nasal flaring dengan mudah, tidak ada kelebihan cairan (cracles, CVP ,
- Dyspnea pursed lips) edema, distensi vena leher,
- Orthopnea  Menunjukkan jalan nafas asites)
- Perubahan yang paten (klien tidak  Kaji lokasi dan luas edema
penyimpangan dada merasa tercekik, irama  Monitor masukan
- Nafas pendek nafas, frekuensi pernafasan makanan / cairan dan hitung
- Assumption of 3- dalam rentang normal, intake kalori harian
point position tidak ada suara nafas  Monitor status nutrisi
- Pernafasan pursed-lip abnormal)  Berikan diuretik sesuai
- Tahap ekspirasi
 Tanda Tanda vital dalam interuksi
berlangsung sangat rentang normal (tekanan  Batasi masukan cairan pada
lama darah, nadi, pernafasan) keadaan hiponatrermi dilusi
- Peningkatan diameter dengan serum Na < 130 mEq/l
anterior-posterior  Kolaborasi dokter jika tanda
- Pernafasan rata- cairan berlebih muncul
rata/minimal memburuk
 Bayi : < 25 atau > 60 Fluid Monitoring
 Usia 1-4 : < 20 atau >  Tentukan riwayat jumlah
30 dan tipe intake cairan dan
 Usia 5-14 : < 14 atau > eliminaSi
25  Tentukan kemungkinan
 Usia > 14 : < 11 atau > faktor resiko dari ketidak
24 seimbangan cairan
- Kedalaman (Hipertermia, terapi diuretik,
pernafasan kelainan renal, gagal jantung,
 Dewasa volume diaporesis, disfungsi hati, dll )
tidalnya 500 ml saat  Monitor serum dan
istirahat elektrolit urine
 Bayi volume tidalnya 6-  Monitor serum dan
8 ml/Kg osmilalitas urine
- Timing rasio  Monitor BP, HR, dan RR
- Penurunan kapasitas  Monitor tekanan darah
vital orthostatik dan perubahan irama
jantung
Faktor yang  Monitor parameter
berhubungan : hemodinamik infasif
- Hiperventilasi  Monitor adanya distensi
- Deformitas tulang leher, rinchi, eodem perifer dan
- Kelainan bentuk penambahan BB
dinding dada  Monitor tanda dan gejala
- Penurunan dari odema
energi/kelelahan
- Perusakan/pelemahan
muskulo-skeletal
- Obesitas
- Posisi tubuh
- Kelelahan otot
pernafasan
- Hipoventilasi sindrom
- Nyeri
- Kecemasan
- Disfungsi
Neuromuskuler
- Kerusakan
persepsi/kognitif
- Perlukaan pada
jaringan syaraf tulang
belakang
- Imaturitas Neurologis
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

Carpenito. 2011. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River

Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan Pendekatan
Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK Magelang

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai