Kelompok C3
Pendahuluan
HIV merupakan virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia. HIV saat ini
telah menjadi masalah global yang sangat serius bagi institusi pelayanan kesehatan. Departemen
Kesehatan RI pada tahun 2010 memperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang terinfeksi HIV
berkisar 22726 jiwa, dengan angka kejadian di Jawa Tengah sebanyak 872 kasus. Berdasarkan
data WHO tahun 2007, di Indonesia terdapat sekitar 270.000 orang penderita HIV dengan
prevalensi pada orang dewasa sekitar 0,2%.
Beberapa studi juga memperkirakan sekitar 300.000 orang dengan HIV positif
mengalami koinfeksi dengan virus hepatitis C. Dalam hal ini yang paling berperan adalah
penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Fakta yang terjadi adalah 50-90% penderita HIV
melalui jarum suntik juga terinfeksi hepatitis C. Kematian akibat penyakit hati meningkat pada
pasien dengan hepatitis kronis karena hepatitis C yang juga terinfeksi HIV. Pada makalah ini
akan dibahas mengenai pengetahuan tentang koinfeksi HIV dan hepatitis C, sampai
penatalaksanaan dari koinfeksi tersebut.1
Anamnesis
Di awal anamnesis, informasi yang didapat tidak selalu lengkap, untuk melengkapinya
perlu anamnesis ulang jika ditemukan tanda objektif pada pemeriksaan. Pada anamnesis penyakit
hepatitis, yang perlu kita tanyakan adalah :
Kalau ada demam, perlu ditanyakan tipe demam dan lamanya
Nyeri perut kanan atas
Mual, muntah
Air seni seperti teh
Mata kuning
Riwayat kontak penyakit kuning : keluarga, lingkungan, sosial ekonomi
Riwayat konsumsi obat-obatan
Riwayat alkoholisme
Riwayat suntik
Riwayat transfusi
Namun berdasarkan skenario dimana keluhan utama pasien adalah diare jadi anamesis
dimulai dari karakteristik diarenya, hasil anamnesis didapatkan lendir (-), darah (-).Selain itu
tanyakan juga keluhan lainnya, berdasarkan anamnesis skenario didapatkan pasien batuk lama,
keringat pada malam hari dan adanya penurunan berat badan 5 kg dalam 1 bulan.Pasien juga
memiliki riwayat narkoba suntik sejak kuliah, menggunakan jarum bersama/bergantian dengan
temannya dan suka gonta-ganti pasangan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dari kesadaran umum dan keadaan umum pasien. Kesadaran umum
Compos Mentis dan keadaan umum pasien tampak sakit berat. Selanjutnya kita melakukan
pemeriksaan Tanda Tanda Vital dan didapatkan hasil tekanan darah 100/60 mmHg, nadi
Pemeriksaan fisik tambahan untuk kasus ini adalah pemeriksaan fisik sistematis dari kepala
hingga kaki, yang terdiri atas pemeriksaan kepala, mulut, toraks, abdomen, dan ekstremitas.
Hasil pemeriksaan berupa adanya Oral Thrush (+) pada mulut, Needle Tract (+/+), pada lengan
Pemeriksaan Penunjang
A.Tes Serologi
Hasil pemeriksaan penunjang didapatkan anti HIV (+), anti HCV (+), rontgen thorax infiltrat
pada apex kedua paru.2
Working Diagnosis
Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (VHC).
Proses penularannya melalui kontak darah transfusi, jarum suntik (terkontaminasi). Dalam
perkembangan penyakit Hepatitis C, hati penderita akan mengalami sirosis (pengerasan hati)
yang kemudian akan berlanjut menjadi kanker hati (hepato seluler karsinoma). Penyakit
Hepatitis C tahap lanjut, resiko terjadinya kematian sangat besar.2
Penderita Hepatitis C sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak menunjukkan
gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Namun beberapa gejala yang
samar diantaranya adalah ; Lelah, Hilang selera makan, sakit perut, Urin menjadi gelap dan Kulit
atau mata menjadi kuning yang disebut "jaundice" (jarang terjadi). Pada beberapa kasus
dapat ditemukan peningkatan enzyme hati pada pemeriksaan urine, namun demikian pada
penderita Hepatitis C justru terkadang enzyme hati fluktuasi bahkan normal.2-5
Hepatitis C menular terutama melalui darah. Sebelumnya, transfusi darah
bertanggung jawab atas 80% kasus hepatitis C. Kini hal tersebut tidak lagi terjadi berkat kontrol
yang lebih ketat dalam proses donor dan transfusi darah. Virus ditularkan terutama melalui
penggunaan jarum suntik untuk menyuntikkan obat obatan, pembuatan tato dan body
piercing yang dilakukan dalam kondisi tidak higienis. Penularan virus hepatitis C (HCV) juga
dimungkinkan melalui hubungan seksual dan dari ibu ke anak saat melahirkan, tetapi kasusnya
lebih jarang.Seperti halnya pada hepatitis B, banyak orang yang sehat menyebarkan virus ini
tanpa disadari. Gejala hepatitis C sama dengan hepatitis B. Namun, hepatitis C lebih berbahaya
karena virusnya sulit menghilang. Pada sebagian besar pasien (70% lebih), virus HCV terus
bertahan di dalam tubuh sehingga mengganggu fungsi liver.
Evolusi hepatitis C tidak dapat diprediksi. Infeksi akut sering tanpa gejala
(asimtomatik). Kemudian, fungsi liver dapat membaik atau memburuk selama beberapa
bulan atau bahkan bertahun-tahun. Pada sekitar 20% pasien penyakitnya berkembang
sehingga menyebabkan sirosis.2-5
Umumnya infeksi akut VHC tidak memberi gejala atau hanya bergejala minimal. Hanya
20-30% kasus saja yang menunjukan tanda-tanda/simtomatik hepatitis akut 7-8 minggu (berkisar
2-26 minggu) setelah terjadinya paparan. Walaupun demikian, infeksi akut sangat sukar dikenal
karena pada umumnya tidak terdapat gejala sehingga susah dalam menentukan perjalanan
penyakit akibat infeksi VHC. Dari beberapa laporan yang berhasil mengidentifikasi pasien
dengan infeksi hepatitis C akut, didapatkan adanya gejala malaise, mual-mual dan ikterus seperti
halnya hepatitis akut akibat infeksi virus-virus hepatitis lainnya. Hepatitis fulminan sangat jarang
terjadi. ALT meninggi sampai beberapa kali diatas batas nilai normal tetapi umumnya tidak
sampai lebih dari 1000 U/L. umumnya, berdasarkan gejala klinis dan laboratorik saja tidak dapat
dibedakan antara infeksi oleh virus hepatitis A, B maupun C. Infeksi akan menjadi kronis pada
70-90% kasus dan seringkali tidak menimbulkan gejala apapun walaupun proses kerusakan hati
berjalan terus. Hilangnya VHC setelah terjadi hepatitis kronis sangat jarang terjadi. Diperlukan
waktu 20-30 tahun untuk terjadinya sirosis hati yang akan terjadi pada 15-20% pasien hepatitis C
kronis.1
Kerusakan hati akibat infeksi kronis tidak dapat tergambar pada pemeriksaan fisik
maupun laboratorik kecuali bila sudah terjadi sirosis hati. Pada pasien dimana kadar ALT selalu
normal, 18-20% sudah terdapat kerusakan hati yang bermakna, sedangkan diantara pasien
dengan peningkatan ALT, hampir semuanya sudah mengalami kerusakan hati sedang sampai
berat. Progresifitas hepatitis kronis menjadi sirosis hati tergantung beberapa faktor risiko, yaitu:7
1. Asupan alkohol
2. Ko-infeksi VHC dengan virus hepatitis B (VHB)
3. Ko-infeksi VHC dengan Human Imunnodeficiency Virus (HIV)
4. Jenis kelamin laki-laki
5. Usia tua saat terjadinya infeksi
Ko-infeksi VHC dengan HIV diketahui menjadi masalah karena dapat memperburuk
perjalanan penyakit hati yang kronis, mempercepat terjadinya sirosis hati dan mungkin pula
mempercepat penurunan sistem kekebalan tubuh, terutama infeksi oleh VHc genotipe 1. Ko-
infeksi VHC dengan VHB juga memperburuk perjalanan penyakit pasien. Dilaporkan
kejadian sirosis hati relaitif lebih banyak ditemukan pada mereka yang menderita ko-infeksi
VHC-VHB dibandingkan dengan VHC atau VHB saja. Selain itu, risiko terjadinya kanker
hati meningkat menjadi amat tinggi pada mereka yang menderita ko-infeksi ini dibandingkan
hanya terinfeksi salah satu virus tersebut saja. Super infeksi oleh virus hepatitis A (VHA)
pada pasien yang telah terinfeksi VHC dilaporkan dapat menjadi hepatitis akut yang berat
atau hepatitis fulminan. Untuk itu, pasien VHC yang belum pernah terinfeksi VHA (anti
HAV total negatif) dianjurkan untuk vaksinasi terhadap infeksi VHA.
Selain gejala-gejala gangguan hati, dapat pula timbul manifestasi ekstra hepatik,
antara lain :
1. Krioglobulinemia dengan komplikasi-komplikasinya (glomerulopati, kelemahan,
vaskulitis, purpura atau artralgia).
2. Porphyria cutanea tarda
3. Sicca syndrome
4. Lichen planus
Patofisiologi gangguan-gangguan ekstra hepatik ini belum diketahui pasti, namun
dihubungkan dengan kemampuan VHC untuk menginfeksi sel-sel limfoid sehingga
mengganggu respons sistem imunnologis. Sel-sel limfoid yang terinfeksi dapat berubah
sifatnya menjadi ganas karena dilaporkan tingginya angka kejadian limfoma non-Hodgkin
pada pasien dengan infeksi VHC.1
Patofisiologi VHC
Reaksi cytotoxic T-cell (CTL) spesifik yang kuat diperlukan untuk terjadinya
eliminasi menyeluruh VHC pada infeksi akut. Pada infeksi kronik, reaksi CTL yang relative
lemah masih mampu merusak sel-sel hati dan melibatkan respon inflamasi dalam hati
tetapi tidak bisa menghilangkan virus maupun menekan evolusi genetic VHC sehingga
kerusakan sel hati berjalan terus menerus.Kemampuan CTL tersebut dihubungkan dengan
aktivitas limfosit sel T-helper (Th) spesifik VHC. Adanya pergeseran dominasi aktivitas Th
1 menjadi Th 2 berakibat pada reaksi toleransi dan melemahnya respons CTL. Reaksi inflamasi
yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α, TGFβ1, akan menyebabkan
rekrutmen sel-sel inflamasi lainnya dan menyebabkan aktivasi sel-sel stelata di ruang disse
hati. Sel-sel yang khas ini sebelumnya dalam keadaan “tenang” kemudian berproliferasi dan
menjadi aktif menjadi sel-sel miofibroblas yang dapat menghasilkan matriks kolagen sehingga
terjadi fibrosis dan berperan aktif dalam menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi.
Mekanisme ini dapat timbul terus menerus karena reaksi inflamasi yang terjadi tidak berhenti
sehingga fibrosis semakin lama semakin banyak dan sel-sel hati yang ada semakin sedikit.
Proses ini dapat menyebabkan kerusakan hati lanjut dan sirosis hati. 6,7
Etiologi VHC
Penyakit hepatitis C adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV) yang
sering menyebabkan pembengkakan hati.Virus hepatitis C termasuk dalam family Flaviviridae
berbentuk ikosahedral yang mendapatkan selubungnya dari membrane sel hospes. Virus ini
merupakan virus RNA untai tunggal dengan polaritas positif. Ukuran partikel virus sekitar 30-60
nm, sedangkan panjang genom virus sekitar 9.600 pasang basa, yang mengkode 10 jenis protein
viral. Struktur poliprotein virus hepatitis C terdiri dari protein structural yaitu protein C
(core), protein E (envelope) dan protein M (membrane) serta beberapa protein nonstructural
yaitu NS1, NS2, NS3, dan NS4.8
Epidemiologi VHC
Infeksi VHC didapatkan di seluruh dunia. Dilaporkan lebih kurang 170 juta orang
di seluruh dunia terinfeksi virus ini. Prevalensi VHC berbeda-beda di seluruh dunia. Di
Indonesia belum ada data resmi mengenai infeksi VHC tetapi dari laporan pada lembaga
transfuse darah didapatkan lebih kurang 2% positif terinfeksi oleh VHC. Pada studi populasi
umum di Jakarta prevalensi VHC kurang lebih 4%. Karena Hepatitis C menular dari orang ke
orang melalui kontak dengan darah yang terinfeksi virus Hepatitis C, aktivitas yang
meningkatkan kontak dengan darah tersebut perlu dipertimbangkan sebagai faktor resiko.
Faktor resiko yang paling umum adalah pengguna obat bius suntik dan darah serta
produk transfusi darah sebelum tahun 1992 Faktor resiko lain seperti tato dan tindik tubuh.
Tinta atau jarum tato yang digunakan untuk membuat tato atau menindik dapat menjadi
pembawa virus Hepatitis C dari satu pelanggan ke pelanggan lainnya, jika pelaku tidak
melakukan sterilasasi pada perlengkapannya. Faktor resiko lainnya adalah luka tertusuk jarum,
terutama pada pekerja kesehatan, hemodialisis dan transplantasi organ sebelum tahun 1992. Luka
karena jarum suntik, yang seringkali terjadi pada petugas kesehatan, dapat menjadi alat
penularan virus Hepatitis C. Probabilitas penularan virus Hepatitis C melalui jarum suntik lebih
besar dibanding dengan virus HIV. Sekarang ini, pada penderita HIV ada protokol standar
dalam penanganan jarum suntik untuk mengurangi resiko tertular HIV atau AIDS.
Sayangnya, tidak ada protokol yang sama untuk penanganan pada penderita Hepatitis C untuk
menghindari penularan melalui jarum suntik.8
Hubungan Seksual
Meskipun Hepatitis tidak mudah menular melalui hubungan seksual, prilaku
seksual yang beresiko, terutama yang memilki pasangan seksual lebih dari satu, menjadi pemicu
meningkatnya resiko terinfeksi virus Hepatitis C. Sekitar 15 % infeksi Hepatitis C ditularkan
melalui hubungan seksual. Penularan melalui
hubungan seksual pada Hepatitis C tidak setinggi pada Hepatitis B. Walaupun demikian, prilaku
seks yang beresiko tinggi berhubungan dengan peningkatan resiko tertular Hepatitis C. Faktor
resiko dari penularan Hepatitis C melalui hubungan seksual meliputi:
Memiliki lebih dari satu pasangan
Pengguna jasa PSK
Luka karena seks (kurangnya pelicin pada vagina dapat meningkatkan resiko penularan
melalui darah)
Melakukan hubungan seksual sewaktu menstruasi.
Pada pasangan yang menikah, resiko penularan meningkat sejalan dengan lamanya
perkawinan. Hal ini berkaitan dengan hubungan seksual dan berbagi perlengkapan (seperti
sikat gigi, silet cukur, gunting kuku dan sebagainya).
Jika anda memiliki hubungan seksual dengan orang yang memiliki faktor resiko
terinfeksi Hepatitis C, anda sebaiknya menjalankan tes untuk Hepatitis C juga. 5
Tatalaksana
Pengobatan Hepatitis C sedini mungkin sangatlah penting. Meskipun tubuh anda
telah melakukan perlawanan terhadap infeksi, tetapi hanya 15% yang berhasil, pengobatan
tetap diperlukan untuk mencegah Hepatitis C kronis dan membantu mengurangi
kemungkinan hati menjadi rusak.
Kadangkala, pengobatan Hepatitis C memerlukan waktu yang lama, dan tidak dapat
membantu. Tetapi karena penyakit ini dapat menjadi parah sepanjang waktu, sangatlah
penting untuk mencari pengobatan yang tepat dari dokter anda.
Diagnosa dan pengobatan awal sangatlah mendesak dan penting.Persentase yang
signifikan dari orang yang melakukannya dapat sembuh dari Hepatitis C dan menunjukan
perbaikan hatinya.Tujuan pengobatan dari Hepatitis C adalah menghilangkan virus dari tubuh
anda sedini mungkin untuk mencegah perkembangan yang memburuk dan stadium akhir
penyakit hati.
Kebanyakan bentuk interferon alfa hanya dapat bertahan satu hari tetapi dapat
dimodifikasi melalui proses pegilasi untuk membuatnya bertahan lebih lama. Meskipun
interferon alfa dapat digunakan sebagai obat Hepatitis C tunggal termasuk pegylated
interferon, penelitian menunjukkan lebih efektif bila dikombinasi dengan anti virus ribavirin
3 senyawa digunakan dalam pengobatan Hepatitis C adalah:
Interferon alfa
Adalah suatu protein yang dibuat secara alami oleh tubuh manusia untuk meningkatkan sistem
daya tahan tubuh/imunitas dan mengatur fungsi sel lainnya. Obat yang direkomendasikan untuk
penyakit Hepatitis C kronis adalah dari inteferon alfa bisa dalam bentuk alami ataupun
sintetisnya.
Ribavirin
Adalah obat anti virus yang digunakan bersama interferon alfa untuk pengobatan Hepatitis
C kronis. Ribavirin kalau dipakai tunggal tidak efektif melawan virus Hepatitis C, tetapi
dengan kombinasi interferon alfa, lebih efektif daripada inteferon alfa sendiri.
Pencegahan
Kita dapat mencegah penularan Hepatitis C. Cara penyebaran yang paling efesien
Hepatitis C adalah melalui suntikan yang terkontaminasi oleh darah, misalnya di saat memakai
obat suntik. Jarum suntik dan alat suntik sebelum digunakan harus steril dengan demikian
menghentikan penyebaran penyakit Hepatitis C di antara pengguna obat suntik. Meskipun resiko
penularan melalui hubungan seksual kecil, anda seharusnya menjalankan kehidupan seks
yang aman. Penderita Hepatitis C yang memiliki lebih dari satu pasangan atau berhubungan
dengan orang banyak harus memproteksi diri (misalnya dengan kondom) untuk mencegah
penyebaran Hepatitis C.
Jangan pernah berbagi alat seperti jarum, alat cukur, sikat gigi, dan gunting kuku, dimana
dapat menjadi tempat potensial penyebaran virus Hepatitis C. Bila melakukan manicure, tato dan
tindik tubuh pastikan alat yang dipakai steril dan tempat usahanya resmi. Orang yang terpapar
darah dalam pekerjaannya, seperti pekerja kesehatan, teknisi laboratorium, dokter gigi, dokter
bedah, perawat, pekerja ruang emergensi, polisi, pemadam kebakaran, paramedis, tentara
atau siapapun yang hidup dengan orang yang terinfeksi, seharusnya sangat berhati-hati agar
tidak terpapar darah yang terkontaminasi.
Juga termasuk menggunakan peralatan tajam dan jarumdengan benar, mencuci tangan
secara teratur dan menggunakan sarung tangan dalam pekerjaannya. Jika anda pernah
mengalami luka karena jarum suntik, anda harus melakukan tes ELISA atau RNA
HCVsetelah 4-6 bulan terjadinya luka untuk memastikan tidak terinfeksi penyakit Hepatitis C.
Pernah sembuh dari salah satu penyakit Hepatitis tidak mencegah penularan penyakit Hepatitis
lainnya. Orang yang menderita penyakit Hepatitis C dan juga menderita penyakit Hepatitis
A memilki resiko tinggi terkena penyakit hepatits fulminant, suatu penyakit hati yang mematikan
dan perkembangannya sangat cepat. Dengan demikian, ahli kesehatan sangat merekomendasikan
penderita penyakit Hepatitis C juga melakukan vaksinasi Hepatitis A dan Hepatitis B.8,9
HIV/AIDS
Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, orang dengan HIV/AIDS mulai
menampakkan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti penurunan berat badan, demam
lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes,
dan lain-lain. Perjalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkotika.Lebih dari 80%
pengguna narkotika terinfeksi virus hepatitis c. Lamanya penggunaan jaruk suntik berbanding
lurus dengan infeksi pneumonia dan tuberkulosis. Makin lama seseorang menggunakan
narkotika suntikan, makin mudah ia terkena pneumonia dan tuberkulosis.10
Penularan HIV/AIDS terjadi melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV yaitu
melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada
pengguna narkotika, transfusi komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang
dilahirkannya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi terhadap HIV/AIDS misalnya pengguna
narkotika, pekerja seks komersil, pelangannya, serta narapidana.10
Diare Kronik
Diare yaitu buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200
ml/24 jam.Diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.10
Infeksi HIV menyebabkan sistem imun menjadi lemah dan penderita menjadi lebih
gampang untuk terkena infeksi yang secara normalnya boleh dilawan. Pertahanan tubuh terhadap
infeksi dan penyakit dimusnahkan oleh HIV dengan cara memusnahkan CD4+ dan ini
menghilangkan kebolehan tubuh untuk melawan infeksi. Masih belum ditemukan lagi obat untuk
mengobati HIV. Semakin lama, penderita akan menderita pelbagai penyakit yang boleh
membawa maut termasuk infeksi opportunistik dan beberapa tipe kanker
Infeksi opportunistik adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme sehingga
menimbulkan penyakit, tidak pada orang yang sehat tetapi pada orang yang mempunyai sistem
imun yang lemah.CD count adalah jumlah limfosit T CD4 dalam darah dan menunjukkan tahap
kekebalan sistem imun kita. Pada dewasa sehat, jumlah CD4 count adalah di antara 500–1400
sel/mm3. Resiko untuk mendapat infeksi opportunistik semakin tinggi apabila jumlah CD4 di
bawah 200 sel/mm3.Viral load menunjukkan jumlah HIV di dalam darah dan jumlahnya yang
tinggi memberi tanda perkembangan penyakit yang semakin buruk.Infeksi opportunistik
mengakibatkan hampir 80% kematian pada pasien AIDS.10,11
Antara infeksi opportunistik yang menyebabkan infeksi gastrointestinal hingga
menyebabkan diare kronik pada HIV adalah Cryptosporidiosis yaitu sejenis parasit.Antara
symptom yang disebabkannya adalah keram lambung, nausea, lemah, berat badan menurun,
hilang selera makan, muntah, dan dehidrasi.Tiada pengobatan efektif untuk infeksi ini
menyebabkan sukar untuk diobati.Pengobatan HIV perlu untuk mengawal simptom ini.Selain itu
ialah Cytomegalovirus yaitu sejenis virus yang boleh menginfeksi seluruh tubuh tetapi ianya
biasa menginfeksi lambung, menyebabkan demam, diare dan nyeri lambung.Infeksi virus ini
biasanya terjadi apabila jumlah sel T CD4+ kurang dari 50 mm3 darah.Infeksi bakteri
Mycobacterium Avium Kompleks menyebabkan demam berlanjutan, keringat pada malam hari,
berat badan menurun, anemia, nyeri badan, pusing, diare, dan kelemahan.Bakteria yang
menyebabkan infeksi ini biasanya ditemui dalam air, habuk, tanah, dan tinja burung.Infeksi ini
biasanya terjadi apabila jumlah sel CD4+ kurang dari 50 mm3 darah.Azithromycin biasanya
diberikan sebagai pemgobatan pencegahan.10,11
HAART adalah kombinasi obat antiretroviral yang mengurangkan replikasi
HIV.Kombinasi 3 kelas obat yang biasa digunakan adalah nucleoside reverse transcriptase
inhibitors (NRTIs), non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs) dan protease
inhibitors (PIs).Efek samping dari penggunaan obat NRTI dan PIs adalah diare.Menurut Centers
for Disease Control and Prevention (CDC), diare kronik bertanggungjawab terhadap 17% kasus
AIDS yang baru didiagnosa di Amerika Serikat akibat penggunaan terapi antiretroviral yang
sangat tinggi (HAART).10,11
World Health Organization (WHO) menjangkakan 85–90% penyakit diare pada negara
berkembang disebabkan air yang tidak selamat dan sanitasi sera higiene yang tidak adekuat.
Walaupun tidak mungkin transmisi melalui feses–oral atau terpegang feses orang yang terinfeksi
oleh HIV, ini akan meningkatkan resiko ahli keluarga untuk mendapat infeksi tersebut jika
pembaikan higiene tidak diikuti.10
Kandidiasis Orofaringeal
Infeksi oral oleh candida dapat ditemukan di semua negara. Infeksi ini sering ditemukan
pada anak-anak, usia lanjut, dan pasien dengan sistem imun yang tidak adekuat, termasuk pada
pasien AIDS. Sebagai komplikasi pada infeksi HIV, timbulnya infeksi kandidiasis orofaringeal
sangat umum ditemukan dan merupakan manifestasi awal perkembangan AIDS. Terdapat
beberapa perbedaan dari kandidiasis orofaringeal.Kandidiasis pseudomembran muncul dengan
plak putih pada epitel yang terinfeksi dan dapat lepas dengan mudah. Gambaran bercak-bercak
putih yang menyebar ini dinamakan “thrush”.1
Gambaran klinik ini dapat muncul sebagai infeksi akut pada anak-anak, lansia, dan pasien
dengan sistem imun yang tidak adekuat, seperti pada AIDS.Pada beberapa individu, plak tersebut
dapat tidak muncul tetapi permukaan mukosa terlihat sangat kemerahan (kandidiasis eritematus
akut) yang juga dikenal sebagai kandidiasis oral atropik akut. Hal ini dapat muncul pada pasien
AIDS. Kandidiasis esofageal dapat banyak dilihat pada pasien dengan AIDS. Kandidiasis
esofageal dapat mucul dengan nyeri retrosternal sewaktu menelan dsn kadang-kadang juga tanpa
gejala Gambaran klinik lesi kandidiasis oral pada pasien HIV yang dikonfirmasi dengan apusan
rongga mulut dengan identifikasi spesies kandida menggunakan CHROMAGAR.1
Kandidiasis Oral
Flukonazol:800mg (12mg/kg)
Echinocandin atau LFAmB 3-5mg/kg/hari atau Amb 0,5-1 mg/kg/hari
Tuberkulosis Paru
Penyakit tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang menyerang hampir
semua organ tubuh manusia dan yang terbanyak adalah paru-paru. Kuman yang bersifat dormant
(tidur) pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi
TB dewasa (TB sekunder = TB pasca primer). Mayoritas reinfeksi mencapai 90 %. TB sekunder
terjadi karena imunitas tubuh yang menurun seperti pada penyakit malnutrisi, DM, HIV/AIDS,
kanker, gagal ginjal, alkohololism, dll.1
TB sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi pada regio atas paru (bagian
apical-posterior lobus superior atau inferior) Invasinya adalah ke parenkim paru dan tidak ke
nodul hilus paru.Sarang dini ini mula-mula jugaberbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10
minggu sarang ini akan menjadi tuberkel yaitu suatu granuloma yang terdiri dari se-sel Histiosit
dan datia langhans.1
Tuberkulosis Paru
Isoniazid:5mg/kgBB dosis harian
Rifampisin: 10 mg/kgBB
Pada pasien hepatits C kronik, adanya koinfeksi dengan HIV secara bermakna dapat
mempengaruhi perjalanan alamiah virus hepatitis C. Suatu meta analisis dari 29 studi yang
melibatkan 16.750 pasien menunjukkan bahwa pasien koinfeksi memiliki risiko tiga kali lebih
tinggi untuk terjadinya sirosis, penyakit hati dekompensata, kanker hati atau kematin. Tingginya
angka morbiditas dan mortalitas terkait penyakit hati pada pasien koinfeksi HIV VHC mungkin
disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
Prognosis
Hepatitis C merupakan salah satu penyakit yang dapat menyebabkan penyakit hati kronik
yang mungkin dapat mencetuskan sirosis hati atau bahkan kanker hati. Hepatitis C biasanya
dapat kembali menginfeksi setelah transplantasi hati di mana dapat mengakibatkan sirosis pada
hati yang baru tersebut.Ditambah pasien merupakan penderita HIV/AIDS sehingga memudahkan
terjadinya bermacam-macam kompilasi dan penyakit lain karena kekebalan tubuh yang sangat
rendah.
Kesimpulan
Pencegahan dalam bentuk vaksin HCV belum ada, oleh karena itu pencegahan penularan
dapat dilakukan terutama pada transfusi darah perlu dilakukan skrining terhadap donor darah dan
menghindari penggunaan jarum suntik secara bergantian yang umumnya sering dilakukan oleh
pengguna obat-obatan terlarang. Deteksi dini akan sangat membantu mengurangi tingkat
kerusakan sel hati dan fungsi hati.
Daftar Pustaka
1. SudoyoAW, SetiyohadiB, AlwiI, SimardibrataM, danSetiatiS.
Bukuajarilmupenyakitdalam: EdisiV. Jakarta: InternaPublishing; 2009
2. Sari W, Lili I, Djing OG. Care your self: hepatitis. Jakarta: Penebar plus;2008.h.26-33
3. Budhi MP, dr. 100 Questions and Answer Hepatitis. PT Elex Media Komputindo.
Jakarta. 2011.