Anda di halaman 1dari 7

Permasalahan yang dialami manusia tidak akan pernah putus sampai ajal menjemput, permasalahan

manusia akan semakin memuncak ketika mereka menginjak usia transisi dimana keingin tahuan yang
sangat tinggi dengan semangat yang menggebu-gebu akan sia-sia tanpa bimbingan yang terarah,
perkiraan usia transisi manusia yaitu ketika mereka berada di jenjang sekolah tingkat menengah, ketika
mereka menginjak remaja dan dewasa awal, mereka lebih tenar dengan istilah ABG (anak baru gede).

Permasalahan secara garis besar itu timbul atas dua factor yang sangat mempengaruhi proses
perkembangan mereka, dua factor itu adalah:

1. Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri.

Permasalahan intern siswa ini mencakup semua permasalahan yang timbul dari diri siswa dari berbagai
aspek yang pengaruhi diri siswa itu sendiri.

Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurang mampuan psiko-fisik siswa dalam dirinya, yakni:

1. Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual / intelegensi
siswa.

Dari pengalaman sehari-hari, kita memiliki kesan seakan-akan apa-apa yang kita alami dan kita pelajari
tidak seluruhnya tersimpan dalam akal kita. Padahal menurut teori kognitif apapun yang kita alami dan
yang kita pelajari, kalau memang sistem akal kita dalam hal mengolahnya dengan cara yanag memadai,
semuanya akan tersimpan dalam subsistem akal permanen kita, akan tetapi kenyataan yang kita alami
terasa bertolak belakang dengan teori itu, apkali yang telah kita pelajari dengan tekun justru sukar
diingat kembali dan mudah terlupakan.

Lupa ialah: hilangnya kemampuan untuk menyebut kembali atau memperoduksi kembali apa-apa
sebelumnya yang telah kita pelajari. Menurut Gulo (1982), dan Reber (2010) mendefisinisikan lupa
sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang telah dipelajar. Dengan demikian lupa
bukanlah peristiwa hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.

 Faktor-faktor penyebab lupa

Pertama, lupa dapat terjadi karena gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada
dalam system memori siswa. Seorang siswa akan mengalami gangguan proaktif apabila mteri pelajaran
lama yang telah disimpan dalam suibsistem akal prmanennya mengganggu masuknya materi pelajaran
baru, peristiwa ini bisa terjadi apabila siswa tersebut mempelajari sebuah materi poelajaran yang sangat
mirip dengan materi pelajaran yang sudah dikuasai dalam jangka waktu yang pendek. Sebaliknya,
seorang siswa akan mengalami gangguan reproaktif apabila materi pelajaran baru membawa konflik dan
gangguan terhadap pemanggilan kembali materi pelajaran yang telah lebih dahulu tersimpan.

Kedua, lupa dapat terjdi pada seorang siswa karena adanya tekanan terhadap item yang telah ad, baik
sengaja maupun tidak, penekanan ini terjadi karena beberapa kemungkinan Yaitu: karena item informasi
yang diterima kurangf menyenangkan, karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item
informasi yang telah ada, jadi sama dengan fenomena retroaktif, karena item informasi yang diproduksi
tertekan kealam bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah dipergunakan.

Ketiga, lupa dapat terjadi pada siswa karena prubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dan wktu
mengingat kembali (Andeson 1990)

Keempat, lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terahadap proses dan situasi
belajar tertentu, jadi meskipun seorang siswa telah mengikuti proses belajar-mengajar dengan tekun dan
sereius, tetapi Karena suatu hal minat dan si[kap siswa tersebut menjadi sebaliknya maka materi
pelajaran itu akan mudah terlupakan.

 Kiat mengurangi lupa dalam belajar

Sebagai seorang calon guru dapatkah anda mencegah peristiwa lupa yang sering dialami oleh para
siswa ?. Lupa itu manusiawi dan mungkin anda tidak mungkin bisa mencegahnya. Namun sekedar
berusaha mengurangi proses terjadinya lupa yang sering dialami oleh para siswa dapat anda lakukan
dengan berbagai kiat diantaranya sebagai berikut:

a. Overlewarning (belajar lebih)

Artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu,
overlearning terjadi apabila respon atau reaksi tertentu muncul setelah siswa melakukan pembelajaran
atas respon tersebut dengan cara diluar kebiasaan, diantara contohnya ialah pembacaan teks pancasila
pada setiap hari senin yang memungkinkan ingatan siswa pada P4 lebih kuat

b. Extra study time ( tambhan waktu belajar)

Ialah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau frekuensi aktifitas belajar atau juga bisa disebut
penambahan jam waktu belajar. Misalnya dari satu jam menjadi satu setengah jam, dari satu kali sehari
menjadi dua kali dalam sehari

c. Menemonic device (muslihat memori)

Ialah kiat khusus yang dijadikan alat pengait mental untuk memasukkan item-item informasi kedalam
sistem akal siswa. Muslihat ini beragam caranya diantaranya ialah dengan bentuk not yang dijadikan
sebagai nyanyian anak-anak TK, atau juga dengan singkatan huruf-huruf tau nama-nama istilah yang
harus diingat oleh siswa.

2. Yang bersifat afektif (ranah Rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.

Yang termasuk dalam ranah rasa adalah rasa jenuh, secara harfiah arti kejenuhan ialah padat atau penuh
sehingga tidak mampu lagi memuat apapun, selain itu jenuh juga dapat berarti jemu atau bosan.
Kejenuhan belajar ialah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar tetapi tidak mendatangkan
hasil (Reber, 2010). Sorang siswa yang mengalami kejenuhan belajar merasa seakan-akan pengetahuan
dan kecakapan yang diperoleh dari belajar tidak ada kemajuan. Tidak adanya kemajuan hasil belajar ini
pada umumnya tidak berlangsung selamanya, tetapi dalam rentan waktu tertentu saja
Seorang siswa yang sedang dalam keadaan jenuh sistem akalnya tidak dapat bekerja sebagaimana yang
diharapkan dalam memproses item-item informasi dan pengalaman baru, sehingga kemajuan belajarnya
seakan-akan diam ditempat. Kejenuhan belajar dapat melanda seorang siswa yang kehilangan motifasi
dan konsolidasi salah satu tingkat keterampilan tertentu sebelum sampai ketingkat keterampilan
berikutnya.

Faktor penyebab dan cara mengatasi kejenuhan belajar

Kejenuhan belajar dapat melanda siswa apabila ia telah kehilangan motivasi dan konsolidasi salah satu
tingkat keterampilan tertentu sebelum siswa tertentu sampai pada tingkat keterampilan berikutnya
(Chaplin, 1972). Selain itu kejenuhan juga dapat terjadi karena proses belajar siswa telah sampai pada
batas kemampuan jasmaninya karena bosan dan keletihan. Namun, penyebab kejenuhan yang paling
umum adalah keletihan yang melanda siswa, karena keletihan dapat menjadi penyebab munculnya
perasaan bosan pada siswa yang bersangkutan.

Menurut Cross dalam bukunya the psychology of learning, keletihan siswa dapat dikategorikan menjadi
tiga macam, yaitu:

1. Keletihan indra siswa

2. Keletihan fisik siswa

3. Keletihan mental siswa

Keletihan fisik dan keletihan indra pada umumnya dapat dikurangi lebih mudah setelah siswa beristirahat
cukup dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi, sebaliknya keletiha mental tidak dapat
diatasi dengan cara yang mudah, itulah sebabnya keletihan dipandang sebagai faktor utaam penyebab
utama munculnya kejenuhan belajar

Sedikitnya ada empat faktor yang menyebabkan keletihan mental siswa. Antara lain:

1. Karena kecemasan siswa terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh keletihan itu sendiri

2. Karena kecemasan siswa terhadap standar keberhasilan bidang-bidang studi tertentu yang dianggap
terlalu tinggi terutama ketika siswa merasa bosan.

3. Karena siswa berada pada situasi kompetitif yang ketat dan menuntut untuk lebih kerja keras

4. Karena siswa mempercayai konsep kerja akademik yang optimum, sedangkan dia sendiri menilai
belajarnya sendiri hanya berdasarakan ketentuan yang ia bikin sendiri

Selanjutnya, kiat-kiat untuk mengatasi keletihan mental yang menyebabkan kejenuhan belajar antara
lain:

1. Melakukan istirahat dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi

2. Mengubah jadwal belajar yang memungkinkan siswa belajar lebih giat


3. Mengubah atau menata kembali lingkungan belajar siswa yang memungkinkan siswa dapat belajar
lebih menyenangkan

4. Memberikan motivasi dan stimulasi baru agar siswa merasa terdorong untuk lebih giat dalam belajar

5. Siswa harus berbuat nyata atau tidak pantang menyerah dengan cara belajar dan belajar lagi

3. Yang bersifat psikomotor (ranah rasa), antara lain seperti terganggunya alat-alat penglihatan dan
pendengar (mata dan telinga).

• Pemecahan masalah kesulitan belajar

1. Diogonis kesulitan belajar

Dalam melakukan diagonis diperlukan adanya prosedur yang terdiri dari langkah-langkah tertentu yang
diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami oleh siswa. Menurut
prosedur Weener dan Senf adalah suatu contoh langkah diaknotis yang sangat baik antara lain:

 Melakukan observasi kelas unutk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran

 Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa yang diduga sebagai faktor dalam mengalami
kesulitan belajar

 Mewawancarai wali murit untuk mengetahui hal-hal berkenaan dengan kesulitan belajar siswa

 Memberikan tes diaknotis bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakekat kesulitan belajar
yang dialami oleh siswa

 Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ)

2. Analisis hasil diagnosis

Data dan informasi yang diperoleh oleh guru melalui diagnosis kesulitan belajar perlu dianalisis
sedemikian rupa sehingga jenis kesulitan khusus yang dialami sisiwa yang berprestasi rendah dapat
diketahui secara pasti.

3. Menentukan kecakapan bidang bermasalah

Berdasarkan hasil analisis guru dapat menentukan bidang kecakapan tertentu yang dianggap bermasalah
dan memerlukan perbaikan. Bidang-bidang kecakapan bermasalah ini dapat dikategorikan menjadi tiga
macam yaitu bidang kecakapan bermasalah yang ditangani oleh guru, bidang kecakapan yang ditangani
oleh guru dan orang tua dan bidang kecakapan yang tidak dapat ditangani oleh guru maupun orang tua.

4. Menyusun program perbaikan

Dalam hal menyususn program pengajaran perbaikan (Remedial Teaching) guru perlu menetapkan hal-
hal sebagai berikut:
a. Metode pengajaran Remedial

b. Alokasi waktu pengajaran Remedial

c. Evaluasi kemajuan siswa setelah Tujuan pengajaran Remedial

d. Materi pengajaran Remedial

e. mengikuti program pengajaran Remedial

5. Melaksanakan program perbaikan

Pada prinsipnya program pengajaran perbaikan (Remedial) lebih cepat dilaksanakan tentu akan lebih
baik, tempat pelaksanaannya bisa dimana saja asalkan dapat memungkinkan siswa mengkonsentrasikan
perhatiannya terhadap proses pengajaran perbaikan tersebut. Guru juga dianjurkan untuk
mempertimbangkan penggunaan model-model mengajar tertentu yang dianggap sesuai sebagai
alternatif lain untuk memcahkan masalah kesulitan belajar siswa.

Dalam buku Psikologi belajar dan mengajar karangan Dr, Oemar hamalik dijelaskan tentang anjuran
yang berasal dari studi tentang remaja sebagai gejala cultural dan biologis, sebagian lagi berasal dari
praktek-praktek konvensional maupun inovatif ci sekolah menengah yaitu:

1. belajar para remaja akan dipermudah apabila ada keseimbangan antara pembatasan dan kebebasan.

2. belajar disekolah akan dipermudah apabila para remaja diperlukan sebagai pribadi dan bukan sebagai
benda

3. belajar akan dipermudah apabila para remaja tahu bahwa suaranya didengar dan sungguh-sungguh
diperhitungkan

4. belajar akan dipermudah apabila seseorang tahu bahwa ia diterima, dikenal, atau diakui oleh
kelompoknya, dan kehadirannya menimbulkan perbedaan tertentu

5. belajar akan dipermudah serta perkembangan kepribadian yang seimbang akan meningkat apabila
personel sekolah mengenal berbagai inteligensi dan berbagai gaya belajar.

6. belajar akan dipermudah apabila kapasitas para pemuda untuk mempercayai dirinya diterima dan
mereka diberima dan mereka diberi semangat

7. mempelajarikonsep-konsep yang terpilih dan konsep diri yang sehat akan dipermudah bila para
remaja memahami dirinya sendiri dan “ kebudayaan remaja”

8. belajar akan dipermudah apabila angka-angka dihilangkan.

9. lingkungan belajar mengajar akan menjadi baik bila para guru mengetahui dan menerima beban serta
tantangan terhadap dirinya sebagai pusat perhatian remaja dan sebagi model.
2. Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa. Hal ini
meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktifitas belajar siswa,
faktor ini dapat dibagi tiga macam

1. Lingkungan keluarga, kemerosotan dalam hubungan keluarga, baik itu berupa kurang perhatiannya
orangtua atau konflik yang terjadi dalam lingkungan keluarga sangat mengganggu proses pembelajaran
seorang siswa yang masih mencari jati diri yang sesuai dengan karakternya, ketidak harmonisan
hubungan antara ayah dengan ibu sangatlah menghambat kesakssan pendidikannya, dan rendahnya
kehidupan ekonomi keluarga juga sangat mempengaruhi terbentuknya penerus bangsa yang
berpendidikan tinggi.

2. Lingkungan perkampungan/masyarakat, masyarakat adalah bagian keluarga besar bagi para remaja
yang tidak ingin mengetahui keadaan anaknya dan menuntunnya kejalan yang benar jika mereka
tersesat, justru seorang anak harus mengetahui dan menjaga keadaannya sendiri dengan berbagai
macam karakter anggaota keluarga yang berbeda-beda. wilayah perkampungan kumuh (slum area)
sangat mempengaruhi perkembangan moral peserta didik, dan teman sepermainan (peer grup) yang
nakal lebih cepat mempengaruhi masa remaja, karena tidak bisa dipungkiri perbuatan baik lebih sulit
untuk dilaksanakan, sedangkan perbuatan jelek lebih cepat penyebarannya dan lebih mudah untuk
dilakukan.

3. Lingkungan sekolah, kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar sangat
mmgganmggu sekali pada proses pendidikan yang dilaksanakan oleh pserta didik usia sekolah
menengah, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah juga mengganggu terlaksananya
pendidikan seorang siswa.

Selain faktor yang bersifat umum diatas ada faktor-faktor lain yang menimbulkan kesulitan belajar siswa.
Diantara faktor-faktor khusus yang dapat dipandang adalah sindrom psikologis berupa learning disability
(ketidak mampuan belajar). Sindrom (syindrom) yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai
indikator adanya keabnormalan psikis (Reber, 2010) yang menimbulkan kesulitan belajar.

Akan tetapi siswa yang mengalami sindrom-sindrom diatas secara umum sebenarnya memeilki potensi
IQ yang normal, bahkan diantaranyaa ada yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Oleh karenanya
kesulitan belajar siswa yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya
minimal Brain Disfunction, yaitu gangguan ringan pada otak (Lask, 1985: Reber, 1988)

Problematika atau masalah yang bersifat ekstern itu timbul dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
Pada usia sekolah menengah peserta didik menginginkan sesuatu kebebasan emosional dari orang tua
dan orang dewasa lainnya. Mereka ingin selalu diakui sebagai pribadi, ia ingin bertanggung jawab atas
hidupnya sendiri, pada usia ini orang tua tidak terlalu mengekang terhadap kebebasan atau bahkan
meniadakan kebebasannya. Jadi, dalam hal ini orang tua harus memberikan kesempatan kepada anak
untuk mengambil keputusannya sendiri mengenai hal-hal yang akan dilakukannya.

Pada usia sekolah menengah peserta didik sudah mulai memikirkan tentang hal-hal yang benar dan yang
salah serta tentang norma-norma untuk membimbing tingkah lakunya. Ia mulai memperhatikan konsep-
konsep mengenai hal-hal yang benar dan yang salah, ia tidak mau begitu saja menerima pendapat-
pendapat dari orang lain. Selain itu, masalah yang lebih penting lagi adalah apa yang disebut dengan
kesenjangan generasi antara peserta didik dengan orang tua, kesenjangan ini sebagian disebabkan
karena adanya perubahan radikal dalam nilai dan standar prilaku yang biasanya terjadi dalam setiap
perubahan budaya yang pesat, sebagian juga disebabkan karena dalam masa remaja lebih banyak
memiliki kesempatan untuk pendidikan sosial budaya yang lebih besar.

Reber, S.A., Reber, S.E. 2010. Kamus Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Anderson, John R. 1990. Cognitive Psychology and Its implicatio, 3rd.edition. New York: W.Hfreeman and
Company

Gulo. 1982. Kamus Psikologi. Bandung: Penerbit Tonis.

Chaplin. 1972. Kamus Psikologi.Jakarta : Penerbit Gramedia

Anda mungkin juga menyukai