Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH AKUNTANSI PERPAJAKAN

PERKEMBANGAN PERPAJAKAN DI INDONESIA

Diajukan untuk memenuhi tugas akhir semester mata pelajaran Administrasi Pajak

DISUSUN OLEH :

PUTRI WULANDARI

(166054)

SMK NEGERI 2 JAKARTA

TAHUN PELAJARAN 2017/2018

JL. BATU NO. 3 GAMBIR, JAKARTA PUSAT


KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Perkembangan Perpajakan di Indonesia”.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Dra. Esti Hendrati yang telah membimbing
saya agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun karya tulis ilmiah.
Saya menyadari bahwa saya masih dalam taraf belajar, sehingga mohon maaf apabila
terdapat beberapa hal yang akan menjadi kurang tepat dalam makalah ini, namun sesungguhnya
dengan segala usaha, saya telah mencoba untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
sesuai harapan.
Harapan saya, semoga laporan ini dapat bermanfaat dan saya selalu mengharapkan kritik
dan saran yang membangun, supaya kedepannya dapat membuat laporan yang lebih baik.

Jakarta, November 2017

Putri Wulandari

Perkembangan Perpajakan di Indonesia 2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………..……………….………….………………………….2
DAFTAR ISI.…………………….……………………………………………………..3
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………...4
1.1 Latar Belakang……………...……………………………………………………4
1.2 Rumusan Masalah……...………………………………………………………...4
1.3 Tujuan……………...…………………………………………………………….5
BAB II ISI………………………………………………………………………………6
2.1 Definisi Pajak……………..……………………………………..….............…..6
2.2 Perkembangan Pajak di Indonesia ………..………………………...…………...7
2.3 Perbandingan Sistem Perpajakan di Indonesia dengan Luar Negeri………...…..9
2.4 Contoh Kasus Pajak di Indonesia beserta tanggapan….....……………………...11
BAB III PENUTUP…....……………………….………………………………..……..13
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………..…..13
3.2 Saran …………………………………………………………………..………...13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..14

Perkembangan Perpajakan di Indonesia 3


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak sudah dikenal sejak ratusan tahun atau lebih seribu tahun yang lalu. Konsep
pajak pada masa itu jauh berbeda dengan masa sekarang. Intinya adalah pengalihan harta
dari suatu pihak kepada pihak yang lain dengan cara paksaan yang digunakan untuk
kepentingan pihak yang berkuasa. Begitu juga pada dewasa ini kita sering mendengar
istilah pembangunan nasional baik dalam mata pelajaran atau media. Kita juga mengetahui
bahwa pembangunan tersebut pastilah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Salah satu
sumber pemasukan negara bagi pembangunan,yakni pajak. Secara umum persepsi kita
mengenai pajak adalah wujud dari seorang warga negara untuk memberikan kontribusi
dalam membangun negara dengan mendapat imbalan tidak langsung.
Konon kabarnya sejarah peradaban umat manusia, sangat kental dengan masalah
perpajakan. Pajak tercipta karena kebutuhan manusia untuk hidup berkelompok karena
ketergantungan satu sama lain. Cara hidup seperti ini akan menciptakan negara, oleh karena
itu dibutuhkan sumber-sumber untuk membiayai pengeluaran bersama. Begitu juga yang
dialami Bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaan sampai sekarang untuk pemungutan
pajak dalam hal memenuhi kebutuhan negara, memerlukan peraturan perundang-undangan
dalam perpajakannya.

1.2 Rumusan Masalah


 Apa itu definisi pajak?
 Bagaimana sejarah perkembangan pajak di Indonesia?
 Bagaimana perbandingan perpajakan di Indonesia dengan luar negeri?
 Bagaimana tanggapan mengenai perbandingan perpajakan Indonesia dengan
luar negeri?
 Apa contoh kasus pelanggaran pajak yang terjadi Indonesia?

Perkembangan Perpajakan di Indonesia 4


1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas akhir semester
Administrasi Perpajakan yang sudah diberikan. Selain itu, supaya kita mengetahui tentang
pajak secara terperinci. Pajak sudah ada sejak lama tetapi kita mengetahuinya hanya sebagai
iuran wajib yang bersifat memaksa tanpa tahu sebenarnya bagaimana sejarah terbentuknya
dan apa saja yang ada didalamnya. Oleh karena itu makalah ini dibuat.

Perkembangan Perpajakan di Indonesia 5


BAB II

ISI

2.1 Definisi Pajak

Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH :


Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur :
1. Iuran dari rakyat kepada negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan
barang).
2. Berdasarkan undang-undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat di tunjuk.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran
yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Sedangkan definisi pajak berdasarkan UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1
ayat 1 adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.

Perkembangan Perpajakan di Indonesia 6


2.2 Perkembangan Perpajakan di Indonesia
Secara umum pemungutan pajak yang teratur dan permanen telah dikenakan pada
masa kolonial. Tetapi pada masa kerajaan dahulu juga telah ada pungutan seperti pajak,
pungutan seperti itu dipersembahkan kepada raja sebagai wujud rasa hormat dan upeti
(pemberian secara cuma-cuma) kepada raja, yang disampaikan rakyat di wilayah kerajaan
maupun di wilayah jajahan, figur raja dalam hal ini dapat dipandang sebagi manifestasi dari
kekuasaan tunggal kerajaan (negara).
Pada awal kemerdekaan pernah dikeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12
Tahun 1950 yang menjadi dasar bagi pajak peredaran (barang), yang dalam tahun 1951
diganti dengan pajak penjualan(PPn) 1951 Pengenaan pajak secara sitematis dan permanen,
dimulai dengan pengenaan pajak terhadap tanah, hal ini telah ada pada zaman kolonial. Pajak
ini disebut “Landrent” (sewa tanah) oleh Gubernur Jenderal Raffles dari Inggris. Pada masa
penjajahan Belanda disebut “Landrente”. Peraturan tentang Landrente dikeluarkan tahun
1907 yang kemudian diubah dan ditambah dengan Ordonansi Landrente. Pada tahun 1932,
dikeluarkan Ordonansi Pajak Kekayaan (PKk) yang beberapa kali diubah dengan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun1964.
Pada tahun 1960 dikeluarkan UU Nomor 5 Tahun 1960 yang mengemukakan
bahwa hukum atas tanah berlaku atas semua tanah di Indonesia, ditegaskan lagi dengan
Keputusan Presidium Kabinet Tanggal 10 Februari Tahun 1967 Nomor 87/Kep/U/4/1967.
dengan pemberian otonomi dan desentralisasi kepada pemerintah Daerah, Pajak Hasil Bumi
kemudian namanya diubah menjadi IPEDA (Iuran Pembangunan Daerah) berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Iuran Negara No.PM.PPU 1-1-3 Tanggal 29 November 1965 yang
berlakumulai1 November1965. Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak
penghasilan sudah terdapat pada zaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya pungutan
yang bernama tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 Sebelum Masehi.
Sejarah perpajakan di Indonesia dapat dibagi ke dalam beberapa kurun waktu
yaitu masa penjajahan Belanda, setelah merdeka sampai 1979, 1979 sampai tahun 1983, dan
1983 sampai sekarang. Pada masa penjajahan Belanda, sistem perpajakan menekankan
fungsinya pada segi pemasukan keuangan untuk keperluan penjajahan di negeri Belanda.
Karena pajak ditarik dari rakyat untuk kepentingan pembangunan di Negeri Belanda maka
sistem pemungutan pajak yang dianut pada masa itu adalah sistem yang meletakkan dasar

Perkembangan Perpajakan di Indonesia 7


kekuatan administrasi perpajakan (official assessment). Sistem ini menekankan bahwa
jumlah pajak terutang, sepenuhnya ditentukan oleh aparat pajak. Kelemahan sistem ini
adalah wajib pajak tidak diberikan kepercayaan sama sekali dalam penghitungan utang
pajaknya. Aparat perpajakan memiliki wewenang yang sangat luas, sehingga sangat
merugikan wajib pajak.
Sekalipun Indonesia telah merdeka, namun hukum perpajakan tidak banyak
berubah. Perubahan yang dilakukan tidak mendasar, sehingga hukum pajak yang berlaku
masih meletakkan landasannya pada kekuasaan administrasi parpajakan. Karena pemerintah
ingin meningkatkan penerimaan pajak maka pada tahun 1967 diperkenalkan sistem
pemungutan pajak yang dikenal sistem MPS (Menghitung Pajak Sendiri) dan MPO
(Menghitung Pajak Orang Lain) dengan Undang-Undang No. 867 Peraturan Pemerintah
No.11 Tahun 1967. Sistem pemungutan pajak dalam cara yang baru itu termasuk sistem self
assessment.
Sejak tahun1983 telah berlaku Undang-Undang No.6 Tahun 1983, Undang-
Undang No.7 Tahun 1983 dan Undang-Undang No.8 Tahun 1983. Dalam undang-undang
perpajakan tahun 1983 tersebut berlaku asas perpajakan Indonesia, yaitu :
1. Asas kegotongroyongan nasional terhadap kewajiban kenegaraan, termasuk
membayar pajak.
2. Asas keadilan, dalam pemungutan pajak kewenangan yang dominan tidak lagi
diberikan kepada aparat pajak untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayar.
3. Asas kepastian hukum, wajib pajak diberikan ketentuan yang sederhana dan
mudah dimengerti serta pelaksanaan administrasi pemungutan pajaknya tidak birokratis.
4. Asas kepercayaan penuh, masyarakat diberikan kepercayaan enuh untuk
melaksanakan kewajiban perpajakannya, termasuk keaktifan pelaksanaan administrasi
perpajakan.
Dengan berlakunya undang-undang No.6, 7, dan 8 Tahun 1983 maka sistem
perpajakan Indonesia secara mutlak menganut sistem self assessment dan kewenangan aparat
pajak tidak lagi seluas kewenangan yang diperolehnya dalam undang-undang perpajakan
yang lama.

Perkembangan Perpajakan di Indonesia 8


2.3 Perbandingan Perpajakan di Indonesia dengan Negara Lain
a. Sistem Perpajakan di Indonesia
Sistem pemerintahan Indonesia adalah Presidensial yang dikepalai oleh seorang
presiden dan dimana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan
kekuasan legislatif dan kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan
Rakyat dan kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di
bawahnya, yaitu pengadilan tinggi dan pengadilan negeri serta sebuah Mahkamah Konstitusi
dan Komisi Yudisial dan lembaga kehakiman Indonesia adalah Mahkamah Konstitusi dan
Komisi Yudisial.
Sejak perubahan peraturan perundang-undangan tentang pajak pada tahun 1983
mengganti sistem pemungutan pajak dari sistem official-assessment menjadi sistem self-
assessment. Sistem pajak yang berlaku saat ini adalah sistem pemungutan self-assessment.
Sistem self-assessment merupakan sistem merupakan pajak dimana Wajib Pajak harus
menghitung, membayar, dan membayar dan melaporkan jumlah pajak yang terutang ke
kantor pajak. Sedangkan Fiskus hanya bertugas melakukan penyuluhan dan pengawasan
untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak.
Sejak 8 Januari 2008, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengoperasikan
Contanct Center yang menjalankan fungsi sebagai Pusat Layanan Informasi dan Pusat
Pengaduan Pajak dan diberi nama Kring Pajak. Kring Pajak dioperasikan sebagai salah satu
sarana bagi DJP dan dengan dukungan dan partisipasi aktif masyarakat untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih (Clean Government) dan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik (Good Governance) di lingkungan DJP.

b. Sistem Perpajakan di Republik Rakyat Cina (RRC)


Sistem pemerintahan RRC adalah parlementer yang dikepalai oleh seorang

perdana menteri di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan, dalam hal
ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun
dapat menjatuhkan pemerintahan.
Departemen Keuangan (Depkeu) dan Administrasi Negara Perpajakan (SAT)
adalah dua sumber utama dari kebijakan pajak di RRC. Departemen Keuangan dan SAT

Perkembangan Perpajakan di Indonesia 9


diberdayakan oleh Dewan Negara dan NPC untuk menafsirkan undang-undang pajak dan
peraturan. Dewan Negara dan NPC mengeluarkan edaran, peraturan, pemberitahuan dan
balasan ke kantor cabang mereka dari waktu ke waktu untuk menangani masalah
perpajakan. Kecuali Undang-undang Pajak Penghasilan Perusahaan Asing (1991) dan Pajak
Penghasilan Hukum individu (1994).

Perbandingan Sistem Perpajakan di Indonesia dengan RRC

Tabel Analisis Perbandingan Kebijakan Pajak Antara Inonesia dan RRC

Objek Analisis Indonesia RRC


Struktur Kedudukan DJP di Indonesia Administrasi perpajakan di RRC –
kelembagaan dikepalai oleh seorang Dirjen, yang SAT- didirikan di tingkat
secara hirarki berada dibawah pemerintah pusat sebagai
pengawasan dan kendali Kementrian organisasi langsung di bawah
Keuangan Republik Indonesia. Dewan Negara yang bertanggung
jawab atas pekerjaan perpajakan.
Sistem Pemisahan antara pembuat kebijakan RRC sudah lama memisahkan SAT
Administrasi dan pelaksana kebijakan adalah dengan kementrian keuangan.
sangat tepat. Untuk meningkatkan Tugas kementrian keuangan adalah
independensi dan penegakan hukum sebagai policy maker, sedangkan
sebaiknya DJP tidak dibawah fungsi utama SAT adalah
kemetrian keuangan, tetapi langsung pelaksana lapangan.
dibawah presiden Walau SAT tidak mempunyai
fungsi utama sebagai policy maker
tapi SAT merupakan counter part
pembuat kebijakan dari kementrian
keuangan.
Kekuatan hukum Sanksi sudah ada, tetapi belum Tindakan tegas yang diberikan bisa
maksimal berupa pencabutan ijin usaha.
Upaya-Upaya yang Reformasi birokrasi dengan Berhasil memisahkan SAT dan
dilakukan merombak struktur organisasi DJP. Kementrian Keuangan. Memiliki
Kring Pajak 500200 sebagai wujud hotline 12366 yang tidak hanya
pelayanan publik. sebagai memberikan pelayanan
informasi pajak, tetapi juga bisa
menghitung utang pajak.

Perkembangan Perpajakan di Indonesia 10


2.4 Contoh Kasus Pajak dan Tanggapan Pelakunya

KASUS PELANGGARAN SPT Direktur Utara PT Ramayana Lestari Sentosa

Disaat jajaran Kementerian Keuangan aktif membersihkan pelaku-pelaku yang


terlibat dalam penggelapan pajak, Sri Mulyani, orang nomor satu di Kementerian Keuangan
justru diduga terlibat dalam pengempangan pajak yang dilakukan Direktur Utara PT
Ramayana Lestari Sentosa, Paulus Tumewu. Caranya dengan memberikan disposisi agar
kasusnya diselesaikan dengan damai. Lantas, bisakah pemberian disposisi itu dipidana?
Pengemplangan pajak miliaran rupiah yang melibatkan Menkeu Sri Mulyani
diungkap Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia (APPI) saat bertemu dengan Panja Mafia
Hukum Sektor Penerimaan Negara DPR, Selasa (20/4).
Menteri Keuangan Sri Mulyani diduga terlibat dalam kasus pajak yang melibatkan
Paulus Tumewu, Komisaris Utama PT Ramayana Lestari Sentosa, kata Sekjen APPI
Sasmito Hadinagoro.
Sasmito mengungkapkan, dalam kasus tersebut, Menkeu Sri Mulyani memberikan
disposisi agar kasus pajak yang membelit Paulus diselesaikan secara damai. Disposisi itu
diberikan kepada Jaksa Agung Abdurrahman Saleh melalui penasihat Menkeu Bidang
Reformasi Pajak Marsillam Simanjutak. Disposisi itu ditujukan agar kasus itu diselesaikan
secara damai, katanya.
Informasinya, kasus ini berawal dari penangkapan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak
terhadap Paulus pada pertengahan 2005 karena diduga dengan sengaja tidak mengisi SPT
dengan benar. Akibat ulahnya ini, negara dirugikan Rp 339 miliar.
Modus yang dilakukan adalah dengan melakukan transaksi jual beli valas dengan
jumlah yang sangat besar dan dilakukan secara terselubung. Caranya dengan memarkir dana
di Singapura dan Malaysia. Nah, penghasilan dari transaksi valas inilah yang tidak
dilaporkan dalam SPT.
Proses penyidikan kasus ini sendiri, kata Sasmito, sebetulnya sudah dilimpahkan dari
kepolisian kepada kejaksaan alias P21. Kasus ini bisa selesai jika Paulus membayar pokok
pajak ditambah denda sebesar 400%. Namun, karena disposisi dari Sri Mulyani ini, Paulus
tak perlu membayar sebanyak itu. Paulus hanya membayar Rp 7,994 miliar, tandas Sasmito.
Soal pokok pajak yang menyusut dari Rp 339 miliar menjadi Rp 7,994 miliar ini pun tak
jelas sebab-musababnya.
Surat dari Menkeu kepada Jaksa Agung itu tertanggal 1 Oktober 2006 SR-
173/MK/03/06 tentang penghentian penyidikan wajib pajak atas nama Paulus Tumewu.

Perkembangan Perpajakan di Indonesia 11


Lalu melalui surat tertanggal 19 Oktober 2006, Jaksa Agung menyetujui permintaan
tersebut dengan beberapa syarat.

Di antaranya, apabila penyelesaian sanksi administrasi berupa denda empat kali


jumlah pokok pajak telah dilunasi dan kemudian dilaporkan ke Kejaksaan untuk proses
berikutnya, ujar Penasihat APPI Ichsanudin Noorsy.

Tanggapan beserta Solusi :

Menurut saya, ini adalah kasus pelanggaran dalam pengisian SPT yang cukup
berat. Dilihat dari akibat yang ditimbulkan dari kasus ini, yaitu negara rugi sebesar Rp 339
miliar yang dilakukan oleh Paulus Tumewu. Hal ini diperparah oleh adanya penyalahgunaan
kekuasaan untuk meringankan pelaku pelanggaran pajak ini oleh Menteri Keuangan Sri
Mulyani. Seharusnya Menteri Keuangan adalah orang yang paling fokus dalam mengatasi
kasus ini, tapi ini malah melakukan tindakan yang sangat merugikan negara.

Seharusnya Ditjen Pajak membentuk tim khusus dalam menangani kasus seperti
ini dan dapat meminimalisir terjadinya kasus-kasus seperti ini di kemudian hari. Lalu tidak
pandang bulu dalam menangani kasus, mau dia orang biasa, menteri, pejabat bahkan
presiden pun harus ditindak sama rata. Perketat pengawasan terhadap pelanggaran dalam
pengisian SPT serta tingkatkan sanksi bagi yang melanggar ke hukuman yang lebih berat
agar para pelaku jera.

Perkembangan Perpajakan di Indonesia 12


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam
pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk
membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.
Dalam praktik sistem perpajakan di Indonesia masih belum maksimal karena hal
ini dapat dibuktikan dengan masih adanya penyelewengan pajak, penggelapan pajak dan
penunggakan pajak sehingga pada kenyataannya perencanaan pembangunan dalam sistem ini
belum maksimal berjalan dengan baik.

3.2 Saran dan Tanggapan

Pemerintah harus tegas dalam melaksanakan penegakan hukum yang disertai


dengan pemberian penghargaan dan hukuman (reward and punishment). Pemberian
hukuman dan penghargaan ini akan membuat petugas pajak dan wajib pajak lebih
menghargai tanggung jawab sebagai aparatur Negara dan pembayar pajak. Seiring dengan
meningkatnya jumlah wajib pajak yang bertanggung jawab, maka kepatuhan pajak juga akan
bertambah.

Perkembangan Perpajakan di Indonesia 13


DAFTAR PUSTAKA

Lumbantoruan, Shopar. 1996. Akuntansi Pajak. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.


Choi, Frederick D.S dan Gary K. Meek. 2005. Akuntansi Internasional. Jakarta: Salemba Empat.
http://noormaputri.blogspot.com/2012/05/sejarah-perpajakan-di-
indonesia.html
www.depkeu.go.id
www.pajak.go.id
http://www.academia.edu/8596309/Perbandingan_Administrasi_Perpajakan_Indonesia_Malaysia
_Thailand_Cina_dan_India?login=&email_was_taken=true&login=&email_was_taken=true
(diakses pada tanggal 26-11-2017).

Perkembangan Perpajakan di Indonesia 14

Anda mungkin juga menyukai