Anda di halaman 1dari 3

VARIETAS UNGGUL KEDELAI UNTUK BAHAN BAKU INDUSTRI PANGAN

ABSTRAK

Produksi kedelai Indonesia hanya mampu memenuhi 38% kebutuhan untuk konsumsi, sedang
sisanya harus diimpor. Penggunaan varietas unggul berpotensi hasil tinggi (> 2 t/ha) merupakan
salah satu cara untuk meningkatkan produksi kedelai. Selama 15 tahun terakhir telah dilepas 37
varietas unggul kedelai, namun adopsinya di tingkat petani masih lambat. Selain itu, pengrajin
tempe dan tahu cenderung memilih kedelai impor karena terjamin pasokan bahan bakunya, lebih
bersih, dan lebih besar ukuran bijinya dibanding kedelai lokal. Varietas unggul baru seperti
Burangrang, Bromo, dan Argomulyo dapat menghasilkan tempe yang kualitasnya sama dengan
kedelai impor, bahkan kandungan proteinnya lebih tinggi. Demikian pula untuk tahu, varietas-
varietas unggul baru yang kadar protein bijinya > 40% basis kering (bk), menghasilkan bobot
dan tekstur yang lebih baik dibanding kedelai impor yang kadar proteinnya 35 −37% bk. Kadar
protein biji berkorelasi positif dengan bobot dan tekstur tahu, terutama dipengaruhi oleh fraksi
globulin. Biji kedelai varietas Lokal Ponorogo, dan varietas unggul Wilis, Bromo, Argomulyo
serta Anjasmoro yang berwarna kuning dengan kadar protein tinggi (37−43% bk) dan intensitas
langu rendah, sesuai untuk bahan baku susu kedelai. Merapi, Cikuray, dan Mallika merupakan
varietas unggul kedelai hitam yang kadar proteinnya 37–42% bk, sesuai untuk bahan baku kecap,
namun ukuran bijinya relatif kecil. Dua varietas baru kedelai hitam (Detam-1 dan Detam-2)
berukuran biji besar (± 14 g/100 biji) dengan potensi hasil 3 −3,50 t/ha dan kadar protein paling
tinggi (43–44,60% bk), menghasilkan kecap manis yang kadar proteinnya sedikit lebih tinggi
dibanding kedelai kuning, sedang bobot dan volume kecap serta sifat sensorisnya relatif sama.
Penyebaran varietas unggul kedelai tersebut perlu didukung dengan ketersediaan benih di tingkat
petani, sedangkan benih sumbernya (BS) diproduksi oleh Balai Penelitian Tanaman Kacang-
kacangan dan Umbi-umbian.
Kata kunci: Kedelai, varietas unggul, kualitas, produk pangan
Sekitar 90% kedelai yang Impor kedelai pada tahun infor-masi varietas unggul
tersedia diIndonesia, 2007 bahkan mencapai dan kurang memadai- nya
digunakan sebagai bahan 1,30 juta ton karena ketersediaan benih di
pangan, dan sisanya untuk produksi kedelai dalam lapangan, sehingga petani
pakan ternak dan benih negeri menurun menjadi tetap menanam varietas
(FAOSTAT 2005). Produk 608.262 ton (Kompas yang telah lama mereka
olahan kedelai, seperti 2008). kenal. Di samping itu,
tempe, tahu, kecap, tauco, Kebutuhan kedelai untuk kalangan pengrajin tempe
susu kedelai, dan taoge konsumsi diproyeksikan cenderung memilih kedelai
merupakan menu penting akan meningkat rata-rata impor sebagai bahan baku
dalam pola konsumsi 2,44%/tahun (Sudaryanto dibanding kedelai nasional
sebagian besar masyarakat dan Swastika 2007). karena pasokan bahan
Indonesia, terutama Dewasa ini kedelai tidak bakunya terjamin, kualitas
sebagai sumber protein hanya digunakan sebagai biji dan tempe lebih baik
yang relatif murah sumber protein, tetapi juga (lebih bersih dan lebih
harganya. Tempe dan tahu sebagai pangan fungsional mekar) (Setiadi dan
mendominasi pemanfaatan yang dapat mencegah Nainggolan 1998). Kedelai
kedelai untuk bahan timbulnya penyakit yang dijual dipasaran
pangan, yakni masing- degeneratif seperti penuaan umumnya merupakan
masing 50% dan 40%, dini, jantung koroner, dan varietas lokal atau varietas
sedangkan sisanya hipertensi. Senyawa iso- unggul lama, seperti Wilis
digunakan untuk flavon yang terdapat pada yang ukuran bijinya lebih
pengolahan susu kedelai, kedelai ternyata berfungsi kecil dibanding kedelai
kecap, taoge, tauco, sebagai antioksidan. impor. Menurut Krisdiana
tepung, dan olahan lainnya Beragam- nya penggunaan (2005), sekitar 93%
(Silitonga dan Djanuwardi kedelai tersebut menjadi pengrajin tempe menyukai
1996). Menurut BPS pemicu peningkatan kedelai yang berkulit
(1999), sekitar 24% dan konsumsi kedelai. Untuk kuning dan berbiji besar
19% rumah tangga di memenuhi kebutuhan (82%)karena menghasilkan
Indonesia mengonsumsi kedelai, diperlukan upaya tempe yang warnanya
tempe dan tahu setiap hari peningkatan produksi cerah dan volumenya
Konsumsi kedelai terus dalam negeri melalui besar. Jenis tersebut
meningkat seiring dengan penggunaan varietas banyak tersedia di pasaran,
bertambahnya jumlah unggul yang berpotensi yakni kedelai impor.
penduduk, sehingga hasil tinggi dan sesuai Sementara untuk tahu,
sebagian besar harus mutu bijinya untuk produk masing- masing 33; 30;
diimpor karena produksi olahan tertentu. Sejak 15 dan 20% pengrajin
dalam negeri belum tahun terakhir, telah memilih kedelai yang
mencukupi kebutuhan. dilepas 37 varietas unggul warna bijinya kuning, hijau
Dengan tingkat konsumsi kedelai dengan potensi atau kuning kehijauan
8,10 kg/kapita/tahun pada hasil rata-rata > 2 t/ha sebagai bahan baku dengan
tahun 2005 dan produksi (Balitkabi 2008). Namun, ukuran biji beragam, yakni
808.353 ton (BPS 2006), adopsi varietas unggul besar (36%), sedang
diperlukan impor kedelai tersebut oleh petani relatif (33%), dan kecil (18%).
62% atau sekitar 1,20 juta lambat karena rendahnya Untuk memenuhi
t/tahun (FAOSTAT 2005). akses petani terhadap kebutuhan industry
berbahan baku kedelai,
beberapa varietas unggul
kedelai yang dilepas akhir-
akhir ini memiliki sifat
yang beragam. Umumnya
varietas-varietas tersebut
memiliki biji besar dan
berwarna kuning, seperti
Argo- mulyo, Bromo,
Burangrang, Panderman,
Anjasmoro, dan Grobogan
yang ukuran bijinya sama,
bahkan lebih besar
dibanding kedelai impor,
dan kadar proteinnya lebih
tinggi dibanding kedelai
impor maupun varietas
Wilis yang sudah lama
dibudidayakan petani
(Tabel 1). Untuk bahan
baku kecap yang
memerlukan biji kedelai
hitam, telah dilepas
varietas unggul Merapi,
Cikuray, dan Mallika yang
kadar proteinnya cukup
tinggi, namun ukuran
bijinya relatif kecil. Oleh
karena itu, pada tahun
2008 Balai Penelitian
Tanaman Kacang-
kacangan dan Umbi-
umbian (Balitkabi)
melepas dua varietas
kedelai

Anda mungkin juga menyukai

  • Soal 7
    Soal 7
    Dokumen15 halaman
    Soal 7
    RA FY
    Belum ada peringkat
  • Butir Soal
    Butir Soal
    Dokumen4 halaman
    Butir Soal
    RA FY
    Belum ada peringkat
  • Medan Magnet Dan Induksi Elektromagnetik
    Medan Magnet Dan Induksi Elektromagnetik
    Dokumen6 halaman
    Medan Magnet Dan Induksi Elektromagnetik
    lampardto
    Belum ada peringkat
  • Soal Jadi
    Soal Jadi
    Dokumen7 halaman
    Soal Jadi
    RA FY
    Belum ada peringkat
  • TK Dan DP
    TK Dan DP
    Dokumen4 halaman
    TK Dan DP
    RA FY
    Belum ada peringkat
  • TK Dan DP
    TK Dan DP
    Dokumen1 halaman
    TK Dan DP
    RA FY
    Belum ada peringkat
  • Lemak Jahat
    Lemak Jahat
    Dokumen5 halaman
    Lemak Jahat
    RA FY
    Belum ada peringkat
  • Amfibi
    Amfibi
    Dokumen3 halaman
    Amfibi
    RA FY
    Belum ada peringkat
  • Un SMP
    Un SMP
    Dokumen14 halaman
    Un SMP
    RA FY
    Belum ada peringkat
  • Lemak Jahat
    Lemak Jahat
    Dokumen5 halaman
    Lemak Jahat
    RA FY
    Belum ada peringkat
  • Embrio
    Embrio
    Dokumen4 halaman
    Embrio
    RA FY
    Belum ada peringkat
  • Amfibi
    Amfibi
    Dokumen1 halaman
    Amfibi
    RA FY
    Belum ada peringkat
  • Amfibi
    Amfibi
    Dokumen1 halaman
    Amfibi
    RA FY
    Belum ada peringkat
  • Fertilisasi
    Fertilisasi
    Dokumen21 halaman
    Fertilisasi
    RA FY
    Belum ada peringkat
  • Fertilisasi
    Fertilisasi
    Dokumen21 halaman
    Fertilisasi
    RA FY
    Belum ada peringkat
  • RPP Kelas Xi SMT 1 2
    RPP Kelas Xi SMT 1 2
    Dokumen43 halaman
    RPP Kelas Xi SMT 1 2
    Baco Kuttu
    Belum ada peringkat
  • Fertilisasi
    Fertilisasi
    Dokumen3 halaman
    Fertilisasi
    RA FY
    Belum ada peringkat
  • RPP Kelas Xi SMT 1 2
    RPP Kelas Xi SMT 1 2
    Dokumen43 halaman
    RPP Kelas Xi SMT 1 2
    Baco Kuttu
    Belum ada peringkat
  • Gastrulasi
    Gastrulasi
    Dokumen13 halaman
    Gastrulasi
    RA FY
    Belum ada peringkat