Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1
PENDAHULUAN 2
PEMBAHASAN 3
ASAL FAGOSIT 3
TIPE SEL FAGOSIT 3
SEL FAGOSIT DAN PERANANNYA DALAM SISTEM IMUN 5
CHEMOTAXIS 7
KESIMPULAN 9
DAFTAR PUSTAKA 10

1
PENDAHULUAN

Pertahanan tubuh yang dimiliki oleh manusia merupakan sebuah sistem pertahanan berlapis,
sebuah kesatuan yang sangat berkaitan erat antara satu dengan yang lain. Pada setiap lapisan
pertahanan tersebut terdapat tokoh utama yang berperan besar dalam menagatasi mikroorganisme
yang masuk.
Lapisan pertama dari sistem pertahanan tubuh adalah physical barrier. Kemudian yang
kedua adalah innate immunity. Dan yang terakhir adalah addaptive immunity, yang dala
mekanisme kerjanya dapat dibagi menjadi dua yaitu sellular dan humoral.
Dan pada makalah ini akan dibahas tentang salah satu tokoh pada inate immunity, yaitu sel
fagosit.

2
PEMBAHASAN

ASAL FAGOSIT

Sel fagosit, dinamakan demikian karena memang tugas utama dari sel ini ialah melakukan
fagositosis. Sebenarnya sel fagosit adalah bagian dari leukosit, yang memang mempunyai andil
besar dalam pertahanan tubuh melawan organisme yang menyebabkan infeksi dan juga
mengeluarkan debris, termasuk di dalamnya sel yang mati ataupun sel yang terinfeksi.
Produksi dari sel darah disebut hematopoiesis, terjadi di hati dan limfe pada fetus, namun
setelah lahir normalnya hanya terjadi di sum-sum tulang dan disebut medullary hematopoiesis.1

TIPE SEL FAGOSIT

Telah disebutkan sebelumnya bahwa sel fagosit merupakan bagian dari leukosit yang
berfungsi sebagai fagosit, melakukan fagositosis. Leukosit dapat diklasifikasikan berdasarkan
stukturnya menjadi granulosit dan agranulosit, dan bila berdasarkan fungsinya terbagi menjadi
fagosit dan imunosit.2
Granulosit yang terdiri dari neutrophil, basophil dan eosinophil, ketiganya merupakan sel
fagosit. Sedangkan sel leukosit yang agranulosit terdiri monosit dan makrofag yang merupakan
sel fagosit dan limfosit yang merupakan sel imunosit.

Gambar1. Klasifikasi Leukosit Berdasarkan Granula


Granulosit memiliki banyak membran yang mengikat granula di sitoplasmanya. Granula
tersebut terdiri dari enzim yang dapat membunuh mikroorganisme dan mengkatabolisme debris
yang dicerna selama melakukan fagositosis. Pada granula tersebut juga terdapat substansi
biokimia yang sangat kuat yang meupakan mediator dari inflamasi dan fungsi imun. Mediator
biokimia yang memiliki efek vaskular dan intersellular, dan juga enzim berpartisipasi dalam

3
menghancurkan debris yang mengapung dari sisi yang mengalami luka atau infeksi. Granulosit
dapat melakukan gerakan amuboid, dengan melakukan gerakan tersebut mereka berpindah
melalui dinding pembuluh darah (diapedesis) dan keemudian bergerak ke daerah yang
membutuhkan mereka.
Neutrofil (polymorphonuclear neutrophil [PMN]) adalah granulosit yang paling banyak
dan yang paling dipahami. Sekitar 55% dari total leukosit pada dewwasa terdiri dari neutrofil.
Immature neutrofil disebut batang atau bands atau stabs, sedangkan mature neutrofil disebut
segmen. Hal ini dikarenakan karateristik khusus yang terdapat pada nukleus. Fagosit ini
merupakan sel utama yang berperan ketika terjadi peradangan dini. Segera, setelah bakteri
menginvansi atau jaringan mengalami kerusakan, neutrofil bermigrasi dari kapiler dan pergi
menuju ke daerah tersebut, di mana mereka memakan dan menghancurkan mikroorganisme dan
debris (fagositosis), kemudian mati dalam 1 atau 2 hari. Neutrofil yang mati mengeluarkan
digestive enzymes dari sitoplasmanya, dan enzim ini melarutkan debris dan keluar dari dalam
tubuh berupa pus. Enzim ini juga mempersiapkan sisi yang terluka untuk proses penyembuhan.
Eosinofil merupakan leukosit yang memiliki granula yang besar dan kasar, dan hanya
berkisar 1%-4% dalam hitung jenis normaal leukosit pada orang dewasa. Sama seperti neutrofil,
eosinofil juga dapaat melakukan gerakan amuboid dan fagositosis. Namun, tidak seperti neutrofil
eosinofil memakan komplek antigen antibodi dan menginduksi rekasi hipersensitivitas untuk
melawan parasit. Eosinofil juga mengontrol proses inflamasi. Dan eosinofilia terdapat pada
individu yang atopi pada reaksi alergi seperti asthma daan rhinitis allergi.
Sel Mast adalah sel yang besar dengan granula pada sitoplasma, granula tersebut berisikan
campuran mediator kimia yang sangat banyak, termasuk di dalamnya histamine yang bereaksi
untuk membuat pembuluh darah setempat lebih permeabel secara cepat. Sel ini banyak ditemukan
di membran epitel jaringan ikat yang tervaskularisasi, termasuk jaringan mukosa gastrointestinal,
dan traktus respiratorius dan lapisan kulit.
Basofil secara stuktural sama dengan sel mast. Sel ini juga mempunyai granula sitoplasma
yang beerisi vasoactive amun dan anti koagulan (heeparin). Namun dapat sel ini dapat ditemukan
pada jaringan evtravaskular.
Agranulosit. Sel-sel agranulosit, seperti monosit, makrofag, dan limfosit, tidak mengandung
granula lisosom ataupu enzim digestive pada sitoplasmanya.
Monosit dan makrofag membentuk mononuclear phagocyte system (MPS), yang
sebelumnya disebut reticuloendothelial system (RES). Makrofag juga dapat berubah bentuk dan
terspesialisasi Monosit adalah makrofag yang immature. Setelah minosit dibentuk dan di release
4
oleeh sum-sum tulang, meraka masuk ke aliran darah dan bersirkulasi sekitar 36 jam. Dan pada
saat itu pulalah, meereka mendewasakan diri yang pada akhirrnya menjadi makrofag. Beberapa
makrofag yang berada di sirkulasi, memasuki jaringan sebagai respon dari inflamasi.
Limfosit dengan jumlah mencapai 36% dari total hitung jenis leukosit, mereka adalah sel
utama pada respon imun. Sel ini banyak terdapat di jaringan limfoid, hanya ssebagian kecil yang
ikut mengalir bersama aliran darah.
Namun pada sistem imunitas, terdapat dua jenis sel yang utama diluar limfosit, yaitu
neutrofil serta monosit dan bentuk dewasanya yaitu makrofag. 3 Mengapa demikian? Karena
neutrofil adalah sel pertama yang yang datang ke sisi yang terinfeksi atau ke jarinagn yang rusak.
Dan karena makrofag adalah sel penjaga yang dapat bertahan di jaringan smapai bartahun-tahun
yang dapat berindak sebagai antigen presenting cells, yang menghubungkan antara innate dan
addaptive immunity.

PERANAN DALAM SISTEM IMUN

Sel-sel fagosit ini termasuk ke dalam innate immunity. Fagosit memiliki reseptor, yaitu
Pattern Recognition Mollecul (PRM) / Pattern Recognition Receptor (PRR) yang berfungsi untuk
mengenali pathogen, akan tetapi reseptor ini tidak dapat menentukan jenis pathogen yang masuk,
Pattern Recognition Mollecul (PRM) / Pattern Recognition Receptor (PRR) akan berikatan
dengan Pathogen-Associated Molecular Pattern (PAMP) yang dimiliki oleh pathogen untuk
proses virulensi.4

PRM terbagi menjadi 2 jenis berdasarkan letak reseptornya:

1. Toll-Like Receptor (TLR) merupakan PRM yang terletak pada permukaan sel.
2. Kolektin, yang terdiri dari Kolagen dan Lektin yang merupakan PRM yang soluble.
Kolagen berfungsi untuk berikatan dengan sistem imun yang lain, sedangkan Lektin
berguna untuk mengenali pathogen yang masuk. Contoh Kolektin:

 MBL (Mannose Binding Lectin)

 Surfaktan (Di cairan alveolar)

 C1q / C1R (Bagian dari komplemen)


5
Gambar3. Reseptor dan Respon Fagosit5

Patogen yang berikatan dengan PRR / PRM dikelilingi oleh membrane fagosit sehingga
membentuk fagosom yang berada di dalam sel, fagosom dan lisosom akan bergabung membentuk
fagolisosom yang akan membunuh pathogen yang masuk. Proses ini dinamakan Respiratory
Burst yang juga akan membentuk radikal bebas yang sifatnya mikrobisidal yang berguna untuk
menghancurkan bakteri yang masuk.6

Contoh radikal bebas:

1. Superoxide Radikal ( O2- )


2. H2O2
3. NO
4. Ion Hipoklorit

6
Gambar4. Fagositosis7

CHEMOTAXIS

Kuman yang masuk akan ditangkap oleh sentinel (makrofag) yang kemudian akan
mengeluarkan sitokin ( TNF, IL-1, IL-6, Chemokine ). Pengeluaran sitokin ini akan merangsang
endotel untuk mengeluarkan molekul adesi ( Selektin dan Integrin Ligan). Chemokine (IL-8)
berguna untuk memanggil Neutrofil untuk berikatan dengan molekul adesi. Neutrofil pertama
kali akan berikatan dengan selektin, akan tetapi ikatan antara selektin dan selektin ligan tidak
terlalu kuat yang membuat neutrofil akan menggelinding di permukaan sel hingga integrin yang
dimiliki neutrofil akan berikatan dengan integrin ligan, ikatan ini yang membuat neutrofil tidak
rolling kembali ( High-Affinity State). Proses ini akan mengakibatkan endotel mengkerut
sehingga memungkinkan neutrofil melakukan diapedesis melalui Post Capillary Venule.
Chemokine akan menuntun sel inflamasi ke tempat infeksi.

Neutrofil sangat efektif untuk membunuh pathogen, tetapi dalam prosesnya neutrofil juga
akan sama-sama mati. Neutrofil yang mati ini akan diakumulasi di tempat infeksi dan
menghasilkan pus.

7
Gambar5. Chemotaxis8

8
KESIMPULAN

Dalam menangani mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh, sel fagosit tidaklah bekerja
sendirian melainkan menggabungkan kekuatan antara innate immunty dan addaptive immunity.
Hal ini dapat dilakukan oleh fagosit, keran sel ini mempunyai mediator kimia dan juga dapat
bertindak sebagi antigen precenting cells.
Apabila mikroorganisme yang masuk dapat diatasi melalui mekanisme fagositosis, maka
selesailah sudah. Namun bila tidak dapat diatasi, maka sel-sel yang dapt bertindak sebagai APC
mempresentasikan antigen tersebut pada limfosit, yang dapat dikataka memiliki kewenangan
yang lebih tinggi.
Demikian mekanisme pertahanan tubuh, sangat rapi, terstruktur dan saling melengkapi.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. McCance KL. Structure and Function of the Hematologic System. Huether SE, McCance KL,
editors. Understanding Pathophysiology. 3rd ed. Philadelaphia, PA: Mosby; 2004; p.515.
2. McCance KL. Structure and Function of the Hematologic System. Huether SE, McCance KL,
editors. Understanding Pathophysiology. 3rd ed. Philadelaphia, PA: Mosby; 2004; p.511-
2.
3. Helbert M. Flesh and Bones of Immunology. Philadelaphia, PA: Elsevier; 2006; p. 18.
4. Abbas AK, Litchman AH. Basic Immunology. 2 nd ed. Philadelaphia, PA: Elsevier; 2004;
p. 22.
5. Abbas AK, Litchman AH. Basic Immunology. 2 nd ed. Philadelaphia, PA: Elsevier; 2004;
p. 28.
6. Helbert M. Flesh and Bones of Immunology. Philadelaphia, PA: Elsevier; 2006; p. 18-9.
7. Abbas AK, Litchman AH. Basic Immunology. 2 nd ed. Philadelaphia, PA: Elsevier; 2004;
p. 29.
8. Abbas AK, Litchman AH. Basic Immunology. 2 nd ed. Philadelaphia, PA: Elsevier; 2004;
p. 27.

10

Anda mungkin juga menyukai