discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/308629287
CITATIONS READS
0 291
2 authors:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Aristo Aristo on 26 September 2016.
Abstract
This societal change should be directly proportional to serve government
organizations. But it turns out that the village organizations currently exist, do not seem to
follow the dynamics of social change in the community who need fast service and supported
by sophisticated technology. Departing from this phenomenon the study villages to urban
status changes need to be made through the theory of organizational development with a
view to improving services to the community in Asmat regency.
Key words: Local Government, Social Change, And Development Of Organization
Abstrak
Perubahan masyarakat ini seharusnya berbanding lurus dengan organisasi
pemerintahan yang melayaninya. Tapi ternyata saat ini organisasi desa yang ada, terkesan
tidak bisa mengikuti dinamika perubahan sosial masyarakat yang membutuhkan pelayanan
yang cepat dan didukung oleh teknologi yang canggih. Berangkat dari fenomena inilah
maka kajian perubahan status desa menjadi kelurahan perlu dilakukan melalui teori
pengembangan organisasi dengan harapan dapat meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat di Kabupaten Asmat.
Kata Kunci: Pemerintah Daerah, Perubahan Sosial, Dan Pembangunan Organisasi.
Pendahuluan
Kehadiran Undang-undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-undang No. 32 Tahun
2004 sebagai penggantinya, setidaknya telah menunjukkan adanya upaya untuk memenuhi
tuntutan dilaksanakan dan dimantapkannya otonomi daerah. Berbagai implikasi perubahan
terjadi pada organisasi pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke daerah, baik pada unsur
staf, unsur penunjang maupun unsur pelaksana. Perubahan tersebut mencakup perubahan
struktural, perubahan fungsional dan perubahan kultural.Salah satu bentuk perubahan
struktural adalah perubahan bentuk maupun struktur organisasi. Sadu Wasistiono (2001:49)
menyebutkan bahwa adanya perubahan kebijakan otonomi perlu diikuti dengan penataan
kembali organisasi pemerintah daerah secara mendasar.Penataan tersebut dapat berupa (1)
pembentukan unit organisasi baru; (2) penggabungan organisasi yang sudah ada; (3)
penghapusan unit-unit yang sudah ada; dan (4) perubahan bentuk unit-unit yang sudah ada.
Sebagaimana dipahami bahwa esensi pemerintah adalah pelayan kepada masyarakat,
oleh karena itu pemerintah tidaklah diadakan untuk dirinya sendiri tetapi untuk masyarakat
Pembahasan
Dari hasil analisa penelitian perubahan status desa menjadi kelurahan di Desa Bis
Agats Kecamatan Agats Kabupaten Asmat diketahui bahwa:
No
Desa Total Skor Interval Skor Kategori
.
Layak perubahan status desa
1. Agats 1210 (979 ≤ TS < 1.632)
menjadi kelurahan.
Jika melihat tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa skala prioritas pilihan tindak
untuk Desa Bis Agats yang akan berubah statusnya menjadi kelurahan di Kecamatan Agats
masuk pada Prioritas II yaitu Desa yang memiliki potensi wilayah baik yaitu antara 962 ≤ n
≤1297 dimana sudah bisa mendapat prioritas untuk segera diubah statusnya dari desa menjadi
kelurahan minimal dua tahun dari penetapan Perda dengan cara melakukan pembinaan untuk
peningkatan potensi. Namun desa yang masuk pada klasifikasi dua akan ditindaklanjuti
apabila desa yang masuk pada klasifikasi satu telah dipenuhi ketersediaan personil, peralatan,
pembiayaan dan dokumentasi. Pada saat ini Desa-desa yang ada di Kecamatan Agats yang
baru masuk kajian adalah Desa Bis Agats yang ternyata masuk pada klasifikasi dua dengan
prioritas pertama karena tidak ada desa lain yang serentak masuk kajian bersama desa Bis
Agats.
Tingkat Pelayanan Desa Bis Agats yang akan mengalami perubahan status desa
menjadi kelurahan: Nilai indeks unit pelayanan Desa Bis Agats hasilnya dapat disimpulkan
sebagai berikut:
a. Nilai IKM setelah dikonversi = Nilai Indeks x Nilai Dasar = 2,49 x 25 = 62,2
b. Mutu pelayanan B
c. Kinerja Unit Pelayanan di Kantor PemerintahBaik
Dalam peningkatan kualitas pelayanan, diprioritaskan pada unsur yang mempunyai
nilai paling rendah, sedangkan unsur yang mempunyai nilai cukup tinggi harus tetap
dipertahankan. Hasil di atas menunjukkan bahwa unsur pelayanan di Kantor Pemerintah Desa
Bis Agats Kecamatan Agats yang perlu ditingkatkan adalah:
- Kedisiplinan Petugas Pelayanan
- Kenyamanan Lingkungan
- Kesesuaian antara biaya dan hasil
Tingkat ketersediaan Pelayanan Desa Bis Agats yang akan mengalami perubahan
status desa menjadi kelurahan:
(a). Pelayanan Kesehatan:
Gambar
Tanggapan Masyarakat Desa Bis Agats Tentang Usulan Perubahan Status Desa
Menjadi Kelurahan Di Kecamatan Agats
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 95% setuju dengan
rencana usulan perubahan status desa menjadi kelurahan, 5% ragu-ragu dengan rencana
usulan perubahan status desa menjadi kelurahan, dan sisanya tidak ada yang menyatakan
tidak setuju. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Bis
Agats Kecamatan Agats menyatakan setuju dengan rencana usulan perubahan status desa
menjadi kelurahan.Berangkat dari analisis diatas, maka saran dalam proses perubahan status
desa menjadi kelurahan di Desa Bis Agats Kabupaten Asmat adalah sebagai berikut:
Penutup
Perubahan masyarakat ini seharusnya berbanding lurus dengan organisasi
pemerintahan yang melayaninya. Tapi ternyata saat ini organisasi desa yang ada, terkesan
tidak bisa mengikuti dinamika perubahan sosial masyarakat yang membutuhkan pelayanan
yang cepat dan didukung oleh teknologi yang canggih. Berangkat dari fenomena inilah maka
Anderson, JE, Public Policy Making, Halt Renehart and Winston USA, 1978.
Charless H. Lenvile, et. al. Public Administration Challengers, Choices, Concequences. Scott
Foreman/Little Brown Higher Education: Glenview, Ilionis, 1990.
Denhardt, Robert B., Theory of Public Organization, Brooks Colle Publishing Company
Montey California USA, 1979.
Dunn, William N., Public Policy Analysis an Introduction, Prentice Hall Inc. New Jersey,
1994.
Dwiyanto, Agus, Penilaian Kinerja Organisasi Pelayanan Publik, Makalah yang
disampaikan pada seminar Kinerja Organisasi Pelayanan Publik, Fisipol UGM,
1995.
Edward III, George, Implementing Public Policy, Congressional Quartely Press Washington
DC, 1980.
Effendi, Sofian, Kebijakan Pembinaan Organisasi Pelyanan Publik (Percikan Pemikiran
Awal), Fisipol UGM, 1995.
Frederickson, Administrasi Negara Baru, LP3ES, Jakarta, 1984.
Grindle MS, Politics and Policy Implementation in the Third World, Princenton University
Press, New Jersey, 1980.
James L. Perry, Ed, Handbook of Public Administration, Jossey Bass Inc, San Fransisco,
California, 1990.
Jones, Charles O., An Introducting to The Study of Public Policy, Brook/ Cole Publishing
Company Montere California, 1995.
Ripley, Randall B., and Franklin Grace A., Policy Implementation and Bureaucracy, The
Dorcey Press, Chicago, Illionis,
Wasistiono, Sadu, Esensi UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Bunga
Rampai), Alqaprint Jatinangor, 2001.
PERATURAN-PERATURAN
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Abstract
In the life of this world we must recognize that humans are social beings, because
human beings can not live without dealing with another human being and even for any small
business we still need others to help us. Social sciences and humanities is the study of man in
relation to other human beings. the workings of the social sciences humanities can be
summarized in the principles, among others, symptoms of social-humanities are non-
physical, alive and dynamic, research objects can not be repeated, Observation relatively
more difficult and complex, Subject observers as well as an integral part of the the object
being observed. Have predictive power relatively more difficult and uncontrollable.Science of
religion in general is the study of all of which relate to the ways of servitude to God. While
the workings of the science of religion is combine science with religion, so in the
understanding of religion is still using science that can be used as a rational basis. In the
science of religion is not known dichotomy of science, because all sciences have relevance
for science support each other. Implementation of social humanities and religious in society,
In essence, human beings can not be separated from the social aspect of Humanities and
religion both synergize, as well as social behavior humanities to connect with fellow human
beings to run a nature as social beings and religion into human need to interact and execute
commands as servant of God. Indeed humans can not let go of religion, because religion also
have values for cocial humanities.
Keywords: Humanitiessocial, ReligiousAnd Society.
Abstrak
Dalam kehidupan didunia ini kita harus mengakui bahwa manusia merupakan mahluk
sosial, karena manusia tidak bisa hidup tanpa berhubungan dengan manusia yang lain
bahkan untuk urusan sekecil apapun kita tetap membutuhkan orang lain untuk membantu
kita. Ilmu sosial humaniora merupakan ilmu yang mempelajari manusia dalam hubungannya
dengan manusialainnya. Cara kerja ilmu – ilmu sosial humaniora bisa dirangkum dalam
prinsip - prinsip, antara lain, gejala sosial – humaniora bersifat non - fisik, hidup dan
dinamis, Obyek penelitian tak bisa diulang, Pengamatan relative lebih sulit dan kompleks,
Subyek pengamat juga sebagai bagian integral dari obyek yang diamati. Memiliki daya
prediktif yang relative lebih sulit dan tak terkontrol. Ilmu agama secara umum adalah ilmu
yang mempelajari segala tentang yang berhubungan dengan cara – cara penghambaan
kepada Tuhan. Sedangkan cara kerja dari ilmu agama adalah memadukan antara ilmu
dengan agama, sehingga dalam memahami agama tetaplah menggunakan ilmu yang dapat
dijadikan landasan rasional. Dalam ilmu agama tidak dikenal dikotomi ilmu, karena semua
ilmu memiliki keterkaitan untuk saling menunjang ilmu yang lainnya. Implementasi sosial
humaniora dan keagamaan dalam bermasyarakat, Pada intinya manusia tidak bisa lepas
dari aspek sosial Humaniora dan keagamaan keduanya saling bersinergi, sebagaimana
perilaku sosial humaniora untuk berhubungan dengan sesama manusia untuk menjalan
fitrah sebagai mahluk sosial dan agama menjadi kebutuhan manusia untuk berinteraksi dan
Pendahuluan
Dalam kehidupan didunia ini kita harus mengakui bahwa manusia merupakan mahluk
sosial, karena manusia tidak bisa hidup tanpa berhubungan dengan manusia yang lain bahkan
untuk urusan sekecil apapun kita tetap membutuhkan orang lain untuk membantu kita.
Dalam hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain, sangat dibutuhkan
ilmu sosial humaniora, karena di dalamnya terdapat bagaimana cara berhubungan antara
sesama manusia, sehingga dengan ilmu tersebut manusia akan dapat menjalin hubungan
dengan manusia yang lainnya dengan menjalin interaksi yang baik. Adapun pengertian
interaksi sosial menurut Effendi (2010:46) adalah kata interaksi berasal dari kata inter dan
action. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik saling mempengaruhi antar individu,
kelompok sosial, dan masyarakat. Dalam hal ini berarti bahwa manusia dalam kehidupan
sehari-harinya tidak lepas dari hubungan dengan manusia lainnya. Interaksi juga berarti
bahwa setiap manusia saling berkomunikasi dan mempengaruhi bisa dalam pikiran maupun
tindakan.
Menurut kodratnya manusia selain sebagai makhluk individu, mereka juga merupakan
makhluk sosial. Adapun yang dimaksud Istilah sosial menurut adalah ”Sosial” berasal dari
akar kata bahasa Latin Socius, yang artinya berkawan atau masyarakat. Sosial memiliki arti
umum yaitu kemasyarakatan dan dalam arti sempit mendahulukan kepentingan bersama atau
masyarakat. Adapun dalam hal ini yang dimaksud manusia sebagai makhluk sosial adalah
makhluk yang hidup bermasyarakat, dan pada dasarnya setiap hidup individu tidak dapat
lepas dari manusia lain. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial,
manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina
sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan
sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Seperti kita ketahui
bahwa sejak bayi lahir sampai usia tertentu manusia adalah mahkluk yang tidak berdaya,
tanpa bantuan orang orang disekitar ia tidak dapat berbuat apa-apa dan untuk segala
kebutuhan hidup bayi sangat tergantung pada luar dirinya sepert iorang tuanya khususnya
ibunya. Bagi si bayi keluarga merupakan segitiga abadi yang menjadi kelompok sosial
pertama dikenalnya. Pada perjalanan hidup yang selanjutnya keluarga akan tetap menjadi
kelompok pertama tempat meletakan dasakepribadian dan proses pendewasaan yang
didalamnya selalu terjadi “sosialisi” untuk menjadi manusia yang mengetahui pengetahuan
dasar, nilai-nilai, norma sosial dan etika - etika pergaulan.
Pembahasan
Pengertian Ilmu Sosial Humaniora Dan Cara Kerja Ilmu-Ilmu Sosial–Humaniora.
Menurut Taufik Abdullah (2006:33-34), ilmu terbagi dalam dua kategori besar yaitu
ilmu eksakta dan non eksakta. Khusus ilmu non eksakta dipilah menjadi dua; ilmu humaniora
dan ilmu sosial. Ilmu yang berkaitan dengan filsafat, sastra, seni, dan bahasa dikategorikan
dalam ilmu humaniora, sedangkan di luar itu adalah ilmu sosial. Pendapat serupa
disampaikan Helius Syamsudin (2007:272), bahwa pengetahuan manusia (human knowledge)
umumnya dapat diklasifikasikan atas tiga kelompok besar, yaitu ilmu-ilmu alamiah (natural
sciences), ilmu-ilmu sosial (social sciences), dan ilmu-ilmu kemanusiaan (humanities). Ilmu
alamiah mengkaji lingkungan hidup manusia, ilmu sosial mengkaji manusia dalam
hubungannya dengan manusia-manusia lainnya, dan ilmu-ilmu kemanusiaan mengkaji
manivestasi-manivestasi (eksistensi) kejiwaan manusia.
Sebagaimana disinggung di atas, bahwa ilmu-ilmu sosial adalah ilmu yang
mempelajari manusia dalam hubungannya dengan manusia-manusia lainnya. Definisi serupa
disampaikan Taufik Abdullah (2006:31), ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari perilaku
manusia dalam kehidupan bersama . Sedangkan Dadang Supardan (2008:34-35)
menyampaikan ilmu sosial (social science) adalah ilmu yang mempelajari perilaku dan
aktivitas sosial dalam kehidupan bersama. Jadi yang dimaksud ilmu-ilmu sosial (social
2. Ilmu yang diperoleh dari hasil penafsiran dan penjelasan kitab dan sunnah.
3. Ilmu yang diperoleh dari hasil penyingkapan mukjizat ilmiah al-Qur’an dan
Sunnah
4. Setiap pengetahuan yang diperoleh melalui metode eksperimen, akal dan agama.
Nilai merupakan bagian yang inhern dalam proses pendidikan Islam di
Indonesia. Ia mengalami perkembangan dan dinamika sesuai dengan tantangan
yang dihadapinya. Ia juga membawakan pesan substansial yang permanen dari
masa kemasa dengan merujuk pada sumber nilai yang dipeganginya. Dalam kondisi
ini tarik menarik antara tuntutan perubahan dan kepatuhan akan sebuah nilai akan
melahirkan variasi dalam proses dan pendekatan dalam pendidikan Islam.
Gambar. 1
Konsep Sosial Humaniora
Melihat dari gambar diatas bahwa korelasi antara sosial humaniora dan
keagamaan dalam masyarakat saling bersinergi dan saling membutuhkan.
Berdasarkan korelasi tersebut kita sebagai bagian dari masyarakat hendaknya bisa
mengaplikasikan sosial humaniora dan keagamaan sebagi pondasi dalam
kehidupan kita dari aspek sosial dan religiusitas. Sebagaimana perilaku sosial
humaniora untuk berhubungan dengan sesama manusiamenjalan fitrah sebagai
mahluk sosial dan agama menjadi kebutuhan manusia untuk berinteraksi dan
menjalankan perintah sebagai hamba Tuhan.
Penutup
Dari uraian pada pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Ilmu sosial humaniora merupakan ilmu yang mempelajari manusia dalam
hubungannya dengan manusialainnya.cara kerja ilmu-ilmu sosial humaniora bisa
dirangkum dalam prinsip-prinsip, antara lain, gejala sosial-humaniora bersifat non-
Bachri Gazali, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga. 2005
Baru. Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia.1986.
Dadang Supardan.Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: PT
Bumi Aksara. 2010.
E.Palmer, Richard, Hermeneutics Interpretation Theory, Eanston: Northwestern Univrsity
Press 1969.
Effendi, R. dan Setiadi, E.M. Pendidikan Lingkungan, Sosial, Budaya dan
Teknologi.Bandung: UPI Press.Fakir. 2010.
Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1996.
Ghazali, Bachli DKK. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
2005.
Helius Syamsudin. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ompak.2007.
Koentjaraningrat.Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta: Aksara1986.
Mudzhar, M. Atho, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998
Nasution, Khoiruddin, Studi Islam,Yogyakarta: ACAdeMIA + TAZZAFA,Riswandi, Ilmu
Sosial Dasar 2009.
Samuelson, Paul A. Dan William D. Nordhaus. 1990. Ekonomi, jilid 1. Jakarta : 2010
Erlangga.Widja, I Gde.Pengantar Sejarah Dalam Perspektif Pendidikan. Semarang:
SatyaWacana. 1988.
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada 2006.
Syamsul Anwar, Metodologi Hukum Islam, Yogyakarta: Diktat Matakuliah Ushul Fikih
pasca sarjana UIN Sunan Kalijaga 2011.
Taufik Abdullah, Ilmu Sosial dan Tantangan Jaman. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2006.
Abstract
Local elections (elections) directly East Java, the second round is about to begin.
Regional head candidate has been prepared in an attempt to win the local elections. Several
methods have been performed by both partners winner of local elections in East Java this.
Businesses that do of course have a final destination in order to get the voice of the
community.In the process of political marketing, there are four things to watch contestants
namely, product (platforms, personal character, campaign promises), price (cost of
campaigns, political lobbying), place (mass base, a successful team) and promotion
(advertising, publicity, campaigns). In addition, the campaign contestants must also consider
the many factors that can affect the number of votes, such as the form of a group of diverse
people's lifestyle, the things that affect voters in choosing the contestants, the typology of
voters, as well as segmentation and political positioning. Another point of concern and
principal study political thought Tan Malaka in political beliefs are strategies and tactics.
Keywords: Political Marketing, Quality Democracy, Politics and Social thinking Tan
Malaka.
Abstrak
Pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung Jawa Timur putaran kedua sebentar lagi
akan dimulai. Calon kepala daerah telah mempersiapkan diri dalam usaha untuk
memenangkan Pemilihan Kepala Daerah. Beberapa metode telah dilakukan oleh kedua
pasangan pemenang Pemilihan Kepala Daerah di Wilayah Jawa Timur ini. Usaha yang
dilakukan tentu saja memiliki tujuan akhir agar mendapatkan suara dari masyarakat. Pada
proses political marketing, ada empat hal yang harus diperhatikan kontestan yaitu, product
(platform, karakter personal, janji-janji kampanye), price (biaya kampanye, lobi-lobi
politik), place (basis massa, tim sukses), dan promotion (advertising, publicity, kampanye).
Selain itu, dalam berkampanye kontestan juga harus memperhatikan banyak faktor yang
dapat memengaruhi jumlah perolehan suara, seperti bentuk kelompok gaya hidup
masyarakat yang beranekaragam, hal-hal yang mempengaruhi pemilih dalam memilih para
kontestan, tipologi pemilih, serta segmentasi dan positioning politik. Hal lain yang menjadi
perhatian dan pokok kajian pemikiran politik Tan Malaka dalam keyakinan politik adalah
strategi dan taktik.
Pendahuluan
Dalam Politik kerapkali didefinisikan sebagai “who gets what and when”. Artinya
adalah sebuah upaya untuk mencapai kekuasaan, yang sejatinya memang menggiurkan setiap
orang. Pada sisi lain, politik merupakan cara yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dengan
tujuan untuk mempengaruhi elemen masyarkat agar mau bergabung dengan komunitas yang
dimiliki.Tidak dapat dipungkiri bahwa bangsa Indonesia yang sudah bersepakat untuk belajar
demokrasi melalui pemilihan langsung baik di tingkat pusat maupun daerah, sedang
mengalami gegap gempita dan euforia pesta demokrasi. Bak permainan baru yang sedang
digemari, energi masyarakat banyak yang tersedot ke dalam rivalitas politik yang kian
mengharu biru. pilkada digelar dimana-mana, riuh rendah dukungan dan penolakan terhadap
kandidat terpilih, seolah menjadi penanda paling nyata bahwa wilayah permainan dan
rivalitas politik tak lagi tersentral di Jakarta. Melalui pilkada langsung, hasrat politik sekian
banyak orang dapat tersalurkan. (Heryanto, 2007)
Pemilihan Umum (Pemilu), Pemilihan Presiden (Pilpres), dan Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) adalah agenda politik yang membutuhkan partisipasi masyarakat. Partai
politik yang menjadi sarana dalam memenangkan arena politik senantiasa harus berpikir dan
bertindak cerdas jika tidak ingin kehilangan dukungan konstituennya. Pada tataran yang lebih
pragmatis, saat ini partai politik dihadapkan pada kenyataan bahwa partai politik harus lebih
melek lagi dalam memahami kondisi psikopolitik dan sosiopolitik masyarakat. Partai politik
harus menyadari bahwa munculnya ketidakpercayaan masyarakat kepada elit politik akan
berdampak pada menurunnya partisipasi masyarakat dalam aktivitas politik. Ada beberapa
kekurangan dari hasil Pemilihan Umum (Pemilu), Pemilihan Presiden (Pilpres), dan
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang telah memakan dana APBD maupun APBN, dimana
hasilnya terdapat golongan putih (golput) sangat banyak Hal ini memerlukan berbagai
evaluasi untuk menganalisis kekurangan yang telah terjadi. Banyak faktor yang menjadi
penyebab banyaknya golput, di antaranya adalah election fatigue dan stigma negatif
masyarakat terhadap partai politik. Election fatigue adalah kondisi masyarakat yang sudah
terlalu lelah dan bosan dengan pemilihan yang dilakukan berkali-kali dalam setahun.
Selanjutnya, stigma negatif yang ditunjukkan oleh masyarakat menjadi salah satu bukti
bahwa belum ada calon yang pantas untuk duduk di kursi pemimpin daerah maupun
pemimpin pusat.Menghadapi permasalahan yang telah dijabarkan mengenai kontrol dalam
sebuah parpol untuk memenangkan calon yang diangkat, perlu adanya strategi yang dapat
Pembahasan
Gambaran Umum Bentuk Demokrasi Masyarakat Jawa Timur
Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Bulan desember
besok, masyarakat Jatim akan melaksanakan pesta rakyat melalui pemilihan kepala daerah
(pilkada) DI beberapa wilayah di Jawa Timur. Terjadinya putaran kedua pemilihan kepala
daerah (pilkada) DI beberapa wilayah di Jawa Timur dikarenakan dari dua hingga tiga
pasangan calon yang mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada) terpilih belum ada
presentase suaranya yang mencapai 30%. Oleh karena itu, sesuai dengan UU No 12/2008
harus dilaksanakan pemilihan kepala daerah (pilkada) putaran kedua di beberapa wilayah di
Jawa Timur. Belum adanya pasangan calon yang mengikuti pemilihan kepala daerah
(pilkada) memperoleh 30% suara, sangatlah ironi bila dibandingkan dengan presentase suara
pemilih golput yang mencapai 38,3% suara.
Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi di Jatim tidak berjalan dengan baik karena
partisipasi masyarakat dalam rangkaian acara untuk memilih pemimpin mereka cenderung
menurun bila dibandingkan dengan Pilpres 2004. Demokrasi di Jatim melahirkan
permasalahan yang sangat kompleks. Ketika menjalankan proses demokratisasi ada
kemungkinan bahwa calon tidak melihat secara rinci bentuk kelompok gaya hidup
Berdasarkan gambar diatas, kontestan harus memiliki tim yang fokus kepada kegiatan
riset politik. Hal ini dimaksudkan agar terjadi konsistensi dalam penetapan strategi kampanye
yang akan dilakukan. Hasil dari riset politik ini akan mempengaruhi penentuan segmentasi,
Penutup
Pemilihan Calon Kepala daerah di Beberapa Wilayah Jawa Timur merupakan event
yang sangat menarik untuk diamati,tak terkecuali pemilihan Calon Kepala daerah di
Beberapa Wilayah Jawa Timur Mulai dari perencanaan sampai implementasi pelaksanaan
Calon Kepala daerah di Beberapa Wilayah Jawa Timur memberikan informasi yang sangat
Daftar Pustaka
Budiardjo, Miriam. 2004 (Cetakan ke-26). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Firmanzah, Ph.D. 2007. Marketing Politik : Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta :
Yayasan Obor Indonesia
Niffenegger, P. B. 1989. Strategies for Success from the Political Marketers. The Journal of
Consumer Marketing. (6).1. hlm. 45-51.
Prasojo E., Maksum, Irfan Ridwan., dan Kurniawan, Teguh. 2006. Desentralisasi &
Pemerintahah Daerah: Antara Model Demokrasi Lokal & Efisiensi Struktural.
Jakarta: FISIP UI.
Rahman, Fadjroel. 2007. Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat. Tentang Kebebasan, Demokrasi
dan Negara Kesejahteraan. Jakarta : Koekoesa.
Ujungpandang Ekspress, Senin, 17 Maret 2008. Saatnya Marketing Politik dalam Pemilu.
http://www.ujungpandangekspres.com/view.php?id=16616&jenis=Pilkada di akses
tanggal 28 September 2008.
Abstract
Ponorogo according to many people is sub ethnic culture mataraman which includes
Madiun, Magetan, Ngawi, Pacitan And Trenggalek. But based on an analysis writer
ponorogo is sub ethnic culture own not included in territorial mataraman culture. But instead
a ethnic its own culture Ethnic Java Panaragan. Articles that of culture Ethnic Java
Panaragan so as to have its own The Hallmark Of as sub ethnic on own Culture In East
Java.
Keywords: Culture, Java And Panaragan Ethnic
Abstrak
Ponorogo menurut banyak kalangan merupakan sub etnik kebudayaan Mataraman
yang meliputi Madiun, Magetan, Ngawi, Pacitan dan Trenggalek. Namun berdasarkan
analisa penulis Ponorogo merupakan sub etnik kebudayaan sendiri yang tidak termasuk
dalam wilayah kebudayaan Mataraman. Melainkan sebuah Etnik tersendiri Kebudayaan
Jawa Etnik Panaragan. Artikel ini menjelaskan tentang kebudayaan Jawa Etnik Panaragan
sehingga memiliki ciri khas tersendiri sebagai sub etnik budaya sendiri di Jawa Timur.
Kata Kunci: Kebudayaan, Jawa dan Etnik Panaragan
Pendahuluan
Kebudayaan Jawa Etnik Panaragan merujuk kepada suatu wilayah di Jawa Timur
bagian barat, yakni kabupaten Ponorogo. Etnik Jawa Panaragan wilayahnya meliputi barat
gunung wilis dan sebelah timur gunung lawu. Luas wilayah tersebut, dahulu merupakan
daerah kekuasaan kerajaan Wengker. Nama wengker menurut Moelyadi (1986:50) berasal
dari kata wengonan yang angker tempat yang angker, dengan penuh misterius.
Jurnal Aristo Vol. 06 Tahun 2016 | 48
Kerajaan Wengker pernah dipimpin oleh 8 raja, antara lain: Ratu Shima dan Dewa
Shima yang menurunkan Sri Gajayana dan Pindah ke Kanjuruhan Malang diperkirakan pada
tahun 500 M, Raja Kedua di Pimpin Ketu Wijaya, Sri Garasakan, Raja Kudamerta,
Poerwawisesa Putra Pandanalas Raja Majapahit III, Sri Girishawardana, Singaprabawa di
nobatkan menjadi Raja Majaphit IV1, dan yang terakhir dipimpin oleh Ki Ageng Kutu atau
lebih dikenal dengan sebutan Ki Ageng Kutu Suryoalam yang memimpin pada tahun1467-
1468 M.
Setelah wengker takluk oleh Lembu Kanigoro, kemudian nama wengker di ganti
menjadi Ponorogo. Pergantian tersebut, juga diikuti dengan alkulturasi budaya diantaranya
perubahan nama Lembu Kanigoro kemudian dinobatkan menjadi Panembahan Raden Batoro
Katong, nama tersebut sebagai upaya mendekatkan kepada masyarakat wengker agar lebih
mudah diterima, selain itu kesenian Reyog dahulu yang digunakan Ki Ageng Kutu sebagai
sindiran keras kepada Brawijaya V digunakan sebagai media dakwah Islam.
Alkuturasi budaya tersebut, kemudian lebih dikenal sebutan dengan Ponorogoan atau
Panaragan, dengan artian adat istiadat yang memiliki ciri khas Ponorogo. Salah satu ciri khas
masyarakat Ponorogo, adalah memiliki tokoh lokal yang disebut warok. Orang yang
mendapat predikat warok merupakan sebagai tokoh suku dari etnik Masyarakat Ponorogo.
Sebagai seorang kepala suku atau tokoh dalam masyarakat maka warok terkenal dengan sakti
memiliki kelebihan dibidang supranatural, yang bertugas sebagai pemimpin, pelindung, dan
pengayom masyarakat.
Tugas tersebut, sudah sejak zaman dahulu melekat pada warok. Warok pada waktu itu,
memiliki peran menjadi punggawa kerajaan Wengker yang bertugas mengamankan suatu
wilayah, seperti warok Ki Ageng Hanggolono (Sukorejo), Warok Suromenggolo (Balong),
Warok Surohandhoko (Jetis), Surogentho (Gunung Pegat: Bungkal), Warok Singokubro
(Slahung), Warok Gunoseco (Siman), Pun demikian ketika Ponorogo dipimpin Raden Batoro
Katong, untuk membentuk pemerintahan yang baru, maka Raden Katong merekrut para
warok yang mana sebagai tokoh dalam etnik Panaragan untuk dijadikan sebagai Bhayangkara
sehingga dalam pemerintahannya tidak timbul berbagai gejolak dalam masyarakat.
Secara geografis wilayah Jawa Etnik Panaragan, berbatasan dengan wilayah
kebudayaan Jawa Mataraman yang meliputi Madiun, Magetan, Ngawi, dan Pacitan. Ada
beberapa alasan mengapa Jawa Etnik Panaragan sebagai wilayah kebudayaan sendiri, tidak
1Menurut kepercayaan masyarakat Ponorogo, Raja Singaprabawa adalah Warok Singobowo yang
makamnya berada di desa Singosaren, Raja Singaprabawa bergelar Panembahan Wasito Pramono. (Lihat Alip
Sugianto, 2014: 193-194)
Pembahasan
Hasil dan Analisis
"Misteri asal usul orang Ponorogo belum terungkap secara jelas. Meskipun mereka
tidak hidup terisolasi (terpisah dari daerah sekitarnya), type dan karakter mereka berbeda dari
orang-orang dari kabupaten sekitarnya. Orang Ponorogan lebih mandiri dan lebih percaya
diri, tetapi juga keras/kasar, pemberani, nekat, pemarah, dan lebih suka melakukan perjalanan
(merantau) dari umumnya orang di Jawa bagian tengah. "(Adam, 1938b:288)
2 Pangeran Mangkubumi merupakan adik Paku Buwana II yang kemudian hari setelah perjanjian
Giyanti pada tanggal 13 februari 1755, Mataram dibagi menjadi dua, separo tetap dikuasi Susuhunan Paku
Buwana III dengan ibu kota Surakarta dan sisanya diserahkan Susuhunan Kabanaran (Mangkubumi) sejak
peristiwa tersebut Susuhunan Kabanaran menjadi Raja di Yogjakarta dengan Gelar Ngarso Dalem Ingkang
Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalaya Sayyidina Panatagama Kalifatullah.
Suyam,2008:28)
Reyog
Reyog merupakan seni sendra tari, yang dimainkan oleh beberapa penari seperti
pembarong, bujangganong, klonosuwandono, warok dan jathil. Dalam pentasnya warok
terinspirasi oleh dua garis besar cerita yang pertama mengenai kerajaan wengker yang
dipmpin oleh Ki Ageng Kutu yan menentang Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Bhre
Kertabumi Prabu Brawijaya V, adapun inspirasi kedua tentang kisah raja Klonosuwandono
yang ingin melamar Dewi Songgolangit dari kerajaan Lodaya di kediri.
Gajah-Gajahan
Keling
Keling kesenian ini pada awalnya berfungsi sebagai penolak bala, akibat kekeringan
dan gagal panen yang melanda pada waktu itu, kemudian masyarakat membuat sebuah tarian,
untuk mengingat penderitaan pada waktu itu. Keling berasal dari eling supaya ingat dengan
penderitaan pada zaman dahulu. Dalam sajian tari, kesenian keling menceritakan dua Putri
dari kerajaan Ngerum yang di culik oleh Bagaspati dari kerajaan Tambak Kehing, kemudian
dapat diselamatkan oleh Joko Tawang dari Padepokan Waringin Putih.
Unto-Untoan
Jaran thik merupakan kesenian yang di perankan oleh beberapa pemain antara lain
penari kuda lumping, pemain yang disebut celengan (babi), dan ulo-uloan yang terbuat dari
kayu dadap yang menyerupai kepala naga. Kesenian reyog thik merupakan salah satu seni
pertunjukan yang menarik, dalam pertunjukannya sering kali mengundang roh halus sehingga
nuansa mistis sangat terasa hal tersebut didukung dengan tata rias yang seram dan pengunaan
busana yang khas.
Penutup
Daftar Pustaka
Moelyadi. 1986. Kerajaan Wengker dan Reyog Ponorogo. Ponorogo: DPC Pemuda
Pancasila.
Abstract
The development of a region especially the border which has great potential about is
regions s resources that must be in watch keberadaanya, besides owns large resources the
border area which is bordering on another country also become amplifier continue a country
capable of sustaining kesatuannya.Through many development system that had originally run
regional autonomy, continues with a system of structuring the region continue to grow with
the rising economy and infrastructure and last by conducting changes on the potential
areas.The border area natuna administratively bordering north with vietnam and cambodia
and south islands bordering bintan as well as east side bordering malaysia east and west
kalimantan.The district owns natuna territorial waters broad and mainland shaped islands,
the border region that is rich agricultural food crops, plantation, pertenakan, fisheries, even
the mining industry.Direction.
Password: The Development Potential Of The Region, Regional Autonomy, Structuring
Areas.
Abstrak
Pendahuluan
Pembangunan Nasional Indonesia secara umum bertujuan untuk kesejahteraan
masyarakat dan mewujudkan keadilan yang merata di seluruh pelosok wilayah Indonesia.
baik yang tinggal di daerah perbatasan maupun perkotaan. dalam mewujudkan hal tersebut
masih terdapat banyak kendala. yaitu masalah kemiskinan, masalah ketenagakerjaan, masalah
pendidikan bahkan lingkungan hidup. pengertian daerah perbatasan adalah daerah yng
memiliki keterbelakangan dalam segi kehidupan tetapi memiliki potensi pada sumber daya
alam atau dapat di arahkan sebagai daerah terpencil di perbatasan Negara.
Pembangunan daerah perbatasan harus membutuhkan langkah yang strategis. Daerah
perbatasan seperti pulau-pulau kecil terluar yang memiliki potensi sumber daya alam cukup
besar, merupakan wilayah yang sangat penting dijaga keamanan dan pertahanan
Negara.Seperti yang dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 Tentang
wiayah negara bahwa:
a. Negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) sebagai negara kepulauan yang berciri
nusantara mempunyai kedaulatan atas wilayahnya serta memiliki hak-hak berdaulat di
luar wilayah kedaulatannya dan kewenangan tertentu hanya untuk dikelola dan
dimanfaatkan sebesar- besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat indonesia
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republilk Indonesia
Tahun 1945.
b. bahwa pengaturan mengenai wilayah negara meliputi wilayah daratan, peraiaran
kedalaman, perairan kepulauan dan laut Teritorial beserta dasar laut, dan tanah di
bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang
terkandung di dalamnya.
Pembahasan
Konsep Perencanaan Pembangunan Wilayah Perbatasan
Rustiadi, dkk (2009:4) menjelaskan “bahwa secara umum terdapat dua unsur penting
dalam perencanaan yaitu hal yang ingin dicapai,dan cara untuk mencapainya”.Dalam proses
perencanaan,kedua unsur tersebut baik secara eksplisit maupun implisit dimuat pada berbagai
3.Sumber Daya
Alam
2
lingkungan.Sumber daya milik bersama menurut Hardin hanya sesuai dengan zaman dahulu
kala dan konsep milik bersama itu hanya layak diterapkan pada waktu penduduk bumi tidak
sepadat sekarang ini. Hardin begitu gigih untuk membuang jauh-jauh konsep kepemilikan
pribadi, hak penguasaan, pengusahaan pribadi, Disini terlihat bahwa Hardin dan para
pengikutnya,termasuk di Indonesia ternyata telah menyamakan konsep sumber daya alam tak
bertuan (open acces)dengan sumber daya milik umum (common property).
Pada Hakekatnya Arifin (2001:112) kembali menjelaskan mengenai kepemilikan
terdapat empat macam hak kepemilikan atas sumber daya yang sangat berbeda satu dengan
lainnya :
(1) Milik negara (state property). Para individu mempunyai kewajiban untuk mematuhi
aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau departemen yang mengelola
sumberdaya itu. Demikian pula, departemen bersangkutan mempunyai hak untuk
memutuskan aturan main penggunaanya. contoh sumber daya alam milik negara ini
adalah tanah hutan , mineral serta sumber daya pertambangan, dan sumber daya alam lain
yang dikuasai negaa untuk hajat hidup orang banyak.
(2) Milik pribadi (private property). Para individu pemilik mempunyai hak untuk
memanfaatkan sumber daya sesuai aturan dan norma yang berlaku (socially
acceptable)serta mempunyai kewajiban untuk menghindari pemanfaatan sumberdaya
yang eksesif dan tak dapat dibenarkan menurut kaidah norma yang berlaku (socially
unacceptable uses).Misalnya lahan pertanian yang dimiliki perorangan termasuk disini.
(3) Milik umum (common property). Kelompok masyarakat yang berhubungan dengan
sumberdaya milik umum mempunyai hak untuk tidak mengikutsertakan individu lain
yang bukan berasal dari kelompok itu, disamping kewajiban untuk mematuhi statusnya
sebagai orang luar. Sementara itu setiap anggota kelompok masyarakat yang terikat dalam
sistem sosial tertentu untuk mengelola sumber daya mempunyai hak dan kewajiban untuk
memelihara kelestariannya sesuai dengan aturan yang disepakati bersama. Misalya tanah
marga atau sebidang tanah diperdesaan atau air irigasi(sistem subak diBali),dimana
penduduk yang terikat dalam kelompok sosial yang ada dapat memanfaatkan dan
mengelolanya secara bersama berdasarkan norma hidup dan budaya yang berlaku.
(4) Tak bertuan (open acces). Dalam hal ini tidak ada unsur kepemilikan atas sumberdaya
tersebut sehingga setiap orang dari kelompok sosial manapun hanya memiliki privilis
(privilege), siapa cepat dia dapat, tetapi bukan hak.
“Pembagian daerah Indonesia atas dasar daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingati
dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul dalam
daerah-daerah yang bersifat istimewa”
1. Perubahan
Ekonomi dan infrastruktur
Hal selanjutnya yang menjadi fokus perhatian dalam melihat perubahan
pertumbuhan ekonomi masyarakat adalah melihat bagaimana meningkatnya proses jual-
beli, industri yang mendorong naiknya perekonomian. Pertumbuhan ekonomi yang
meningkat diharapkan dapat terus stabil agar bisa terus mendorong berkembangnya
perubahan pembangunan daerah. Namun sekarang kita akan melihat bagaimana Kabupaten
Natuna berkembang layaknya perkotaan.
Menurut Gubernur Provinsi Riau Drs. H. Muhammad Sani Sebagian besar alokasi
anggaran adalah untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan dan pelabuhan. Dengan
transportasi lancar, maka pergerakan ekonomi juga akan lancar, Apalagi untuk kawasan
Natuna sudah ada tambahan dua kapal yaitu Sabuk Nusantara 30 dan Sabuk Nusantara 39
2. Perubahan
Pengembangan Potensi Wilayah
Potensi pengembangan wilayah di Kabupaten Natuna sangat beragam, kabupaten
Natuna yang secara geografis terdiri dari kepulauan memiliki keunggulan di bidang
pariwisata alam. Gugusan kepulauan Kabupaten Natuna memiliki pemandangan yang
indah, dengan panorama pantai yang masih terjaga keasriannya. Sejumlah lokasi bahkan
menjadi tempat favorit bagi penggemar snorkling, pengamat habitat penyu, dan pecinta
wisata bawah air. Selain potensi pariwisata alam Kabupaten Natuna saat ini memang
menjadi salah satu daerah andalan penghasil minyak dan gas Indonesia. Kabupaten Natuna
memilki potensi sumber daya alam yang sangat besar, diantaranya sumber daya perikanan
laut yang mencapai lebih dari satu juta ton pertahun dengan total pemanfaatannya hanya
sekitar 36%. selain itu juga memiliki objek wisata bahari seperti pantai dan biota laut yang
indah untuk kegiatan penyelaman, gunung, air terjun,dan lain sebagainya. Namun potensi
kekayaan Kabupaten Natuna yang paling fenomenal adalah cadangan migas di ladang gas
Blok D-Alpha yang teletak 225 km di sebelah Utara Pulau Natuna, dengan taksiran total
cadangan 222 TCT dan gas hidrokarbon sebesar 46 TCT yang merupakan salah satu sumber
terbesar di Asia.
Transportasi eksternal adalah sistem transportasi yang menghubungkan pulau-pulau
di wilayah Kabupaten Natuna dengan pulau-pulau di kabupaten tetangga lainnya. Moda
transportasi yang digunakan adalah jenis kapal perintis dan kapal pelni dengan rute yang
telah terjadwal. Selain prasarana dan sarana transportasi laut, Kabupaten Natuna juga
mengandalkan prasarana dan sarana perhubungan udara. Prasarana perhubungan udara di
Kabupaten Natuna hanya terdapat di Pulau Bunguran. Moda transportasi dengan
menggunakan pesawat udara terdiri dari tiga model penggunaan yaitu digunakan untuk
transportasi komersil, untuk kepentingan militer, dan untuk kepentingan perusahaaan.
Kaloh, J. 2007. Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan
Lokal dan Tantangan Global. Rineka Cipta: Jakarta.
Wasistiono, Sadu. 2008. Daya Saing Berbasis Potensi Daerah. Fokusmedia: Bandung.
Widjaja, A.W. 1998. Percontohan Otonomi Daerah di Indonesia. Rineka Cipta: Jakarta.
Abstract
Ponorogo is one city in the west end of the east java art is a typical reyog ponorogo.
Art is one of national wealth art be an asset nations in rich cultural the world.It uses reyog
own already mendarah meat and integrated in social life in the community ponorogo.This is
reflected in the number of even held both in the village, sub and national level.Will this of art
diwujudakan in various forms, one of them is the sort of public or rather a landmark which is
typical and identity of this city.If we look at further, public buildings in the entrance district
ponorogo of four corners have a difference compared with several buildings have cirikhas or
related to reyog itself. So it is with some gate in the population different from the city center.
This research trying to discover meaning contained in any building characterized by reyog
and trying to find the process of symbolic interaction happened between building is viewed
from different sides communication. minds, self and society of mead in interaction symbolic
this is the basic theories that became the in analysis phenomenon is in ponorogo this. The
importance of purpose to human behavior, the importance of the concept of out of, the
relationship between individual by communities is the fundamental concept of the buildings
that characterizes a condition community social that is present at the time of the, The
methodology it uses the kualitiatif where data taken with tekhnik snowball sampling.hasil
from the study said the district ponorogo built for four era different in the point of view of
handling of art reyog this as the identity and pride ponorogo as a city reyog. Political,
economy, education impact on the copyright, think, and karsa in the formation of facilities in
tugu or gate (a landmark). Social conditions influenced by community groups dominant
contribute diversity in the formation of identity in this city.
Keywords: Reyog Ponorogo, Interaction Symbolic, Communication, Facilities.
Pendahuluan
Kabupaten Ponorogo merupakan kabupaten diujung barat propinsi Jawa timur yang
langsung berbatasan langsung dengan propinsi Jawa Tengah. Sebuah kota kabupaten dengan
keragaman budaya yang sangat unik dan menjadi salah satu ikon budaya jawa timur. Salah
satu bentuk kesenian yang sangat terkenal tersebut adalah reyog ponorogo. Reyog Ponorogo
adalah sebuah pertunjukan tarian yang dinamis dan atraktif. Dalam bukunya, Jazuli (1994:4)
menjelaskan bahwa bentuk merupakan wujud dari sebuah tarian, sebuah tarian akan
menemukan bentuk seninya apabila pengalaman batin pencipta maupun penarinya dapat
menyatu dengan pengalaman lahirnya. Hal ini dapat dimaksudkan agar audience dapat
tergerak dan bergetar emosinya atau dengan kata yang lebih sederhana penonton dapat
terkesan setelah menyaksikan pertunjukan tari tersebut. Kebanggan terhadap reyog yang
menjadi salah satu pendukung kesenian nasional sudah menjadi darah daging dalam diri
masyarakat Ponorogo. Hal ini dapat dilihat secara langsung dengan banyaknya monumen
Pembahasan
Pemetaan fasilitas umum (landmark)
Ponorogo mempunyai sebuah kajian budaya yang unuk dan menarik dalam ranah
kebudayaan Indonesia khususnya Jawa Timur bagian barat. Kebudayaan dalam sebuah
masyarakat dapat kita lihat dalam bentuk fisiknya yang bisa kita jumpai sehari-hari. Bentuk-
bentuk fisik ini kemudian menjadi ciri khas dari sebuah daerah yang ditempatinya. Artinya,
sebuah tempat dapat dikenali dengan baik dari ciri khas fisik yang ada disekitarnya. Sebagai
contoh orang akan menyimpulkan dengan cepat bahwa foto seseorang berada di kota
ponorogo dengan ciri khas patung reyog yang ada dibelakangnya. Kebudayaan juga sangat
dipengaruhi oleh kemampuan pemimpin dan individu pada suatau tatanan masyarakat dalam
menangkap dan merepresentasikan dalam bentuk simbol, lambang atau tanda. Penanda-
penanda inilah yang menjadi kekuatan dalam sebuah ungkapan yang mengandung bayak
Hal ini juga masih kita temui pada wilayah Ponorogo pada wilayah selatan yang
berbatasan langsung dengan kabupaten Pacitan. Kabupaten Ponorogo bagian selatan yang
berbatasan dengan Kabupaten dipisahkan oleh sungai Grindulu. Sungai ini membentang dari
Ponorogo menuju Kabupaten Pacitan menyusuri sepanjang jalan menuju kota Pacitan. Pada
umumnya, tugu dengan bentuk mirip atau menyerupai candi ini diberi warna hitam yang
mencirikan sebuah tugu yang terbuat dari batu, meskipun pada dasarnya tugu-tugu ini dibuat
dengan semen dan batu bata dengan tekhnik pembuatan yang modern seperti sekarang.
Tugu batas dengan bentuk menyerupai candi ini juga bisa kita temui pada perbatasan
kabupaten Ponorogo dengan kabupaten Trenggalek yang berada disebelah timur kota
Ponorogo. Tugu yang dibangun sebagai penanda batas dengan kabupaten Trenggalek ini juga
dibangun dengan bentuk menyerupai candi atau pura yang sering kita temui pada bangunan
di pulau Bali. Ukuran tugu batas dengan Trenggalek ini lebih besar daripada ukuran yang
berada pada perbatasan antara Kabupaten Pacitan dan Ponorogo. Berbeda dengan kedua
Bentuk serupa juga bisa kita temukan pada perbatasan wilayah ponorogo pada bagian
barat yang berbatasan langsung dengan kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Tugu perabtasan
yang dibangun relatif baru ini mempunyai bentuk dan karakteristik yang hampir sama dengan
Jika diperhatikan lebih seksama, gerbang masuk menuju kabupaten Ponorogo masih
didominasi oleh bentuk yang menggambarkan bentuk reyog yang mencirikan sebuah fragmen
layaknya sebuah pertunjukkan reyog. Hal ini masih dapat kita jumpai dengan mudah ketika
didalam kabupaten Ponorogo. Bentuk yang menyerupai bahkan mirip reyog ini merupakan
bentuk khas yang menjadi ikon Ponorogo. Dalam perwujudannya, bentuk ini mempunyai
beberapa versi dalam pembangunannya.
Tugu dengan bentuk Reyog (era bupati H. Soemadi (1974-1984), Bupati Drs. Soebarkah
Poetro Hadiwirjo 1984-1989 dan Drs. R. Gatot Soemani 1989-1994)
Bentuk yang kedua adalah berupa tugu reyog. Bentuk ini pada beberapa desa atau
tempat berbeda-beda. Bentuk yang paling lazim dan banyak kita temui adalah bentuk reyog
Karateristik bentuk tugu reyog yang kedua adalah bentuk reyog yang hanya
diwakilkan karakter tertentu saja. Hal ini dapat kita jumpai pada beberapa daerah meskipun
dengan jumlah yang sangat sedikit. Dalam beberapa tugu, karakter yang ditonjolkan
merupakan ikon khas ponorogo yaitu dadak merak. Dengan bentuk dan variasi ukuran yang
berbeda, beberapa daerah ini berusaha menampilkan ciri kota reyog meskipun hadir dalam
bentuk perwakilan dari karakter yang bermain dalam sebuah pertunjukkan reyog. Usaha
dalam menampilkan dan merawat bentuk tugu ini terbilang cukup baik karena pada sebuah
tugu dengan bentuk ini terus dibenahi dan dikembangkan seperti yang terjadi pada gerbang
masuk Desa Singkil Kecamatan Slahung ini. Sebaliknya, beberapa daerah atau desa kurang
menjaga dan merawat gerbang mereka dengan bukti semakin rusak dan usangnnya bentuk
dan cat warna pada tugu tersebut. Hal ini bisa kita jumpai pada gerbang masuk Desa Sukosari
Kecamatan Kuaman dan di desa Bajang Kecamatan Mlarak.
Bentuk gerbang masuk yang berwujud reyog yang ketiga adalah berbentuk gerbang
dengan bentuk dadak merak yang dibelah menjadi dua bagian. Bentuk ketiga ini lah yang
sering kita jumpai ketika melintas memasuki sebuah daerah atau suatu kawasan tertentu.
Ukuran, warna dan bentuknya pada setiap daerah mempunyai karakteristik yang berbeda-
beda. Tetapi pada dasarnya tetap mempunyai satu kesamaan yang dapat dilihat dengan cepat
yaitu bentuk aslinya berupa dadak merak yang dibelah menjadi dua bagian. Gerbang inilah
yang populer dan menjadi ikon kota ponorogo sekaligus menjadi bagian lambang kabupaten
ponorogo. Salah satu bagian lambang kabupaten ponorogo adalah reyog yang seakan dibelah
menjadi dua bagian, tetapi kalau diperhatikan bentuk dadak merak dengan warna putih pada
lambang Ponorogo adalah satu bagian yang utuh. Pada situs resmi pemerintah kabupaten
Ponorogo, dadak merak ini mempunyai arti kesenian khas dari kabupaten Ponorogo. Motif
dan warna dari model gerbang yang dibelah ini mempunyai bentuk yang berbeda-beda.
Setiap gerbang mempunyai warna yang berbeda dengan motif gambar yang berbeda yang
dipengaruhi kondisi setempat. Kondisi-kondisi ini adalah kondisi seperti intelektualitas dari
seniman setempat. Beberapa tempat menggunakan detil yang kuat dengan warna yang
mencolok dan berbeda dari warna bulu merak yang biasanya hijau. Tetapi sebagian besar
menggunakan warna hijau sebagai dan warna sama dengan warna dadak merak yang
berwarna hijau. Sebagian tugu hadir dengan motif polos dengan hanya bermain warna dan
motif sederhana yang lain seperti garis dan bentuk kurva yang lain. Tugu dengan model ini
juga banyak ditemukan karena lebih mudah dibuat karena lebih sederhana dalam hal motif,
bentuk dan ornamen yang ada. Lebih jauh berkaitan dengan motif ini, beberapa tugu
mempunyai motif yang berbeda-beda. Mengacu pada detil lambang kabupaten Ponorogo
Gambar 16. Tugu reyog dengan motif candi Bentar pada perbatasan
anatar desa Jambon dengan desa Blembem kecamatan Jambon
Sumber: Diolah dari Dokumentasi Peneliti
Era Modern (era pemerintahan bupati Muhadi Soeyono (2005-2010) dan Bupati Amin
(2010-2015)
Peneliti memberikan kategori ini karena pembangunan setelah era bupati Markum
Singodimejo tidak ada ciri khusus yang dapat kita lihat pada model tugu atau penanda-
penanda dalam bentuk fisik yang kita temui. Ketogori ini merupakan gabungan dari beberapa
kategori yang berkaitan langsung dengan fasilitas publik yang berhubungan dengan sebuah
identitas kota Ponorogo, terutama pada tugu batas, gerbang masuk dan beberapa penanda
lainnya. Bentuk tugu pada kategori ini mempunyai bentuk yang sangat beragam dan sangat
berbeda antar satu tugu dengan tugu yang lain. Fasilitas berupa tugu batas atau gerbang
masuk ini seakan-akan menghilangkan ciri khas dari reyog itu sendiri. Hal ini dapat kita lihat
pada beberapa tugu masuk ke beberapa desa yang tidak ada bentuk reyog sama sekali. Ciri
khas reyog dalam bentuk dadak merak atau penari reyog yang sebelumnya bisa kita temui
pada beberapa tugu yang dibangun pada masa pemerintahan bupati Soemadi,Soebarkah dan
Gatot Soemani tidak bisa kita temukan lagi sekarang. Tugu atau gerbang yang dibangun
cenderung menggunaan model yang sedang populer pada saat sekarang yang disebut dengan
model minimalis. Seperti yang terlihat pada gerbang masuk desa Plancungan Kecamatan
Slahung yang menggunakan model minimalis dan modern.
Fenomena gerbang yang berkesan modern ini dapat kita lihat pada bentuknya yang
terkesan sederhana, bersih dan rapi. Unsur modern ditunjukkan dengan model dan ornamen
dari besi mengkilap atau disebut dengan stainless steel. Model ini mulai banyak kita temukan
pada beberapa desa yang tersebar mulai dari dalam kota Ponorogo sampai pinggiran
Penutup
Cleary, S. (2009). Communication:A Hand –On Approach. Lansdowne: Juta and co ltd.
Griffin, E. (2012). A First Look At Communication Theory. 8th edition . New York: Mac
GrawHill.
Hong, Y., & Chiu, C. (2006). Social Psycology of Culture. New York: Psycology Press.
Kluckholm, C., & Kroeber, A. (2005). “Culture: A Critical Review of Concepts and
Definitions,” Harvard University Peabody Museum of American Archeology and
Ethnology Papers. In L. A. Samovar, R. E. Porter, & E. R. McDaniel, Communication
Between Cultures (p. 181). Boston: Wadsworth Cengage Learning.
Sunarwinandi, I. (2000). Komunikasi Antar Budaya. Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-
ilmu Sosial Universitas Indonesia.
Abstract
Election, collectively is an instrument embody sovereignty of people intend to create
government and articulate absah of their opinions and also the interests of the people , the
election is requisite at least for the democracy and held by choosing the house of
representatives .Based on data the ballot of its election in 2014 in kabupaten gunungkidul so
prosentase participation or presence of voters legislative elections by 2014 470.455 or 78.53
% of 591.600 DPT (election in the 2014) year. For the gunungkidul in the legislative
elections and presidential election 2014 period , public participation is quite high between 73
% to 84 % in each subdistrict .Participation in the presence of voters in legislative elections
the highest of 83 % the sub wonosari and presence of voters in legislative elections the lowest
of 73,04 % the sub girisubo. While the absence of the lowest in district wonosari of 16,89 %
and the absence of the highest in district girisubo at 26,96 % .partisipasi political people are
usually are to social basis - particular political base. The same base will get people to
participate hence can dilkelompokkan over, first, class, namely individu-individu involved in
political participation because have social status, income and lapngan the same job, both,
communal group, namely individuals engaged having tribe, religion, race and the same
language.Third, neighborhood the individuals engaged because have residence adjacent to
each other, fourth, faction, the individuals engaged in participation because they united by
private inetraksi very high each other yang.literarasi politics was, practical understanding
on the concept “ taken from the day to “ day and language.One of the politics of cultural
political prominent in indonesia tendency the formation of links between patronage , both for
Abstrak
Pemilu, secara umum adalah instrumen mewujudkan kedaulatan rakyat yang
bermaksud membentuk pemerintahan yang absah serta sarana mengartikulasikan aspirasi
dan juga kepentingan rakyat, pemilu adalah syarat minimal bagi adanya demokrasi dan
diselenggarakan dengan memilih wakil rakyat. Berdasar data hasil perolehan suara pemilu
tahun 2014 di Kabupaten Gunungkidul maka prosentase partisipasi atau kehadiran pemilih
Pemilu Legislatif 2014 sebesar 470.455 atau 78.53% dari 591.600 DPT (Pemilu dalam
angka tahun 2014). Untuk masyarakat Gunungkidul dalam pelaksanaan Pemilihan Legislatif
maupun Pemilihan Presiden periode 2014, tingkat partisipasi masyarakatnya cukup tinggi
yaitu antara 73% sampai dengan 84% di setiap kecamatan. Partisipasi dalam kehadiran
pemilih pada pemilu legislatif yang paling tinggi sebesar 83% yaitu di Kecamatan Wonosari
dan kehadiran pemilih pada pemilu legislatif yang terendah sebesar 73,04% yaitu di
kecamatan Girisubo. Sedangkan ketidakhadiran paling rendah di Kecamatan Wonosari
sebesar 16,89% dan ketidakhadiran paling tinggi di Kecamatan Girisubo yang mencapai
26,96%. Partisipasi politik masyarakat biasanya juga bersumber pada basis- basis sosial
politik tertentu. Basis yang sama akan mendorong orang untuk berpartisipasi oleh karena itu
bisa dilkelompokkan atas, Pertama, kelas, yaitu individu-individu yang terlibat dalam
partisipasi politik karena memilki status sosial, income dan lapngan pekerjaan yang sama,
Kedua, communal group, yaitu individu yang terlibat karena memiliki suku, agama, ras dan
bahasa yang sama. Ketiga, neighborhood yaitu individu – individu yang terlibat karena
memiliki tempat tinggal yang berdekatan satu sama lain, Keempat, faction, yaitu individu –
individu yang terlibat dalam partisipasi karena mereka disatukan oleh inetraksi pribadi yang
sangat tinggi satu sama lain yang.Literarasi Politik adalah, pemahaman praktis tentang
konsep – konsep yang diambil dari kehidupan sehari – hari dan bahasa. Salah satu budaya
politik termasuk budaya politik yang menonjol di Indonesia yaitu kecenderungan
pembentukan pola hubungan patronase, baik di kalangan penguasa maupun masyarakat.
Ada dua individu dalam budaya ini yaitu patron dan klien yang membuat interaksi timbale
balik dengan tukar menukar sumber daya masing-masing pihak. Patron mempunyai sumber
daya berupa kekuasaan,kedudukan, perlindungan, perhatian dan tidak jarang berupa materi,
sedangkan klien mempunyai sumber daya berupa tenaga, dukungan, dan loyalitas.
Kecenderungan patronase ini dapat ditentukan secara luas baik dalam lingkungan birokrasi
maupun dalam kalangan masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan studi kasus yang biasa digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu
dibalik fenomena yang sedikit baru diketahui dan memberi rincian yang kompleks tentang
fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif. populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT)
di desa Jerukwudel dan Karangawen Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunungkidul.
Kata kunci : Pemilu, Partisipasi, Melek Politik, Patronase.
Pembahasan
Kajian Pustaka
Pemilu, secara umum adalah instrumen mewujudkan kedaulatan rakyat yang
bermaksud membentuk pemerintahan yang absah serta sarana mengartikulasikan aspirasi dan
juga kepentingan rakyat (Tricahyo,2009:6) Sedangkan menurut Soedarsono (2005, dalam
Tricahyo,2009) pemilu adalah syarat minimal bagi adanya demokrasi dan diselenggarakan
dengan memilih wakil rakyat, wakil daerah, presiden untuk membentuk pemerintahan yang
demokratis. Pemilu merupakan pranata terpenting suatu negara demokratis terlebih bagi
negara yang berbetuk Republik, seperti negara Indonesia. Pranata itu berfungsi untuk
Tabel 4.1
Luas Desa dan Persentase Luas Desa Kecamatan GirisuboTahun 2013
Luas Desa Persentase Luas Desa Terhadap
No. Nama Desa
(Ha) Luas Kecamatan (%)
1 Balong 1.093,60 11,60219822
2 Jepitu 1.673,40 17,75340024
3 Karangawen 629,9 6,682721891
4 Tileng 1.699,80 18,03348257
5 Nglindur 714,4 7,579197522
6 Jerukwudel 618,50 6,56177725
7 Pucung 1.442,60 15,30480171
8 Songbanyu 1.553,60 16,48242059
Jumlah 9.425,80 100
Sumber : Kecamatan Girisubo Dalam Angka, 2014
Desa Jerukwudel merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Girisubo
dengan luas desa 618,50 Ha. Berdasarkan estimasi Sensus Penduduk 2010 - BPS Kabupaten
Gunungkidul tahun 2010, jumlah penduduk wilayah Desa Jerukwudel tahun 2013 adalah
1.581 jiwa yang terdiri dari 758 jiwa laki – laki dan 823 jiwa perempuan. Sedangkan jumlah
penduduk wilayah Desa Karangawen tahun 2013 adalah 1.482 jiwa yang terdiri dari 703 jiwa
laki – laki dan 779 jiwa perempuan.
Wilayah Kecamatan Girisubo terdiri dari 82 dusun, 82 RW, dan 253 RT. Secara detail
jumlah RT, RW, dan dusun di delapan desa bisa dilihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.3
Jumlah Dusun, RW, dan RT di Kecamatan GirisuboTahun 2013
Jumlah
No. Nama Desa
Dusun RW RT
1 Balong 9 9 47
Daftar pemilih Kecamatan Girisubo terdiri dari Daftar Pemilih Tetap sejumlah 30.156
orang (di delapan desa) dan Daftar Pemilih Khusus 140 orang (di tujuh Desa). Selain itu DPT
ada di 72 (tujuh puluh dua TPS) dan DPK ada di 32 (tiga puluh dua) TPS.
Tabel 4.6
Daftar Pemilih Kecamatan Girisubo
JUMLAH JUMLAH JUMLAH PEMILIH
JENIS DAFTAR PEMILIH
DESA TPS L P L+P
DAFTAR PEMILIH TETAP 8 72 14.841 15.315 30.156
DAFTAR PEMILIH 7 32 70 70 140
KHUSUS
Sumber : Pemilu Tahun 2014 Dalam Angka
Daftar calon tetap Pemilu Legislatif Kabupaten Tahun 2014 terdiri dari 447 orang
terdiri dari 259 orang laki-laki dan 188 orang perempuan. Sedang untuk Dapil IV yang
meliputi wilayah Rongkop, Girisubo, Tepus, dan Tanjungsari yaitu: 81 orang terdiri dari 46
orang laki-laki dan 35 orang perempuan.
Analisis
Partisipasi Politik
Menggunakan Hak Pilih
Sebagai warga negara masyarakat Jerukwudel dan Karangawen sudah menyadari akan
hak dan kewajibannya. Salah satu hak warga negara dalam pemilihan umum adalah berhak
menggunakan hak pilihnya. Hampir seluruh masyarakat Jerukwudel maupun Karangawen
menggunakan hak pilih. Sudaryanto selaku tokoh masyarakat yang terlibat langsung dalam
proses Pemilu mengatakan bahwa hampir seluruh warga desa menggunakan hak pilih pada
saat hari pemungutan suara. Hal ini seperti hasil petikan wawancara :
“pada hari pemungutan suara hampir seluruh warga yang tercantum dalam DPT
datang ke TPS”. (wawancara tanggal 20 Agustus 2015 pukul 10.00 wib).
Ada sebagaian masyarakat yang tercatat dalam DPT bekerja di luar daerah. Hal ini
ditegaskan pula oleh Sudaryanta (sekretaris KPPS) seperti berikut:
Beberapa orang warga desa ini yang tidak menggunakan hak pilih karena tidak
memungkinkan untuk menuju TPS (sudah jompo). Seperti peryataan Bapak Sukiyatno
Kepala Dukuh Duwet yang sekaligus juga sebagai anggota KPPS, menyampaikan :
“Ada dua warga yang sakit tua, Bu Suminem usia 95 tahun. Kondisinya jalan dari
kursi ke tempat tidur saja susah. Yang satunya lagi Bu Sakiyem, usia 87 tahun.
Kondisi saat Pemilu dulu sudah tidak bisa jalan, sudah ngebrok. Bu Sakiyem pada
bulan Juli 2015 meninggal. Dari keluarga Bu Suminem dan Bu Sakiyem,
menyampaikan agar anggota keluarganya tersebut tidak usah memilih saja. Beresiko
kalau harus memboncengkan orang tua dan sakit”. (petikan wawancara tanggal 21
Agustus 2015 pukul 13.10 wib)
Namun ada satu informan yang menyatakan secara tegas tidak menggunakan hak
pilihnya. Hal ini karena informan merasa tidak punya pilihan. Dan keputusan untuk tidak
memilih ini merupakan sikap politik yang bersangkutan.Dalam mengukur partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan pemilu syarat pertama hingga ketiga telah terpenuhi, yaitu:
1).Terdaftarnya sebagai pemilih tetap (DPT). (2) Keterlibatannya dalam kampanye baik
sebagai tim sukses, peserta, pengawas maupun pemantau pemilu dengan keikutsertaanya bisa
mengarahkan pemilih lebih kepada kandidat yang berkualitas bukan hanya karena
pertemanan (3) Keterlibatan dengan memberikan suara pada hari pencoblosan. Partisipasi
yang demikian termasuk partispasi aktif dalam memilih pemimpin atau pemerintahan.
“kalau di daerah saya, kampanye rapat umum biasanya yang mengadakan adalah dari
partai politik, sedangkan caleg biasanya datang dalam pertemuan-pertemuan warga
saja untuk mensosialisasikan visi dan misinya”.(petikan wawancara tanggal 21
Agustus 2015 pukul 13.10 wib)
Ada beberapa warga menjelaskan bahwa mereka sudah mempunyai pilihan caleg
tertentu, salah satu pilihan adalah caleg yang masih mempunyai hubungan kekerabatan.
Seperti yang dituturkan oleh Sukito Admojo :
“saya sudah mempunyai pilihan sendiri, dan saya mengenal secara pribadi calon
tersebut”.(petikan wawancara tanggal 21 Agustus 2015 pukul 13.10 wib)
Para caleg yang cukup dikenal oleh masyarakat. Sebagai contoh Gimun sebagai
anggota masyarakat yang bekerja sebagai petani, terlibat aktif dalam partai PAN dan aktif
sebagai anggota dewan budaya desa Jerukwudel, saat Pileg mencalonkan diri sebagai calon
legislatif dan mendapat dukungan masyarakat sekitarnya. Figur ini dipercaya masyarakat
akan dapat menyampaikan aspirasi demi kemajuan dan perkembangan desa. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Sudaryanto seperti berikut:
“pak Gimun itu orangnya sering mengikuti kegiatan sosial di masyarakat dan
merupakan tokoh masyarakat yang sering memberikan masukan bagi perkembangan
desa sehingga banyak orang yang kenal dengan beliau”. (petikan wawancara tanggal
21 Agustus 2015 pukul 11.10 wib)
Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa figur caleg yang sering
berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial di masyarakat lebih diminati. Kekerabatan para
caleg ini sangat dekat dengan pemilih. Kekerabatan tersebut membentuk salah satu budaya
politik yang homogen yang menjadi bagian dari proses sosialisasi politik. Dari hasil
perolehan suara, Gimun kalah dari perolehan Tina Kadarsih. Strategi yang digunakan oleh
Tina Kadarsih berbeda dengan strategi yang digunakan Gimun, hal ini seperti penuturan Iduh
sebagai berikut:
“Strategi yang digunakan Tina Kadarsih adalah dengan mendirikan TCC-nya (Tina
Cadarsih Centre) yang digunakan sebagai alat bersosialisasi kepada masyarakat”.
(petikan wawancara tanggal 21 Agustus 2015 pukul 11.10 wib)
Selain itu, menurut Sukito Atmojo menyebutkan bahwa beberapa caleg memberikan
bantuan secara personal maupun kelompok tetapi yang bersangkutan tidak menerima bantuan
tersebut karena calon pemberi merasa enggan dan tidak akan mempengaruhi pilihan.
Sudaryanto menyebutkan berupa bantuan pembangunan jalan, uang, seperangkat gamelan
dan dropping air bersih.
Hal tersebut menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat jelas tidak hanya karena satu
faktor saja, melainkan berbagai faktor. Orang bisa saja terdorong untuk berpartisipasi karena
kualitas calonnya baik, tetapi biasanya juga karena calon biasanya merupakan keluarganya,
saudara atau teman dari para pemilihnya,. Ada dua individu dalam budaya ini yaitu patron
dan klien yang membuat interaksi timbal balik dengan tukar menukar sumber daya masing-
masing pihak. Patron mempunyai sumber daya berupa kekuasaan, kedudukan, perlindungan,
perhatian dan tidak jarang berupa materi, sedangkan klien mempunyai sumber daya berupa
“saya mengenal caleg karena memiliki hubungan keluarga dan bertempat tinggal
dekat rumah.” (petikan wawancara tanggal 21 Agustus 2015 pukul 11.10 wib dan
wawancara tanggal 21 Agustus 2015 pukul 13.10 wib)
“....saya mengenal caleg karena memiliki hubungan relasi bisnis yang sudah lama
terjalin....” (informan Sarpanta, petikan wawancara tanggal 21 Agustus 2015 pukul
11.10 wib) “saya mengetahui wajah caleg dari sosialisasi dan spanduk yang terpasang
di jalan”. (informan Kaswan, petikan wawancara tanggal 21 Agustus 2015 pukul
09.20 wib)
Sedangkan Surip, Rianti, Sanem dan Suparto tidak mengenal secara langsung namun
kenal dari tetangga dan Dukuh. Heni memiliki pilihan yang berbeda karena informasi yang
dimiliki dari kampanye caleg. Namun ada beberapa informan yang menyatakan tidak
mengenal caleg sehingga dalam menggunakan hak pilihnya ada yang ‘asal memilih’. Di sisi
lain, para pemilih yang tidak mengenal tersebut beralasan tempat tinggal maupun
kekerabatannya tidak dekat dengan para caleg.
“saya memilih karena saya baru satu kali mencoblos (Menjadi pemilih pemula)”.
(informan Riksa Ristu Putra, petikan wawancara tanggal 21 Agustus 2015 pukul
13.10 wib)
“…mengunakan hak pilih dalam pemilu adalah hak dan tanggung jawab saya sebagai
warga negara yang baik..” (Informan Kaswan, petikan wawancara tanggal 21 Agustus
2015 pukul 14.10 wib)
Dari hasil wawancara tersebut menunjukkan partisipasi masyarakat yang besar karena
masyarakat menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Dimana sikap ini
merupakan salah satu dimensi yang dapat menjadi indikator budaya politik seperti tingkat
pengetahuan masyarakat mengenai sistem politik bernegara. Dalam hal ini masyarakat desa
Jerukwudel maupun Karangawen cukup dewasa dalam bersikap sehingga sebagian besar
memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara.Namun masih adanya budaya ‘ewuh
pakewuh’ di masyarakat, merupakan salah satu faktor yang mendorong masyarakat untuk
hadir dan menggunakan hak pilihnya di TPS. Seperti pendapat Sudaryanto yang menyatakan
bahwa:
Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya budaya yang dianut
oleh masyarakat yaitu budaya “ewuh pakewuh” menyebabkan masyarakat datang ke TPS
karena jika tidak datang maka akan merasa malu dan merasa memiliki beban moral terhadap
masyarakat yang lain. Letak TPS yang tidak terlalu jauh dan mudah dijangkau dari tempat
tinggal juga merupakan alasan masyarakat untuk datang dan menggunakan hak pilihnya. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat dari Sanem berikut ini:
“.....kulo nggih dugi mas ten TPS, lha wong gur cerak kok mosok ora teko.. (saya juga
datang di TPS soalnya jaraknya hanya dekat saja masak tidak berangkat)...” (petikan
wawancara tanggal 21 Agustus 2015 pukul 10.30 wib)
Hal ini memperlihatkan bahwa partisipasi politik adalah kesadaran sosial untuk
datang ke TPS menggunakan hak pilih termasuk tangung jawab sebagai anggota masyarakat.
“…saya banyak belajar dari ayah saya terkait dengan pemilu, saya sering bertanya
tentang pemilu kepada bapak saya itu lho mas…walaupun tidak semuanya dapat
dijawab oleh bapak saya…” (petikan wawancara tanggal 21 Agustus 2015 pukul
09.30 wib)
”…menurut saya sekolah banyak memberikan pengetahuan bagi saya terkait dengan
hak dan kewajiban saya sebagai warga Negara Indonesia, dan salah satu hak dan
kewajiban saya adalah memberikan hak suara saya dalam pemilu….” (petikan
wawancara tanggal 21 Agustus 2015 pukul 09.30 wib)
Dari wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa sekolah mampu membentuk sikap
dan nilai politik bagi masyarakat khususnya bagi para pemilih pemula. Selain lembaga
Sudaryanto mengatakan bahwa diskusi politik dalam arti yang luas merupakan hal
yang biasa. Apalagi dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat pemerintah sebagai perannya
dalam bidang politik. Namun Sudaryanto tidak mau berdiskusi politik praktis karena sebagai
aparat pemerintah harus bersikap netral, khawatir akan mempengaruhi kinerjanya. Sukito
Atmojo berdiskusi tentang caleg di rumah warga saat pertemuan. Demikian halnya dengan
Riksa, Suharno, Sanem, Surip dan Rianti yang mendiskusikan caleg yang akan dipilih. Riksa
juga berdiskusi tentang bagaimana cara berpolitik yang baik. Sedangkan Kaswan tidak
berdiskusi politik karena merasa tidak paham masalah politik, Sarpanta mengatakan takut
kalau salah persepsi. Hal tersebut oleh masyarakat dimaknai sebagai ranah politik dalam arti
yang luas. Dalam mendiskusikan politik praktis, masyarakat sangat berhati-hati karena
kekerabatannya yang begitu dekat.Sedangkan agen sosialisasi terakhir adalah media, dimana
berita yang dilihat atau dibaca setiap hari merupakan sosialisasi yang efektif. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sudaryanta berikut ini:
“…saya sering membaca koran Kedaulatan Rakyat dan biasanya saya memperoleh
informasi yang berkaitan dengan politik berasal dari Koran tersebut…” (petikan
wawancara tanggal 21 Agustus 2015 pukul 09.35 wib)
Melek Politik
Keterlibatan masyarakat dalam Kegiatan Partai Politik
Sebagian besar informan menyatakan tidak terlibat dalam kegiatan partai politik.
Ketidakterlibatan ini didasari alasan ketidakmampuan, ketidaktertarikan, ketidakpahaman
proses politik dan sikap netralitas (karena yang bersangkutan adalah PNS dan aparat
pemerintah seperti Surip, Suharno, Suprapto, Heni Rianti, dan Sarpanta). Sedangkan Kaswan
dan Sukito Atmojo memilih bersikap netral, bebas aktif dan tidak terlibat partai karena dia
bekerja sebagai guru PNS dan anggota KPPS. Demikian halnya dengan Sudaryanto yang
memilih netral karena sebagai aparat pemerintah desa serta bertugas sebagai anggota KPPS.
Sanem memiliki pendapat yang berbeda seperti penuturannya sebagai berikut:
“Kulo mboten purun tumut parte-partean... walah nopo niku.. sing penting kulo nek
kon mangkat coblosan nggih mangkat... (saya tidak mau ikut partai politik..apa itu...
Menjadi Saksi
Sebagian besar informan mengatakan tidak pernah menjadi saksi, namun sebagian
informan pernah menjadi saksi karena dengan alasan dipilih petugas dan panitia serta teman
mereka. Dengan menjadi saksi dalam pemilu, maka mereka termasuk dalam kategori
Electoral activity, yaitu segala bentuk kegiatan yang secara langsung ataupun tidak langsung
berkaitan dengan pemilu. Termasuk dalam kategori ini adalah ikut serta secara langsung
ataupun tidak langsung berkaitan dengan pemilu. Namun partisipasi masyarakat desa
Jerukwudel maupun Karangawen yang tergolong electoral activity sebagai saksi tidak terlalu
tinggi.
“ saya tahu nama saya terdaftar, ya dari pak dukuh... selain itu rumah saya ditempeli
stiker pencatatan pemilih..”
“Pemilu bersih sangat penting, karena warga ingin suasana yang damai dan tidak ada
perpecahan. Semua..kan ya untuk masyarakat to mas..” (wawancara tanggal, 20
Agustus 2015 pukul 11.15 Wib)
Warga sebenarnya sudah sadar betul tentang pentingnya pemilu yang bersih dan
bermartabat. Masyarakat berpendapat bahwa dengan Pemilu bersih maka akan menemukan
pemimpin yang memikirkan masyarakatnya. Pendapat tersebut disampaikan oleh Sudaryanto
dalam petikan wawancara berikut ini:
“ Saya berkeyakinan pemimpin yang dipilih secara bersih dan jujur akan dekat dengan
masyarakat, dan tidak akan meninggalkan masyarakatnya demi kepentingan
pribadinya..” (wawancara tanggal 20 Agustus 2015 pukul 11.15 Wib)
Dari hasil wawancara tersebut sudah diketahui harapan masyarakat terhadap pemilu
yang bersih, dan jujur. Harapan masyarakat dengan pemilu yang bersih dan jujur, adalah
terpilihnya pemimpin yang mau memperjuangkan aspirasi masyarakatnya.
“saya diberi uang tapi saya tolak.” (petikan wawancara tanggal 21 Agustus 2015
pukul 10.30 wib)
Sukito menyatakan memang ada serangan fajar namun tidak akan mempengaruhi
pilihannya, bahkan beberapa informan mengatakan ada partai yang melarang untuk memberi
uang. Dalam hal ini Sudaryanto mengatakan bahwa praktek ini tidak banyak mempengaruhi
pilihan masyarakat. Bagi mereka hal ini sangat sensitif, dengan budaya ‘ewuh’ mereka masih
mengedepankan pilihan nurani, apalagi dengan kekerabatan yang begitu dekat.
Penutup
Kesimpulan.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa agen-agen sosialisasi politik seperti
keluarga, sekolah, teman, dan media mampu membentuk dan mempengaruhi tingkat melek
politik di masyarakat serta meningkatkan efektifitas diri dalam kehidupan publik dan
mendorong menjadi lebih aktif, partisipatif, dalam melaksanakan hak dan kewajiban baik
Rekomendasi.
Selanjutnya berdasarkan penelitian dapat direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:
1. Data PEMILU agar diperbaiki. Kisaran data 30 % DPT yang tidak berpartisipasi agar
dicermati kembali agar persoalan data ke depan tidak menjadi hambatan dalam
pelaksanaan PEMILU.
2. Partisipasi dalam kontrol pemilu agar juga ditingkatkan agar pemilu berjalan dengan jujur
dan adil, oleh karena itu syaratnya pemilih harus melek politik terlebih dahulu.
3. Melek politik di Kecamatan Girisubo agar ditingkatkan melalui media-media komunikasi
politik yang lebih efektif bagi mayoritas warga perdesaan dengan memanfaatkan bidang
kesenian daerah seperti pementasan Ketoprak bisa digunakan sebagai media
pembelajaran tentang Pemilu dan demokrasi.
4. Untuk meningkatkan melek politik warga diperlukan keterlibatan semua pihak yang
meliputi : penyelenggara pemilu, KPU, Kantor KESBANGPOL, partai politik, ormas,
tokoh masyarakat, dan tokoh agama melalui pendidikan politik secara berjenjang dan
berkelanjutan, yang mencerdaskan secara politik ke arah pemahaman tentang pemilu
termasuk mengenali visi misi caleg, tata cara pencalegan, pemilu yang bersih,
penghindaran politik uang seperti serangan fajar dan sebagainya.
Bakti, AndiFaisal, Prof, Ph.D dkk (2012), Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi, Churia Press,
Tangerang selatan, 2002
Budiardjo, Miriam, (1986), Dasar-dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia,Cetakan X: April 1986, Jakarta.
Inu Kencana Syafie, Sistem Pemerintahan Indonesia,. Refika aditama, Bandung, 2002
Fadjar, A,Muktie ,2013. Pemilu, Perselisihan Hasil Pemilu dan Demokrasi: Membangun Legislatif,
Presiden dan Kepala daerah dan Penyelesaian Persilisihan Hasil Pemilu Secara Demokratis,
Malang, setara Press.
Faturrahman, Deden, dan Sobari, Pengantar Ilmu Politik, PT. Universitas Muhammadiyah Malang
2004.
Fatah, Rahmad Abd., (2009), Melek Politik, http://nohsaketa.blogspot.com/2009/07/melek-
politik.html, Sabtu, 18 Juli 2009,
Maran, Rafael Raga, (2007), Pengantar Sosiologi Politik.
Martono, Nanang, (2014), Sosiologi Perubahan: Perspektif Klasik, Modern, Postmodern, dan Post
Kolonial.
Michael Rush dan Phillip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Rajawali Press)
Pribadi, Toto dkk, (2010), sistem Politik Indonesia, Penerbit Universitas Terbuka, Cetakan Ketujuh :
April 2010
Sahdan, Gregorius dan Haboddin, Muhtar, (2009), Evaluasi Kritis Penyelenggaraan di Indonesia.
Soekanto, Soerjono, (2009), Sosiologi Keluarga, Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja dan Anak.
Sugiyono,2009, Statistik untuk penelitian, ALFABETA, Bandung.
Sutoro Eko, 2004 Politik dan Pemberdayaan Masyarakat. APMD press, yogyakarta.
Tricahyo,Ibnu 2009. Refoemasi Pemilu: menuju Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal. Malang:In
Trans Publising.
Undang – Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum.
Abstract
Most of smokers know danger of smoking.In fact behavior smoking keep going, good
at the home or office, a public place, stalls etc. Age smokers spread in young children, and
the junior high school students. Teenage boys smoking is communication “slang” version of
teenagers, that confidence, adult. Smoking very dangerous health. A lot of reasons smoking,
as the life (lifestyle), satisfaction (satisfaction), dashing / macho (Masculine) etc .Smoking
harms organ of the body slowly for example the heart, the lungs, even canker of the mouth
and cancer the throat is harmful for health. Health department has made efforts prevention
smoking with various the appeal, posters, tv commercials, film, discussion / seminars. With
the smoking can cause cancer, a heart attack, impotence and disorders pregnancy and fetus,
then cigarettes kill you with a picture Mens smoking and the two the skull is pictorial health
warning (PHW).Chemicals in cigarettes: nicotine, tar (Carcinogenic), cyanide, benzene,
cadmium, methanol acetylene, ammonia, formaldehyde, hydrogen cyanide, arsenic, .karbon
monoxide, poison dangerous chemical compounds. In conclusion, smokers unaffected by
drawing (pictorial health warning), new smoker cringe, fear. His behavior remove phw
picture, buying tobacco retail, and the point remain smoking.
Keywords: Advertising, Cigarette, Pictorial Health Warning (PHW)
Abstrak
Sebagian besar perokok tahu bahaya merokok. Kenyataannya perilaku merokok terus
berjalan, baik di rumah/kantor, tempat umum, warung dsb. Usia perokok meluas pada anak-
anak muda, dan kalangan pelajar SMP. Remaja laki-laki merokok merupakan
komunikasi“gaul” ala remaja, agar percaya diri, dewasa. Merokok sangat membahayakan
kesehatan. Banyak alasan merokok, seperti gaya hidup (lifestyle), kepuasan (satisfaction),
gagah/macho (masculine) dll. Merokok merusak organ tubuh perlahan-lahan misalnya
jantung, paru-paru, bahkan kanker mulut dan kanker tenggorokan yang amat berbahaya
bagi kesehatan. Dinas Kesehatan telah melakukan upaya pencegahan merokok
dengan berbagai himbauan, poster-poster, iklan TV, film, diskusi/seminar.Dengan
tulisan MEROKOK DAPATME NYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI DAN
GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN, kemudian ROKOK MEMBUNUHMU dengan gambar
laki-laki merokok dan dua buah tengkorak merupakan Pictorial Health Warning (PHW).
Bahan kimia dalam rokok: Nikotin, Tar (karsinogenik), Sianida, Benzene, Cadmium, Metanol
Asetilena, Amonia, Formaldehida, Hidrogen sianida, Arsenik, .Karbon monoksida, senyawa racun
kimia berbahaya. Kesimpulannya, perokok tidak terpengaruh oleh gambar (pictorial health
warning), perokok pemula merasa ngeri, takut. Perilakunya menyobek gambar PHW, membeli
rokok eceran, dan intinya tetap merokok.
Kata kunci: Iklan, Rokok, Pictorial Health Warning (PHW)
Pendahuluan
Dalam kehidupan masyarakat sekarang ini, sebenarnya banyak dari sebagian besar
perokok yang sudah tahu akan bahaya merokok. Namun kenyataannya, perilaku yang dinilai
buruk ini masih terus berjalan dan tidak pernah surut, sehingga kebiasaan merokok menjadi
Pembahasan
Pictorial Health Warning (PHW)
Kerugian Rokok
Sisi lain Pemerintah juga yang perlu sangat diperhatikan bahwa terdapat merokok
yang meningkatkan anggaran kesehatan. Seperti yang diungkapkan Sekjen Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr. Bahtiar Husain, Sp.P, MH.Kes, menyatakan cukai rokok
yang diterima oleh negara tidak sebanding dengan biaya kesehatan yang harus dibayar oleh
negara dan masyarakat akibat rokok.
Fakta yang mencengangkan bahwa pendapatan negara dari cukai rokok,ternyata tak
sebanding dengan nilai kerugian yang ditimbulkan karena merokok.Pada tahun 2012
pendapatan negara dari cukai, hanya sebesar Rp 55 triliun. Namun, kerugiannya mencapai Rp
254,41 triliun. Kerugian tersebut, rinciannya adalah uang yang dikeluarkan untuk pembelian
rokok Rp 138 triliun, biaya perawatan medis rawat inap dan jalan Rp 1,11 triliun, kehilangan
produktivitas akibat kematian prematur dan morbiditas maupun disabilitas Rp 105,3 triliun.
Pemerintah sedang memikirkan, apakah resiko penyakit akibat rokok ini harus
dibiayai atau tidak oleh BPJS. Hal ini merupakan pendapat atau wacana dari Wakil Menteri
Kesehatan, Ali Gufron Mukti, di acara Focus Group Discussion dengan tema dilema APBN
untuk membiayai penyakit terkait rokok dalam perspektif asas keadilan.
Daftar Pustaka
Abstract
In disseminating new tagline to all the people of Yogyakarta, the government needed
the socialization process so Public Relations of the Government of Yogyakarta take a role as
a communicator and mediator between the government and the people of the city of
Yogyakarta. In the era of digital communications, the use of Digital Public Relations (PR)
Abstrak
Dalam mensosialisasikantagline baru kepada seluruh masyarakat kota Yogyakarta
dibutuhkan proses sosialisasi dan disini peranan Humas Pemerintah Kota Yogyakarta
sebagai komunikator dan mediator antara pemerintah dan masyarakat kota Yogyakarta
sangat penting. Di era komunikasi digital, pemanfaatan media komunikasi Digital Public
Relations (PR) menjadi hal urgent yang dapat dilakukan dalam proses sosialisasi.Dengan
memanfaatkan Digital PR, diharapkan proses sosialisasi Jogja Istimewa sebagai branding
baru Kota Yogyakarta lebih cepat, tepat dan efektif tersosialisasi kepada seluruh elemen
masyarakat di Kota Yogyakarta. Dengan demikian Daerah IstimewaYogyakarta Yang Lebih
Berkarakter, Berbudaya, Maju, Mandiri dan Sejahtera Menyongsong Peradaban Baru dapat
dengan mudah terwujud. Metode penelitian ini menggunakan metode studi kasus dan
termasuk kedalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif menurut Whitney
(dalam Nazir, 1988: 63) yaitu penelitian untuk pencarian fakta dengan interpretasi yang
tepat. Mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, Penelitian ini dilakukan pada
Humas Pemerintah Kota Yogyakarta dengan pengkhususan pada implementasi digital Public
Relations (PR) dalam mensosialisasikan “jogja Istimewa”.
Kata Kunci: Digital, Public Relations, Sosialisasi
Pendahuluan
Sejak Undang – undang Keistimewaan (UUK) disahkan, Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) merasa perlu untuk melakukan perubahan terhadap predikat / tagline Kota Yogyakarta
dengan melakukan rebranding. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membentuk
Tim 11 yang bertugas menyeleksi 10 logo dan tagline terbaik untuk keperluan
rebrandinglogo maupun tagline Kota Yogyakarta. Adapun Tim 11 adalah Tim yang
beranggotakan tokoh masyarakat, pekerja kreatif, dan akademisi di Kota Yogyakarta. Tim 11
ini akan menjadi formatur awal untuk merealisasikan terbentuknya dewan yang akan
mengawal proses city branding yang melibatkan seluruh ekosistem masyarakat Kota
Yogyakarta.1 Dengan demikian, rebranding ini tak hanya menghasilkan logo dan slogan baru
bagi Kota Yogyakarta, tetapi juga sosialisasi nilai dan semangat baru kepada warga
Yogyakarta yang sesuai dengan visi misi pemerintah daerah yaitu Daerah
1 Diakses dari http://urunrembugjogja.com pada pada tgl 2 Feb 2016 pukul 13:10 WIB.
Pembahasan
Tinjauan Pustaka
Konsep Dasar Humas Pemerintah
Menurut Ruslan (2011:111) Humas pemerintah mempunyai peran yang sangat besar
dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan. Ada dua peran yang dimainkan oleh Humas
Pemerintah yaitu : (1) peran taktis (jangka pendek) dan (2). peran strategis (jangka panjang).
Dalam peran taktis (jangka pendek), Humas pemerintah berupaya memberikan pesan-pesan
dan informasi yang efektif dapat memotifasi rakyat dan mempunyai pengaruh yang sangat
besar terhadap rakyat melalui pesan-pesan yang disampaikan. Dalam pesan jangka panjang
(peran strategis) Humas pemerintah berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan,
dalam memberikan proses sumbang saran, gagasan dan ide yang kreatif secara cemerlang
untuk melaksanakan program lembaga yang bersangkutan.
Humas merupakan suatu bentuk komunikasi yang berlaku terhadap semua jenis
organisasi, baik yang bersifat komersial atau bertujuan mencari keuntungan (profit) maupun
perusahaan non komersial yang tidak mencari keuntungan. Tidak perduli apakah organisasi
tersebut berada di sektor pemerintahan maupun sektor swasta. Berdasarkan penjabaran di
atas, dapat dipahami bahwa Humas adalah salah satu usaha untuk menciptakan hubungan
yang harmonis dan menguntungkan antara organisasi dengan publik dengan menumbuhkan
saling pengertian antara organisasi dengan publiknya.
Sosialisasi Efektif
Ini mengindikasikan bahwa penggunaan media digital tidak sekedar mengubah media
komunikasinya sebab juga berimplikasi pada perubahan interaktivitas antara PR dengan
publiknya. Posisi diantara keduanya setara karena proses komunikasi yang dilakukan secara
digital juga memungkinkan penggunanya untuk saling memberikan tanggapan secara
langsung tanpa terhalang ruang dan waktu.
Salah satu alasan penggunaan digital public relations dikarenakan penggunaan alat ini
maka akan menghemat waktu dan uang namun bisa menciptakan metode komunikasi baru
yang lebih efektif bagi pelanggan, karyawan, investor, media dan masyarakat umum.
Kreatifitas dan keterampilan public relations dikombinasikan dengan keahlian dan
pemahaman komputer maka akan membangun citra positif perusahaan.
Hal yang harus diperhatikan oleh praktisi PR ialah ketika ia telah memutuskan untuk
menggunakan platform digital untuk aktifitas kehumasannya maka ia harus konsisten unntuk
terus memperbaharui timeline di akun digitalnya. Selain ini perlu adanya komunikasi dua
Pembahasan
Semenjak Undang – Undang No 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah
Istimewa Yogyakarta, pemerintahan Provinsi DIY segera berbenah diri untuk mengukuhkan
keistimewaanya. Selama 13 tahun Provinsi DIY menggunakan branding “Jogja Never
Ending Asia” yang dirancang oleh pakar pemasaran, Hermawan Kartajaya.
istimewa”.
Hal senada juga disampaikan oleh warga masyarakat lainnya, yang menilai bahwa
branding “jogja istimewa” dengan simbol-simbol keistimewaanya sangat “tidak familier”
untuk masyarakat Yogyakarta dan minimnya sosialisasi dari pihak pemerintah Kota
Yogyakarta terkait branding baru “jogja istimewa”.
Hal yang sama juga disampaikan oleh warga masyarakat kota Yogyakarta, yang
menilai bahwa simbol-simbol yang ada dalam tagline “jogja istimewa” tidak hanya tidak
dipahami oleh warga masyarakat Yogyakarta, tetapi juga kurang mendapatkan tempat bagi
masyarakat kota Yogyakarta.
“ Menurut saya, logo “jogja never ending asia” lebihmengenadaripada logo baruini,
logo yang baru ini visualnya aneh dan tidak memiliki “roh jogja” sama sekali.
(Wawancara,Surya Rahmandanu, 15 April 2016).
Berdasarkan hasil wawancara diatas, diperlukan upaya yang lebih komprehensif dari
pihak Humas Pemerintah Kota Yogyakarta sebagai mediator dan komunikator penyampai
pesan sosialisasi “jogja istimewa” agar seluruh elemen masyarakat tidak hanya tahu
perubahan tagline kota Yogyakarta yang baru, tetapi juga memahami nilai-nilai mulia yang
terkandung dalam branding “jogja istimewa” tersebut sehingga bukan hanya secara visual
logo “jogja istimewa” dapat diterima dengan baik oleh seluruh masyarakat Kota Yogyakarta,
tetapi juga cita-cita luhur yang terkandung dalam ikon keistimewaan dalam logo “jogja
istimewa” dapat terintegrasi sehingga Daerah IstimewaYogyakarta yang lebih berkarakter,
berbudaya, maju, mandiri dan sejahtera menyongsong peradaban baru dapat terwujud.
Implementasi Digital Public Relations dalam sosialisasi tagline baru “jogja istimewa”
memang belum efektif, belum sampai pada tujuan sosialisasi yang sebenarnya yakni untuk
mengenalkan, mengkampanyekan melalui interaksi untuk memperoleh identitas,
mengembangkan nilai-nilai yang terkandung dalam branding “jogja istimewa” dan
aspirasinya kepada seluruh masyarakat kota Yogyakarta. Selain itu kurangnya pemanfaatan
Penutup
Dalam sosialisasi tagline “jogja istimewa” Humas Pemerintah Kota Yogyakarta hanya
sebagai pelaksana saja tidak dilibatkan secara langsung dan yang paling berperan adalah
Bappeda DIY dan Pemerintah Provinsi DIY. Pemanfaatan Digital Public Relationsdalam
sosialisasi “jogja istimewa” belum efektif dikarenakan kegiatan proses mengenalkan,
mengkampanyekan melalui interaksi dengan memanfaatkan sumberdaya, sarana dan
prasarana belum meyentuh pada sasaran dan tujuan sosialisasi yaitu memperoleh identitas,
mengembangkan nilai-nilai mulia yang terkandung dalam branding “jogja istimewa”.
Perlunya juga pemanfaatan media sosialisasi konvensional lainnya seperti iklan,
banner, media cetak, media elektronik, dalam sosialisasi tagline “jogja istimewa” secara lebih
massiv dan komprehensif. Perlunya pemanfaatan Digital PR yang lebih optimal agar
mempermudah tercapainya efektifitas proses sosialisasi yakni mengenalkan,
mengkampanyekan melalui interaksi untuk memperoleh identitas, mengembangkan nilai-nilai
yang terkandung dalam branding “jogja istimewa” dan aspirasinya kepada seluruh
masyarakat kota Yogyakarta.
Cresswell, J.W. 2009. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif and Mixed. Edisi
Ketiga. Pustaka Pelajar.Yogyakarta.
Hidayat, Dasrun. 2014. Media Public Relations: Pendekatan Studi Kasus Cyber Public
Relations Sebagai Metode Kerja PR Digital. Graha Ilmu.Yogyakarta.
Hasibuan, Malayu S.P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi. Bumi
Aksara : Jakarta.
Nilla sari, Betty Wahyu. 2012. Humas pemerintah. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Ruslan, Rosady. 2011. Manajemen Humas & Manajemen Komunikasi: Konsep dan Aplikasi.
Rajawali Press. Jakarta.
Suryani, Tatik. 2013. Perilaku Konsumen Di Era Internet. Yogyakarta: Graha Ilmu
Siagian, Sondang P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta
Sutopo, HB. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya Dalam
Penelitian, Universitas Sebelas Maret Press, Surakarta.
Sugiono. 2012. Metode penelitian kuantitaif kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung.
Abstract
The family is the smallest unit in society that have significant importance in the
development process, women have animportant role in shaping dignified families and foster
families. Governmentand Statecan learn from women about how to manage or make the
‘desa’ as a place to work as well as home. Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) is
an women’s movement organization that make a real contribution to the Stateof trans
boundary strata,ethnicity,and religion withfamily as a priority. Members of PKK are a
partner with government and community organizations that serve as facilitator, planners,
implementers, controllers on each division for the implementation of the Ten PKK Programs.
Keywords : PKK, Women's Movement, Participation, Village.
Abstrak
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang mempunyai arti penting dalam proses
pembangunan, perempuan mempunyai andil besar dalam membentuk keluarga yang bermartabat,
membina keluarga secara langsung dan menjangkau sasaran sebanyak mungkin. Negara dapat
belajar dari perempuan tentang bagaimana mengelola atau menjadikan desa sebagai tempat
berkarya sekaligus rumah. PKK merupakan organisasi gerakan perempuan dalam memberikan
kontribusi nyata bagi negara melintasi batas kelas, etnis, agama dengan prioritas menghasilkan
keluaga yang berkualitas. Tim PKK adalah mitra kerja pemerintah dan organisasi kemasyarakatan
yang berfungsi sebagai fasilitator, perencana, pelaksana, pengendali dan penggerak pada masing-
masing bidang demi terlaksananya Sepuluh Program PKK.
Kata kunci: PKK, Gerakan Perempuan, Partisipasi, Desa
Pendahuluan
PKK yang merupakan gerakan pembangunan masyarakat bermula dari Seminar
Home Economic di Bogor pada tahun 1957, yang menghasilkan rumusan 10 Segi Kehidupan
Keluarga. Kemudian ditindak lanjuti oleh Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan pada tahun 1961 yang menetapkan 10 Segi Kehidupan Keluarga sebagai
Kurikulum Pendidikan Kesejahteraan Keluarga yang diajarkan di sekolah-sekolah oleh
Pendidikan Masyarakat (PENMAS) sampai sekarang. Pada bulan Mei tahun 1962 di Desa
Salaman Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, didirikan Pusat Latihan Pendidikan
Masyarakat (PLPM) untuk menyebarluaskan 10 Segi Kehidupan Keluarga. Sekitar tahun
5 “Sejarah Singkat PKK” diakses dari http://www.tp-pkkpusat.org, pada tanggal 2 Mei 2016
6 “Tujuan Gerakan PKK” diakses dari http://www.tp-pkkpusat.org, pada tanggal 2 Mei 2016
Pembahasan
Tinjauan Pustaka
Gerakan perempuan
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2013 tentang pemberdayaan masyarakat melalui gerakan pemberdayaan kesejahteraan
8 “Reposisi Gerakan PKK” diakses dari http://www.tp-pkkpusat.org, pada tanggal 2 Mei 2016.
Partisipasi
Menurut Herbert McClosky mengatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-
kegiatan sukarela dari warga masyarakat yang melalui mana mereka mengambil bagian
9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013, Tentang Pemberdayaan
Masyarakat Melalui Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga
Desa
Desa adalah desa dan desaadat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asalusul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.13
11 Samuel P Huntington dan Joao M. Nelson, No Easy Choice: Political Participation in Developing
Countries dalam Miriam Budiardjo. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Politik . Jakarta. PT. Gramedia Pustaka
Utama.Hal. 368.
13 UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa diakses dari http://www.dpr.go.id pada tanggal 2 Mei 2016.
Analisa
PKK Sebagai Mitra Pemerintah
Gerakan PKK adalah gerakan nasional dalam pembangunan masyarakat yang tumbuh
dari bawah yang pengelolaannya dari, oleh dan untuk masyarakat menuju terwujudnya
keluarga yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan
berbudi luhur, sehat sejahtera, maju dan mandiri, kesetaraan dan keadilan gender serta
kesadaran hukum dan lingkungan (Rakernas VII PKK, 2010)14
Dalam hasil Rakernas dijelaskan bahwa pemberdayaan keluarga yang dimaksud
adalah segala upaya bimbingan dan pembinaan agar keluarga dapat hidup sehat sejahtera,
maju dan mandiri. Konsep kesejahteraan keluarga adalah konsep tentang terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia dari setiap anggota keluarga secara material, sosial, mental dan
spiritual sehungga dapat hidup layak sebagai manusia yang bermanfaat. Tim PKK adalah
mitra kerja pemerintah dan organisasi kemasyarakatan yang berfungsi sebagai fasilitator,
perencana, pelaksana, pengendali dan penggerak pada masing-masing bidang agar
terlaksananya program PKK.Secara nasional, PKK berkantor di Kementerian Dalam Negeri
Republik Indonesia dan dipimpin oleh istri menteri Dalam Negeri. Tim penggerak PKK
diketuai oleh istri kepala daerah yang sedang menjabat baik di provinsi, kebupaten/kota,
kecamatan, kelurahan/desa hingga dusun.
Penutup
Desa memiliki hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya berdasakan asal
usul dan adat istiadat. Oleh sebab itu, PKK dan Penggerak PKK pun dapat mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri, terlebih lagi dengan adanya Sepuluh Program yang telah
diberikan oleh pemerintah dapat meningkatkan kualitas perempuan melalui gerakan PKK.
Peran PKK tentu saja sangat bermanfaat bagi seluruh sendi kehidupan dalam masyarakat, ini
terlihat dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh Penggerak PKK melalui Sepuluh
Program tersebut. Dan sebagai mitra pemerintah, PKK telah menjalankan fungsinya terutama
Daftar Pustaka
Budiarjo, Miriam. 2013. Dasar-dasar Ilmu Politik. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Glenda A. Bayoa. 2013 “Partisipasi Perempuan dalam Implementasi Kebijakan
Pengelolahan Program Keluarga dan Masyarakat Sejahtera (Suatu Studi Analisi Dalam
Peraturan Daerah Propinsi Papua No.9 Tahun 2008 Di Kampung Menawi Distrik
Angkaisera Kabupaten Kepulauan Yapen)” dalam Governance Jurnal Ilmiah Jurusan
Ilmu Pemerintahan FISIP Unsrat, Vol 5 Tahun 2013. Manado. Unsrat.
Mardalis. 1995. Metode Penelitian Sosial. Bumi Aksara. Jakarta.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 tentang
Pemberdayaan Masyarakat Melalui Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
www.tp-pkkpusat.org/