Anda di halaman 1dari 5

Nama : Monica Indah Novitasari

NIM : 4301415049

Prodi : Pendidikan Kimia/03

PERKEMBANGAN KURIKULUM

Kurikulum adalah unsur penting pada setiap lembaga pendidikan. Secara fisik,
kurikulum dapat berbentuk suatu dokumen berisikan berbagai komponen seperti pikiran
tentang pendidikan, tujuan yang akan dicapai oleh kurikulum tersebut, konten yang dirancang
dan harus dikuasai peserta didik untuk menguasai tujuan, proses yang dirancang untuk
menguasai konten, evaluasi yang dirancang untuk mengetahui penguasaan kemampuan yang
dinyatakan dalam tujuan, serta komponen lainnya. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun
1970, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1975,
1984, 1994, 2004, 2006 dan yang sekarang 2013. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi
logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek
dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat
rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan
perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang
berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada
penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.

1.Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif.
Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO
(management by objective) yang terkenal saat itu. Metode, materi, dan tujuan pengajaran
dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah
“satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran
dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.

Pendekatan baru yang digunakan dalam pengembangan kurikulum 1975 adalah proses
pembelajaran yang menggunakan pendekatan siswa belajar aktif, penerapan instructional
technology, dan penerapan butir soal objektif untuk asesmen hasil belajar. Pendekatan baru
yang digunakan dalam proses pembelajaran menempatkan peserta didik dalam posisi aktif
dalam belajar dan dinamakan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Pemikiran yang ada dalam
model ini adalah peserta harus aktif mencari, menemukan, dan mengkomunikasikan hasil
belajarnya sedangkan guru bertugas memberikan fasilitasi untuk belajar. Penerapan
pendekatan “instructional technology” dalam kurikulum 1975 ditandai dengan penggunaan
model Prosedur Pngembangan Sistem Instruksional (PPSI). Melalui model ini maka guru
harus mengembangkan rencana pelajaran. Model ini memberikan kesempatan kepada guru
untuk mengembangkan pemikiran kependidikannya dalam suatu bidang studi atau mata
pelajaran tertentu (Hasan,1984).

2.Kurikulum 1984 (Kurikulum CBSA)

Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan


pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut
“Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar.
Peserta didik harus memegang peran aktif dalam belajar terus dipertahankan. Bahkan
kurikulum baru menambah peran aktif itu dengan memperkenalkan ketrampilan proses.
Peserta didik harus melaksanakan ketrampilan proses sehingga mereka memiliki kemampuan
dalam mengembangkan masalah berdasarkan apa yang telah dibaca, diamati, dan dibahas.
Kemudian mengembangkan proses belajar aktif dalam memecahkan masalah yang telah
dirumuskan tersebut. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active
Leaming (SAL). Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh
pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang
sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum
memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang
harus dicapai siswa.

3.Kurikulum 1994

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan


sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini
berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem
semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu
tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat
menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman
konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah (Wahyuni, 2015).
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya
sebagai berikut:

1.Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.

2.Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat


(berorientasi kepada materi pelajaran/isi).

3.Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum
untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga
daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan
lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.

4.Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi


yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.

5.Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan


konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat
keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran
yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.

6.Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal
yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.

7.Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk


pemantapan pemahaman.

Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama


sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented),
di antaranya sebagai berikut : a.Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata
pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran. b Materi pelajaran dianggap
terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang
bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.

4.Kurikulum 2004 (KBK)

Kurikukum 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk
melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah
ditetapkan. Competency Based Education is education geared toward preparing indivisuals
to perform identified competencies. Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu
pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah
ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi
sebagai pedoman pembelajaran. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil
dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman
belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan
kebutuhannya. Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa
baik secara individual maupun klasikal.

Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1.Menekankan ketercapaian kompetensi siswa secara individual maupun klasikal.

2.Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

3.Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang


bervariasi.

4.Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif.

5.Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan
atau pencapaian suatu kompetensi.

5.Kurikulum 2006 (KTSP)

Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, munculah KTSP. Tinjauan dari segi isi dan
proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah
banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru
lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan
kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar
kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata
pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan
Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian
merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi
pemerintah Kabupaten/Kota. Tujuan KTSP ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta
kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta
didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan
penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Tujuan
Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan
SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan
dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang
bersangkutan.

6.Kurikulum 2013

Inti dari Kurikulum 2013 adalah pada upaya penyederhanaan dan tematik-integratif.
Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa
depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan.
Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam
melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa
yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun
obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013
menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan itu
diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih
baik. Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah bagian dari melanjutkan
pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004
dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu,
sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan
pasal 35, di mana kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah
disepakati. Dalam kurikulum 2013 setiap peserta didik dituntut kreatif dan inovatif karena ke
depannya temuan dan kreatifitas yang menjadi andalan. Selain itu ada juga pengembangan
karakter bangsa telah diintegrasikan kedalam semua program studi (Wahyuni, 2015).

Daftar Pustaka

Hasan,S.H. 1984 . An Evaluation of the 1975 Secondary Social Studies Curriculum


Implementation in Bandung Municipality.Disertasi. Sydney: Macquarie University.
Wahyuni, Fitri.2015.Kurikulum dari Masa ke Masa (Telaah Atas Pentahapan Kurikulum
Pendidikan di Indonesia).Al-Adabiya.Vol.10,No.2.

Anda mungkin juga menyukai