Anda di halaman 1dari 114

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya setiap perusahaan yang didirikan bertujuan untuk

mendapatkan laba dan tentunya perusahaan menginginkan laba yang terus

meningkat dari waktu ke waktu. Untuk itu perusahaan perlu menjamin nilai

perusahaannya tumbuh secara berkelanjutan. Saat ini informasi keuangan yang

hanya dalam bentuk laba saja tidak cukup untuk menjamin keberlanjutan

perusahaan. Perusahaan perlu memberikan informasi lain yang dibutuhkan oleh

stakeholder dalam hal pengambilan keputusan. Salah satu informasi yang sering

diminta untuk diungkapkan perusahaan terkait dengan keberlanjutan perusahaan

adalah informasi mengenai tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social

Responsibility), Hastuti (2014).

Suatu perusahaan mempunyai beberapa kewajiban yang harus senantiasa

dipenuhi, kewajiban tersebut tidak hanya pada pemegang saham namun juga

kewajiban terhadap pihak lain termasuk masyarakat. Menurut Suwaldiman (2000)

dalam Adawiyah (2013), berdasarkan karakteristik sistem perekonomian

Indonesia, ada 3 kelompok pihak yang berkepentingan terhadap

pertanggungjawaban manajemen atas pengelolaan perusahaan, yaitu investor,

kreditor, pemerintah dan masyarakat umum.

1
Dalam menjaga eksistensinya di dunia bisnis perusahaan tidak dapat

dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya, sehingga hal ini

menjadi pusat perhatian bagi kalangan akademisi, praktisi, serta Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) sejak beberapa dasawarsa terakhir. Kondisi ini juga

dipicu oleh perkembangan akuntansi yang lebih mementingkan kepentingan

pemilik modal yang akan membuat perusahaan melakukan penggunaan sumber

daya alam dan sosial secara tidak terkendali, dan mengakibatkan kerusakan

lingkungan sekitar.

Namun seiring dengan berjalannya waktu masyarakat semakin menyadari

adanya dampak-dampak negatif yang ditimbulkan oleh perusahaan dalam

menjalankan operasinya, karena itu para pelaku bisnis semakin dituntut agar tidak

hanya berorientasi dalam memaksimalkan laba tetapi juga mampu memberikan

kontribusi positif terhadap lingkungan sekitar (Sembiring, 2005). Bentuk

kontribusi positif tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan apa yang

disebut Corporate Social Responsibility (CSR).

CSR sebagai konsep akuntansi yang baru adalah transparansi

pengungkapan sosial atas kegiatan atau aktivitas sosial yang dilakukan oleh

perusahaan, dimana transparansi informasi yang diungkapkan tidak hanya berupa

informasi keuangan perusahaan saja, tetapi perusahaan juga diharapkan

mengungkapkan informasi mengenai dampak-dampak sosial dan lingkungan

hidup yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan. CSR saat ini bukan lagi

bersifat sukarela (voluntary) dimana suatu perusahaan membantu mengatasi

masalah sosial dan lingkungan, melainkan bersikap wajib (obligation) bagi

2
perusahaan untuk peduli dan mengentaskan krisis kemanusiaan dan lingkungan

yang terus meningkat. Hal ini terkait dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2007 Pasal 74 ayat (1) tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan perseroan

yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan segala

sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan

(Untung, 2008:15).

CSR merupakan sebuah gagasan dimana perusahaan tidak lagi dihadapkan

pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan

(corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuanganya (financial) saja,

tetapi tanggung jawab perusahaan juga harus berpijak pada triple bottom line.

Konsep triple bottom line merupakan keberlanjutan dari konsep sustainable

development (pembangunan berkelanjutan) yang secara explisit telah mengaitkan

antara dimensi tujuan dan tanggung jawab, baik kepada shareholder (pemilik

perusahaan) maupun stakeholder (publik pemangku kepentingan) (Hadi,

2011:56).

Triple bottom lines merupakan salah satu konsep CSR yang terkenal yang

dikemukakan oleh John Elkington. Teori ini memberi pandangan bahwa jika

sebuah perusahaan ingin mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka

perusahaan tersebut harus memperhatikan “3P” yaitu profit, people, dan planet

(Amelia, 2016). Selain memperoleh keuntungan, perusahaan harus

memperhatikan dan terlibat pada peningkatan kesejahteraan masyarakat serta turut

berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan. Konsep tersebut

menunjukkan bahwa tanggungjawab sosial perusahaan merupakan suatu bentuk

3
tindakan yang berawal dari pertimbangan etis perusahaan yang bertujuan untuk

meningkatkan ekonomi, peningkatan kualitas hidup bagi karyawan dan

keluarganya, serta peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat

secara lebih luas.

Dalam konteks pelanggaran pencemaran lingkungan, pemandangan

pencemaran terlihat hampir seantero sekitar daerah penambangan. Freeport

melanggar peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup. Menurut

pengakuan dan perhitungan Freeport sendiri, penambangan yang dilakukan dapat

menghasilkan limbah/bahan buangan sebesar kira-kira 6 miliar ton. Sebagian

besar limbah tersebut dibuang di pegunungan di sekitar lokasi pertambangan, atau

ke sistem sungai-sungai yang mengalir turun ke dataran rendah basah, yang dekat

dengan Taman Nasional Lorentz, sebuah hutan hujan tropis yang telah diberikan

status khusus oleh PBB. Dapat dibayangkan, betapa semakin rusak dan merosot

kualitas alam disekitar daerah pertambangan PT Freeport, termasuk daerah cagar

alam sekalipun. Studi yang dilakukan Parametrix (2002) dalam Hadi (2011),

perusahaan konsultan Amerika yang dibayar oleh Freeport dan Rio Tinto (mitra

bisnisnya) menunjukkan bagian hulu sungai dan daerah dataran rendah basah

yang dibanjiri dengan limbah tambang itu sekarang tidak cocok untuk kehidupan

makhluk hidup akuatik.

Perusahaan tambang batu bara milik Bakrie Group, PT. Kaltim Prima Coal

(KPC) diduga mencemari Sungai Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Samarinda.

Sungai Sangatta merupakan sumber air baku PDAM. Akibat pencemaran ini,

PDAM Kutai Timur mengalami gangguan produksi air bersih. PT. KPC akan

4
tetap patuh bila permasalahan ditindaklanjuti. PT KPC berkomitmen umtuk

menjalankan praktik penambangan yang baik (Amelia, 2016).

Kesimpulan pada kasus di atas adalah masalah sosial dan lingkungan yang

tidak diatur dengan baik oleh perusahaan akan memberikan dampak negatif yang

besar. Oleh karena itu, masalah pengelolaan sosial dan lingkungan menjadi aspek

yang penting dalam mengoperasikan perusahaan. Penerapan CSR wajib dilakukan

perusahaan agar perusahaan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sekitar.

Pemerintah Indonesia sadar betul makna ramah lingkungan dan upaya

pengurangan global warming, sehingga sepakat membuat aturan main yang

menjadi dasar pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan dan lingkungan,

yaitu diterbitkan Undang-undang No. 40 tahun 2007 pasal 74 ayat 1. Undang-

undang No. 40 tahun 2007 tersebut menyebutkan bahwa Perseroan yang

menjalankan usahanya di bidang sumber daya alam dan bidang yang berkaitan

dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggungjawab sosial dan

lingkungan (Hadi, 2011).

Sesuai dengan undang-undang tersebut, perusahaan pertambangan sebagai

salah satu perusahaan yang kegiatan operasionalnya menggunakan sumber daya

alam dan berdampak secara langsung terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar,

maka diwajibkan untuk mengungkapkan kegiatan CSR sebagai bentuk tanggung

jawab perusahaan terutama terhadap dampak negatif yang terjadi pada saat proses

pertambangan telah dilakukan. Semakin berkembangnya suatu perusahaan, maka

semakin banyak dampak yang dihasilkan, terutama perusahaan yang memiliki

kegiatan operasional yang berhubungan langsung dengan alam. Dampak-dampak

5
tersebut lebih cenderung ke arah negatif, sehingga pemerintah menerapkan sistem

tanggung jawab sosial perusahaan. Saat ini tanggung jawab sosial perusahaan

telah menjadi perhatian banyak pihak, dikarenakan keadaan sumber daya manusia

yang semakin kritis atas tindakan dan keputusan yang diambil oleh perusahaan.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

(UUPM) dalam pasal 15 (b) yang menyatakan bahwa setiap penanam modal

berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Keputusan

Menteri Negeri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor KEP-04/MBU/2007

tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan

Program Bina Lingkungan (PKBL) yang menyatakan adanya peran dari BUMN

untuk melaksanakan PKBL, praktik CSR di Indonesia telah diubah dari yang

semula bersifat sukarela (voluntary) menjadi suatu praktik tanggung jawab yang

wajib (mandatory) dilaksanakan oleh perusahaan (Amelia, 2016). Ketentuan ini

dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya hubungan perusahaan yang serasi,

seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat

setempat. Pengaturan CSR juga bertujuan untuk mewujudkan pembangunan

ekonomi yang berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan

lingkungannya.

Kepedulian dunia usaha untuk menyisihkan dana aktifitas CSR secara

berkelanjutan sebenarnya juga akan mendatangkan sejumlah manfaat bagi dunia

bisnis itu sendiri, salah satunya yaitu mempertahankan dan mendongkrak reputasi

serta citra merek perusahaan. Dengan begitu produk semakin disukai oleh

konsumen dan perusahaan diminati oleh para investor. CSR dapat digunakan

6
sebagai alat marketing baru bila pelaksanaannya sesuai dengan visi dan misi

perusahaan dan dilaksanakan secara berkelanjutan maka citra perusahaan akan

semakin baik sehingga loyalitas konsumen makin tinggi (Robiah dan Erawati,

2017). Magdalena dan Herlina (2008) dalam Gunawan dan Utami (2008),

menemukan fakta bahwa dalam jangka panjang, perusahaan yang memiliki

komitmen terhadap CSR mengalami kenaikan harga saham yang sangat signifikan

dibandingkan dengan berbagai perusahaan yang tidak melakukan praktik CSR.

Tanggung jawab sosial dinilai penting dalam sebuah perusahaan. Hal ini

membuat para stakeholders meminta pengungkapan tanggung jawab sosial agar

dimuat dalam laporan tahunan perusahaan. Pengungkapan tanggung jawab sosial

ini bertujuan agar terjadinya keseimbangan diantara perusahaan, masyarakat dan

lingkungannya. Pengungkapan tanggung jawab sosial, ukuran perusahaan serta

kinerja keuangan perusahaan yang dimuat dalam laporan tahunan dipakai oleh

shareholders untuk mengambil keputusan berinvestasi.

Pengungkapan kinerja lingkungan, sosial, dan ekonomi di dalam laporan

tahunan atau laporan terpisah adalah untuk mencerminkan tingkat akuntabilitas,

responsibilitas, dan transparansi korporat kepada investor dan stakeholders

lainnya. CSR yang dilakukan secara terus menerus akan memberikan keuntungan

kepada perusahaan (Hadi, 2011).

Dengan banyaknya manfaat yang dihasilkan dengan pengungkapan CSR

ini, tentunya sudah dapat dipastikan bahwa CSR mempunyai peranan yang

penting dalam perusahaan. Selain itu, pihak-pihak lain yang berkepentingan

7
dengan CSR adalah para investor dan calon investor, sebagai pihak yang berperan

dalam kelangsungan hidup perusahaan. Para investor dan calon investor

membutuhkan informasi terkait dengan tingkat penjualan perusahaan, tingkat

profitabilitas perusahaan, maupun informasi mengenai pengungkapan CSR dalam

pengambilan keputusan. Tersedianya informasi yang lengkap, akurat, aktual serta

tepat waktu akan memungkinkan para investor mampu memutuskan dengan

rasional perusahaan pilihan mereka sehingga hasil yang akan diperoleh sesuai

dengan yang diharapkan.

Melihat berbagai macam tujuan dan manfaat yang diberikan dengan

penerapan dan pengungkapan CSR, serta begitu banyak pihak-pihak yang

berkepentingan dengan CSR membuktikan seberapa pentingnya CSR ini untuk

dilaksanakan. Pengungkapan CSR yang dijalankan dengan baik dan teratur akan

memberikan keuntungan bagi perusahaan. Perusahaan akan mampu menjaga

keberlangsungan hidupnya dalam jangka panjang serta meningkatkan

kesejahteraan para pemegang saham. Untuk itu perusahaan harus berusaha untuk

mampu menjalankan CSR dengan baik dengan cara menyisihkan anggaran khusus

CSR, menjalankan kegiatan CSR sesuai dengan anggaran yang telah disetujui para

stakeholder, kemudian mencantumkan jumlah anggaran dan kegiatan yang telah

dilakukan selama satu tahun dalam laporan tahunan perusahaan.

Dalam pelaksanaannya, CSR dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor

pertama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kepemilikan manajemen.

Kepemilikan Manajemen adalah persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh

direksi, manajer dan dewan komisaris. Manajer perusahaan akan mengungkapkan

8
informasi sosial dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun

ia harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut (Anggraini, 2006).

Nurlela dan Islahuddin (2008) dalam Gunawan dan Utami (2008),

menemukan fakta bahwa variabel persentase kepemilikan manajemen

berpengaruh terhadap kebijakan perusahaan dalam mengungkapkan informasi

sosial dengan arah sesuai dengan yang diprediksi. Semakin besar kepemilikan

manajer di dalam perusahaan, manajer perusahaan akan semakin banyak

mengungkapkan informasi sosial dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan

didalam program CSR.

Ukuran perusahaan juga merupakan variabel yang banyak digunakan

untuk menjelaskan pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan. Menurut

Hilmi dan Ali (2008) dalam Gunawan dan Utami (2008), ukuran perusahaan

dapat dinilai dari beberapa segi. Besar kecilnya ukuran perusahaan dapat

didasarkan pada total nilai aktiva, total penjualan, kapitalisasi pasar, jumlah

tenaga kerja dan sebagainya. Secara umum perusahaan besar akan

mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Hal ini karena

perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibanding

perusahaan kecil.

Selain kepemilikan manajemen dan ukuran perusahaan, leverage dan

profitabilitas didefinisikan sebagai faktor potensial yang mempengaruhi praktek

pengungkapan sosial perusahaan. Rasio profitabilitas menunjukkan seberapa besar

kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (Sulasmiyati dkk, 2015).

9
Suatu perusahaan jika tingkat profitabilitasnya tinggi akan mengungkapan

informasi lebih luas sebagai salah satu upaya untuk meyakinkan pihak eksternal

bahwa perusahaan sedang dalam kompetisi meyakinkan dan menonjolkan

kapasitas perusahaan yang baik pada saat itu. Perusahaan yang mampu

menghasilkan profit yang tinggi tentunya akan dengan mudah menyediakan

anggaran khusus untuk pengungkapan CSR dibandingkan dengan perusahaan

dengan profit yang lebih rendah (Purwanto, 2011).

Namun biaya CSR seringkali menjadi kendala karena pada akhirnya akan

mengurangi pendapatan. Giannarakis dan Theotokas (2011) dalam Amelia (2016)

menganggap bahwa CSR sebagai ancaman terhadap kelangsungan perusahaan

karena adanya tambahan biaya sosial. Konsekuensi logisnya, pelaksanaan CSR

akan mengganggu profitabilitas perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan haruslah

dalam tingkat profitabilitas yang tinggi untuk memberikan keluwesan manajemen

dalam mengungkapkan CSR.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cahya (2010) dalam Adawiyah

(2013), pembahasan mengenai pengungkapan Corporate Social Responsibility

juga dipengaruhi oleh leverage. Cahya menyatakan bahwa tingkat leverage yang

tinggi akan mendorong perusahaan melakukan pengungkapan sosialnya. Leverage

merupakan salah satu ukuran kinerja keuangan yang mengukur kemampuan

perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Perusahaan yang

mempunyai tingkat leverage tinggi berarti sangat bergantung pada pinjaman luar

untuk membiayai asetnya. Sedangkan perusahaan yang mempunyai tingkat

leverage rendah lebih banyak membiayai asetnya dengan modal sendiri. Semakin

10
tinggi tingkat leverage besar kemungkinan akan melanggar perjanjian kredit

sehingga perusahaan akan berusaha melaporkan laba yang lebih tinggi dengan

cara mengurangi biaya-biaya termasuk biaya pengungkapan pertanggungjawaban

sosial perusahaan. Penelitian lain yang menghubungkan leverage dengan

pengungkapan tanggung jawab sosial diantaranya adalah penelitian yang

dilakukan oleh Purnasiwi (2011) yang menyatakan bahwa menemukan hubungan

yang tidak signifikan antara kedua variabel tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pengungkapan

Corporate Social Responsibility yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh

kepemilikan manajemen, ukuran perusahaan, profitabilitas dan leverage terhadap

Corporate Social Responsibility pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di

BEI tahun 2012-2016. Dengan demikian, maka dibuat suatu penelitian dengan

judul “ANALISIS PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJEMEN, UKURAN

PERUSAHAAN, POFITABILITAS DAN LEVERAGE TERHADAP

PENGUNGKAPAN COPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY.”

11
1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka dapat

diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Apakah kepemilikan manajemen berpengaruh secara parsial terhadap

pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD) pada industri

pertambangan periode 2012-2016?

2. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap

pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD) pada industri

pertambangan periode 2012-2016?

3. Apakah profitabilitas berpengaruh secara parsial terhadap

pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD) pada industri

pertambangan periode 2012-2016?

4. Apakah leverage berpengaruh secara parsial terhadap pengungkapan

Corporate Social Responsibility (CSRD) pada industri pertambangan

periode 2012-2016?

5. Apakah kepemilikan manajemen, ukuran perusahaan, profitabilitas

dan leverage, berpengaruh secara simultan terhadap pengungkapan

Corporate Social Responsibility (CSRD) pada industri pertambangan

periode 2012-2016?

12
1.3. Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, terarah, sempurna dan

jelas, maka penulis memandang permasalahan yang diangkat perlu dibatasi. Oleh

sebab itu, penulis membatasi variabel, sektor dan tahun yang digunakan. Variabel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kepemilikan Manajemen yang diukur

dengan kepemilikan saham manajemen, Ukuran Perusahaan diukur dengan Log

dari Total Asset, Profitabilitas yang diukur dengan Return On Asset (ROA),

Leverage yang diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER), dan pengungkapan

CSR yang diukur dengan CSR Index. Penelitian dilakukan hanya pada perusahaan

pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia secara berturut-turut pada

periode 2012-2016.

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, penelitian

ini dilakukan berdasarkan hal-hal yang dianggap perlu diteliti lebih lanjut, yang

berhubungan dengan pengaruh beberapa faktor (Kepemilikan Manajemen, Ukuran

Perusahaan, Profitabilitas dan Leverage) terhadap Pengungkapan Corporate

Social Responsibility pada industri pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis pengaruh secara parsial Kepemilikan Manajemen

terhadap Corporate Social Responsibility pada industri pertambangan

periode 2012-2016.

13
2. Untuk menganalisis pengaruh secara parsial Ukuran Perusahaan terhadap

Corporate Social Responsibility pada industri pertambangan periode 2012-

2016.

3. Untuk menganalisis pengaruh secara parsial Profitabilitas terhadap

Corporate Social Responsibility pada industri pertambangan periode 2012-

2016.

4. Untuk menganalisis pengaruh secara parsial Leverage terhadap Corporate

Social Responsibility pada industri pertambangan periode 2012-2016.

5. Untuk menganalisis pengaruh secara simultan Kepemilikan Manajemen,

Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Leverage terhadap Pengungkapan

Corporate Social Responsibility pada industri pertambangan periode 2012-

2016.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan harapan dapat memberikan

manfaat dan dapat menjawab permasalahan yang ada. Penelitian ini mempunyai

dua manfaat akademis dan manfaat praktis dimana hasil penelitian diharapkan

dapat memberikan informasi mengenai Kepemilikan Manajemen, Ukuran

Perusahaan, Profitabilitas dan Leverage terhadap Pengungkapan Corporate Social

Responsibility pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2012-2016.

14
1. Manfaat Akademis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

yang berarti dalam pengembangan ilmu ekonomi, khususnya pada

bidang ilmu akuntansi. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat

menjadi bahan referensi dan perbandingan untuk penelitian-penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan pengungkapan Corporate Social

Responsibility.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti / mahasiswa

Untuk mendapatkan pemahaman mengenai pengungkapan Corporate

Social Responsibility (CSR) dalam laporan tahunan perusahaan,

mengetahui pengaruh kepemilikan manajemen, ukuran perusahaan,

profitabilitas dan leverage, terhadap pengungkapan Corporate Social

Responsibility (CSR) dan untuk mengetahui seberapa besar tanggung

jawab suatu perusahaan untuk memenuhi tanggung jawab sosialnya

serta merupakan sebuah aplikasi dari teori yang telah didapatkan oleh

peneliti dalam perkuliahan.

b. Bagi pihak perusahaan

Untuk memberikan masukan bagi pengembangan penerapan Corporate

Social Resposibility (CSR) pada perusahaan, dan meningkatkan

kesadaran perusahaan akan pentingnya melaksanakan tanggung jawab

sosial perusahaan, serta sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan

15
kebijakan perusahaan untuk lebih meningkatkan kepeduliannya pada

lingkungan sosial perusahaan.

c. Bagi pemerintah

Untuk mengetahui sampai sejauh mana pengungkapan

pertanggungjawaban sosial yang telah dilakukan perusahaan. Sehingga

pemerintah dapat mempertimbangkan suatu standar pelaporan CSR

yang sesuai dengan kondisi Indonesia.

d. Bagi investor

Penelitian ini diharapkan akan memberikan wacana baru dalam

mempertimbangkan aspek-aspek yang perlu diperhitungkan dalam

pembuatan keputusan investasi yang tidak terpaku pada ukuran-ukuran

moneter.

e. Bagi masyarakat

Agar kepentingan masyarakat terakomodasi, dan diharapkan dapat

meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak-hak yang harus

diperoleh.

1.6. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara garis besar mengenai penulisan ini,

maka sistematika penulisan untuk memperjelas materi-materi yang akan dibahas

dalam setiap bab, sebagai berikut:

16
BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi latar belakang masalah,

perumusan masalah, batasan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam bab ini berisi landasan teori, penelitian

terdahulu, kerangka pemikiran dan hipotesis

penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Berisi desain penelitian, jenis dan sumber data,

populasi dan sampel, metode pengumpulan data dan

metode analisis data dan definisi operasional

variabel penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisi deskripsi objek dan sampel

penelitian, serta menjelaskan mengenai hasil analisis

dan interpretasi data yang diperoleh.

17
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang

dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya,

keterbatasan dalam penelitian ini hanya terbatas

pada pengaruh variabel independen: MAN, SIZE,

ROA dan DER terhadap variabel dependen

Pengungkapan CSR. Serta rekomendasi yang berisi

masukan (saran) bagi perusahaan, investor dan

peneliti selanjutnya.

18
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Teori Stakeholder (Stakeholder Theory)

Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang

hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun juga harus mampu

memberikan manfaat bagi stakeholdernya (pemegang saham, kreditur, konsumen,

supplier, pemerintah, masyarakat, analis, dan pihak lain). Dengan demikian,

keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan

oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut (Ghozali & Chariri, 2007).

Teori ini menjelaskan bahwa sebuah perusahaan hendaknya menjaga

reputasi yang dimilikinya yaitu dengan cara menggeser pola orientasi (tujuan)

yang semata-mata shareholder orientation, ke arah memperhitungkan faktor

sosial. Faktor sosial dipakai sebagai wujud kepedulian serta keberpihakan

terhadap masalah sosial kemasyarakatan (stakeholder orientation) (Nor Hadi,

2011: 95).

Tanggung jawab sosial perusahaan seharusnya melampaui tindakan

memaksimalkan laba untuk kepentingan pemegang saham (shareholder), namun

lebih luas lagi bahwa kesejahteraan yang diciptakan oleh perusahaan tidak

terbatas kepada kepentingan pemegang saham, tetapi juga untuk kepentingan

19
stakeholder, yaitu semua pihak yang mempunyai keterkaitan terhadap perusahaan

(Untung, 2008). Seperti halnya pemegang saham yang mempunyai hak terhadap

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan, stakeholder juga

mempunyai hak terhadap perusahaan.

Adanya teori stakeholder ini memberikan landasan bahwa suatu

perusahaan harus mampu memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Manfaat

tersebut dapat diberikan dengan cara menerapkan program Corporate Social

Responsibility (CSR). Adanya program tersebut pada perusahaan diharapkan akan

meningkatkan kesejahteraan bagi karyawan, pelanggan, dan masyarakat lokal.

Sehingga diharapkan terjalin hubungan yang baik antara perusahaan dengan

lingkungan sekitar.

Corporate Sosial Responsibility merupakan strategi perusahaan untuk

memuaskan keinginan para stakeholder, makin baik pengungkapan Corporate

Sosial Responsibility yang dilakukan perusahaan maka stakeholder akan makin

terpuaskan dan akan memberikan dukungan penuh kepada perusahaan atas segala

aktivitasnya yang bertujuan menaikkan kinerja dan mencapai laba.

Manajemen perusahaan diharapkan dapat melakukan aktivitas sesuai

dengan yang diharapkan stakeholder dan melaporkannya kepada stakeholder

(Purwanto, 2011). Teori ini menyatakan bahwa para stakeholder memiliki hak

untuk mengetahui semua informasi baik informasi mandatory maupun voluntary

serta informasi keuangan dan non-keuangan. Dampak aktivitas perusahaan kepada

20
stakeholder dapat diketahui melalui pertanggung jawaban yang diberikan

perusahaan berupa informasi keuangan dan non-keuangan.

Diungkapkan bahwa lingkungan sosial perusahaan merupakan sarana

sukses bagi perusahaan untuk menegosiasikan hubungan dengan stakeholdernya.

Berdasarkan asumsi stakeholder theory, maka perusahaan tidak dapat melepaskan

diri dari lingkungan sosial. Perusahaan perlu menjaga legitimasi stakeholder serta

mendudukkannya dalam kerangka kebijakan dan pengambilan keputusan,

sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan perusahaan, yaitu stabilitas usaha

dan jaminan bertahan hidup (going concern) (Nor Hadi, 2011).

2.1.2. Teori Sinyal (Signalling Theory)

Signalling Theory (teori sinyal) digunakan untuk menjelaskan bahwa pada

dasarnya suatu infomasi dimanfaatkan perusahaan untuk memberi sinyal positif

maupun negatif kepada pemakainya (Kastutisari dkk, 2014).

Teori sinyal merupakan teori yang membahas mengenai dorongan

perusahaan untuk memberikan informasi kepada pihak eksternal. Dorongan

tersebut disebabkan karena terjadinya asimetri antara pihak manajemen dan pihak

eksternal. Untuk mengurangi asimetri informasi maka perusahaan harus

mengungkapkan informasi yang dimiliki, baik informasi keuangan maupun non

keuangan (Susilo, 2016). Salah satu informasi yang wajib diungkapkan

perusahaan adalah informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan atau

Corporate Social Responsibility (CSR). Informasi ini dapat dimuat dalam laporan

tahunan atau laporan sosial perusahaan terpisah. Perusahaan melakukan

21
pengungkapan CSR dengan harapan dapat meningkatkan reputasi dan nilai

perusahaan.

Informasi tentang pengungkapan CSR merupakan suatu sinyal perusahaan

untuk mengkomunikasikan kinerja perusahaan dalam jangka panjang, karena CSR

terkait dengan acceptability dan sustainability, yang artinya perusahaan diterima

dan berkelanjutan untuk dijalankan di suatu tempat dalam jangka panjang.

Acceptability dan sustainability juga terkait dengan resiko bagi investor, karena

perusahaan bertanggung jawab pada dampak sosial dan lingkungan, termasuk

didalamnya tanggung jawab terhadap tenaga kerja dan keamanan produk bagi

konsumen memiliki resiko terjadinya konflik sosial dan lingkungan yang lebih

rendah dibanding perusahaan yang tidak melakukan dan mengungkapkan kegiatan

CSR nya (Susilo, 2016).

Informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan

memberikan sinyal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika

pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pelaku pasar

akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut dan diterima oleh para pelaku

pasar.

Agar sinyal tersebut efektif, maka harus dapat ditangkap oleh pihak

eksternal dengan baik, serta tidak mudah ditiru oleh perusahaan yang berkualitas

buruk, sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat laba

yang tinggi cenderung lebih luas mengungkapkan informasi tanggung jawab

sosial karena menjadi sorotan pemegang saham dan masyarakat (Susilo, 2016).

22
Sama halnya jika dikaitkan dengan hubungan kinerja dengan pengungkapan sosial

atau lingkungan, yaitu jika suatu perusahaan memiliki kinerja finansial yang

tinggi maka dapat memberikan sinyal positif bagi investor atau masyarakat

melalui laporan keuangan atau laporan tahunan yang akan diungkapkan.

2.1.3. Sejarah Singkat CSR

CSR dalam sejarah modern dikenal sejak Howard R. Bowen menerbitkan

bukunya berjudul Social Responsibilities of The Businessman. Buku yang

diterbitkan di Amerika Serikat itu menjadi buku terlaris di kalangan dunia usaha

pada era 1950-1960. Pengakuan publik terhadap prinsip-prinsip tanggung jawab

sosial yang ia kemukakan membuat dirinya dinobatkan secara aklamasi sebagai

bapak CSR. Sejak itu sudah banyak referensi ilmiah lain yang diterbitkan di

berbagai negara mengacu pada prinsip-prinsip tanggung jawab dunia usaha

kepada masyarakat yang telah dijabarkan dalam buku Bowen (Untung, 2008).

Dekade 1960-an, pemikiran Bowen terus dikembangkan oleh berbagai ahli

sosiologi bisnis lainnya seperti Keith Davis yang memperkenalkan konsep “Iron

Law of Social Responsibility”. Dalam konsepnya, Davis berpendapat bahwa

penekanan pada tanggung jawab sosial perusahaan memiliki kolerasi positif

dengan ukuran perusahaan, studi ilmiah yang dilakukan Davis menemukan bahwa

semakin besar perusahaan atau lebih tepat dikatakan, semakin besar dampak suatu

perusahaan terhadap masyarakat sekitar, semakin besar pula bobot tanggung

jawab yang harus dipertahankan perusahaan itu pada masyarakatnya (Untung,

2008).

23
Pada tahun 1992 diselenggarakan KTT Bumi (Eart Summit). KTT yang

diadakan di Rio de Jenairo Brazil ini menegaskan konsep pembangunan

berkelanjutan (sustainable development) yang didasarkan atas perlindungan

lingkungan hidup, pembangunan ekonomi dan sosial sebagai hal yang harus

dilakukan. Gaung CSR kian bergema setelah diselenggarakannya World Summit

on Sustainable Development (WSSD) tahun 2002 di Johannesburg, Afrika

Selatan. Sejak itulah, definisi CSR mulai berkembang (Wibisono, 2007).

2.1.4. Definisi Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan atau Corporate

Social Responsibility (CSR)

Pengertian CSR menurut Johnson dan Johnson, dalam Nor Hadi (2011:

46) menyatakan bahwa: “ CSR is about how companies manage the business

processes to produce an overall positive impact to society“. Definisi ini pada

dasarnya berangkat dari filosofi bagaimana mengelola perusahaan baik sebagian

maupun keseluruhan memiliki dampak positif bagi dirinya dan lingkungannya.

Maka dari itu, perusahaan harus mampu mengelola operasi bisnisnya dengan

menghasilkan produk yang berorientasi secara positif terhadap masyarakat dan

lingkungan.

Menurut sebuah organiasi dunia World Bisnis Council for Sustainable

Development (WBCD) menyatakan bahwa CSR adalah komitmen berkelanjutan

dari para pelaku bisnis untuk berprilaku secara etis dan memberikan kontribusi

bagi pembangunan ekonomi, sementara pada saat yang sama meningkatkan

24
kualitas hidup dari para pekerja dan keluarganya demikian pula masyarakat lokal

dan masyarakat secara luas (Adawiyah, 2013).

Sementara, menurut CSR Forum (Wibisono, 2007), Corporate Social

Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai bisnis yang dilakukan secara

transparan dan terbuka serta berdasarkan pada nilai-nilai moral dan menjunjung

tinggi rasa hormat kepada karyawan, komunitas dan lingkungan.

Dapat disimpulkan bahwa Tanggung jawab sosial perusahaan adalah

komitmen berkelanjutan dari perusahaan yang berjalan secara etis dan

memiliki kontribusi terhadap pembangunan untuk meningkatkan kualitas

hidup tenaga kerja, komunitas lokal serta masyarakat luas yang diungkapkan

secara sukarela ataupun wajib di dalam laporan keuangan perusahaan.

2.1.4.1 Prinsip Corporate Social Responsibility

Menurut Crowther David dalam Hadi (2011: 59) terdapat tiga prinsip-

prinsip yang mendasari tanggung jawab sosial (social responsibility), yaitu

Sustainability, Accountability, dan Transparency.

1. Sustainability. Berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan

aktivitas (action) tetap memperhitungkan keberlanjutan sumberdaya di

masa depan. Keberlanjutan juga memberikan arahan bagaimana

penggunaan sumber daya sekarang tetap memperhatikan kemampuan

generasi masa depan. Dengan demikian, sustainability berputar pada

keberpihakan dan upaya bagaimana society memanfaatkan sumber daya

agar tetap memperhatikan generasi masa datang.

25
2. Accountability. Merupakan upaya perusahaan terbuka dan

bertanggungjawab atas aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas

dibutuhkan ketika aktivitas perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi

oleh lingkungan eksternal. Akuntabilitas dapat dijadikan sebagai sarana

bagi perusahaan dalam membangun image dan network terhadap para

pemangku kepentingan.

3. Transparency. Merupakan prinsip penting bagi pihak eksternal.

Transparansi bersinggungan dengan pelaporan aktivitas perusahaan

berikut dampak terhadap pihak eksternal. Transparansi merupakan hal

yang sangat penting dan berperan untuk mengurangi asimetri informasi,

kesalahpahaman, khususnya informasi dan pertanggungjawaban berbagai

dampak dari lingkungan.

2.1.4.2 Komponen Corporate Social Responsibility

Menurut Darwin (2006) dalam Adawiyah (2013) cakupan CSR sangat

luas, tidak hanya terkait dengan masalah sosial semata (corporate philanthropy).

Secara umum isu CSR mencakup lima komponen pokok, yaitu:

1. Hak Asasi Manusia (HAM)

Bagaimana perusahaan menyikapi masalah HAM dan strateginya serta

kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari terjadinya

pelanggaran HAM dalam perusahaan.

26
2. Tenaga Kerja (Buruh)

Bagaimana kondisi tenaga kerja di supply chain ataupun di pabrik, mulai

dari sistem panggajian, kesejahteraan hari tua dan keselamatan kerja,

peningkatan keterampilan dan profesionalisme karyawan, sampai pada

pola penggunaan tenaga kerja di bawah umur.

3. Lingkungan hidup

Bagaimana strategi dan kebijakan yang berhubungan dengan masalah

lingkungan hidup. Usaha perusahaan mengatasi dampak lingkungan atas

produk dan jasa mulai dari pengadaan bahan baku sampai pada masalah

pembuangan limbah, serta dampak lingkungan yang diakibatkan oleh

proses produksi dan distribusi produk.

4. Sosial masyarakat

Bagaimana strategi dan kebijakan dalam bidang sosial dan pengembangan

masyarakat setempat (community development), serta dampak operasi

perusahaan terhadap kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat.

5. Dampak produk dan jasa terhadap pelanggan

Apa saja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk memastikan bahwa

produk dan jasanya terbebas dari dampak-dampak negatif seperti

menggangu kesehatan pelanggan, mengancam keamanan dan produk yang

dilarang.

Berdasarkan kelima komponen diatas maka komponen-komponen tersebut

dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai seberapa besar kesadaran perusahaan

dalam memenuhi tanggung jawab sosialnya kepada stakeholdernya.

27
Jika perusahaan hanya menjalankan salah satu komponen saja dari kelima

komponen tersebut dapat dikatakan kesadaran perusahaan masih rendah.

Sebaliknya, jika perusahaan memenuhi kelima komponen tersebut dapat dikatakan

kesadaran perusahaan tinggi terhadap tanggung jawab sosialnya.

2.1.4.3 Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR)

Dengan menjalankan tanggung jawab sosial, perusahaan diharapkan tidak

hanya mengejar laba jangka pendek, tetapi juga ikut berkontribusi terhadap

peningkatan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitar dalam jangka

panjang. CSR dapat dipandang sebagai aset strategis dan kompetitif bagi

perusahaan di tengah iklim bisnis yang makin sarat kompetisi.

Menurut Untung (2008), manfaat CSR bagi perusahaan antara lain:

1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan.

Kontribusi positif pasti juga akan mendongkrak reputasi dan image positif

perusahaan. Inilah yang menjadi modal non financial utama bagi

perusahaan sementara bagi stakeholdernya menjadi nilai tambah bagi

perusahaan untuk dapat tumbuh secara berkelanjutan.

2. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial.

Masyarakat sekitar perusahaan merupakan komunitas utama perusahaan.

Ketika mereka mendapatkan benefit dari keberadaan perusahaan maka

pasti dengan sendirinya mereka ikut merasa memiliki perusahaan sehingga

imbalan yang diberikan ke perusahaan paling tidak adalah keleluasaan

perusahaan untuk menjalankan bisnisnya di wilayah tersebut.

28
3. Mereduksi risiko bisnis perusahaan

Mengelola resiko di tengah kompleksnya permasalahan perusahaan

merupakan hal yang esensial untuk suksesnya usaha. Perusahaan harus

menyadari bahwa kegagalan untuk memenuhi ekspektasi stakeholders

pasti akan menjadi bom waktu yang dapat memicu resiko yang tidak

diharapkan misalnya, penghentian operasi, yang ujungnya akan merusak

dan menurunkan reputasi bahkan kinerja perusahaan.

4. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional perusahaan

Pengelolaan yang baik CSR merupakan keunggulan bersaing bagi

perusahaan yang dapat membantu memuluskan jalan menuju sumber daya

yang diperlukan perusahaan.

5. Membuka peluang besar

Investasi yang ditanamkan untuk program CSR ini dapat menjadi jalan

bagi perusahaan menuju peluang besar yang terbuka lebar. Termasuk di

dalamnya akan memupuk realitas konsumen dan menembus pangsa pasar

baru.

6. Mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah

Banyak keuntungan yang didapat dari melaksanakan program CSR

diantaranya pengurangan limbah industri melalui proses daur ulang

kedalam proses produksi.

7. Memperbaiki hubungan dengan regulator

Perusahaan yang melakukan program CSR pada dasarnya membantu

meringankan beban pemerintah sebagai regulator untuk mensejahterakan

29
masyarakat dan melestarikan lingkungan. Tanpa bantuan dari perusahaan,

umumnya terlalu berat bagi pemerintah untuk menanggung beban tersebut.

8. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan

Kesejahteraan yang diberikan para pelaku CSR umumnya sudah jauh

melebihi standar normatif kewajiban yang dibebankan kepada perusahaan.

oleh karenanya wajar bila karyawan terpacu untuk meningkatkan

kinerjanya. Disamping itu reputasi perusahaan yang baik dimata

stakeholders juga merupakan vitamin tersendiri bagi karyawan untuk

meningkatkan motivasi dalam berkarya.

9. Peluang mendapatkan penghargaan

Banyak reward ditawarkan bagi penggiat CSR. Sehingga kesempatan

untuk mendapatkan penghargaan mempunyai peluang yang cukup tinggi.

Hal ini tentu saja akan memberikan dampak positif terhadap volume unit

produksi yang terserap pasar yang akhirnya akan mendatangkan keuntungan yang

besar terhadap peningkatan laba perusahaan. Kegiatan CSR yang diarahkan

memperbaiki konteks korporat inilah yang memungkinkan alignment antara

manfaat sosial dan bisnis yang muaranya untuk meraih keuntungan materi dan

sosial dalam jangka panjang.

2.1.5. Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD)

Menurut Chariri dan Ghozali (2007), pengungkapan (disclosure) berarti

tidak menutupi atau tidak menyembunyikan. Apabila dikaitkan dengan laporan

keuangan, laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang

30
cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha. Sedangkan pengungkapan sosial

adalah pengungkapan informasi tentang aktivitas perusahaan yang berhubungan

dengan lingkungan sosial perusahaan. Pengungkapan sosial dapat dilakukan

melalui berbagai media antara lain laporan tahunan, laporan interim/laporan

sementara, prospektus, pengumuman kepada bursa efek atau melalui media masa.

Menurut Sari (2012), Pengungkapan adalah pengeluaran informasi yang

ditujukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Tujuan dari pengungkapan

tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility Disclosure)

adalah agar perusahaan dapat menyampaikan tanggung jawab sosial yang telah

dilaksanakan perusahaan dalam periode tertentu.

Pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapkan di dalam laporan

yang disebut Sustainability Reporting. Sustainability Reporting adalah pelaporan

mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja

organisasi dan produknya di dalam konteks pembangunan berkelanjutan

(sustainable development). Sustainability Reporting meliputi pelaporan mengenai

ekonomi, lingkungan dan pengaruh sosial terhadap kinerja organisasi (ACCA,

2004 dalam Anggraini, 2006). Sustainability report harus menjadi dokumen

strategik yang berlevel tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan peluang

Sustainability Development yang membawanya menuju kepada core business dan

sektor industrinya.

31
Selain itu menurut Deegan (dalam Chariri dan Ghozali, 2007) alasan yang

mendorong praktik pengungkapan tanggungjawab sosial dan lingkungan antara

lain:

1. Mematuhi persyaratan yang ada dalam Undang-undang

2. Pertimbangan rasionalitas ekonomi

3. Mematuhi pelaporan dan proses akuntabilitas

4. Mematuhi persyaratan peminjaman

5. Mematuhi harapan masyarakat

6. Konsekuensi ancaman atas legitimasi perusahaan

7. Mengelola kelompok stakeholder tertentu

8. Menarik dana investasi

9. Mematuhi persyaratan industri

10. Memenangkan penghargaan pelaporan

Laporan tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan laporan

tahunan (annual report) yang dipertanggungjawabkan direksi di depan sidang

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Laporan ini berisi laporan program-

program sosial dan lingkungan perseroan yang telah dilaksanakan selama tahun

buku terakhir (Nor Hadi 2011:206).

Pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah proses yang

digunakan oleh perusahaan untuk mengungkapkan informasi berkaitan dengan

kegiatan perusahaan dan pengaruhnya terhadap kondisi sosial masyarakat dan

lingkungan. Jenis pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory) yaitu

pengungkapan informasi yang wajib dilakukan perusahaan yang didasarkan pada

32
peraturan atau standar tertentu. Selain itu ada juga pengungkapan yang bersifat

sukarela (voluntary) yaitu pengungkapan informasi melebihi persyaratan

minimum dari peraturan yang berlaku (Ghozali dan Chariri, 2007).

Terdapat beberapa alasan perusahaan mengungkapkan kinerja sosial secara

sukarela (Anwar dkk, 2010 dalam Adawiyah 2013), sebagai berikut:

1. Internal decision making, manajemen membutuhkan informasi untuk

menentukan efektivitas informasi sosial tertentu dalam mencapai tujuan sosial

perusahaan.

2. Product differentiation, manajer perusahaan memiliki insentif untuk

membedakan diri dari pesaing yang tidak bertanggung jawab secara sosial

kepada masyarakat.

3. Enlightened self interest, perusahaan melakukan pengungkapan untuk

menjaga keselarasan sosialnya dengan para stakeholder karena mereka dapat

mempengaruhi pendapatan penjualan dan harga saham perusahaan.

2.1.5.1 Indikator Pengungkapan CSR

Salah satu panduan pelaporan yang banyak digunakan sebagai standar

pelaporan saat ini oleh perusahaan untuk mendukung pembangunan

berkesinambungan yang digagas oleh PBB lewat Coalition for Environmentally

Responsible Economies (CERES) dan UNEP pada tahun 1997 adalah Global

Reporting Initiative (Sahla dan Aliyah, 2016).

Global Reporting Initiative (GRI) adalah pelaporan, pengungkapan standar

yang berindikator tanggung jawab sosial yang diemban oleh perusahaan untuk

33
menciptakan / memberikan manfaat pelaporan kepada para stakeholder

perusahaan. Pedoman ini di desain untuk digunakan oleh organisasi baik ukuran,

sektor, atau lokasinya. Pedoman ini juga menyediakan referensi internasional

untuk semua pihak yang terlibat dengan pengungkapan pendekatan tata kelola

serta kinerja dan dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi dan organisasi. Seiring

dengan perjalanannya, GRI terus disempurnakan hingga pada 22 Mei 2013 GRI-

G4 diresmikan di Amsterdam (Sahla dan Aliyah, 2016).

Corporate Social Responsibility dihitung berdasarkan jumlah informasi

pengungkapan CSR perusahaan dan dibagi dengan 91 indikator berdasarkan GRI-

G4. GRI-G4 menyediakan rerangka kerja yang relevan secara global untuk

mendukung pendekatan yang terstandardisasi dalam pelaporan, yang mendorong

tingkat transparansi dan konsistensi yang diperlukan untuk membuat informasi

yang disampaikan menjadi berguna dan dapat dipercaya oleh pasar dan

masyarakat. Fitur yang ada di GRI-G4 menjadikan pedoman ini lebih mudah

digunakan, baik bagi pelapor yang berpengalaman dan bagi mereka yang baru

dalam pelaporan keberlanjutan dari sektor apapun dan didukung oleh bahan-bahan

dan layanan GRI lainnya.

Standar GRI dipilih karena lebih memfokuskan pada standar

pengungkapan berbagai kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan perusahaan

dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, dan pemanfaatan sustainability

reporting. Dalam standar GRI-G4 (2013) indikator kinerja dibagi menjadi 3

komponen utama, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial mencakup praktik

34
ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja, hak asasi manusia, masyarakat,

tanggung jawab atas produk dengan total kinerja indikator mencapai 91 indikator.

Dalam menilai pengungkapan CSR di Indonesia dapat menggunakan

standar yang dikembangkan dari Global Reporting Initiative (GRI). Standar GRI

dipilih karena telah diterima oleh umum dalam melaporkan kinerja ekonomi,

lingkungan dan sosial dari suatu organisasi. Selain itu, standar GRI juga telah

disetujui oleh berbagai pemangku kepentingan. Adapun item pengungkapan akan

terlihat seperti dalam tabel berikut:

Tabel 2.1

Item Pengungkapan CSR

No Keterangan Jumlah

1. Indikator Kinerja Ekonomi (EC) 9

2. Indikator Kinerja Lingkungan (EN) 34

3. Indikator Kinerja Sosial (LA) 16

4. Indikator Hak Asasi Manusia (HR) 12

5. Indikator Masyarakat dan Sosial (SO) 11

6. Indikator Tanggung Jawab Produk (PR) 9

Jumlah 91
Sumber : Global Reporting Intiative (GRI) G4

35
2.1.6. Kepemilikan Manajemen

Kepemilikan manajemen adalah kondisi yang menunjukkan bahwa

manajer memiliki saham dalam perusahaan atau manajer tersebut sekaligus

sebagai pemegang saham perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya

persentase kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan. Manajer yang

memiliki saham perusahaan tentunya akan menselaraskan kepentingannya sebagai

manajer dengan kepentingannya sebagai pemegang saham. Semakin besar

kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka semakin produktif tindakan

manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan (Rustiarini, 2011 dalam Amelia,

2016).

Kepemilikan manajerial menyebabkan berkurangnya tindakan oportunis

manajer untuk memaksimalkan kepentingan pribadi. Manajer perusahaan akan

mengambil keputusan sesuai dengan kepentingan perusahaan, yaitu dengan cara

mengungkapkan informasi sosial yang seluas-luasnya untuk meningkatkan image

perusahaan meskipun ia harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas

tersebut (Anggraini, 2006).

(Junaidi, 2006 dalam Prakasa, 2016) menyatakan bahwa kepemilikan

manajemen adalah persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh direksi,

manajer dan dewan komisaris. Kepemilikan manajemen memberikan kesempatan

manajer terlibat dalam kepemilikan saham sehingga dengan keterlibatan ini

kedudukan manajer sejajar dengan pemegang saham. Manajer diperlakukan bukan

semata sebagai pihak ekternal yang digaji untuk kepentingan perusahaan tetapi

36
diperlakukan sebagai pemegang saham. Sehingga diharapkan adanya keterlibatan

manajer pada kepemilikan saham dapat efektif untuk meningkatan kinerja

manajer. Kepemilikan oleh manajemen yang besar akan efektif memonitoring

aktivitas perusahaan.

2.1.7. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan tingkat identifikasi besar atau kecilnya

suatu perusahaan. Menurut (Hilmi dan Ali, 2008 dalam Adawiyah, 2013) ukuran

perusahaan dapat dinilai dari beberapa segi. Besar kecilnya ukuran perusahaan

dapat didasarkan pada total nilai aktiva, total penjualan, kapitalisasi pasar, jumlah

tenaga kerja dan sebagainya. Semakin besar nilai item-item tersebut maka

semakin besar pula ukuran perusahaan itu.

Ukuran perusahaan merupakan salah satu variabel yang banyak digunakan

untuk menjelaskan mengenai variasi pengungkapan dalam laporan tahunan

perusahaan. Terdapat beberapa penjelasan mengenai pengaruh ukuran perusahaan

terhadap kualitas pengungkapan. Ada dugaan bahwa perusahaan kecil akan

mengungkapkan lebih rendah kualitasnya dibandingkan perusahaan besar. Hal ini

karena ketiadaan sumber daya dan dana yang cukup besar dalam laporan tahunan.

Perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung memiliki public demand akan

informasi yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan kecil (Adawiyah,

2013).

37
Dalam pengambilan keputusan investasi, investor seringkali melihat besar

kecilnya perusahaan. Ukuran perusahaan yang besar akan menjadi sorotan

masyarakat dan para stakeholders lainnya. Karena perusahaan yang besar tidak

hanya mampu memakmurkan pemilik dan pemegang saham melainkan para

stakeholders secara keseluruhan.

Berdasarkan dengan teori signaling bahwa perusahaan besar memberi

sinyal bahwa perusahaan memiliki tingkat tanggung jawab yang tinggi tidak

hanya untuk memakmurkan para pemilik atau pemegang saham, akan tetapi juga

untuk kepentingan stakeholder secara keseluruhan. Semakin besar perusahaan

semakin tinggi inisiatif manajemen memberi sinyal mengenai kualitas kegiatan

tanggung jawab sosial perusahaan melalui pengungkapan tanggung jawab sosial

(Susilo, 2016).

2.1.8. Profitabilitas

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba

dengan menggunakan sumber-sumber yang dimiliki perusahaan, seperti aktiva,

modal atau penjualan (Sudana, 2009 dalam Adawiyah, 2013). Profitabilitas

perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal

yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut, dengan kata lain profitabilitas

adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.

Semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka akan semakin besar pula

pengungkapan informasi sosialnya (Sulasmiyati dkk, 2013). Dengan demikian

pengukuran profitabilitas suatu perusahaan menunjukkan tingkat efektifitas

38
manajemen secara menyeluruh dan secara tidak langsung. Selain itu keuntungan

(profitabilitas) sangat penting bagi perusahaan bukan saja untuk terus

mempertahankan pertumbuhan bisnisnya namun juga memperkuat kondisi

keuangan perusahaan.

Rasio profitabilitas mengukur kemampuan para eksekutif perusahaan

dalam menciptakan tingkat keuntungan baik dalam bentuk laba perusahaan

maupun nilai ekonomis atas penjualan, aset bersih perusahaan maupun modal

sendiri (shareholders equity) (Hendra S. Raharjaputra, 2009: 205 dalam

Purnasiwi, 2011). Hubungan kinerja keuangan dengan tanggung jawab sosial

perusahaan menurut Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Anggraini (2006) paling

baik diekspresikan dengan profitabilitas, hal itu disebabkan karena pandangan

bahwa tanggapan sosial yang diminta dari manajemen sama dengan kemampuan

yang diminta untuk membuat suatu perusahaan memperoleh laba. Selain itu

tingkat profitabilitas dapat menunjukkan seberapa baik pengelolaan manajemen

perusahaan, oleh sebab itu semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan maka

cenderung semakin luas Corporate Social Responsibility Disclosure.

Pengaruh variabel profitabilitas terhadap CSR menurut teori stakeholder

yaitu semakin tinggi profit perusahaan maka semakin besar jumlah yang diperoleh

oleh para pemegang saham. Di sisi lain, perusahaan dengan profit yang tinggi

memiliki jangkauan stakeholder yang luas sehingga bertanggung jawab untuk

melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Akan tetapi,

sebagian besar perusahaan tentunya akan lebih menomorsatukan para pemegang

saham perusahaan sehingga meminimalkan anggaran pertanggungjawaban sosial

39
perusahaan. Rasio profitabilitas yang digunakan pada penelitian ini adalah ROA

(Return On Asset).

Perhitungan profitabilitas dalam penelitian ini dihitung dengan

menggunakan rumus ROA sebagai berikut (Husnan, 2001:339 dalam Sulasmiyati

dkk, 2013):

Laba Setelah Pajak


ROA =
Total Aktiva

2.1.9. Leverage

Rasio leverage merupakan proporsi total hutang terhadap rata-rata ekuitas

pemegang saham. Rasio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran

mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat

risiko tak tertagihnya suatu utang. Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Anggraini

(2006) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat leverage (rasio utang/ekuitas)

semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit

sehingga perusahaan akan melaporkan laba sekarang lebih tinggi. Dengan laba

yang dilaporkan lebih tinggi akan mengurangi kemungkinan perusahaan

melanggar perjanjian utang. Manajer akan memilih metode akuntansi yang akan

memaksimalkan laba sekarang. Kontrak utang biasanya berisi tentang ketentuan

bahwa perusahaan harus menjaga tingkat leverage tertentu (rasio utang/ekuitas),

interest coverage, modal kerja dan ekuitas pemegang saham (Watt dan

Zimmerman, 1990; Scott 1997; dalam Anggraini, 2006). Dengan perjanjian

terbatas seperti perjanjian utang yang tergambar dalam tingkat leverage, akan

40
membatasi kemampuan manajemen untuk menciptakan transfer kemakmuran

kepada para pemegang saham dan manajer.

Leverage merupakan alat untuk mengukur seberapa besar perusahaan

bergantung kepada kreditur dalam pembiayaan aset perusahaan. Perusahaan

dengan tingkat leverage tinggi adalah perusahaan yang sangat bergantung pada

pinjaman luar untuk membiayai asetnya sehingga perusahaan akan sebisa

mungkin melaporkan laba yang tinggi dan mengurangi biaya-biaya termasuk

biaya untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Sedangkan

perusahaan dengan tingkat leverage rendah adalah perusahaan yang lebih banyak

membiayai sendiri aset perusahaannya sehingga perusahaan memiliki biaya yang

cukup untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial.

Untuk mengetahui tingkat leverage pada perusahaan dapat digunakan

Rasio Debt to Equity (DER). Pengaruh variabel leverage terhadap CSR menurut

teori stakeholder yaitu semakin besar utang perusahaan kepada kreditur maka

semakin sedikit biaya yang tersisa untuk melaksanakan tanggung jawab sosial

perusahaan, yang terpenting bagi perusahaan dengan tingkat leverage tinggi

adalah perusahaan dapat memperoleh utang dengan mudah dan dapat dengan

mudah pula melunasinya, sehingga perusahaan dengan tingkat leverage tinggi

cenderung mengesampingkan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan

dibandingkan dengan perusahaan dengan tingkat leverage rendah.

41
Penelitian ini menggunakan Debt to Equity Ratio (DER) untuk

menunjukkan ketergantungan perusahaan terhadap utang yang diperoleh dari

ekuitas pemegang saham. Digunakan DER karena rasio ini menggambarkan

keseimbangan antara utang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri

(Sutrisno, 2003: 249 dalam Sulismiyati dkk, 2013). Pengukuran ini konsisten

dengan pengukuran yang dilakukan oleh Sembiring (2005):

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
DER =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

2.2. Penelitian Terdahulu

Berikut ini adalah penelitian-penelitian terdahulu tentang faktor

pengungkapan Corporate Social Responsibility yang banyak dilakukan. Adapun

hasilnya sebagai berikut:

Tabel 2.2
Hasil Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian


(Tahun) Penelitian

1 Jayanti Analisis Pengaruh Variabel Hasil penelitian


Purnasiwi Size, Independen: menunjukkan
(2011) Profitabilitas, dan Ukuran bahwa size,
Leverage Perusahaan (Size), profitabilitas dan

42
Terhadap Profitabilitas, dan leverage memiliki
Pengungkapan Leverage pengaruh positif
Corporate Social terhadap CSR
Responsibility Variabel
Pada Perusahaan Dependen:
Yang Terdaftar di Corporate Social
Bursa Efek Responsibility
Indonesia

2 Dhita Pengaruh Variabel Profitabilitas dan


Amelia Profitabilitas, Independen: Pertumbuhan
(2016)
Leverage, Profitabilitas, Perusahaan
Pertumbuhan Leverage, berpengaruh
Perusahaan, Tipe Pertumbuhan signifikan terhadap
Industri, Dan Perusahaan, Tipe Corporate Social
Kepemilikan Industri dan Responsibility
Saham Publik Kepemilikan Disclosure,
Terhadap Saham Publik sedangkan
Corporate Social
Responsibility Variabel Leverage, Tipe
Disclosure pada Dependen : Industri dan
Industri Corporate Social Kepemilikan
Pertambangan Responsibility Saham Publik
Disclosure tidak memiliki
pengaruh

3 Agus Pengaruh Tipe Variabel Hasil penelitian


Purwanto Industri, Ukuran Independen: Tipe menunjukkan
(2011) Perusahaan, dan Industri, Ukuran bahwa tipe industri
Profitabilitas Perusahaan, dan dan ukuran

43
Terhadap Profitabilitas perusahaan
Corporate Social memiliki pengaruh
Responsibility Variabel positif terhadap
Dependen: CSR
Corporate Social Sementara
Responsibility profitabilitas
memiliki pengaruh
negatif terhadap
CSR.

4 Almia M. Pengaruh Variabel Size berpengaruh


Robiah dan leverage, size, Independen: positif terhadap
Teguh kepemilikan leverage, size, CSR Disclosure
Erawati manajemen kepemilikan
(2017) terhadap manajemen Leverage dan
Corporate Social kepemilikan
Responsibility Variabel manajemen
Disclosure Dependen: memiliki pengaruh
Corporate Social negatif terhadap
Responsibility CSR Disclosure
Disclosure

5 Fr. Reni. Pengungkapan Variabel Kepemilikan


Retno Informasi Sosial Independen: manajemen dan
Anggraini dan Faktor-Faktor Kepemilikan tipe industri
(2006) yang Manajemen, Tipe berpengaruh
mempengaruhi Industri, Ukuran signifikan terhadap
Pengungkapan Perusahaan, pengungkapan
Informasi Sosial Profitabilitas dan Informasi Sosial.
dalam Laporan Leverage Sementara Ukuran

44
Keuangan Variabel perusahaan,
Tahunan. Dependen: profitabilitas, dan
Corporate Social Leverage tidak
Responsibility berpengaruh
terhadap
pengungkapan
tanggungjawab
sosial perusahaan.

6 Ira Robiah Pengaruh Tipe Variabel Hasil penelitian


Adawiyah Industri, Ukuran Independen: Tipe menunjukkan
(2013) Perusahaan, Industri, Ukuran bahwa Tipe
Profitabilitas dan Perusahaan, Industri, Ukuran
Leverage terhadap Profitabilitas, Perusahaan,
Pengungkapan dan Leverage profitabilitas,
Corporate Social memiliki pengaruh
Responsibility Variabel negatif terhadap
Dependen: CSR,
Pengungkapan Sementara
Corporate Social Leverage memiliki
Responsibility pengaruh positif
terhadap CSR.

7 Worotikan, Analisa Pengaruh Variabel Ukuran


Topowijono Ukuran Independen: Perusahaan, ROA
dan Sri Perusahaan, ROA Ukuran dan DER
Sulasmiyati dan DER terhadao Perusahaan (Size), berpengaruh
(2013) Pengungkapan Leverage (DER), signifikan terhadap
Tanggungjawab dan Profitabilitas pengungkapan
Perusahaan (ROA) tanggungjawab

45
Variabel sosial perusahaan.
Dependen:
Pengungkapan
CSR

8 Didik Pengaruh Ukuran Variabel Variabel Size dan


Susilo Perusahaan, Independen: Profitabilitas
(2016) Profitabilitas, Profitabilitas, berpengaruh positif
Leverage, dan Leverage, terhadap
Good Corporate Kepemilikan pengungkapan
Governance Manajerial, CSR, sedangkan
terhadap Kepemilikan Leverage,
Pengungkapan Institusional dan Kepemilikan
Corporate Social Dewan Komisaris Manajerial,
Responsibility Kepemilikan
pada perusahaan Variabel Institusional dan
industri dasar dan Dependen: Dewan Komisaris
kimia Pengungkapan berpengaruh
Corporate Social negatif terhadap
Responsibility Pengungkapan
CSR

9 Sila Pengaruh Variabel Profitabilitas dan


Prakasa Leverage, Independen: Kepemilikan
(2016) Profitabilitas dan Leverage, Manajemen
Kepemilikan Profitabilitas dan berpengaruh positif
Manajemen Kepemilikan terhadap
terhadap Manajemen Corporate Social
Corporate Social Responsibility
Responsibility Disclosure

46
Disclosure Variabel Leverage
Dependen: berpengaruh
Corporate Social negatif terhadap
Responsibility Corporate Social
Disclosure Responsibility
Disclosure

2.3. Kerangka Pemikiran


Menurut (Hamid, 2007 dalam Adawiyah, 2013), kerangka pemikiran

merupakan sintesa dari serangkaian teori yang tertuang dalam tinjauan pustaka,

yang pada dasarnya merupakan gambaran sistematis dari kinerja teori dalam

memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian masalah yang di

tetapkan. Kerangka berpikir ini merupakan model konseptual tentang bagaimana

teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai

masalah yang penting.

Adapun masalah-masalah yang dianggap penting dalam penelitian ini

adalah kepemilikan manajemen, ukuran perusahaan, profitabilitas, dan leverage

yang mempengaruhi pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR).

Berikut ini merupakan gambaran kerangka pemikiran dari penelitian ini.

47
Gambar 2.3

Model Kerangka Pemikiran

H5

Kepemilikan
Manajemen (X1)

H1
Ukuran Perusahaan (X2) H2
Pengungkapan
Corporate Social
H3 Responsibility
Profitabilitas (X3) (Y)

H4
Leverage (X4)

Pada gambar di atas, model penelitian menunjukkan pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen. Variabel independennya adalah

Kepemlikan Manajemen, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Leverage,

sedangkan variabel dependennya adalah Pengungkapan Corporate Social

Responsibility.

Berdasarkan gambar di atas maka kepemilikan manajemen, ukuran

perusahaan, profitabilitas dan Leverage akan dianalisis pengaruhya terhadap

Corporate social responsibility. Berdasarkan landasan teori, penelitian terdahulu

dan berdasarkan kerangka pemikiran maka hipotesis dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

48
2.4. Hipotesis Penelitian

2.4.1 Pengaruh Kepemilikan Manajemen terhadap pengungkapan CSR

Peningkatan atas kepemilikan manajerial akan membuat kekayaan

manajemen, secara pribadi semakin terikat dengan kekayaan perusahaan sehingga

manajemen akan berusaha mengurangi resiko kehilangan kekayaanya.

Kepemilikan manajerial yang tinggi berakibat pada rendahnya dividen yang

dibayarkan kepada shareholder. Hal ini disebabkan karena pembiayaan yang

dilakukan oleh manajemen terhadap nilai investasi di masa yang akan datang

bersumber dari biaya internal (Robiah dan Erawati, 2017).

Total saham manajerial yang dimaksud adalah jumlah persentase saham

yang dimiliki oleh manajemen pada akhir tahun. Sedangkan total saham yang

beredar, dihitung dengan menjumlahkan seluruh saham yang diterbitkan oleh

perusahaan tersebut pada akhir tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2006), Prakasa (2016),

mengenai pengaruh antara kepemilikan manajemen terhadap CSR perusahaan

diperoleh hasil bahwa ada pengaruh yang signifikan antara variabel kepemilikan

manajemen terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Sedangkan penelitian

yang dilakukan oleh Susilo (2016) menemukan tidak ada pengaruh yang

signifikan variabel kepemilikan manajemen terhadap pengungkapan CSR.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini

adalah:

49
H1 : Kepemilikan manajemen berpengaruh positif terhadap

pengungkapan CSR

2.4.2. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Pengungkapan CSR

Perusahaan besar memiliki tingkat risiko yang lebih besar dibandingkan

dengan perusahaan dengan ukuran yang lebih kecil. Perusahaan besar umumnya

mempunyai jumlah aktiva besar, penjualan besar, skill karyawan yang baik,

sistem informasi yang canggih, jenis produk yang banyak serta struktur

kepemilikan yang lengkap.

Ukuran perusahaan adalah tingkat identifikasi besar atau kecilnya suatu

perusahaan. Ukuran perusahaan merupakan variabel yang banyak digunakan

untuk menjelaskan pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan dalam

laporan tahunan yang dibuat. Secara umum perusahaan besar akan

mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Hal ini karena

perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibanding

perusahaan kecil (Adawiyah, 2013).

Penelitian sebelumnya mengenai pengaruh ukuran perusahaan terhadap

pengungkapan CSR pernah dilakukan oleh Purnasiwi (2011) dan Purwanto (2011)

yang menghasilkan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap

pengungkapan CSR. Sementara Anggraini (2006) tidak menemukan hubungan

antara keduanya. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, maka peneliti

menduga bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap Corporate

Social Responsibility (CSR), sehingga rumusan hipotesisnya adalah:

50
H2 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap

pengungkapan CSR

2.4.3. Pengaruh Profitabilitas terhadap Pengungkapan CSR

Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas

dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang

saham, sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka akan

semakin besar pula pengungkapan tanggung jawab sosialnya (Marbim, 2008

dalam Adawiyah, 2013).

Semakin besar keuntungan yang dihasilkan perusahaan akan mendorong

perusahaan untuk menyampaikan lebih banyak tanggung jawab sosialnya terhadap

masyarakat. Hal ini didasarkan adanya manajemen yang tidak hanya

mementingkan keuntungan semata namun juga untuk menambah loyalitas

masyarakat terhadap perusahaan.

Ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnasiwi (2011)

dan Amelia (2016), dimana dia menggunakan profitabilitas sebagai variabel

independen, dan menemukan hubungan yang positif signifikan terhadap

pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan. Sementara, hasil penelitian

oleh Anggraini (2006) dan Purwanto (2011) menemukan profitabilitas yang tidak

berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Oleh

karena itu hipotesis yang dapat dikembangkan adalah:

H3 : Profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap

pengungkapan CSR

51
2.4.4. Pengaruh Leverage terhadap Pengungkapan CSR

Leverage merupakan alat untuk mengukur seberapa besar perusahaan

tergantung pada kreditur dalam membiyai asset perusahaan. Tingkat leverage

perusahaan yang tinggi akan mendorong perusahaan melakukan pengungkapan

sosialnya. Dikarenakan berdasarkan teori keagenan memprediksi bahwa

perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih

banyak informasi. Hal ini karena rasio leverage digunakan untuk memberikan

gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat

dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang. Tambahan informasi diperlukan

untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak

mereka sebagai kreditur. Oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang

tinggi mempunyai kewajiban lebih untuk mengungkapkan tanggung jawab

sosialnya.

Beberapa penelitian yang menghubungkan leverage dengan pengungkapan

tanggung jawab sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Purnasiwi (2011),

Adawiyah (2013) menyatakan bahwa tingkat leverage perusahaan yang tinggi

akan mendorong perusahaan melakukan pengungkapan sosialnya (variabel

leverage berpengaruh positif). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Amelia

(2016) dan Susilo (2016) menemukan leverage berpengaruh negatif terhadap

pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian-

penelitian tersebut, maka peneliti menduga bahwa leverage berpengaruh positif

signifikan terhadap Corporate Social Responsibility, sehingga rumusan

hipotesisnya adalah:

52
H4 : Leverage berpengaruh positif signifikan terhadap

pengungkapan CSR

2.4.5. Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Ukuran Perusahaan,

Profitabilitas, dan Leverage terhadap pengungkapan CSR.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anggraini (2006) yang

meneliti mengenai faktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial

dalam laporan keuangan tahunan. Diproksikan oleh variabel kepemilikan

manajemen, tipe industri, ukuran perusahaan, profitabilitas, dan leverage,

menemukan hasil kepemilikan manajemen, tipe industri, ukuran perusahaan,

profitabilitas, dan leverage berpengaruh secara simultan terhadap pengungkapan

tanggungjawab sosial perusahaan.

Selanjutnya, Adawiyah (2013) yang memasukkan faktor tipe industri,

ukuran perusahaan, profitabilitas dan leverage sebagai faktor yang mempengaruhi

pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan menemukan hasil tipe industri,

ukuran perusahaan, profitabilitas dan leverage juga berpengaruh secara simultan

terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan.

Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, maka peneliti menduga

bahwa kepemilikan manajemen, ukuran perusahaan, profitabilitas, dan leverage

berpengaruh secara simultan terhadap pengungkapan CSR, sehingga rumusan

hipotesisnya adalah:

H5 : Kepemilikan Manajemen, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas,

dan Leverage berpengaruh terhadap pengungkapan CSR

53
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas, yaitu penelitian yang

bertujuan untuk mengetahui hubungan serta pengaruh antara dua variabel atau

lebih. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel independen, yaitu

kepemilikan manajemen, ukuran perusahaan, profitabilitas dan leverage terhadap

variabel dependen, yaitu pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD).

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu

data laporan tahunan perusahaan pertambangan periode tahun 2012-2016. Data

sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media

perantara (Sugiyono, 2013:129). Data sekunder dari penelitian ini diambil dari:

1. Laporan keuangan dan tahunan perusahaan pertambangan yang diperoleh

dari website Bursa Efek Indonesia (BEI).

2. Buku, jurnal-jurnal, tesis dan bahan dari internet yang berhubungan

dengan pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD).

54
3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Menurut Sugiyono (2013:115), populasi merupakan wilayah generalisasi

yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya.

Populasi penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian, yaitu tahun 2012 sampai tahun

2016, adalah sebagai berikut:

1. Pada tahun 2012 perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia (BEI) berjumlah 37 perusahaan.

2. Pada tahun 2013 perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia (BEI) berjumlah 37 perusahaan.

3. Pada tahun 2014 perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia (BEI) berjumlah 35 perusahaan.

4. Pada tahun 2015 perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia (BEI) berjumlah 36 perusahaan.

5. Pada tahun 2016 perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia (BEI) berjumlah 36 perusahaan.

Jadi, dalam penelitian ini perusahaan pertambangan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI) yang diambil penulis untuk dijadikan populasi adalah

55
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) secara berturut-turut

selama 2012 – 2016 berjumlah 36 perusahaan pertambangan.

3.3.2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (Sugiyono, 2013:116). Metode pengambilan sampel yang digunakan

adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel

dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2015 dalam Prakasa, 2016). Adapun

kriteria sampel yang digunakan sebagai berikut:

1. Perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI tahun 2012-2016.

2. Perusahaan menerbitkan annual report periode tahun 2012-2016.

3. Perusahaan pertambangan yang menerbitkan pengungkapan CSR

4. Menyajikan data perusahaan yang lengkap sesuai dengan variabel yang

diteliti.

Berdasarkan kriteria sampel yang diuraikan di atas, maka perusahaan-

perusahaan yang menjadi sampel penelitian yang memenuhi syarat menjadi subjek

penelitian adalah berjumlah 6 perusahaan.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan penelusuran

laporan tahunan perusahaan yang terpilih menjadi sampel dan memiliki semua

data yang lengkap meliputi annual report dengan cara membuat suatu daftar

(checklist) untuk menghitung item pengungkapan CSR, laporan modal saham

56
untuk mendapatkan jumlah saham yang dimiliki manajemen, neraca untuk

mendapatkan total aset, laporan perubahan modal untuk mendapatkan total

kewajiban, dan laporan laba rugi untuk mendapatkan total laba bersih yang

dihitung berdasarkan laporan tahunan perusahaan pertambangan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia periode 2012-2016.

3.5. Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

teknik analisis kuantitatif. Dalam penelitian ini, analisis kuantitatif dilakukan

dengan cara mengkuantifikasi data-data penelitian sehingga menghasilkan

informasi yang dibutuhkan dalam analisis.

3.5.1 Uji Statistik Deskriptif

Variabel-variabel dalam penelitian ini dideskripsikan dengan

menggunakan statistik deskriptif. Menurut Sugiyono (2010) dalam Amelia (2016)

statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data

dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk

umum atau generalisasi.

Penelitian statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskriptif suatu

data yang dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varians, dan

range statistik (Ghozali, 2011). Mean digunakan untuk memperkirakan besar rata-

rata populasi yang diperkirakan dari sampel. Standar deviasi digunakan untuk

menilai dispersi rata-rata dari sampel. Maksimum-minimum digunakan untuk

57
melihat nilai minimum dan maksimum dari populasi. Hal ini perlu dilakukan

untuk melihat gambaran keseluruhan dari sampel yang berhasil dikumpulkan dan

memenuhi syarat untuk dijadikan sampel penelitian.

3.5.2 Uji Asumsi Klasik

Ada beberapa asumsi klasik yang harus terpenuhi sebelum melakukan

pengujian hipotesis, asumsi klasik dilakukan untuk menguji apakah terdapat

penyimpangan melalui pengujian normalitas, autokorelasi, heteroskedastisitas dan

multikolinearitas.

3.5.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi,

variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal

ataukah tidak (Wijaya, 2009:126). Dengan kata lain kita dapat mengetahui apakah

variabel-variabel bebas (X) MAN, SIZE, ROA dan DER berpengaruh terhadap

variabel terikat (Y) pengungkapan CSR mempunyai distribusi normal atau tidak.

Beberapa metode uji normalitas, yaitu dengan melihat penyebaran data

pada sumber diagonal pada grafik Normal P-P Plot of regression standardized

residual atau dengan uji One Sample Kolmogrov-Smirnov. Sebagai dasar

pengambilan keputusan, jika titik-titik menyebar sekitar garis dan mengikuti garis

diagonal, maka nilai residual tersebut telah normal. Sebaliknya jika data menyebar

jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model

regresi memenuhi asumsi tidak normalitas (Priyatno, 2014:90).

58
Untuk menguji apakah data berdistribusi normal atau tidak, dapat

dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dengan dasar pengambilan keputusan

apabila sig (2- tailed) lebih besar dari α = 0,05 maka data berdistribusi normal,

sedangkan apabila sig (2-tailed) lebih kecil dari α = 0,05 maka data tidak

berdistribusi normal.

3.5.2.2 Uji Autokorelasi

Menurut Ghozali (2016:107), Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah

dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode

t dengan kesalahan pengganggu pada peroide t-1 (sebelumnya). Autokorelasi

adalah adanya korelasi antara nilai data pada suatu waktu dengan nilai data

tersebut pada waktu nilai satu periode sebelumnya atau lebih. Uji autokorelasi

dilakukan untuk mengetahui apakah model mengandung autokorelasi atau tidak,

yaitu adanya hubungan diantara variabel dalam mempengaruhi variabel dependen.

Dalam upaya mendeteksi adanya autokorelasi dalam model regresi yang

digunakan bisa dilakukan dengan melihat nilai D-W (Durbin-Watson) dari output

SPSS. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut:

59
Tabel 3.1

Tabel Autokorelasi

Hipotesis nol (H0) Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi Tolak 0 ≤ d ≤ dl

positif

Tidak ada autokorelasi No decision dl ≤ d ≤ du

positif

Tidak ada autokorelasi Tolak 4 – dl < d < 4

negative

Tidak ada autokorelasi No decision 4 – du ≤ d ≤ 4 – dl

negative

Tidak ada autokorelasi Tidak ditolak du < d < 4 – du

positif atau negative

Sumber: Imam Ghozali (2016:108)

Dalam menguji autokorelasi yang memberikan hasil kesimpulan yang

tidak pasti dapat diuji dengan menggunakan uji Run Test. Uji Run Test

merupakan bagian dari statistic non-parametic yang digunakan untuk menguji

apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi (Ghozali, 2011). Dasar

pengambilan keputusan dalam uji Run Test, yaitu:

60
1. Jika nilai Asymp. Sig (2 tailed) lebih kecil dari 0,05 maka terdapat gejala

autokorelasi

2. Jika nilai Asymp. Sig (2 tailed) lebih besar dari 0,05 maka tidak terdapat

gejala autokorelasi.

3.5.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

terjadi kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi

heteroskedastisitas (Ghozali, 2011). Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya

heteroskedastisitas yaitu melihat grafik plot antara variabel terikat yaitu ZPRED

dengan residualnya yaitu SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat

dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara

SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang diprediksi, dan sumbu X

adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di studentized. Dasar

analisinya adalah:

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik yang ada membentuk pola tertentu

yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka

mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di

bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi masalah

heteroskedastisitas.

61
3.5.2.4 Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang

baik adalah tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel

independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal.

Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama

variabel independen sama dengan nol (Ghozali, 2011). Multikolinearitas dapat

dilihat dari nilai toleransi dan lawannya yaitu Variance Inflation Factor (VIF).

Untuk pengambilan keputusan dalam menentukan ada atau tidaknya

multikolinearitas yaitu dengan kriteria sebagai berikut:

1. Jika nilai VIF > 10 atau jika nilai tolerance < 0,10 maka ada

multikolinearitas dalam model regresi.

2. Jika nilai VIF < 10 atau jika nilai tolerance > 0,10 maka tidak ada

multikolinearitas dalam model regresi.

3.5.3. Analisis Koefisien Korelasi

Menurut Priyatno (2014:122), analisis korelasi Pearson atau dikenal juga

dengan korelasi Product Moment Pearson digunakan untuk mengetahui keeratan

hubungan secara linear antara dua variabel yang mempunyai distribusi data

normal. Data yang digunakan adalah tipe interval atau rasio. Nilai korelasi (r)

berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan

antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan

antara dua variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukkan hubungan searah

62
(X naik maka Y naik) dan nilai negatif menunjukkan hubungan terbalik (X naik Y

turun).

Tabel 3.2

Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat

0,00 – 0,199 Sangat Rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,00 Sangat Kuat

Sumber: Priyatno (2008:55)

3.5.4. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linear berganda adalah hubungan secara linear antara dua

atau lebih variabel independen dengan variabel dependen. Analisis ini untuk

mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen

apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif atau negatif dan

untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen

mengalami kenaikan atau penurunan (Priyatno, 2008:73). Untuk mengetahui

apakah ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel

dependen, maka dapat digunakan rumus sebagai berikut:

63
Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4

Dimana:

Y = Variabel terikat (Pengungkapan Corporate Social Responsibility)

α = Konstanta

β = Koefisien regresi

X1 = Kepemlikian Manajemen

X2 = Ukuran Perusahaan

X3 = Profitabilitas

X4 = Leverage

Apabila variabel b bernilai positif (+) maka dapat dikatakan terjadi

pengaruh searah antara variabel independen dengan variabel dependen, setiap

kenaikan nilai variabel independen akan mengakibatkan kenaikan variabel

dependen begitu juga sebaliknya. Apabila variabel b bernilai negatif (-) maka

dapat dikatakan terjadi pengaruh negatif dimana kenaikan nilai variabel

independen akan mengakibatkan penurunan variabel dependen.

64
3.5.5. Uji Signifikansi Paramater Individual (Uji T)

Menurut Priyatno (2008:83), Uji t digunakan untuk mengetahui apakah

dalam model regresi variabel independen (X) secara parsial berpengaruh

signifikan terhadap variabel dependen (Y). Ada beberapa langkah dalam

pengujian secara parsial (uji-t) yaitu sebagai berikut:

1. Menentukan formulasi hipotesis

H0 : X = 0, artinya tidak ada pengaruh signifikan secara parsial antara

variabel independen (MAN, SIZE, ROA dan DER) terhadap

variabel dependen (CSRD) pada perusahaan pertambangan

periode 2012-2016.

H0 : X ≠ 0, artinya ada pengaruh signifikan secara parsial antara variabel

independen (MAN, SIZE, ROA dan DER) terhadap variabel

dependen (CSRD) pada perusahaan pertambangan periode

2012-2016.

2. Menurut taraf nyata (α) dari t-tabel

a. Penelitian menggunakan tingkat signifikan 5%

b. Nilai t-tabel memiliki derajat bebas atau degree of freedom (df) =

n-k-1

3. Menentukan kriteria pengujian

a. H0 diterima apabila –t tabel < t hitung < t tabel

b. H0 ditolak apabila –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel

4. Membuat kesimpulan atau pengambilan keputusan

Menyimpulkan bahwa H0 diterima atau ditolak

65
3.5.6. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Menurut Priyatno (2008:81), Uji F digunakan untuk mengetahui apakah

variabel independen (X) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan

terhadap variabel dependen (Y). ada beberapa langkah dalam pengujian secara

parsial (uji-F) sebagai berikut:

1. Menentukan formulasi hipotesis

H0 : X = 0, artinya tidak ada pengaruh signifikan secara simultan antara

variabel independen (MAN, SIZE, ROA dan DER) terhadap

variabel dependen (CSRD) pada perusahaan pertambangan

periode 2012-2016.

H0 : X ≠ 0, artinya ada pengaruh signifikan secara simultan antara variabel

independen (MAN, SIZE, ROA dan DER) terhadap variabel

dependen (CSRD) pada perusahaan pertambangan periode

2012-2016.

2. Menurut taraf nyata (α) dari t-tabel

c. Penelitian menggunakan tingkat signifikan 5%

d. Nilai t-tabel memiliki derajat bebas atau degree of freedom (df) =

n-k-1

3. Menentukan kriteria pengujian

c. H0 diterima apabila F hitung ≤ F tabel

d. H0 ditolak apabila F hitung ≥ F tabel

4. Membuat kesimpulan atau pengambilan keputusan

Menyimpulkan bahwa H0 diterima atau ditolak

66
3.5.7. Analisis Koefisien Determinasi (R2)

Menurut Priyatno (2008:79), analisis determinasi dalam regresi linear

berganda digunakan untuk mengetahui presentase sumbangan pengaruh variabel

independen (X) secara serentak terhadap variabel dependen (Y). Koefisien

determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel X yaitu

Kepemilikan Manajemen, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Leverage

terhadap variabel Y yaitu pengungkapan Corporate Social Responsibility. Rumus

koefisien determinasi sebagai berikut:

KD = r2 x 100%

KD = Koefisien Determinasi

r = Koefisien Korelasi

Keterangan:

a. Jika nilai KD = 0, artinya tidak ada pengaruhnya variabel independen

terhadap variabel dependen.

b. Jika nilai KD = 1, artinya naik atau turunnya variabel dependen 100%

dipengaruhi oleh variabel independen

c. Jika (0 ≤ KD ≤ 1), artinya pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen adalah sesuai dengan nilai KD itu sendiri dan

selebihnya berasal dari faktor lain.

67
3.6. Definisi Operasional Variabel

Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel yang

digunakan dalam penelitian berikut dengan operasional dan cara pengukurannya.

Adapun operasional variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:

3.6.1. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang tergantung pada satu atau

lebih variabel yang menjelaskan (Susilo, 2016).

3.6.1.1 Pengungkapan Corporate Social Responsibility (Y)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan CSR

(CSRD). CSR Disclosure adalah pengungkapan informasi yang berkaitan dengan

lingkungan di dalam laporan tahunan perusahaan. Variabel pengungkapan CSR

perusahaan diukur dengan metode content analysis. Dalam mengukur

pengungkapan CSR ini digunakan CSR index yang merupakan luas

pengungkapan relatif setiap perusahaan sampel atas pengungkapan sosial yang

dilakukannya, dimana instrumen pengukuran dalam checklist yang akan

digunakan dalam penelitian ini mengacu pada standar GRI-G4 (2013) yang

mengelompokkan informasi CSR ke dalam 3 kompenon utama, yaitu ekonomi,

lingkungan, dan sosial yang mencakup praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan

bekerja, hak asasi manusia, masyarakat, dan tanggung jawab atas produk.

Kategori tersebut terbagi dalam 91 item pengungkapan.

(www.globalreporting.org).

68
Pendekatan untuk menghitung CSRI pada dasarnya menggunakan

pendekatan dikotomi yaitu setiap item CSR dalam instrumen penelitian diberi

nilai 1 jika diungkapkan, dan diberi nilai 0 jika tidak diungkapkan. Selanjutnya,

skor dari setiap item dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan skor untuk

setiap perusahaan. Rumus untuk perhitungan CSRI adalah sebagai berikut:

(Adawiyah, 2013).

∑ 𝑋𝑖𝑗
CSRDIj = x 100%
𝑛𝑗

Keterangan :

CSRDIj = Corporate Social Responsibility Disclosure Index

nj = Jumlah item yang seharusnya diungkapkan perusahaan j, nj ≤ 91

∑ Xij = Jumlah item yang diungkapkan perusahaan j; 1 = jika kriteria

diungkapkan; 0 = jika kriteria tidak diungkapkan.

3.6.2. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel independen (variabel bebas) adalah tipe variabel yang

mempengaruhi variabel yang lain (Indriantoro dan Supomo, 2002 dalam

Adawiyah, 2016). Variabel independen dalam penelitian ini adalah kepemilikan

manajemen, ukuran perusahaan, profitabilitas, dan leverage. Adapun penjelasan

variabel-variabel tersebut sebagai berikut:

69
3.6.2.1 Kepemilikan Manajemen (X1)

Kepemilikan manajemen adalah persentase kepemilikan saham yang

dimiliki oleh direksi, manajer dan dewan komisaris. Konflik kepentingan antara

manajer dengan pemilik menjadi semakin besar ketika kepemilikan manajer

terhadap perusahaan semakin kecil. Dalam hal ini manajer akan berusaha untuk

memaksimalkan kepentingan dirinya dibandingkan kepentingan perusahaan.

Sebaliknya semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan maka

semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan,

dengan kata lain biaya kontrak dan pengawasan menjadi rendah. Nilai

kepemilikan manajemen dapat diukur dengan rumus:

jumlah kepemilihan saham oleh pihak manajemen


KM =
total jumlah saham yang beredar

Total saham manajerial yang dimaksud adalah jumlah persentase saham

yang dimiliki oleh manajemen pada akhir tahun. Sedangkan total saham yang

beredar, dihitung dengan menjumlahkan seluruh saham yang diterbitkan oleh

perusahaan tersebut pada akhir tahun (Gabriela, 2011 dalam Sulasmiyati dkk,

2013).

70
3.6.2.2 Ukuran Perusahaan (X2)

Ukuran perusahaan merupakan tingkat identifikasi besar atau kecilnya

suatu perusahaan yang dapat dinilai dari total nilai aktiva, total penjualan,

kapitalisasi pasar, jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan total asset sebagai skala pengukurannya.

Size perusahaan yang diukur dengan total aset akan ditransformasikan

dalam logaritma untuk menyamakan dengan variabel lain karena total aset

perusahaan nilainya relatif besar dibandingkan variabel-variabel lain dalam

penelitian ini. Perhitungan ukuran perusahaan dalam penelitian ini dapat dihitung

dengan menggnunakan rumus sebagai berikut (Marzully dan Denies, 2012 dalam

Sulasmiyati dkk, 2013):

SIZE = logTotalAktiva

3.6.2.3 Profitabilitas (X3)

Profitabilitas merupakan suatu indikator kinerja yang dilakukan

manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan yang ditunjukkan oleh laba

yang dihasilkan. Profitabilitas juga merupakan faktor yang membuat manajemen

menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial

kepada pemegang saham.

Terdapat beberapa pengukuran untuk menentukan profitabilitas

perusahaan yaitu: Return Of Equity, Return On Asset, Earning Per Share, Net

71
Profit dan Operating Ratio (Purnasiwi, 2011). Pengukuran variabel ini diukur

dengan rumus sebagai berikut (Kasmir, 2015) :

Laba Setelah Pajak


ROA =
Total Aktiva

3.6.2.4 Leverage (X4)

Leverage merupakan alat untuk mengukur seberapa besar perusahaan

perusahaan bergantung kepada kreditur dalam pembiayaan aset perusahaan.

Tingkat leverage dari suatu perusahaan dapat ditunjukkan oleh salah satunya

menggunakan rasio hutang terhadap ekuitas (DER), yaitu rasio jumlah hutang

terhadap jumlah modal sendiri. Rumus yang digunakan untuk menghitung

leverage menurut Kasmir (2009) dalam Adawiyah (2013) adalah sebagai berikut:

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
DER =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

72
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Objek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2012-2016. Sampel

perusahaan yang berhasil diperoleh dalam penelitian ini sebanyak 6 perusahaan

dengan total data 30 selama 5 tahun. Data yang digunakan dalam penelitian ini

diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Fokus penelitian ini adalah ingin

melihat pengaruh kepemilikan manajemen, ukuran perusahaan, profitabilitas dan

leverage terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD).

Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan

ditampilkan dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.1
Daftar Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria

No Kriteria Jumlah
1. Jumlah Populasi 36
2. Jumlah perusahaan yang tidak mempublikasikan annual report
secara berturut-turut selama periode 2012-2016 (7)
3. Jumlah perusahaan yang tidak menerbitkan CSR disclosure
periode 2012-2016 berturut-turut (9)
4. Jumlah perusahaan yang memiliki informasi lengkap mengenai
data-data yang diperlukan dalam penelitian, seperti kepemilikan

73
manajemen, ukuran perusahaan, profitabilitas, dan leverage (14)
5. Jumlah perusahaan yang datanya digunakan sebagai sampel 6
Jumlah data observasi (6 perusahaan x 5 tahun pengamatan) 30
Sumber: Data sekunder yang diolah

4.2. Deskripsi Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih secara purposive

sampling, sehingga sampel dalam penelitian ini merupakan perusahaan yang

memiliki kriteria yang sesuai dengan tujuan penelitian. Sampel dipilih bagi

perusahaan yang menyajikan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, seperti

item Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD) yang diterbitkan

dalam annual report, jumlah asset, jumlah liabilities, jumlah equity, dan jumlah

laba bersih dalam laporan keuangan perusahaan. Berikut ini adalah nama-nama

perusahaan yang menjadi objek dalam penelitian ini:

Tabel 4.2

Daftar Perusahaan Hasil Observasi

No Kode Emiten Nama Perusahaan

1. BSSR Baramulti Suksessarana, Tbk.


2. CTTH Vale Indonesia, Tbk.
3. ITMG Indo Tambangraya Megah, Tbk.
4. KKGI Resource Alam Indonesia, Tbk.
5. PTBA Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk.
6. TOBA Toba Bara Sejahtera, Tbk.
Sumber: Data Sekunder Diolah

74
4.3. Uji Analisis Data

Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model regresi

berganda (multiple regression). Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran

yang menyeluruh mengenai pengaruh kepemilikan manajemen, ukuran

perusahaan, profitabilitas dan leverage terhadap Pengungkapan Corporate Social

Responsibility (CSRD).

4.3.1. Uji Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran atau

deskripsi tentang data setiap variabel-variabel penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini. Data yang telah diolah meliputi jumlah data, nilai minimum, nilai

maksimum, nilai rata-rata (mean), dan standar deviasi dari masing-masing

variabel. Deskripsi dari masing-masing variabel penelitian diperoleh sebagai

berikut:

Tabel 4.3
Hasil Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

MAN 30 .003 .666 .11984 .116905


SIZE 30 6.071 11.790 8.26028 1.720279
ROA 30 .002 .339 .11003 .085285
DER 30 .169 3.561 .90486 .788739
CSRD 30 .209 .604 .36923 .128661
Valid N (listwise) 30

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 21.0

75
Tabel 4.3 menunjukkan statistik deskriptif masing-masing variabel

penelitian. Berdasarkan Tabel 4.3, hasil analisis dengan menggunakan statistik

deskriptif terhadap kepemilikan manajemen (MAN) yang dihitung dengan cara

menghitung jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen dibagi dengan total

saham yang beredar menunjukkan nilai minimum sebesar 0.003, nilai maksimum

sebesar 0,666. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajemen

mengalami peningkatan secara positif dengan rata-rata 0,11984. Hal ini

menunjukkan bahwa secara umum kepemilikan manajemen perusahaan yang

menjadi sampel dalam penelitian ini mengalami peningkatan dengan standar

deviasi sebesar 0,116905.

Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap ukuran

perusahaan (SIZE) yang dihitung dengan cara menghitung log dari total asset

menunjukkan nilai minimum sebesar 6,071, nilai maksimum sebesar 11,790. Dari

data diatas dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan mengalami peningkatan

secara positif dengan rata-rata sebesar 8,26028. Hal ini menunjukkan bahwa

secara umum ukuran perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini

mengalami peningkatan dengan standar deviasi 1,720279.

Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap

profitabilitas (ROA) yang dihitung dengan cara membagi jumlah laba bersih

dengan jumlah asset menunjukkan nilai minimum sebesar 0,002 dan nilai

maksimum sebesar 0,339. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa profitabilitas

(ROA) mengalami peningkatan secara positif dengan rata-rata 0,11003. Hal ini

menunjukkan bahwa secara umum profitabilitas perusahaan yang menjadi sampel

76
dalam penelitian ini mengalami peningkatan dengan standar deviasi sebesar

0,85285.

Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap leverage

(DER) yang dihitung dengan cara membagi jumlah liabilities dengan jumlah

equity menunjukkan nilai minimum sebesar 0,169 dan nilai maksimum sebesar

3,561. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa leverage mengalami

peningkatan secara positif dengan rata-rata 0,90486. Hal ini menunjukkan bahwa

secara umum leverage perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini

mengalami peningkatan dengan standar deviasi sebesar 0,788739.

Hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap

Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD) dengan melihat jumlah

item pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan, menunjukkan nilai

minimum sebesar 0,209, nilai maksimum sebesar 0,604. Dari data di atas, dapat

dilihat bahwa pengungkapan CSR secara rata-rata mengalami perubahan positif

dengan rata-rata sebesar 0,36923 hal ini menunjukkan bahwa secara umum

pengungkapan CSR perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini

mengalami peningkatan dengan nilai standar deviasi sebesar 0,128661.

Variabel kepemilikan manajemen, ukuran perusahaan, profitabilitas dan

leverage memiliki nilai rata-rata lebih besar dari nilai standar deviasi. Hal ini

menunjukkan bahwa kualitas data dari variabel tersebut baik, karena nilai rata-rata

yang lebih besar dari nilai standar deviasinya mengidentifikasikan bahwa standar

error dari variabel tersebut kecil (Ghozali, 2011).

77
4.3.2. Uji Asumsi Klasik

Tahapan dalam pengujian regresi berganda menggunakan beberapa uji

asumsi klasik yang harus dipenuhi meliputi: uji normalitas, uji autokorelasi, uji

heterokedastisitas, dan uji autokorelasi yang secara rinci dijelaskan sebagai

berikut:

4.3.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model

regresi, variabel dependen, variabel independen, atau keduanya mempunyai

distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah data distribusi data

normal atau mendekati normal. Untuk menguji normalitas data ini menggunakan

metode analisis grafik dan melihat normal probability plot. Distribusi normal akan

membentuk satu garis diagonal dan ploting data residual akan dibandingkan

dengan garis diagonal. Jika distribusi data normal, maka garis yang

menggambarkan data yang sesungguhnya akan mengikuti garis diagonal.

Berikut ini disajikan hasil uji normalitas yang dapat dilihat pada gambar

4.1 sebagai berikut.

78
Gambar 4.1

Hasil Uji Normalitas

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 21.0

Dari hasil uji normal probability plot di atas dapat dilihat bahwa titik-titik

berada mendekati garis diagonal pada gambar. Hal ini menunjukan bahwa hasil

uji normalitas p-plot data tersebut berdistribusi normal.

Hasil uji normalitas juga bisa dilihat dengan menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov untuk lebih meyakinkan bahwa data telah terdistribusi

secara normal dapat dilihat dalam tabel berikut.

79
Tabel 4.4
Hasil Uji Kolmogorov Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 30
Normal Mean .000000
Parametersa,b Std. Deviation .0868690
Absolute .168
Most Extreme
Positive .124
Differences
Negative -.168
Kolmogorov-Smirnov Z .920
Asymp. Sig. (2-tailed) .366

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 21.0

Berdasarkan dari tabel 4.5 uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov

Test diperoleh nilai KSZ sebesar 0,920 dan Asymp.sig sebesar 0,366 lebih besar

dari 0,05 maka dapat disimpulkan data berdistribusi normal.

4.3.2.2 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi

terdapat korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t (saat ini) dengan

kesalahan t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem

autokorelasi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi atau bebas

dari autokorelasi. Hasil uji autokorelasi dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai

berikut:

80
Tabel 4.5
Hasil Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson


Square Estimate

1 .738a .544 .471 .093561 2.329

a. Predictors: (Constant), DER, MAN, ROA, SIZE


b. Dependent Variable: CSRD

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 21.0

Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel autokorelasi 4.6 didapatkan

nilai Durbin Watson yang dihasilkan dari model regresi adalah 2,329

dibandingkan dengan DW tabel dengan taraf signifikan 5% pada n = 30 dengan k

= 4, maka didapat nilai DL = 1,0381 (4-dl) = 2,9619 dan DU = 1,7666 (4-du) =

2,2334.

Maka dapat disimpulkan 4 – du ≤ d ≤ 4 – dl = 2,2334 < 2,329 < 2,9619

yang berarti tidak ada korelasi negatif.

4.3.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Pengujian ini untuk mengetahui apakah dalam model regresi ada kesamaan

atau ketidaksamaan variance antara satu pengamatan dengan pengamatan yang

lain. Jika titik-titik pada gambar menyebar dan tidak ada pola yang jelas maka

tidak terjadi heteroskedastisitas.

Hasil uji autokorelasi dapat dilihat pada gambar 4.2 sebagai berikut:

81
Gambar 4.2
Hasil Uji Heteroskedastisitas

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 21.0

Berdasarkan gambar 4.2 hasil uji heterokedastisitas dapat dilihat titik-titik

tersebut terjadi secara acak dan tidak membentuk pola tertentu, serta tersebar di

atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi

heterokedastisitas pada model regresi yang digunakan.

4.3.2.4 Uji Multikoloniearitas

Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variebel independen. Model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.

82
Uji Multikolinieritas di uji dengan melihat nilai tolerance serta nilai

variance inflation factor (VIF). Dikatakan tidak terdapat multikolinearitas dalam

model regresi jika tolerance > 0,10 dan VIF < 10. Hasil uji autokorelasi dapat

dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut:

Tabel 4.6
Hasil Uji Multikoloniearitas

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Collinearity Statistics

B Std. Error Tolerance VIF

(Constant) .762 .108

MAN .226 .084 .900 1.112

1 SIZE .047 .015 .449 2.227

ROA .089 .241 .715 1.399

DER -.010 .036 .375 2.669

a. Dependent Variable: CSRD

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 21.0

Tampilan output SPSS dari tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai tolerance

variabel Kepemilikan Manajemen (MAN), Ukuran Perusahaan (SIZE),

Profitabilitas (ROA), Leverage (DER) berkisar antara 0,375 sampai dengan 0,900

atau lebih besar dari 0,10. Hasil perhitungan nilai tolerance tersebut menunjukkan

tidak ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10. Jadi

dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel

independen.

Hasil perhutingan VIF juga menunjukkan hal yang sama tidak ada satu

variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10 yaitu hanya berkisar

83
1,112 sampai dengan 2,669. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada

multikolinearitas antar variabel independen.

4.3.3. Uji Analisis Koefisien Korelasi

Analisis korelasi Pearson atau dikenal juga dengan korelasi Product

Moment Pearson digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan secara linear

antara dua variabel yang mempunyai distribusi data normal. Nilai korelasi (r)

berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan

antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan

antara dua variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukkan hubungan searah

(X naik maka Y naik) dan nilai negatif menunjukkan hubungan terbalik (X naik Y

turun).

Berdasarkan data yang telah diolah, analisis korelasi antara variabel X

(MAN, SIZE, ROA, dan DER) dan variabel Y (CSRD) dapat dilihat sebagai

berikut:

84
Tabel 4.7

Analisis Koefisien Korelasi


Correlations

MAN SIZE ROA DER CSRD


MAN Pearson Correlation 1 .068 .231 .027 .439*
Sig. (2-tailed) .719 .219 .888 .015
N 30 30 30 30 30
SIZE Pearson Correlation .068 1 .279 .731** .619**
Sig. (2-tailed) .719 .135 .000 .000
N 30 30 30 30 30
ROA Pearson Correlation .231 .279 1 -.460* .292
Sig. (2-tailed) .219 .135 .010 .118
N 30 30 30 30 30
DER Pearson Correlation .027 .731** -.460* 1 -.409*
Sig. (2-tailed) .888 .000 .010 .025
N
30 30 30 30 30

CSRD Pearson Correlation .439* .619** .292 -.409* 1


Sig. (2-tailed) .015 .000 .118 .025
N 30 30 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 21.0

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan perhitungan koefisien korelasi (r),

korelasi antara:

1. Pengungkapan CSR (CSRD) dengan Kepemilikan Manajemen (MAN)

sebesar 0,439. Hal ini berarti hubungan antara pengungkapan CSR dengan

MAN sedang dengan signifikan 0,015 > 0,05. Jadi dapat disimpulkan

bahwa hubungan kedua variabel tersebut sedang, tidak signifikan dan

korelasi searah. Artinya apabila nilai MAN meningkat maka

pengungkapan CSR juga mengalami peningkatan.

85
2. Pengungkapan CSR (CSRD) dengan Ukuran Perusahaan (SIZE) sebesar

0,619. Hal ini berarti hubungan antara pengungkapan CSR dengan SIZE

kuat dengan signifikan 0,000 < 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa

hubungan kedua variabel tersebut kuat, signifikan dan korelasi searah.

Artinya apabila nilai SIZE meningkat maka pengungkapan CSR juga

mengalami peningkatan.

3. Pengungkapan CSR (CSRD) dengan Profitabilitas (ROA) sebesar 0,292.

Hal ini berarti hubungan antara pengungkapan CSR dengan ROA rendah

dengan signifikan 0,118 > 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan

kedua variabel rendah, tidak signifikan dan korelasi searah. Artinya

apabila nilai ROA meningkat maka pengungkapan CSR juga mengalami

peningkatan.

4. Pengungkapan CSR (CSRD) dengan Leverage (DER) sebesar -0,409. Hal

ini berarti hubungan antara pengungkapan CSR dengan DER sedang

dengan signifikan 0,025 > 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan

kedua variabel tersebut sedang, tidak signifikan dan korelasi tidak searah.

Artinya apabila nilai DER meningkat maka pengungkapan CSR akan

menurun.

4.3.4. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis linier berganda dimaksudkan untuk menguji seberapa besar

pengaruh Kepemilikan Manajemen, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan

Leverage terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility pada industri

pertambangan. Adapun uji persamaan linier dalam penelitian ini sebagai berikut:

86
Tabel 4.8
Hasil Uji Analisis Regresi Linier Berganda
Coefficientsa

Model Unstandardized Standardized T Sig. Collinearity Statistics


Coefficients Coefficients

B Std. Beta Tolerance VIF


Error

(Constant) .762 .108 7.081 .000

MAN .226 .084 .381 2.678 .013 .900 1.112

SIZE .047 .015 .623 3.092 .005 .449 2.227


1
ROA .089 .241 .059 .368 .716 .715 1.399

DER -.010 .036 -.064 -.289 .775 .375 2.669

a. Dependent Variable: CSRD

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 21.0

Berdasarkan hasil uji analisis pada tabel 4.8 maka nilai koefisien dapat

dibuat model persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:

Y = a + ß1X1 + ß2X2 + ß3X3+ ß4X4

Y = 0,762 + 0,226 MAN + 0,047 SIZE + 0,089 ROA - 0,010 DER

Persamaan diatas mengandung arti sebagai berikut:

1. Konstanta β1 = 0,762

Artinya jika semua variabel independen (MAN, SIZE, ROA dan DER)

memiliki nilai 0, maka nilai variabel Pengungkapan CSR (CSRD) akan

mengalami kenaikan sebesar 0,762.

87
2. Konstanta ß2 = 0,226

Nilai koefisien untuk variabel Kepemilikan Manajemen (MAN) sebesar

0,226 dan bertanda positif. Artinya jika SIZE, ROA dan DER tetap, dan

MAN mengalami kenaikan 1 satuan maka Pengungkapan CSR (CSRD)

akan mengalami kenaikan sebesar 0,226.

3. Konstanta ß3 = 0,047

Nilai koefisien untuk variabel Ukuran Perusahaan (SIZE) sebesar 0,047

dan bertanda positif. Artinya jika MAN, ROA dan DER tetap, dan SIZE

mengalami kenaikan 1 satuan maka Pengungkapan CSR (CSRD) akan

mengalami kenaikan sebesar 0,047.

4. Konstanta ß4 = 0,089

Nilai koefisien untuk variabel Profitabilitas (ROA) sebesar 0,089 dan

bertanda positif. Artinya jika MAN, SIZE dan DER tetap, dan ROA

mengalami kenaikan 1 satuan maka Pengungkapan CSR (CSRD) akan

mengalami kenaikan sebesar 0,089.

5. Konstanta ß5 = -0,010

Nilai koefisien untuk variabel Leverage (DER) sebesar -0,010 dan

bertanda negatif. Artinya jika MAN, SIZE dan ROA tetap, dan DER

mengalami kenaikan 1 satuan maka Pengungkapan CSR (CSRD) akan

mengalami penurunan sebesar -0,010.

88
4.3.5. Uji Signifikansi Paramater Individual (Uji T)

Uji statistik dilakukan untuk menguji seberapa jauh pengaruh satu variabel

independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen.

Berikut ini adalah hasil dari Uji Parameter Individual (Uji t):

Tabel 4.9

Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)

Coefficientsa

Model Unstandardized Standardized T Sig. Collinearity Statistics


Coefficients Coefficients

B Std. Beta Tolerance VIF


Error

(Constant) .762 .108 7.081 .000

MAN .226 .084 .381 2.678 .013 .900 1.112

SIZE .047 .015 .623 3.092 .005 .449 2.227


1
ROA .089 .241 .059 .368 .716 .715 1.399

DER -.010 .036 -.064 -.289 .775 .375 2.669

a. Dependent Variable: CSRD


Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 21.0

Berdasarkan tabel 4.9 diatas, maka dapat dijelaskan mengenai pengaruh

secara parsial masing-masing variabel independen sebagai berikut:

89
1. Pengujian Hipotesis 1 : Pengaruh Kepemilikan Manajemen (MAN)

terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility

H0 : X = 0, artinya tidak ada pengaruh signifikan secara parsial antara

variabel independen Kepemilikan Manajemen (MAN)

terhadap variabel dependen Pengungkapan CSR (CSRD)

pada perusahaan pertambangan periode 2012-2016.

H0 : X ≠ 0, artinya ada pengaruh signifikan secara parsial antara variabel

independen Kepemilikan Manajemen (MAN) terhadap

variabel dependen Pengungkapan CSR (CSRD) pada

perusahaan pertambangan periode 2012-2016.

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa t-hitung sebesar 2,678 dan t-

tabel dapat dicari pada tabel statistic pada signifikansi 0,05/2 = 0,025 dengan

degree of freedom (df) = n–k-1 (30-4-1 = 25) maka didapatkan t-tabel sebesar

2,05954 atau -2,05954. Dapat diketahui bahwa t-hitung > t-tabel (2,678 >

2,05954) dengan sig 0,013 < 0,05 jadi Ho ditolak dan Ha diterima.

Kesimpulannya adalah MAN berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD) pada perusahaan

pertambangan periode 2012-2016.

2. Pengujian Hipotesis 2 : Pengaruh Ukuran Perusahaan (SIZE)

terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility

H0 : X = 0, artinya tidak ada pengaruh signifikan secara parsial antara

variabel independen Ukuran Perusahaan (SIZE) terhadap

90
variabel dependen Pengungkapan CSR (CSRD) pada

perusahaan pertambangan periode 2012-2016.

H0 : X ≠ 0, artinya ada pengaruh signifikan secara parsial antara variabel

independen Ukuran Perusahaan (SIZE) terhadap variabel

dependen Pengungkapan CSR (CSRD) pada perusahaan

pertambangan periode 2012-2016.

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa t-hitung sebesar 3,092 dan t-

tabel dapat dicari pada tabel statistic pada signifikansi 0,05/2 = 0,025 dengan

degree of freedom (df) = n –k-1 (30-4-1 = 25) maka didapatkan t-tabel sebesar

2,05954 atau -2,05954. Dapat diketahui bahwa t-hitung > t-tabel (3,092 >

2,05954) dengan sig 0,005 < 0,05 jadi Ho ditolak dan Ha diterima.

Kesimpulannya adalah SIZE berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD) pada perusahaan

pertambangan periode 2012-2016.

3. Pengujian Hipotesis 3 : Pengaruh Profitibalitas (ROA) terhadap

Pengungkapan Corporate Social Responsibility

H0 : X = 0, artinya tidak ada pengaruh signifikan secara parsial antara

variabel independen Profitabilitas (ROA) terhadap variabel

dependen Pengungkapan CSR (CSRD) pada perusahaan

pertambangan periode 2012-2016.

H0 : X ≠ 0, artinya ada pengaruh signifikan secara parsial antara variabel

independen Profitabilitas (ROA) terhadap variabel dependen

91
Pengungkapan CSR (CSRD) pada perusahaan pertambangan

periode 2012-2016.

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa t-hitung sebesar 0,368 dan t-

tabel dapat dicari pada tabel statistik pada signifikansi 0,05/2 = 0,025 dengan

degree of freedom (df) = n –k-1 (30-4-1 = 25) maka didapatkan t-tabel sebesar

2,05954 atau -2,05954. Dapat diketahui bahwa t-hitung > t-tabel (0,368 <

2,05954) dengan sig 0,716 > 0,05 jadi Ho diterima dan Ha ditolak.

Kesimpulannya adalah ROA tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD) pada perusahaan

pertambangan pada periode 2012-2016.

4. Pengujian Hipotesis 4 : Pengaruh Leverage (DER) terhadap

Pengungkapan Corporate Social Responsibility

H0 : X = 0, artinya tidak ada pengaruh signifikan secara parsial antara

variabel independen Leverage (DER) terhadap variabel

dependen Pengungkapan CSR (CSRD) pada perusahaan

pertambangan periode 2012-2016.

H0 : X ≠ 0, artinya ada pengaruh signifikan secara parsial antara

variabel independen Leverage (DER) terhadap variabel

dependen Pengungkapan CSR (CSRD) pada perusahaan

pertambangan periode 2012-2016.

92
Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa t-hitung sebesar -0,289 dan t-

tabel dapat dicari pada tabel statistic pada signifikansi 0,05/2 = 0,025 dengan

degree of freedom (df) = n–k-1 (30-4-1 = 25) maka didapatkan t-tabel sebesar

2,05954 atau -2,05954. Dapat diketahui bahwa t-hitung > t-tabel (-0,289 <

2,05954) dengan sig 0,775 > 0,05 jadi Ho diterima dan Ha ditolak.

Kesimpulannya adalah ROA tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD) pada perusahaan

pertambangan pada periode 2012-2016.

4.3.6. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen

secara bersama-sama dapat berpengaruh terhadap variabel dependen. Berikut ini

adalah hasil dari uji koefisien regresi secara simultan (Uji F):

Tabel 4.10

Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

ANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Regression .261 4 .065 7.460 .000b

1 Residual .219 25 .009

Total .480 29

a. Dependent Variable: CSRD


b. Predictors: (Constant), DER, MAN, ROA, SIZE
Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 21.0

93
Pengujian Hipotesis 5 : Pengaruh Kepemilikan Manajemen (MAN), Ukuran

Perusahaan (SIZE), Profitabilitas (ROA) dan Leverage (DER) terhadap

Pengungkapan Corporate Social Responsibility

H0 : X = 0, artinya tidak ada pengaruh signifikan secara simultan antara

variabel independen (MAN, SIZE, ROA dan DER) terhadap

variabel dependen Pengungkapan CSR (CSRD) pada

perusahaan pertambangan periode 2012-2016.

H0 : X ≠ 0, artinya ada pengaruh signifikan secara simultan antara variabel

independen (MAN, SIZE, ROA dan DER) terhadap variabel

dependen Pengungkapan CSR (CSRD) pada perusahaan

pertambangan periode 2012-2016.

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa F-hitung sebesar 7,460 dan F-tabel dapat

dicari pada tabel statistik pada signifikansi 0,05 dengan degree of freedom (df) = n

–k-1 (30-4-1 = 25) diperoleh F-tabel adalah 2,76. Dapat diketahui bahwa F-hitung

> F-tabel (7,460 > 2,76) dengan signifikansi 0,00 < 0,05 maka hipotesis Ho

ditolak dan Ha diterima. Kesimpulannya adalah MAN, SIZE, ROA dan DER

secara simultan mempunyai pengaruh terhadap Pengungkapan Corporate Social

Responsibility (CSRD).

94
4.3.7. Analisis Koefisien Determinasi (R2)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar presentase

sumbangan pengaruh variabel independen secara serentak terhadap variabel

dependen. Berikut ini adalah hasil dari uji koefisien determinasi (R2).

Tabel 4.11

Analisis Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson


Square Estimate

1 .738a .544 .471 .093561 2.329

a. Predictors: (Constant), DER, MAN, ROA, SIZE


b. Dependent Variable: CSRD

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 21.0

Dari Tabel 4.8 di menunjukkan bahwa angka koefisien korelasi (R)

menunjukkan nilai sebesar 0,738 yang menandakan bahwa hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen adalah kuat karena memiliki nila R

> 0,5.

Adapun nilai Adj R2 sebesar 0,471 menunjukkan bahwa hanya sebesar

47,1% variasi variabel dependen (CSRD) yang dapat dijelaskan oleh variasi

variabel independen (MAN, SIZE, ROA dan DER) dalam penelitian ini.

Sedangkan sisanya yang sebesar 52,9% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak

dimasukkan ke dalam penelitian yang mungkin dapat mempengaruhi

Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD) seperti kinerja

lingkungan, kinerja manajerial, ukuran dewan komisaris dan tipe industri.

95
4.4. Pembahasan Hasil Penelitian

4.4.1. Pengaruh Kepemilikan Manajemen (MAN) terhadap pengungkapan

Corporate Social Responsibility (H1).

Hasil pengujian secara parsial mengenai pengaruh Kepemilikan

Manajemen (MAN) terhadap Pengungkapan CSR (CSRD) dengan t-hitung

sebesar 2,678 dengan nilai signifikan 0,013 yang berada lebih kecil dari 0,05,

sehingga hipotesis Hal berhasil diterima, maka hasil penelitian ini menyatakan

terdapat pengaruh yang positif signifikan antara Kepemilikan Manajemen

terhadap Pengungkapan CSR. Ini berarti bahwa peningkatan kepemilikan

manajemen perusahaan akan meningkatkan dan memperluas informasi

pengungkapan CSR.

Hasil ini mendukung teori agensi yang menyatakan bahwa semakin besar

kepemilikan saham manajerial maka semakin luas pengungkapan informasi sosial

yang dilakukan perusahaan. Dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak

manajemen, maka manajemen akan ikut serta aktif dalam pengambilan keputusan.

Manajer akan mengambil keputusan sesuai dengan kepentingan perusahaan yaitu

dengan cara mengungkapkan informasi sosial seluas-luasnya untuk meningkatkan

image perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan

oleh Anggraini (2006) dan Prakasa (2016).

96
4.4.2. Pengaruh Ukuran Perusahaan (SIZE) terhadap pengungkapan

Corporate Social Responsibility (H2).

Hasil pengujian secara parsial mengenai pengaruh Ukuran Perusahaan

(SIZE) terhadap Pengungkapan CSR (CSRD) dengan t-hitung sebesar 3,092

dengan nilai signifikan 0,005 yang berada lebih kecil dari 0,05, sehingga hipotesis

Ha2 berhasil diterima, maka hasil penelitian ini menyatakan terdapat pengaruh

yang positif signifikan antara Ukuran Perusahaan terhadap Pengungkapan CSR.

Ini berarti bahwa peningkatan ukuran perusahaan akan meningkatkan dan

memperluas informasi pengungkapan CSR.

Semakin tinggi tingkat ukuran suat perusahaan maka tingkat

pengungkapan informasi sosial akan semakin luas. Ukuran perusahaan yang tinggi

akan mendorong perusahaan untuk memberikan informasi yang lebih detail, salah

satunya informasi mengenai tanggung jawab sosial perusahaan karena mereka

ingin meyakinkan investor terhadap perusahaan agar para investor berinvestasi

diperusahaan tersebut.

Menurut Sembiring (2005) dalam Adawiyah (2013), secara teoritis

perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan, dan perusahaan yang lebih besar

dengan aktivitas operasi dan pengaruh yang lebih besar terhadap masyarakat

mungkin akan memiliki pemegang saham yang memperhatikan program sosial

yang dibuat perusahaan sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial akan

semakin luas. Selain itu, dengan adanya competitive disadvantage yang lebih

rendah dari perusahaan kecil, skill karyawan yang lebih baik, akan

97
memungkinkan bagi perusahaan besar untuk lebih luas melakukan pengungkapan

CSR.

Hasil ini sesuai dengan teori signal yang mengatakan bahwa bahwa

pengungkapan tanggung jawab sosial yang digunakan oleh perusahaan besar

memberi sinyal bahwa perusahaan memiliki tingkat tanggung jawab yang tinggi

tidak hanya untuk memakmurkan para pemilik atau pemegang saham, akan tetapi

juga untuk kepentingan stakeholder secara keseluruhan. Semakin besar

perusahaan semakin tinggi inisiatif manajemen memberi sinyal mengenai kualitas

kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan melalui pengungkapan tanggung

jawab sosial. Hal ini didukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnasiwi

(2011) dan Sulasmiyati dkk (2013).

4.4.3. Pengaruh Profitabilitas (ROA) terhadap pengungkapan Corporate

Social Responsibility (H3).

Hasil pengujian secara parsial mengenai pengaruh Profitabilitas (ROA)

terhadap Pengungkapan CSR (CSRD) dengan t-hitung sebesar 0,368 dengan nilai

signifikan 0,716 yang berada lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis Ha3

ditolak, maka hasil penelitian ini menyatakan terdapat pengaruh yang negatif

antara Profitabilitas terhadap Pengungkapan CSR. Penelitan ini tidak mendukung

hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Purnasiwi (2011).

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh peneliti Anggraini (2006), Purwanto (2011), dan Adawiyah (2013)

yang menemukan tidak ada pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan

98
tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang

mempunyai profitabilitas tinggi belum tentu lebih banyak melakukan aktivitas

sosial karena perusahaan lebih berorientasi pada laba semata.

Hal ini didukung dengan argumentasi bahwa ketika perusahaan memiliki

tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu

melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan

perusahaan. Sebaliknya, pada saat tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap

para pengguna laporan akan membaca “good news” kinerja perusahaan. “Good

news” ini dapat berupa aktivitas-aktivitas sosial lingkungan yang dilakukan oleh

perusahaan. Hasil penelitian ini tidak mendukung teori yang menyatakan bahwa

dengan adanya laba yang tinggi maka manajemen akan melakukan pengungkapan

sosial yang luas. Argumen lain adalah manajemen merasa tidak perlu memberikan

pengungkapan lingkungan karena tidak mempengaruhi posisi dan kompensasi

yang diterimanya. Pengungkapan sosial perusahaan justru memberikan kerugian

kompetitif (competitive disadvantage) karena perusahaan harus mengeluarkan

tambahan biaya untuk mengungkapkan informasi sosial tersebut.

4.4.4. Pengaruh Leverage (DER) terhadap pengungkapan Corporate Social

Responsibility (H4).

Hasil pengujian secara parsial mengenai pengaruh Leverage (DER)

terhadap Pengungkapan CSR (CSRD) dengan t-hitung sebesar -0,289 dengan nilai

signifikan 0,775 yang berada lebih besar dari 0,05, sehingga hipotesis Ha4

ditolak, maka hasil penelitian ini menyatakan terdapat pengaruh yang negatif

99
antara Leverage terhadap Pengungkapan CSR. Penelitan ini tidak mendukung

hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Purnasiwi (2011).

Hasil analisis koefisien regresi dan nilai t menunjukan bahwa pengaruhnya

adalah negatif hal ini dikarenakan semakin tinggi Leverage suatu perusahaan

maka kecenderungan pengungkapan CSR perusahaan akan mengalami penurunan

secara tidak signifikan. Hal ini karena semakin tinggi tingkat leverage besar

kemungkinan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan

berusaha melaporkan laba yang lebih tinggi dengan cara mengurangi biaya-biaya

termasuk biaya pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan agar tidak

menjadi sorotan pada debtholders. Tidak adanya pengaruh yang signifikan dari

leverage terhadap CSR adalah karena perusahaan yang memiliki leverage yang

besar akan lebih berusaha untuk menekan dan meningkatkan kondisi keuangan

perusahaan, dibandingkan dengan berkonsentrasi pada pengungkapan CSR

perusahaan. Hal ini didukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraini

(2006) dan Susilo (2016).

4.4.5. Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Ukuran Perusahaan,

Profitabilitas dan Leverage terhadap pengungkapan Corporate Social

Responsibility.

Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan terhadap faktor-faktor

yang mempengaruhi Pengungkapan CSR pada industri pertambangan yang

terdaftar di BEI periode 2012-2016 menunjukan mean 0,36923 (36,923%) dapat

diartikan pengungkapan yang telah dilakukan oleh industri pertambangan adalah

100
rendah (dibawah 50%) dengan nilai pengungkapan tertinggi adalah 0,7363 (67

item) dan yang terendah adalah 0,3297 (30 item) dari total pengungkapan CSR

berdasarkan GRI-4 sebanyak 91 item. Hal ini berarti perusahaan telah mematuhi

peraturan-peraturan tentang pengungkapan CSR, walaupun belum sepenuhnya

dilaksanakan. Karena nilai rata-rata pengungkapannya adalah 49 item.

101
BAB V

KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi

pengungkapan Corporate Social Responsibility pada industri pertambangan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dilihat dari annual report dan laporan

keuangan perusahaan pertambangan go public pada periode 2012-2016.

Faktor-faktor yang digunakan untuk dilihat pengaruhnya terhadap

pengungkapan CSR diantaranya: Kepemilikan Manajemen, Ukuran Perusahaan,

Profitabilitas, dan Leverage. Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis

regresi berganda dengan program Statistical Package for Social Science (SPSS)

versi 21.0. Data sampel sebanyak 6 perusahaan dengan total data 30 selama 5

tahun yang menerbitkan annual report dan laporan keuangan di Bursa Efek

Indonesia (BEI) pada periode 2012-2016. Berdasarkan hasil analisis data dan

pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

102
1. Kepemilikan Manajemen secara parsial memiliki pengaruh positif

signifikan terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility.

Berdasarkan hasil uji parsial (uji-t) menunjukkan nilai t-hitung

sebesar 2,678 dan nilai t-tabel sebesar 2,05954 atau -2,05954. Dapat

diketahui bahwa t-hitung > t-tabel (2,678 > 2,05954) dengan sig 0,013 <

0,05 jadi Ho ditolak dan Ha diterima. Kesimpulannya adalah MAN

berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pengungkapan Corporate

Social Responsibility (CSR) pada perusahaan pertambangan periode 2012-

2016.

2. Ukuran Perusahaan secara parsial memiliki pengaruh positif signifikan

terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility.

Berdasarkan hasil uji parsial (uji-t) menunjukkan nilai t-hitung

sebesar 3,092 dan nilai t-tabel sebesar 2,05954 atau -2,05954. Dapat

diketahui bahwa t-hitung > t-tabel (3,092 > 2,05954) dengan sig 0,005 <

0,05 jadi Ho ditolak dan Ha diterima. Kesimpulannya adalah SIZE

berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pengungkapan Corporate

Social Responsibility (CSRD) pada perusahaan pertambangan periode

2012-2016.

3. Profitabilitas secara parsial memiliki pengaruh negatif tidak signifikan

terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility.

103
Berdasarkan hasil uji parsial (uji-t) menunjukkan bahwa nilai t-

hitung sebesar 0,368 dan nilai t-tabel sebesar 2,05954 atau -2,05954.

Dapat diketahui bahwa t-hitung > t-tabel (0,368 < 2,05954) dengan sig

0,716 > 0,05 jadi Ho diterima dan Ha ditolak. Kesimpulannya adalah ROA

tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pengungkapan

Corporate Social Responsibility (CSRD) pada perusahaan pertambangan

pada periode 2012-2016.

4. Leverage secara parsial memiliki pengaruh negatif tidak signifikan

terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility.

Berdasarkan hasil uji parsial (uji-t) menunjukkan bahwa nilai t-

hitung sebesar -0,289 dan t-tabel sebesar 2,05954 atau -2,05954. Dapat

diketahui bahwa t-hitung > t-tabel (-0,289 < 2,05954) dengan sig 0,775 >

0,05 jadi Ho diterima dan Ha ditolak. Kesimpulannya adalah ROA tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pengungkapan Corporate

Social Responsibility (CSRD) pada perusahaan pertambangan pada

periode 2012-2016.

5. Kepemilikan Manajemen, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Leverage,

secara simultan memiliki pengaruh signifikan terhadap Pengungkapan

Corporate Social Responsibility.

Berdasarkan hasil uji simultan (uji-F) menunjukkan bahwa nilai F-hitung

sebesar 7,460 dan F-tabel sebesar adalah 2,76. Dapat diketahui bahwa F-

104
hitung > F-tabel (7,460 > 2,76) dengan signifikansi 0,00 < 0,05 maka

hipotesis Ho ditolak dan Ha diterima. Kesimpulannya adalah MAN, SIZE,

ROA dan DER secara simultan mempunyai pengaruh terhadap

Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD).

5.2. Keterbatasan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, terdapat berbagai hal yang membatasi

pelaksanaan penelitian yang mampu mempengaruhi hasil penelitian ini. Adapun

keterbatasan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tidak adanya indeks yang tepat untuk menggambarkan pelaksanaan CSR

dalam industri pertambangan.

2. Terbatasnya jumlah sampel dalam penelitian yang hanya berjumlah 6

perusahaan di setiap tahunnya dikarenakan kurang lengkapnya annual

report yang dipublikasikan di situs BEI dan kurangnya data yang sesuai

dengan variabel yang dibutuhkan dalam penelitian.

3. Terdapat unsur subjektifitas dalam penentuan indeks pengungkapan

Corporate Social Responsibility (CSRD) dikarenakan tidak adanya standar

dan acuan, sehingga penentuan indeks untuk indikator dalam kategori yang

sama dapat berbeda antar setiap peneliti.

105
5.3. Saran

Penelitian mengenai pengungkapan Corporate Social Responsibility

(CSRD) di masa yang akan datang diharapkan mampu memberikan hasil

penelitian yang lebih berkualitas, dengan mempertimbangkan saran dibawah ini:

1. Untuk perusahaan, agar lebih transparan dalam pengungkapan tanggung

jawab sosialnya dalam laporan tahunan.

2. Untuk investor, agar lebih mendukung perusahaan dalam pengungkapan

informasi yang terkait dengan tanggung jawab sosial tersebut.

3. Bagi peneliti selanjutnya, agar dapat menambah jumlah sampel yang

digunakan agar lebih banyak hasil yang didapatkan sehingga hasil yang

diperoleh akan lebih menjelaskan gambaran kondisi yang sesungguhnya,

serta menambahkan variabel lain yang menjadi faktor pengungkapan

Corporate Social Responsibility seperti kinerja lingkungan, tipe industri

dan pertumbuhan perusahaan.

4. Bagi peneliti selanjutnya, selain data sekunder dapat menggunakan data

lain, seperti kuesioner ataupun interview ke perusahaan atau institusi

pemerintah untuk mengetahui informasi lebih lengkap mengenai

pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD).

106
DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, Ira Robiah. 2013. Pengaruh Tipe Industri, Ukuran Perusahaan,


Profitabilitas dan Leverage Terhadap Pengungkapan Corporate Social
Responsibility (Studi Empiris pada Perusahaan Go Public yang Terdaftar
di Jakarta Islamic Index Periode 2008-2012). Skripsi. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Amelia, Dhita. 2016. Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Pertumbuhan Perusahaan,


Tipe Industri, dan Kepemilikan Saham Publik Terhadap Corporate Social
Responsibility Disclosure Pada Industri Pertambangan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode tahun 2010-2014. Skripsi. Universitas Esa
Unggul. Jakarta.

Anggraini, Reni Retno. 2006. Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-faktor


yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial Dalam Laporan
Keuangan Tahunan: Studi Empiris Pada Perusahaan-perusahaan yang
Terdaftar di BEJ. Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang.

CSR Indonesia. 2017. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Diakses 14 April


2017: http://www.csrindonesia.com.

Data Laporan Keuangan Perusahaan. 2012-2016. Diakses pada 18 Mei 2017:


www.idx.co.id

Data Laporan Tahunan Perusahaan. 2012-2016. Diakses pada 18 Mei 2017:


www.idx.co.id

Ghozali Imam dan Anis Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.

Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.


Edisi 5. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang.

107
Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariete dengan Program IBM SPSS
21. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Gunawan, Barbara dan S.S Utami. 2008. Peranan Corporate Social Responsibility
dalam Nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume 7,
Nomor 2:174-185.

Hadi, Nor. 2011.”Corporate Social Responsibility (CSR)”. Edisi I. Graha Ilmu.

Hastuti, Widya. 2014. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan Perusahaan,


dan Tipe Industri Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan dalam Laporan Tahunan (Studi Empiris pada perusahaan
Manufaktur yang listing di BEI). Jurnal Akuntansi Universitas Negeri
Padang. Padang.

Index Pengungkapan Corporate Social Responsibility. Diakses pada 4 Juni 2017:


www.globalreporting.org

Kasmir. 2008. Analisis Laporan Keuangan Edisi Pertama. Rajawali Pers: Jakarta.

Kasmir. 2015. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta : Pt. Raja Grafindo Persada.
Kastutisari, Savitri dan Nurul Hasana U.D. 2012. Pengaruh Pengungkapan

Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Abnormal Return. Artikel

Publikasi. STIE Perbanas, Surabaya.

Priyatno, Dwi. 2014. SPSS 22 Pengolah Data Terpraktis. Andi. Yogjakarta.

Purwanto, Agus. 2011. Pengaruh Tipe Industri, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas


Terhadap Corporate Social Responsibility. Jurnal Akuntansi dan Auditing,
Vol. 8, No. 1.

Purnasiwi, Jayanti. 2011. Analisis Pengaruh Size, Profitabilitas, Dan Leverage


Terhadap Pengungkapan CSR Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.

108
Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No. 40 tahun 2007. Perseroan
Terbatas.

Sahla, Widya Ais dan Aliyah, Siti Sophiah Rothbatul. (2016). Pengungkapan
Corporate Social Responsibility Berdasarkan Global Reporting Initiative
(GRI-G4) Pada Perbankan Indonesia. Jurnal INTEKNA. ISSN: 2443-
1060.

Sari, Anggita Rizkia. 2012. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap


Corporate Social Responsibility Disclosure Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal
Nominal/Volume I Nomor I.

Sembiring, Eddy Rismanda. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan


Tanggung Jawab Sosial: Studi Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di
Bursa Efek Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi VII. Solo.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif


dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Untung, Hendrik Budi. 2008. Corpotare Social Responsibility. Sinar Grafika:


Jakarta.

Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Fascho Publishing:
Gresik.

Wijaya, Maria. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan


Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi Volume 1,
Nomor 1, Januari 2012.

Wijaya, Tony. 2009. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Yogyakarta:


Universitas Atmajaya.

109
LAMPIRAN-LAMPIRAN

110
Lampiran 1

Daftar Sampel Industri Pertambangan Periode 2012-2016

Tabel 4.2

Daftar Perusahaan yang Termasuk dalam Sampel

No Kode Emiten Nama Perusahaan

1. BSSR Baramulti Suksessarana, Tbk.


2. CTTH Vale Indonesia, Tbk.
3. ITMG Indo Tambangraya Megah, Tbk.
4. KKGI Resource Alam Indonesia, Tbk.
5. PTBA Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk.
6. TOBA Toba Bara Sejahtera, Tbk.
Sumber: Data Sekunder Diolah

111
Lampiran 2

Hasil Perhitungan Variabel Kepemilikan Manajemen

HASIL PERHITUNGAN VARIABEL KEPEMILIKAN MANAJEMEN


KEP. MANAJEMEN
No Emiten
2012 2013 2014 2015 2016
1 BSSR 0.6660 0.6660 0.6511 0.6572 0.0088
2 CTTH 0.0658 0.0658 0.0658 0.0658 0.0656
3 ITMG 0.0121 0.0137 0.0135 0.0153 0.0096
4 KKGI 0.0633 0.0633 0.0633 0.0633 0.0633
5 PTBA 0.0028 0.0026 0.0028 0.0062 0.0027
6 TOBA 0.0439 0.0439 0.0439 0.0439 0.0439

Hasil Perhitungan Variabel Ukuran Perusahaan

HASIL PERHITUNGAN VARIABEL UKURAN PERUSAHAAN


UKURAN PERUSAHAAN (LOG)
No Emiten
2012 2013 2014 2015 2016
1 BSSR 8.1440 8.2021 8.2021 8.2402 8.2402
2 CTTH 11.4174 11.5145 11.5635 11.7822 11.7896
3 ITMG 6.1735 6.1437 6.1164 6.0713 6.0827
4 KKGI 8.0162 8.0257 7.9981 7.9936 7.9944
5 PTBA 7.1048 7.0673 7.1706 7.2277 7.2690
6 TOBA 8.4175 8.4937 8.4780 8.4508 8.4176

112
Lampiran 3

Hasil Perhitungan Variabel Profitabilitas

HASIL PERHITUNGAN VARIABEL PROFITABILITAS


PROFITABILITAS
No Emiten
2012 2013 2014 2015 2016
1 BSSR 0.0702 0.0297 0.0152 0.1538 0.1489
2 CTTH 0.0106 0.0015 0.0028 0.3394 0.0333
3 ITMG 0.2861 0.1656 0.1531 0.0547 0.1105
4 KKGI 0.2209 0.1625 0.0804 0.0284 0.1046
5 PTBA 0.1783 0.2014 0.1434 0.1110 0.1010
6 TOBA 0.0459 0.0297 0.0152 0.1538 0.1489

Hasil Perhitungan Variabel Leverage

HASIL PERHITUNGAN VARIABEL LEVERAGE


LEVERAGE
No Emiten
2012 2013 2014 2015 2016
1 BSSR 0.6893 0.8261 0.8631 0.6567 0.4447
2 CTTH 2.3198 3.1264 3.5614 1.0970 0.9557
3 ITMG 0.4876 0.4443 0.4548 0.4120 0.3332
4 KKGI 0.4161 0.4463 0.3792 0.2837 0.1694
5 PTBA 0.4966 0.5463 0.7083 0.8190 0.7604
6 TOBA 1.3573 1.3885 1.1117 0.8204 0.7705

113
Lampiran 4

Hasil Perhitungan Variabel Pengungkapan Corporate Social Responsibility

HASIL PERHITUNGAN VARIABEL CSR


CSR
No Emiten
2012 2013 2014 2015 2016
2 BSSR 0.2198 0.2198 0.2527 0.3297 0.3736
3 CTTH 0.2308 0.2527 0.2637 0.2637 0.3297
4 ITMG 0.4396 0.4835 0.4945 0.5165 0.5385
5 KKGI 0.2198 0.2637 0.2967 0.3626 0.3846
7 PTBA 0.4725 0.5055 0.5934 0.6044 0.6044
8 TOBA 0.2088 0.2198 0.3407 0.3846 0.4066

114

Anda mungkin juga menyukai