Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI
II.1.1 Lapisan Retina

Gambar 1. Lapisan retina

Komponen yang paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor

sensoris atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras penglihatan.

Lapisan terdalam (neuron pertama) retina mengandung fotoreseptor (sel

batang dan sel kerucut) dan dua lapisan yang lebih superfisial mengandung

neuron bipolar (lapisan neuron kedua) serta sel-sel ganglion (lapisan

neuron ketiga). 1,2,3

Sel batang berfungsi dalam proses penglihatan redup dan gerakan

3
sementara sel kerucut berperan dalam fungsi penglihatan terang,

penglihatan warna, dan ketajaman penglihatan. Sel batang memiliki

sensitivitas cahaya yang lebih tinggi daripada sel kerucut dan berfungsi

pada penglihatan perifer. Sel kerucut mampu membedakan warna dan

memiliki fungsi penglihatan sentral. Badan sel dari reseptor-reseptor ini

mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang bersinaps dengan sel-sel ganglion

retina. Akson sel-sel ganglion membentuk lapisan serat saraf pada retina

dan menyatu membentuk saraf optikus. 1,3

II.1.2 Nervus Optikus

Gambar 2. Jaras nervus optikus


Nervus optikus bermula dari optik disk dan berlanjut sampai ke

kiasma optikum, dimana ke dua nervus tersebut menyatu. Lebih awal lagi

4
merupakan kelanjutan dari lapisan neuron retina, yang terdiri dari axon-

axon dari sel ganglion. Serat ini juga mengandung serat aferen untuk reflex

pupil. Secara morfologi dan embriologi, neuritis optikus merupakan saraf

sensorik. Tidak seperti saraf perifer nervus optikus tidak dilapisi oleh

neurilema sehingga tidak dapat beregenerasi jika terpotong. Serat nervus

optikus mengandung 1,0 - 1,2 juta serat saraf. 4

Bagian nervus optikus

Nervus optikus memiliki panjang sekitar 47-50 mm, dan dapat di

bagi mejadi 4 bagian :


 Intraocular (1 mm) : menembus sklera (lamina kribrosa),

koroid dan masuk ke mata sebagai papil disk.


 Intraorbital (30 mm) : memanjang dari belakang mata sampai

ke foramen optik. Lebih ke posterior, dekat dengan foramen

optik, dikelilingi oleh annulus zinn dan origo dari ke empat

otot rektus. Sebagian serat otot rektus superior berhubungan

dengan selubung saraf nervus optikus dan berhubungan dengan

sensasi nyeri saat menggerakkan mata pada neuritis

retrobulbar. Secara anterior, nervus ini dipindahkan dari otot

mata oleh lemak orbital.


 Intrakanalikular (6-9 mm) : sangat dekat dengan arteri

oftalmika yang berjalan inferolateral dan melintasi secara

oblik, dan ketika memasuki mata dari sebelah medial.


 Intrakranial (10 mm) : melintas di atas sinus kavernosus

kemudian menyatu membentuk kiasma optikum.1,4

5
Selubung meningeal

Piamater, arachnoid, dan duramater melapisi otak dan berlanjut ke

nervus optikus. Di kanalis optik duramater menempel langsung ke tulang

sekitarnya. Ruang subarachnoid dan ruang subdural merupakan kelanjutan

dari bagian otak juga.1,4

Vaskularisasi nervus optikus

Permukaan optic disk diperdarahi oleh kapiler-kapiler dari arteri

retina. Daerah prelaminar terutama di suplai dari sentripetal cabang cabang

dari peripailari koroid dan sebagian kontibusi dari pembuluh darah dari

lamina cribrosa.1,4 Lamina kribrosa disuplai dari cabang arteri siliaris

posterior dan arteri circle of zinn. Bagian retrolaminar nervus optikus di

suplai dari sentrifugal cabang-cabang arteri retina sentral dan sentripetal

cabang-cabang pleksus yang dibentuk dari arteri koroidal, circle of zinn,

arteri retina sentral, dan arteri oftalmika.1,4

Gambar 3. Vaskularisasi Nervus Optikus

II.1.3. Lesi Saraf Optik


Ditandai dengan hilangnya penglihatan atau kebutaan lengkap pada

sisi yang terkena dengan hilangnya refleks cahaya langsung pada sisi

6
ipsilateral dan refleks tidak langsung pada sisi kontralateral.3,4 Penyebab

umum dari lesi saraf optik adalah: optik atrofi, trauma pada saraf optik,

neuropati optik, dan neuritis optikus akut.

Gambar 4. Defek Visual

Lesi melalui bagian proksimal saraf optik

Gambaran penting dari lesi tersebut yaitu hemianopsia ipsilateral

dan kontralateral, hilangnya refleks cahaya langsung pada sisi yang

terkena dan reflek cahaya tidak langsung pada sisi kontralateral.1,3,4

Lesi kiasma sentral

Dicirikan oleh hemianopsia bitemporal dan kelumpuhan refleks

pupil. Biasanya diahului oleh atrofi optik pada sebagian akhir nervus

optikus. Penyebab umum lesi kiasma pusat adalah suprasellar aneurisma,

tumor kelenjar hipofise, kraniofaringioma, meningioma suprasellar, glioma

ventrikel ketiga, hidrosefalus akibat obstruktif ventrikel tiga, dan kiasma

arachnoiditis kronis.1,3,4

7
Lesi kiasma lateral
Gambaran menonjol pada lesi ini yaitu hemianopia binasal dengan

kelumpuhan refleks pupil. Penyebab umum dari lesi tersebut diantaranya

penggelembungan dari ventrikel ketiga yang menyebabkan tekanan pada

setiap sisi kiasma dan ateroma dari carotis atau arteri communican

posterior.1,3,4
Lesi saluran optik
Ditandai dengan hemianopia homonim terkait dengan reaksi pupil

kontralateral (Reaksi Wernicke). Lesi ini biasanya diahului oleh atrofi

optik pada sebagian akhir nervus optikus dan mungkin berhubungan

dengan kelumpuhan saraf ketiga kontralateral serta hemiplegik ipsilateral.

Penyebab umum lesi ini diantaranya lesi sifilis, tuberkulosis, dan

aneurisma dari serebeli atas atau arteri serebral posterior.1,3,4


Lesi badan genikulatam lateral
Lesi ini mengakibatkan hemianopia homonim dengan refleks pupil

minimal, dan mungkin berakhir dengan atrofi optik parsial.1,3,4


Lesi radiasi optik
Gambaran berbeda-beda tergantung pada lokasi lesi. Keterlibatan

radiasi optik total mengakibatkan hemianopsia homonim total.

Hemianopia kuadrantik inferior (pie on the floor) terjadi pada lesi lobus

parietal (mengandung serat unggul radiasi optik). Hemianopia kuadrantik

superior (pie on the sky) dapat terjadi setelah lesi dari lobus temporal

(mengandung serat radiasi optik inferior). Biasanya lesi dari radiasi optik

terjadi akibat oklusi pembuluh darah, tumor primer dan sekunder, serta

trauma.1,3,4
Lesi korteks visual

8
Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital yang

dapat terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembak senapan.

Refleks cahaya pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti lesi korteks

visual.1,3,4
Lesi jalur visual
Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital yang

dapat terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembak senapan.

Refleks cahaya pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti lesi korteks

visual.1,3,4

II.2 DEFINISI DAN KLASIFIKASI

Neuritis optik adalah radang nervus optikus; penyakit ini dapat

diklasifikasikan ke dalam bentuk :

- intraokular, yang mengenai bagian saraf bola mata (papillitis)


- retrobulbar, yang mengenai bagian saraf di belakang bola mata1,2,5

II.3 EPIDEMIOLOGI
Studi epidemiologi menunjukan kejadian neuritis optikus berkisar

4-5 per 100.000 populasi, dengan insidensi tertinggi pada populasi yang

tinggal di dataran tinggi, seperti Amerika Utara dan Eropa bagian barat,

dan terendah pada daerah ekuator. Sedangkan dari segi ras, ras kaukasian

lebih banyak terkena dibanding ras lain. Pada predileksi umur dewasa

muda 20-45 tahun, neuritis optikus biasanya bersifat unilateral dan lebih

banyak pada wanita (3:1). Sedangkan neuritis optik pada anak lebih jarang

terjadi, yaitu hanya kurang lebih 5% kasus, biasanya bersifat bilateral,

timbul palpitis, dan mempunyai kecenderungan menjadi sklerosis multipel

lebih rendah. 3,6

9
II.4 ETIOLOGI
a. Demielinatif1
o Idiopatik
o Sklerosis multiple
o Neuromielitis optika (penyakit Delvic)
b. Diperantarai imun1
o Neuritis optik pascainfeksi virus (morbili, mumps, cacar air,

influenza, mononukleosis infeksiosa)


o Neuritis optik pascaimunisasi
o Ensefalomielitis diseminata akut
o Polineuropati idiopatik akut (sindrom Guillain-Barre)
o Lupus eritematosus sistemik
o Penyakit leber

c. Infeksi langsung1
o Herpes zoster, sifilis, tuberkulosis, crytococcosis,

cytomegalovirus
d. Neuropati optik granulomatosa1
o Sarkoidosis
o Idiopatik
e. Penyakit peradangan sekitar1
o Peradangan intraocular
o Penyakit orbita
o Penyakit sinus, termasuk mukormikosis
o Penyakit intracranial: meningitis, ensefalitis
f. Intoksikasi racun eksogen3
o tobacco, etil alkohol, metil alkohol
g. penyakit metabolic7
o diabetes, anemia, kehamilan, avitaminosis

II.5 PATOGENESIS

Dasar patologi penyebab neuritis optikus paling sering adalah

inflamasi demielinisasi dari saraf optik. Patologi yang terjadi sama dengan

yang terjadi pada multipel sklerosis (MS) akut, yaitu adanya plak di otak

dengan perivascular cuffing, edema pada selubung saraf yang bermielin,

10
dan pemecahan myelin.7,8 Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina

dapat mendahului demielinisasi dan terkadang terlihat sebagai retinal vein

sheathing. Kehilangan mielin dapat melebihi hilangnya akson.7,8

Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada Neuritis optikus

diperantarai oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya

belum diketahui. Aktivasi sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala

dan mendahului perubahan yang terjadi didalam cairan serebrospinal.

Perubahan sistemik kembali menjadi normal mendahului perubahan sentral

(dalam 2-4 minggu). Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan sitokin dan

agen-agen inflamasi yang lain. Aktivasi sel B melawan protein dasar

mielin tidak terlihat di darah perifer namun dapat terlihat di cairan

serebrospinal pasien dengan Neuritis optikus. Neuritis optikus juga

berkaitan dengan kerentanan genetik, sama seperti MS. Terdapat ekspresi

tipe HLA tertentu diantara pasien neuritis optikus.7,8

II.6 GEJALA DAN TANDA

Keluhan utama pada neutiris optikus adalah sama, baik pada

papilitis, dimana saraf yang terkena terletak intraokular, maupun pada

neuritis retrobulbar yang mengenai saraf ekstra okular.3

Gambaran akut

 Gejala neuritis optik biasanya monokular, namun dapat

mengenai kedua mata terutama pada anak-anak. 2,6


 Hilangnya penglihatan tiba-tiba selama beberapa jam sampai

beberapa hari 2,6

11
 Nyeri pada mata
Nyeri ringan di dalam atau sekitar mata terdapat pada lebih dari

90% pasien. Nyeri tersebut dapat terjadi sebelum atau bersama-sama

dengan hilangnya penglihatan dan berlangsung selama beberapa hari. Rasa

sakit akan bertambah bila bola mata ditekan dan disertai sakit kepala.2

Pergerakan okular terutama gerakan ke atas dan ke bawah juga dapat

memperberat nyeri ini karena perlekatan sejumlah serat otot rektus

superior dengan duramater.2,6


 Defek pupil aferen (afferent pupillary defect)

Gambar 5. Defek pupil aferen


Selalu terjadi pada neuritis optik bila mata yang lain tidak ikut

terlibat. Adanya defek pupil aferen ini ditunjukkan dengan pemeriksaan

swinging light test (Marcus-Gunn pupil). Marcus-Gunn positif ialah

apabila pada mata yang sehat diberi cahaya, maka terjadi miosis pada

kedua mata. Namun bila cahaya dipindahkan pada mata yang sakit, maka

kedua pupil akan melebar. 2, 6, 9


 Defek lapang pandang
Pada neuritis optik, lapang penglihatan perifer menyempit secara

konsentris, terdapat skotoma sentral dengan bermacam tebal dan besarnya.

Dapat pula berbentuk sekosentral atau para sentral.2,6


 Buta warna pada mata yang terkena, terjadi pada 88%

pasien.2,6,

Gambaran Kronik

12
Walaupun telah terjadi penyembuhan secara klinis, tanda neuritis

optik masih dapat tersisa. Tanda kronik dari neuritis optik yaitu:

 Kehilangan penglihatan secara persisten. Kebanyakan pasien

neuritis optik mengalami perbaikan penglihatan dalam 1

tahun.2,6
 Defek pupil aferen relatif tetap bertahan pada 25% pasien dua

tahun setelah gejala awal.2,6


 Desaturasi warna, terutama warna merah. Pasien dengan

desaturasi warna merah akan melihat warna merah sebagai

pink, atau orange bila melihat dengan mata yang terkena.2,6


 Fenomena Uhthoff yaitu terjadinya eksaserbasi temporer dari

gangguan penglihatan yang timbul dengan peningkatan suhu

tubuh. Olahraga dan mandi dengan air panas merupakan

pencetus klasik.2,6
 Diskus optik terlihat mengecil dan pucat, terutama didaerah

temporal. Pucatnya diskus meluas sampai batas diskus ke serat

retina peripapil.2,6

II.7 DIAGNOSIS

Anamnesis 1,7,8

1. Penglihatan yang kabur (visus turun) mendadak


2. Adanya bintik buta
3. Perbedaan subjektif pada terangnya cahaya
4. Persepsi warna yang terganggu
5. Kekaburan penglihatan ketika beraktivitas dan meningkatnya

suhu dan berkurang jika beristirahat.


6. Rasa sakit pada mata yang mengganggu dan lebih sering pada

tipe neuritis retrobulbar daripada tipe papilitis.

13
7. Gejala berlangsung sementara pada salah satu mata (pada

pasien dewasa). Sedangkan pada pasien anak, biasanya

mengenai kedua mata. Terdapat riwayat demam atau imunisasi

sebelumnya pada anak akan mendukung diagnosis.

Pemeriksaan Fisik1,7,8

1. Pemeriksaan visus. Hilangnya visus dapat ringan (20/30),

sedang (20/60), maupun berat (20/70).


2. Pemeriksaan lapang pandang, biasanya berupa skotoma sentral

atau sentrosekal. Namun setelah 7 bulan, 51 % kasus memiliki

lapangan pandang yang normal.


3. Refleks pupil. Defek aferen pupil terlihat dengan refleks

cahaya langsung yang menurun atau hilang.


4. Penglihatan warna berkurang.
5. Adaptasi gelap mungkin menurun.

Pemeriksaan penunjang1,6,7,8

1. Funduskopi
 Pemeriksaan funduskopi pada papilitis terlihat gambaran

hiperemia dan edema diskus optik sehingga membuat batas

diskus tidak jelas. Pada papil terlihat perdarahan, eksudat star

figure yang menyebar dari papil ke makula, dengan perubahan

pada pembuluh darah retina dan arteri menciut dengan vena

yang melebar. Kadang-kadang terlihat edema papil yang besar

yang menyebar ke retina. Edema papil tidak melebihi 2-3

dioptri.

14
Gambar 6. Edema nervus optikus pada neuritis optikus
 60% pasien dengan neuritis retrobulbar memiliki gambaran

funduskopi yang normal. Hal ini menyebabkan adanya suatu

istilah “The patient sees nothing and the doctor sees nothing”.

Namun apabila prosesnya sangat destruktif, dapat berakhir

sebagai optik atrofi dan papil menjadi pucat, tak berbatas tegas,

dan matanya buta.


 Perdarahan peripapil, jarang pada neuritis optik tetapi sering

menyertai papilitis karena neuropati optik iskemik anterior.


 Tanda lain adanya inflamasi pada mata yang terdeteksi pada

pemeriksaan funduskopi yaitu: perivenous sheathing.


2. MRI (magnetic resonance imaging)
MRI diperlukan untuk melihat nervus optikus dan korteks

serebri. Hal ini dilakukan terutama pada kasus-kasus yang diduga

terdapat sklerosis multipel.


3. Pungsi lumbal dan pemeriksaan darah
Dilakukan untuk melihat adanya proses infeksi atau inflamasi.
4. Slit lamp
Adanya sel radang pada vitreous
5. Visually evoked response (VER) terganggu dan menunjukan

penurunan amplitude dan perlambatan waktu transmisi.

15
II.8 DIAGNOSIS BANDING

Neuritis Optik Papiledema Neuropati

Iskemik Optik
Gejala Visus Visus sentral Visus tidak Defek akut

hilang cepat, hilang; lapang pandang;

progresif, kegelapan yang ketajaman

jarang transien bervariasi –

ketajaman turun akut

dipelihara
Lain Bola mata Sakit kepala, Biasanya tidak

pegal; sakit bila mual, muntah, ada

digerakkan; tanda fokal

sakit alis atau neurologis lain

orbita
Sakit bergerak Ada Tidak ada Tidak ada
Bilateral Jarang pada Selalu bilateral Khas unilateral

orang dewasa; pada stadium

sering pada akut

anak-anak
Gejala Tidak ada Tidak ada Tidak ada

isokoria; isokoria; isokoria;

16
Pupil Reaksi sinar Reaksi normal Reaksi sinar

menurun pada menurun pada

sisi neuritis sisi infark disk


Penglihatan Turun Normal

warna
Ketajaman visus Biasanya Normal Bervariasi

menurun
Lapang pandang Skotoma Membesar; ada Skotoma sentral

sentral blind spot

Sel badan kaca Ada Tidak ada Tidak ada


Funduskopi Retrobulbar :

nomal.

Papilitis :

 Media Keruh pada Bening Bening

 Warna diskus posterior


 Pinggir
vitreous Merah Pucat
diskus
 Edema diskus Hiperemia Kabur Kabur

 Edema Kabur 2 – 6 diopter Bengkak

peripapillary Biasanya tidak


 Perdarahan
melebihi 3 Ada Ada
retina
 Retinal diopter

exudate Ada Jelas Jelas


 Makula

Biasanya tidak Sangat jelas Jelas

ada

17
Macular star bisa Tidak ada

Kurang jelas ada

Macular fan

bisa ada
Prognosis visus Visus biasanya Baik dengan Prognosis buruk

kembali normal menghilangkan untuk kembali,

atau tingkat kausa tekanan mata kedua

fungsional intra-kranial lama-lama

terlibat dalam

1/3 kasus

idiopatik
Fluorescein Kebocoran zat Vertical oval Ada kebocoran

angiography kontras sedikit pool zat kontras zat kontras di

akibat kebocoran peripapillary

II.9 PENATALAKSANAAN

Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus :

1. Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi

18
tipikal :
Regimen selama 2 minggu :
a. 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone

1mg/kgbb/hari i.v
b. 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone

1mg/kgbb/hari oral
c. Tapering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari

pertama (hari ke 15 sejak pemberian obat) dan 10 mg

prednisone oral pada hari ke-2 sampai ke-4


d. Dapat diberikan Ranitidine 150 mg oral untuk profilaksis

gastritis6,10,11

Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan

dengan steroid dapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3

tahun. Terapi steroid hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak

meningkatkan hasil pemulihan pandangan visual.11


2. Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi :
a. Menggunakan regimen yang sama dengan yang di atas.
b. Merujuk pasien ke spesialis neurologi untuk terapi

interferon -1  intramuskular  seminggu  sekali  selama 28

hari.
c. Metilprednisolon IV (1 g per hari, dosis tunggal atau dosis

terbagi selama 3 hari) diikuti dengan prednison oral (1

mg/kgBB/hari selama 11 hari kemudian 4 hari tappering

off ). Tidak menggunakan oral prednisolone sebagai terapi

primer karena dapat meningkatkan resiko rekuren atau

kekambuhan.6,10,11
3. Dengan tidak ada lesi demielinasi dari hasil MRI :
a. Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22%

19
setelah 10 tahun kemudian
b. Intravena steroid dapat digunakan untuk mempercepatkan

pemulihan visual
c. Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali muncul

gangguan visual pada mata kontralateral


d. MRI lagi dalam 1 tahun kemudian6,10,11

Mitoxantrone, suatu agen kemoterapi dan terapi antibiotik di

monoklonal telah memberikan hasil yang menjanjikan bagi penyakit

kambuhan-remisi (relapsing-remitting disease) yang progresif dan sulit

diatasi.10

II.10 KOMPLIKASI
Kehilangan penglihatan pada neuritis optik dapat terjadi permanen.

Neuritis retrobulbar mungkin terjadi walaupun merupakan suatu neuritis

optik yang terjadi cukup jauh di belakang diskus optikus 6,7 Neurits optik

yang disebabkan oleh sklerosis multipel memiliki ciri khas kekambuhan

dan remisi. Disabilitas yang menetap cenderung meningkat pada setiap

kekambuhan. Peningkatan suhu tubuh dapat memperparah disabilitas

(fenomena Uhthoff) khususnya gangguan penglihatan.6,7

II.11 PROGNOSIS
Penyembuhan pada neuritis optik berjalan secara bertahap. Pada

banyak pasien neuritis optik, fungsi visual mulai membaik 1 minggu

sampai 3 minggu setelah onset penyakit walau tanpa pengobatan. Namun

20
sisa defisit dalam penglihatan warna, kontras, serta sensitivitas adalah hal

yang umum. Kelainan tajam penglihatan (15-30%), sensitivitas kontras

(63-100%), penglihatan warna (33-100%), lapang pandang (62-100%),

stereopsis (89%), terang gelap (89–100%), reaksi pupil aferen (55–92%),

diskus optikus (60–80%), dan visual-evoked potential (63–100%).

Rekurensi dapat terjadi pada mata yang lain, kira-kira 30% dalam 5

tahun.1,6
Penglihatan akhir pada pasien yang mengalami neuritis optik

dengan sklerosis multiple lebih buruk dibanding dengan pasien neuritis

optik idiopatik.3,7 Biasanya visus yang buruk pada episode akut penyakit

berhubungan dengan hasil akhir visus yang lebih buruk juga, namun

kadang kehilangan persepsi cahaya pun dapat diikuti dengan kembalinya

visus ke 20/20. Hasil akhir visus yang buruk juga dihubungkan dengan

panjangnya lesi yang terkena, khususnya jika terlibatnya nervus dalam

kanalis optikus.3,7 Tiap kekambuhan akan menyebabkan pemulihan yang

tidak sempurna dan memperburuk penglihatan.3,7

21
BAB III
KESIMPULAN

Neuritis optikus merupakan keadaan inflamasi saraf optik ,

demielinisasi yang menyebabkan kehilangan penglihatan secara akut dan

biasanya melibatkan satu mata (monokular). Terdapat subtipe dari neuritis

optikus, yaitu neuritis retrobulbar dan papilitis. Neuritis optikus tidak

berdiri sendiri, namun disebabkan oleh berbagai macam penyakit/keadaan.

Salah satunya adalah multipel sklerosis (MS), suatu penyakit demielinasasi

sistem saraf pusat.


Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut atau visus yang

kabur, adanya bintik buta, perbedaan subjektif pada terangnya cahaya,

persepsi warna yang terganggu. Pada anak, biasanya gejala bersifat

mendadak mengenai kedua mata. Sedangkan pada orang dewasa, neuritis

optikus seringkali unilateral. Adanya defek pupil aferen relatif merupakan

gambaran umum dari neuritis optikus. Diskus optik terlihat hiperemis dan

membengkak.
Pengobatan neuritis optikus dapat dilakukan dengan pemberian

kombinasi steroid oral, intravena, serta interferon -1  intramuscular

disesuaikan dengan tingkat keparahan penyakit. Selain itu, mitoxantrone

juga dapat diberikan untuk mengobati penyakit kekambuhan­remisi yang

progresif dan sulit diobati. Proses penyembuhan dan pemulihan ketajaman

penglihatan terjadi pada 92% pasien. Jarang yang mengalami kehilangan

penglihatan yang progresif. Meskipun demikian, penglihatan tidak dapat

sepenuhnya kembali normal.

22
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Jakarta: Widya

Medika,2000.Hal 268, 274-287.


2. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Edisi ke tiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006. Hal 179-

188.
3. A.K. Khurana. Comprehenship Opthalmology 4th Edition dalam

Chapter 12-New Age International 2007. P 288-96.


4. American Academy of Opthalmology. Section 5 Neuro-Opthalmology.

San Fransisco : LEO. 2008-2009. Page 25-26.


5. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29.

Jakarta : EGC
6. Erhan Ergene, MD. Adult Optic Neuritis. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/1217083 tanggal 28 April 2012


7. Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia : “Neuritis Optik” dalam
Ilmu Penyakit Mata, Airlangga Universitas Press, 1984, hal : 108-110
8. Osborne B, Balcer LJ. Optic neuritis : Pathophysiology, Clinical

Features, and Diagnosis. Disitasi pada tanggal 28 April 2012. Disitasi

dari http://www.uptodate.com/opticneuritis
9. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6, Abdi
Tegal.Jakarta 1993.Hall 332-342.
10. American Academy of Ophtalmology Staff. Neuro-Ophtalmology :

American Academy of Ophtalmology staff, editor. Neuro-

Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course sec. 5. San fransisco

The Foundation of American Academy of Ophtalmology, 2009-2010.

P 28-31, 128-146.
11. The Wilis Eye Manual : Office and Emergency Room Diagnosis and

Treatment of Eye Disease. 2008. P250-52.

23

Anda mungkin juga menyukai