Anda di halaman 1dari 22

SECTIO CAESAREA

A. Pengertian Sectio Caesarea


Seksio secaria merupakan prosedur operatif, yang di lakukan di bawah
anestesia sehingga janin, plasentadan ketuban di lahirkan melalui insisi
dinding abdomendan uterus. Prosedurini biasanya di lakukan setelah
viabilitas tercapai ( mis, usia kehamilan lebih dari 24 minggu ).(Buku Ajar
bidan,Myles,edisi 14.2011.hal:567).
Sectio sesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen. Teknik ini
digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah
terjadi distres janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini
adalah malposisi janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi
sefalopelvis janin dan ibu. Sectio sesarea dapat merupakan prosedur elektif
atau darurat .Untuk sectio caesarea biasanya dilakukan anestesi spinal atau
epidural. Apabila dipilih anestesi umum, maka persiapan dan pemasangan
duk dilakukan sebelum induksi untuk mengurangi efek depresif obat anestesi
pada bayi .(Buku pre operatif .arif muttaqin.2010.hal:507)
Sectio caesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding
abdomen (laparotomi)dan dinding uterus (histerotomi).Definisi ini tidak
mencakup pengeluaran janin dari rongga abdomen pada kasus rupture uteri
atau pada kasus kehamilan abdomen. (obstetri williams,2005).
Kesimpulan dari ketiga pengertian diatas yaitu, Sectio caesarea adalah
pengeluaran janin melalui insisi dinding abdomen. Teknik ini digunakan jika
kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi distres
janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi
janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu.

B. Jenis – Jenis Sectio Cesaria


1. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen
bawah uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:

1
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian
hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa
banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat
sembuh lebih sempurna.
2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri,
pembedahan ini yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan
apabila ada halangan untuk melakukan section cacaria transperitonealis
profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
3. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk
mengurangi bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan
pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di
lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi
uterin berat.
4. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
1) Atonia uteri
2) Plasenta accrete
3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat

C. Etiologi Sectio Cesaria


Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio
caesarea sebagai berikut:

2
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang
dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-
tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk
rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin
ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan
operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga
panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi
abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum
jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi
merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting
dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu
mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian
besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu,
sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih
tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.

3
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-
kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu,
biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka
atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna,
presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki
(Saifuddin, 2002).

D. Patofisiologi Sectio Cesaria


SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan

4
lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat
janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami
adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.
Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang
tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari
insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama
karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya
terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir
dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya
janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar.
Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat
sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini
juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap
untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas
yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung
akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien
sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal.
Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola
eliminasi yaitu konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)

5
E. Tekhnik Penatalaksanaan Sectio Cesaria
1. Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
a. Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah
korpus uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan
gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting
lindungi janin dengan dua jari operator.
b. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan
dengan meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
c. Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan
dipotong diantara kedua klem tersebut.
d. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan
uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
e. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
1) Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
2) Lapisan II
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.

6
3) Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara
jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
f. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa
darah dan air ketuban
g. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
2. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda
a. Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara
melintang, kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan
samping.
b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim
kurang lebih 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian
diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat
menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
c. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin
dilahirkan dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan
tersebut.
d. Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat)
dan dipotong diantara kedua klem tersebut.
f. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan
uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
g. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
1) Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan
2) Lapisan III
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
3) Lapisan III
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2

7
h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa
darah dan air ketuban
i. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
3. Bedah Caesar Ekstraperitoneal
a. Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum
kemudia digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika
urinaria.
b. Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar
transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya.
4. Histerektomi Caersarian ( Caesarian Hysterectomy)
a. Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal
demikian juga cara melahirkan janinnya.
b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan
menggunakan klem secukupnya.
c. Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2)
pada tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas
kedua klem tersebut.
e. Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama.
Perdarahan pada tunggul serviks uteri diatasi.
f. Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang
sutera no. 2.
g. Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic
catgut ( no.1 atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul
serviks uteri.
i. Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan
visera abdominis.
j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis

8
F. Pemeriksaan Penunjang Sectio Cesaria
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak
yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah

G. Komplikasi Sectio Cesaria


Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas
dibagi menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan
perut sedikit kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.

9
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.

Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal

H. Penatalaksanaan Sectio Cesaria


1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca
bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)

10
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang
sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg
per oral per hari sampai kateter dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
6. Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak
terlalu banyak jangan mengganti pembalut
b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester
untuk mengencangkan
c. Ganti pembalut dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC
7. Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus

11
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau
RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien
bebas demam selama 48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
b. Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
c. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
d. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
10. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
11. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan
komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya
hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut
ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat
menaikkan tekanan intra abdomen
h. pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila
terjadi obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang
mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-obatan, anestetik, narkotik
dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting untuk

12
mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi
dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-
15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri
dan kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya
orientasi dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas
dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah,
frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin
Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya
penyimpangan
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional
atau general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria.
Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin
sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan
kulit pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan
kateter fole

13
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama :
Tanggal Lahir :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
Diagnosa :
No. MR :
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang
keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda
persalinan.
b. Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi,
DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
c. Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
3. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan
dirinya
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.

14
c. Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri.
d. Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema
dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering
terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
e. Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
f. Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
g. Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
h. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan
dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas
primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
i. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan
konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
j. Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.
4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala

15
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
b. Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena
adanya proses menerang yang salah
c. Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva,
dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
d. Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
e. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
f. Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi
areola mamae dan papila mamae
g. Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
h. Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
i. Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
j. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
k. Tanda-tanda vital

16
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
5. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Keperawatan
DS: Post operasi Nyeri akut
a. Klien mengatkan nyeri bekas
operasi
b. Klien mnegtakan nyeri
walaupun bergeser posisi sedikit
c. Klien mengatakan nyeri tidak
hilang
DO:
a. Klien post operasi
b. Klien tampak meringis
c. Klien susah bergeser
d. Klien tampak sangat hati-hati
dengan luka ost operasinya
DS: Bekas luka Resiko Infeksi
a. Keluarga mengatakan kulit operasi
anaknya memerah
b. Adanya bekas operasi
DO:
a. Kulit pasien tampak merah
b. Klien setelah dilakukan operasi
SC
c. Adanya bekas luka operasi pada
perut pasien
d. Klien demam T=37,6 C

DS Kurang Menyusui
a. Klien mengatakan ASI nya tidak informasi tidak efektif
keluar
b. Klien mengatakan bagaimana
cara menyusukan anaknya
c. Klien mengtakan tidak bisa cara
menyusukan anaknya
DO:
a. Klien tampak bingng bagaimana
cara menyusukan anaknya
b. Klien tampak cemas memegang
anaknya saat akan menyusui
c. Klien sering bertanya dan
meminta tolong cara
menyusukan yang benar
Klien melahirkan anak pertama

17
DS: Kelelahan Defisit
a. Klien mengtakan kepalanya perawatan diri
gatal-gatal
b. Klien mentakan badannya juga
sudah gatal-gatal dan merasa
tidak nyaman lagi
c. Klien mengatakan sudah
berkeringat
d. Klien egtakan ingin mandi dan
menggati pakaian
DO
a. Klien tampak menggaruk-garuk
kepada dan badannya
b. Klien tampak berkeringat
c. Tampak baju klien sudah basah
d. Klien tampak gelisah
e. Klien terbau sedikit bau

DS: Bad resh Intoleransi


a. Klien mengatakan kelelahan aktivitas
atau kelemahan.
b. Klien mengatka susah untuk
bergerak karena bekas
operasinya
c. Klien susah miring kiri dan
miring kanan

DO :
a. Klien bad resh
b. Klien tampak lemah dan lesu
c. Klien aktifitasnya dibantu
d. Klien dibantu untuk mobilisasi
dan memenuhu kebutuhan
makan dan eliminasinya serta
klien juga dibantu
memandikannya

B. Diagnosa Keperawatan Dengan SC


1. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
3. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu
tentang cara menyusui yang bernar.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

18
C. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Tujuan NOC NIC
o
1 Nyeri Pain Level Pain Management
akut Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
berhubun Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
gan a. Mampu karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dengan i mengontrol dan faktor presipitasi
njury nyeri (tahu 2. Observasi reaksi nonverbal dari
fisik penyebab ketidaknyamanan
jalan nyeri, mampu 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
lahir. menggunakan untuk mengetahui pengalaman nyeri
tehnik pasien
nonfarmakolo 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon
gi untuk nyeri
mengurangi 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
nyeri, mencari 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
bantuan) kesehatan lain tentang ketidakefektifan
b. Melaporkan kontrol nyeri masa lampau
bahwa nyeri 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
berkurang dan menemukan dukungan
dengan 8. Kontrol lingkungan yang dapat
menggunakan mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
manajemen pencahayaan dan kebisingan
nyeri 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
c. Mampu 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
mengenali (farmakologi, non farmakologi dan inter
nyeri (skala, personal)
intensitas, 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
frekuensi dan menentukan intervensi
tanda nyeri) 12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
d. Menyatakan 13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
rasa nyaman 14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
setelah nyeri 15. Tingkatkan istirahat
berkurang 16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
Tanda vital keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
dalam rentang 17. Monitor penerimaan pasien tentang
normal manajemen nyeri

2 Resiko NOC : NIC :


infeksi Immune Status 1. Pertahankan teknik aseptif
berhubun Knowledge : 2. Batasi pengunjung bila perlu
gan Infection control 3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
dengan l Risk control tindakan keperawatan
uka Kriteria Hasil: 4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
operasi 1. Klien bebas pelindung
dari tanda dan 5. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai
gejala infeksi dengan petunjuk umum

19
2. Menunjukkan 6. Gunakan kateter intermiten untuk
kemampuan menurunkan infeksi kandung kencing
untuk 7. Tingkatkan intake nutrisi
mencegah 8. Berikan terapi antibiotik
timbulnya 9. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
infeksi dan lokal
3. Jumlah 10. Pertahankan teknik isolasi k/p
leukosit 11. Inspeksi kulit dan membran mukosa
dalam batas terhadap kemerahan, panas, drainase
normal 12. Monitor adanya luka
4. Menunjukkan 13. Dorong masukan cairan
perilaku 14. Dorong istirahat
hidup sehat 15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
16. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia
setiap 4 jam

3 Menyusu a. klien Health Education:


i tidak menunjukkan 1. Berikan informasi mengenai :
efektif respon breast a. Fisiologi menyusui
berhubun feeding b. Keuntungan menyusui
gan adekuat c. Perawatan payudara
dengan dengan d. Kebutuhan diit khusus
kurangny indikator: e. Faktor-faktor yang menghambat proses
a b. klien menyusui
pengetah mengungkapk 2. Demonstrasikan breast care dan pantau
uan ibu an puas kemampuan klien untuk melakukan secara
tentang dengan teratur
cara kebutuhan 3. Ajarkan cara mengeluarkan ASI dengan
menyusu untuk benar, cara menyimpan, cara transportasi
i yang menyusui sehingga bisa diterima oleh bayi
benar c. klien mampu 4. Berikan dukungan dan semangat pada ibu
mendemonstra untuk melaksanakan pemberian Asi
sikan eksklusif
perawatan 5. Berikan penjelasan tentang tanda dan
payudara gejala bendungan payudara, infeksi
payudara
6. Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi
dan mendukung klien dalam pemberian
ASI
7. Diskusikan tentang sumber-sumber yang
dapat memberikan informasi/memberikan
pelayanan KIA

4 Defisit NOC: Self Care assistane : ADLs


perawata Self care : 1. Monitor kemempuan klien untuk
n diri Activity of Daily perawatan diri yang mandiri.
b.d. Living (ADLs) 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat

20
Kelelaha a. Klien terbebas bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
n. dari bau badan berhias, toileting dan makan.
b. Menyatakan 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu
kenyamanan secara utuh untuk melakukan self-care.
terhadap 4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas
kemampuan sehari-hari yang normal sesuai
untuk kemampuan yang dimiliki.
melakukan 5. Dorong untuk melakukan secara mandiri,
ADLs tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu
c. Dapat melakukannya.
melakukan 6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
ADLS dengan kemandirian, untuk memberikan bantuan
bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari.

5 Intoleran NOC NIC


si Energy Activity Therapy
aktivitas conservation 1. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi
berhubun Activity tolerance medik dalam merencanakan program
gan Self Care : ADLs terapi yang tepat
dengan Kriteria Hasil : 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi
kelemah a. Berpartisipasi aktivitas yang mampu dilakukan
an umum dalam 3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
aktivitas fisik yang sesuai dengan kemampuan fisik,
tanpa disertai psikologi dan social
peningkatan 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
tekanan darah, mendapatkan sumber yang diperlukan
nadi dan RR untuk aktivitas yang diinginkan
b. Mampu 5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan
melakukan aktivitas seperti kursi roda, krek
aktivitas 6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas
sehari-hari yang disukai
(ADLs) secara 7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
mandiri diwaktu luang
c. Tanda-tanda 8. Bantu pasien/keluarga untuk
vital normal mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
10. Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emosi, social dan
spiritual

21
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa


keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana, Jakarta : EGC

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC

Caraspot. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta :


mocaMedia

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo

Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka

22

Anda mungkin juga menyukai