Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

“R”
DENGAN DIAGNOSA MEDISDM IIDI RUANG MELATI 2 RSUP DR
SOERADJI TIRTONEGORO

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan KMB IV

Disusun oleh :

Febrita Laysa S P07120112060


Nurul Dian Rahmalia I P07120112068
Riski Oktafian P07120112075

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2014
DIABETES MELLITUS

A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner dan Suddarth, 2010).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Arjatmo, 2009).

B. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

C. Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans
dan insulin endogen.

c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

D. Patofisiologi
Berdasarkan Smeltzer (2001), patofisiologi diabetes mellitus antara lain:
a. Diabetes Mellitus Tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah makan). Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya, glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori,
gejalalainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan
glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain, namun pada
penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi. Disamping itu, akan
terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan
keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton
merupakan asam yang dapat mengganggu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik dapat menyebabkan
tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas
berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan
kesadaran, koma, bahkan kematian. Pemberian insulin bersama dengan
cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik dan mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis

b. Diabetes tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yaitu yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini.
Dengan demikian insuliin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan
jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan cirri khas
diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Karena itu,
ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan
masalah akut yang disebut sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik
(HHNK).

E. Tanda dan Gejala


Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada
DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah
keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya
gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal
yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang
dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena
itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada
pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami
infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi
absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan
dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia.
Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan
berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak
bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala
kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral
tampak lebih jelas.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena < 100 100-200 >200
- Darah kapiler <80 80-200 >200
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena <110 110-120 >126
- Darah kapiler <90 90-110 >110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan
H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
 Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
 Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
 Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
 Integritas Ego
Stress, ansietas
 Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
 Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
 Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
 Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
 Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi /
tidak)
 Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

I. Masalah Keperawatan
1. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
2. Nyeri berhubungan dengan iskemik jaringan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang.
4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya.
5. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu
anggota tubuh.

j. rencana tindakan keperawatan

1. Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran


darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil : - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
a. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
b. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran
darah:
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi
pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan
ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan
sebagainya.
Rasional: meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga
tidak terjadi oedema.
c. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan
kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya
arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya
vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek
dari stres.
d. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian
vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi
oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi
pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki,
sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui
perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki
oksigenasi daerah ulkus/gangren.

2. Nyeri berhubungan dengan iskemik jaringan.


Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil : - Penderita secara verbal mengatakan nyeri
berkurang/hilang .
- Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk
mengatasi atau mengurangi nyeri .
- Pergerakan penderita bertambah luas.
- Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas
normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 –
130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
b. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi
akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk
diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
c. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan
memperberat rasa nyeri.
d. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan pasien.
e. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan
kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
f. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan
pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat
memberikan rasa nyaman.
g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri
pasien.

3. Perubahan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : - Berat badan dan tinggi badan ideal.
- Pasien mematuhi dietnya.
- Kadar gula darah dalam batas normal.
- Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
a. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi
pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang
adekuat.
b. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi
terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
c. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat
badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
d. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program
diet yang ditetapkan.
e. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan
diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa
ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang
sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah
komplikasi.

4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang


penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil : - Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
- Emosi stabil, pasien tenang.
- Istirahat cukup.
Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Rasional: Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien
sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
b. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional: Dapat meringankan beban pikiran pasien.
c. Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional: Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien
sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
d. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan
pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
Rasional: Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan
keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi
beban pikiran pasien.
e. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim
kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik
dan seoptimal mungkin.
Rasional: Sikap positif dari timkesehatan akan membantu
menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
f. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien
secara bergantian.
Rasional: Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga
yang menunggu.
g. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu
mengurangi rasa cemas pasien.

5. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu


anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota
tubuhnya secar positif.
Kriteria Hasil : - Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan
lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri.
- Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
a. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri
berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang
berfungsi secara normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
b. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan
pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
c. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
d. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional: dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan
hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan
terisolasi.
e. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan
kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung
yang normal.
f. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan
hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek


Maryunani, Jakarta:EGC, 2010.
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made
Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 2011.

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC, 2011.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2009.

Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia
Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 2012.

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta


: Balai Penerbit FKUI, 2011

Anda mungkin juga menyukai