Anda di halaman 1dari 47

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kista didefinisikan sebuah epitel patologis berjajar dan berongga yang
massanya mengandung cairan atau semi solid dan biasanya tumbuh dari
internal.1,2 Tekanan yang dihasilkan oleh cairan yang ditarik ke dalam rongga
dari osmosis (tekanan hidrostatik). Sebagian besar kista rahang berkembang dari
jaringan sistem gigi dan oleh karena itu disebut sebagai kista odontogenik. Kista
odontogenik dibedakan dari kista non-odontogenik. Kista odontogenik dapat
dikelompokkan lebih lanjut sebagai kista perkembangan atau inflamasi.3
Klasifikasi kista odontogenik sangat penting untuk diagnosis dan
penanganan yang tepat pada pasien. Berbagai tumor meniru ciri klinis kista
sehingga bisa membingungkan dalam hal ciri klinis sama. tekanan yang
dihasilkan oleh cairan yang ditarik ke dalam rongga dari osmosis (tekanan
hidrostatik). Tulang rahang, mandibula dan rahang atas, adalah tulang dengan
prevalensi kista tertinggi di tubuh manusia karena jumlah sisa epitel yang
melimpah di rahang. Kista yang timbul dari jaringan yang biasanya berkembang
menjadi gigi dirujuk ke sebagai kista odontogenik. Kista lainnya disebut kista
non-odontogenik.2
Kista rahang lebih sering ditemukan dibandingkan kista tulang lainnya
karena banyaknya sisa-sisa sel epitel yang tertinggal pada jaringan setelah
pembentukan gigi. Pertumbuhan kista rahang berlangsung lambat, asimtomatik
kecuali bila terinfeksi. Mayoritas kista berukuran kecil dan tidak menyebabkan
pembengkakan di permukaan jaringan. Apabila tidak ada infeksi, maka secara
klinis pembesarannya minimal dan berbatas jelas. Pembesaran kista dapat
menyebabkan asimetri wajah, pergeseran gigi dan perubahan oklusi, hilangnya
gigi yang berhubungan atau gigi tetangga, serta pergeseran gigi tiruan. Kista
yang terletak di dekat permukaan dan telah meluas ke dalam jaringan lunak,
sering terlihat berwarna biru terang dan membran mukosa yang menutupi sangat
tipis. Kista yang terinfeksi menyebabkan rasa sakit bila disentuh . Semua tanda
klasik infeksi akut akan terlihat jika terjadi infeksi. Kista yang terletak di dekat
permukaan, telah meluas ke dalam jaringan lunak sering terlihat berwarna biru

1
terang dan membrane mukosa yang menutupinya sangat tipis. Keberadaan kista
dalam rahang dapat membahayakan penderitanya, terlebih lagi kista yang
mengalami perubahan bentuk dan akhirnya mempunyai kecenderungan untuk
terinfeksi. Bahkan kista rahang dapat berubah menjadi keganasan (Malignancy)
atau terinfeksi.4
Kista odontogenik dan kista adalah lesi yang jarang terjadi untuk < 2-3%
dari keseluruhan spesimen oral dan maksilofasial yang dikirim untuk diagnosis
pada layanan patologi oral. Jika dilihat sebagai persentase dari semua tumor di
tubuh manusia, angka ini direduksi menjadi perkiraan konservatif sekitar 0,002-
0,003%. Lebih dari 95% dari semua kista odontogenik yang dilaporkan dalam
rangkaian besar tidak berbahaya dan sekitar 75% diwakili oleh odontoma,
ameloblastoma dan myxomas.5
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari kista odontogen?
2. Bagaimana klasifikasi dan gambaran klinis dari kista odontogen?
3. Bagaimana penatalaksanaan dari kista odontogen?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari kista odontogen
2. Untuk mengetahui klasifikasi dan gambaran klinis dari kista odontogen
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari kista odontogen

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kista didefinisikan sebagai suatu rongga yang berisi cairan, semi cairan,
ataupun gas yang diliputi oleh jaringan membran epitel.6 Kista odontogenik adalah
suatu rongga patologis yang berisi cairan, dilapisi epitel dan jaringan kolagen, yang
berasal dari epitel odontogenik.7 Kista odontogen merupakan kista yang dinding
epitelnya berasal dari proliferasi sisa-sisa epitel odontogenik yaitu epithelial rest of
Malassez, gland of Serres, dan reduced enamel epithelium.8
B. Anatomi
Cavum oris atau rongga mulut merupakan ruangan fungsional yang menjadi
bagian pertama dalam pencernaan. Rongga mulut terbentang mulai dari permukaan
dalam gigi sampai orofaring. Dengan bantuan kaca mulut, saat mulut dibuka lebar-
lebar dapat terlihat gigi geligi, maksila, mandibula, palatum, lidah, dan jaringan
mukosa-mukosa lainnya.9 Berikut adalah gambaran dari rongga mulut :

Gambar a : Anatomi rongga mulut


Beberapa bagian dari rongga mulut adalah sebagai berikut :
1. Bagian gigi yang terdapat gigi anterior yang sangat kuat yang tugasnya
memotong dan gigi posterior yang tugasnya menggiling makanan.

3
2. Tulang alveolar terdiri atas tulang spon diantara dua lapis tulang kortikal.
Fungsinya sebagai sumber kalsium siap pakai untuk mempertahankan kadar ion
dalam darah dan sebagai jaringan penyangga gigi.10
3. Gingiva yaitu bagian mukosa mulut yang mengelilingi leher gigi dibentuk oleh
jaringan ikat yang diliputi oleh epitel berlapis pipih dan merupakan jaringan
penyangga gigi.9
4. Ligamentum periodontal yaitu struktur jaringan ikat (serabut) yang mengelilingi
akar gigi yang menghubungkan gigi dengan tulang alveolar.9
5. Pulpa yaitu jaringan yang banyak mengandung persarafan dan pembuluh darah
satu arteri yang berdinding tipis masuk ke pulpa dentis membentuk anyaman
kapiler yang luas dan keluar sebagai dua venuler.9
6. Lidah terbentuk dari dua otot yaitu otot instrinsik dan ekstrinsik yang berfungsi
dalam proses mengunyah makanan dan mengucapkan kata-kata.11
7. Kelenjar ludah terbagi menjadi tiga yaitu kelenjar parotis, kelenjar
submaksilaris dan kelenjar sublingualis.11
C. Epidemiologi
Menurut penelitian Jean-Paul M dkk pada tahun 2006 dengan jumlah kasus
695 penderita kista odontogenik yang terdapat di Pitie-salpetriere University
Hospital, Paris, Prancis yaitu kista periodontal merupakan yang tertinggi yaitu
sebanyak 53,5% diikuti kista dentigerous (22,3%), Keratosis odontogenik (19,1%)
kista residual (4,6%), dan kista lateral periodontal (0,3%).12 Menurut Sudiono pada
tahun 2011 dari semua kista rongga mulut, yang terbanyak adalah kelompok kista
odontogenik, seperti kista radikular, kista dentigerous, dan keratosis odontogenik.
Jenis kista odontogenik yang paling sering dijumpai adalah kista radikular sekitar
65-70%. Frekuensi kejadiannya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kista
lainnya, seperti kista dentigerous yang berkisar 15-18%, ataupun kista keratosis
odontogenik berkisar 3-10% serta kista nasopalatinus sekitar 2-5%.13
Menurut Nurul tahun 2015 klasifikasi kista odontogenik, dari 59 orang
(100%) yang diperiksa dan didiagnosa kista odontogen, didapatkan 27 orang
(45,8%) menderita kista dentigerous, 6 orang (10,2%) menderita kista maksilaris, 6
orang (10,2%) menderita kista odontogenik keratosis, 19 orang (32,2%) menderita
kista radikular, dan 1 orang (1,6%) menderita kista paradental.5

4
D. Etiologi dan Patogenesis
Penyebab timbulnya kista kadang tidak diketahui, namun biasanya
merupakan akibat dari proses inflamasi, trauma, ataupun karena cacat embriogenik.
Tetapi pada umumnya, sebagian besar kista odontogen terjadi akibat adanya
proliferasi dari sisa epitel pada saat perkembangan gigi. Epitel yang berperan pada
proses terjadinya kista odontogen adalah sebagai berikut: Epithelial rests of
Malassez, reduced enamel epithelium, dan glands of Serres. Epithelial rests of
Malassez merupakan epitel yang terbentuk akibat dari proses fragmentasi dari
epithelial root sheath of Hertwig pada saat proses odontogenesis, epitel ini berperan
pada proses pembentukan kista radikular, kista residual, dan kista paradental.
Reduced enamel epithelium merupakan epitel yang berasal dari enamel organ dan
menyelubungi mahkota gigi yang tidak erupsi, epitel ini berperan pada
pembentukan kista dentigerous dan kista erupsi. Glands of Serres merupakan epitel
yang tersisa setelah proses disolusi dari dental lamina, epitel ini berperan pada
pertumbuhan odontogenic keratocyst, kista lateral, dan kista pada gingival.13

Gambar b : Menunjukkan sumber potensial dari epitel odontogenik yang


bertanggung jawab terhadap timbulnya kista odontogenik dan tumor : (1) Jaringan
sisa Serres; (2) Organ penyusun enamel; (3) Jaringan sisa Malassez.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, Jaringan epitel sisa (gambar b) yang
timbul mengikuti pembentukan masa perkembangan gigi bisa berasal dari tiga
sumber yang masing-masing bertanggung jawab terhadap kista tersebut. Pertama,
sel-sel epitel yang masih menetap setelah disolusi dari lamina dental, yang disebut
dengan sisa sel dari Serres. Sel ini menimbulkan keratokista odontogenik dan juga

5
bisa menimbulkan pertumbuhan kista periodontal lateralis serta kista gingiva
dewasa. Kedua, organ email yang mengalami reduksi, yang berasal dari organ email
pasca fungsional sesudah penyelesaian dari perkembangan mahkota gigi. Jaringan
ini merupakan asal timbulnya kista dentigerous dan kista paradental. Ketiga, sisa sel
Malassez yang timbul mengikuti pemisahan selubung akar dari Hertwig’s, yang
bertanggung jawab terhadap pembentukan akar gigi. Semua kista radikuler berasal
dari sel-sel sisa ini.14
E. Klasifikasi
Klasifikasi kista odontogen dari WHO tahun 2005, disubklasifikasikan
menjadi 2 jenis yaitu inflammatory cyst dan developmental cyst. Berikut ini adalah
klasifikasi dari kista odontogenik :
1. Developmental
a. Kista gingiva pada bayi
Kista gingival bayi baru lahir, juga dikenal sebagai kista dental
lamina. Dipercaya bahwa fragmen lamina gigi yang tertinggal di dalam
mukosa rongga alveolar setelah pembentukan gigi berkembang biak
membentuk kista keratinisasi kecil hingga jarang menjadi besar. Kista ini
jika berada di pangkal depan anterior rahang bawah pada bayi yang baru
lahir mungkin pada kesempatan yang jarang akan salah didiagnosis sebagai
gigi natal. Ini biasanya muncul sebagai nodul multipel sepanjang alveolar
pada neonatus. Sebagian besar kista ini berdegenerasi dan berliku atau
pecah ke dalam rongga mulut dalam waktu dua minggu sampai lima bulan
setelah lahir sehingga tidak diperlukan pengobatan.16 Tidak menunjukkan
keluhan. Berikut adalah manifestasi klinisnya :

Gambar c : pertumbuhan papul lebih kecil Gambar d : adanya bentukan kistik

6
Evaluasi mikroskopik dapat dilihat lumen kistik yang diisi dengan
keratin terdesquamasi dan dilapisi oleh epitel skuamosa stratified kadang-
kadang dengan sel-sel inflamasi di jaringan ikat.16
b. Keratosis odontogenik
Kista keratosis odontogenik merupakan kelainan perkembangan
yang berasal dari epitel odontogenik. Kista keratosis odontogenik dapat
terjadi selama proses pembentukan gigi belum sempurna, yaitu pada tahap
bell stage. Kista keratosis odontogenik dapat berasal dari proliferasi sel
basal dari epitel mulut. Terdapat akumulasi pulau-pulau epitel di dalam
mukosa superfisial kista keratosis odontogenik yang telah dieksisi, terutama
pada ramus asendens.5
Kista keratosis odontogenik yang kecil biasanya tidak menimbulkan
gejala, gejala baru tampak saat terjadi perluasan kista dalam tulang atau
terjadi peradangan. Pada keadaan ini, 50% penderita menunjukkan gejala
klinis berupa pembengkakan yang terlihat licin dan kadang-kadang timbul
di daerah fasial dan lingual dari tulang rahang, terlihat menonjol. Gejala
klinis lainnya adalah parestesi pada bibir, gigi tanggal, dan sakit.5
Bila terdapat di rahang bawah akan mengalami perluasan ke bagian
tubuh serta ramus mandibula. Kista keratosis odontogenik cenderung
menjadi besar dan umumnya multilokular. Dapat ditemukan pada semua
usia dari bayi sampai orang dewasa. Sekitar 60% kasus kista ini ditemukan
antara usia 10-40 tahun, dengan puncak insidensinya adalah antara usia 20-
30 tahun, meski ada juga yang mengatakan insidensi tertingginya terjadi
pada usia 50-70 tahun.13
Bedah eksisi dengan kuretase peripheral osseous atau ostectomy
merupakan metode yang dapat dilakukan. Tindakan yang agresif ini dapat
benarkan karena rekurensi yang tinggi yang berhubungan dengan OKCs.
Beberapa juga menganjurkan penggunaan chemical kauterisasi pada kista
dengan menggunakan solusi Carnoy’s (biologic fixative). Pada beberapa
kasus dengan OKCs yang besar, dapat dilakukan marsipulisasi untuk
mendapatkan penyusutan dari kista, yang kemudian diikuti dengan
enukleasi.17

7
c. Kista Dentigerous
Kista dentigerous selalu dihubungkan dengan mahkota dari gigi yang belum
mengalami erupsi atau gigi yang sedang tumbuh (kata “dentigerous” berarti
mengandung unsur gigi). Kista dentigerous biasa juga disebut sebagai kista
folikular karena berasal dari organ email atau folikel gigi.13 Kista
dentigerous atau kista folikular adalah tipe kedua dari kista odontogenik
yang paling sering di temui, dan merupakan kista yang paling sering sekali
ada di rahang. Dari definisinya, kista ini melekat pada cervix gigi (enamel-
cemento junction) dan berdekatan dengan mahkota gigi yang unerupsi. 13
Kista dentigerous yang belum mengalami komplikasi seperti kista
lainnya tidak akan menyebabkan gejala sampai pembesarannya nyata
terlihat. Meski gejala biasanya tidak ada, dengan terlambatnya erupsi gigi
semakin besar pula indikasi terjadinya kista dentigerous. Jenis kista
dentigerous yang berhubungan dengan erupsi gigi sulung dan tetap pada
anak dinamanya kista erupsi atau kita hematoma. Secara klinis, lesi tampak
sebagai pembengkakan linger (ridge) alveolar di atas tempat gigi yang
sedang erupsi. Saat rongga kista sirkumkoronal berisi darah, pembengkakan
tampak ungu atau sangat biru sehingga dinamakan erupsi hematoma. Kista
dentigerous biasanya soliter, bila multipel mungkin terjadi bersamaan
dengan sindrom karsinoma sel basal nevoid.13
Pada pemeriksaan radiografik, kista dentigerous tampak berupa
gambaran radiolusen simetris, unilokular, berbatas tegas, dan mengelilingi
mahkota gigi yang tidak erupsi (impaksi). Kecuali terinfeksi sehingga
tepinya berbatas buruk, pertumbuhan kista yang lambat dan teratur,
membuat kista dentigerous mempunyai tepi sklerotik yang berbatas tegas,
dengan korteks yang jelas, dan ditandai dengan garis batas radiopak yang
tipis.13 Untuk gambaran histopatologi secara umum Gambaran
histopatologis kista dentigerous bervariasi, umumnya terdiri atas lapisan
dinding jaringan ikat tipis, dilapisi epitel gepeng berlapis tak berkeratin
yang bersatu dengan sisa epitelium email, meliputi atau melekat pada bagian
leher mahkota gigi. Kista dentigerous terlihat jelas membentuk keratin oleh
karena metaplasia.5

8
Dalam penatalaksanaan kista, pengangkatan gigi penyebab dan
enukleasi dari jaringan lunak merupakan terapi yang paling sering di
gunakan. Pada kasus dimana kista mengenai mandibula secara signifikan,
perawatan awal termasuk exterriorisasi atau marsupialisasi dari kista dapat
dilakukan untuk menekan dan penyusutan dari lesi, dengan demikian
menghasilkan penundaan tindakan bedah.17
d. Kista Erupsi
Kista erupsi merupakan kista yang dinding epitelnya mempunyai
hubungan dengan mahkota gigi susu atau kadang-kadang gigi tetap yang
sedang erupsi. Kista terbentuk dalam gusi di atas mahkota gigi yang sedang
erupsi karena terjadi akumulasi cairan jaringan atau darah di dalam suatu
ruang folikular yang membesar di sekitar mahkota gigi yang erupsi. Kista
ini dapat unilateral atau bilateral, satu atau multipel, dan congenital, dan
jarang menyebabkan pergeseran gigi. Paling sering ditemukan pada rahang
atas dan pada jenis kelamin wanita.13
Gambaran klinis tampak sebagai pembengkakan gusi yang lunak dan
translusen dan bila berisi darah akan tampak biru keunguan, yang
dinamakan hematoma erupsi. Umunya tidak memerlukan tindakan bedah
karena kista pecah secara spontan sehingga memungkinkan gigi untuk
erupsi.13

Gambar e : Terkait dengan kista erupsi

Gambar f : Radiograf periapikal yang


menunjukkan letusan 11. Rongga kistik
tidak terlihat

9
e. Kista gingival pada dewasa
Merupakan kista yang jarang ditemukan dan dianggap merupakan
bagian kista periodontal lateral pada jaringan lunak. Berasal dari sisa-sisa
lamina dentis pada gingiva. Kadang-kadang epitel permukaan atau epitel
crevicular gingiva merupakan asal dari kista ini. Lokasi tipikal pada gingiva
atau mukosa alveolar regio kaninus premolar bawah. Umumnya ditemukan
pada usia pertengahan atau dewasa.5 Gambaran klinisnya kista ini tidak
menimbulkan gejala dan jarang membesar melebihi diameter 10 mm. Bila
membesar dapat menyebabkan penonjolan tulang kortikal menampakkan
bayangan biru translusen.13

Gambar g : Lesi dari gejala klinis

Gambar h : Radiograf IOPA 23,24


Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan perawatan periodontal
meliputi scalling, PSA, evaluasi ulang, dan biopsi eksisi lesi. Dua minggu
setelah scaling dan PSA, evaluasi ulang dan biopsi eksisi, kemudian
dilakukan eksisi untuk mengeluarkan lesi.18
f. Kista periodontal lateral developmental
Kista periodontal lateral merupakan kista odontogenik yang
perkembangannya diduga berasal dari lamina dentis dalam tulang
interdental. Kista ini dianggap merupakan bagian kista gingiva pada orang
dewasa yang berada dalam tulang. Rangsangan yang menyebabkan

10
terjadinya proliferasi kistik dari sisa epitel Malassez belum diketahui secara
pasti.13
Gambaran klinis kista periodontal lateral dan kista gingival pada
dewasa banyak di temui pada gigi premolar mandibula dan regio cuspid dan
juga pada daerah ini. Pada maksila, lesi biasanya ditemukan pada regio
insisif. Kista Periodontal lateral biasanya lebih cenderung menyerang laki–
laki dengan distribusi 2 hinga 1. Kista periodontal lateral bersifat
asimptomatik, mudah di gambarkan, berbentuk bundar atau unilocular
teardrop (seperti tetesan air mata) dan biasanya multilokular.13

Gambar i : Kista lateral periodontal


Gambaran radiologis kista periodontal lateral member gambaran
tipikal radiolusen unilokular berbatas tegas terletak antara akar-akar gigi
yang masih vital dari gigi yang erupsi pada usia remaja dan dewasa muda.
Tempat predileksi di area kaninus premolar bawah. Pada, maksila sering
ditemukan di area kaninus insisif lateral. Umumnya gambaran radiolusen
berdiameter kurang dari 10 mm.13 Berikut adalah gambaran kista dilapisi
epitel gepeng berlapis dengan keratin tipis atau dua lapis epitel kubis rendah
atau oleh epitel yang tak berkeratin. Eksisi biasanya merupakan pilihan baik
pada kista gingival maupun pada kista periodontal lateral.17

Gambar j : Gambaran histopatologis kista lateral periodontal

11
g. Kista Botryoid odontogenik
Kista Odontogenik Botryoid (BOC) yang aslinya digambarkan oleh
Weathers dan Waldron (1973) adalah varian dari kista periodontal lateral
yang ditandai dengan pola pertumbuhan multilokular makroskopis dan
mikroskopis. Pemeriksaan histologis biopsi insisi menunjukkan epitel non
keratinised 2-4 lapis tipis tanpa rete ridges menyerupai epitel enamel yang
berkurang dengan beberapa plak lokal seperti thickenings dan tonjolan
mural sesekali. Fitur-fitur ini sugestif dari Dewan Komisaris. Biopsi eksisi
menunjukkan ciri histologis yang mirip dengan biopsi insisional kecuali
untuk kehadiran 5-6 folikel epitel dengan sel kolumar luar dan retikulum
dalam stellata seperti sel.19
h. Kista glandular odontogenik
Kista glandular odontogenik, atau bisa di sebut juga dengan kista
sialoodontogenik, yang mana pertama kali di jabarkan pada tahun 1987 dan
memiliki gambaran histologis yang menunjukan produksi mukus tumor
glandula saliva. Gambaran klinis yang paling banyak berada pada
mandibula (80%), terutama pada regio anterior rahang bawah. Lesi maksila
biasa terjadi pada bagian anterior. Ekspansi rahang jarang terjadi, biasanya
berhubungan dengan lesi mandibular. Rasio gender kira–kira 1 banding 1.
Pertengahan usia 50 tahun, dengan perluasan usia pada dekade ke-dua
hingga ke-sembilan.13
Pada pemeriksaan radiologik didapatkan Kebanyakan kasus
menunjukan gambaran radiografi multiloculated. Pada kasus dengan
gambaran radiolusen unilokular dengan adanya tanda awal, lesi rekuren
dapat menjadi multilokular. Lesi menunjukan ukuran yang bervariasi, dari
kurang dari 1 cm hingga yang mengenai mandibular bilateral. Batas
radiografi mungkin akan tampak jelas atau sklerotik. Lesi yang lebih agresif
tampak pada penyakit periperal border.13
Secara histopatologis, kista multilokular di batasi oleh epitelium
tidak berkeratin dengan ketebalan tertentu dimana sel epitel diasumsikan
berbentuk melingkar. Penatalaksanaan Lesi dapat menjadi agresif maka dari
itu rencana pembedahan harus memperhatikan perluasan penyakit melalui
gambaran klinis dan radiografi. Dimana tulang yang kuat disisakan dari

12
perluasan lesi kista, mungkin dapat digunakan kuretase bagian perifer atau
eksisi dari margin. Perawatan jangka panjang mungkin harus diberikan pada
penyakit yang agresif atau rekuren.13
i. Calcifying odontogenic cyst
Kista odontogenik yang mengalami kalsifikasi merupakan kista yang
jarang ditemukan dan berasal dari sisa epitel odontogenik dalam tulang
rahang atau dalam jaringan gingiva. Kista ini dinamakan juga kista Gorlin.
Distribusi kista ini di rahang atas dan bawah sama banyak. Dapat terjadi di
setiap usia dan mencapai puncaknya pada usia dekade ke-2 dan ke-3.
Sebagian besar kasus ditemukan di region insisif dan kaninus.13 Gambaran
klinisnya umumnya kista berdiameter kurang dari 3 cm meskipun ada kasus
yang dapat mencapai diameter 12 cm.13
Gambaran radiografi kista ini tampak sebagai radiolusen unilokular
dengan batas jelas tetapi dapat juga multilokular. Pada sebagian kasus,
daerah radiolusen dapat mengandung massa radiopak yang tersebar.
Sebanyak sepertiga kista ini berhubungan dengan gigi impaksi. Lokasi
lainnya yang umum adalah antara akar-akar gigi.13
2. Inflammatory
a. Kista radikuler, apikal dan lateral
Terbentuknya kista ini diawali dengan peradangan yang berasal dari
pulpa gingiva atau periodontal yang dapat memicu proliferasi epitel untuk
membentuk rongga kista. Secara histologis semua dinding kista tersebut
sama, terdiri dari epitel skuamus bertingkat tidak berkeratin yang melapisi
dinding kista yang mengandung kolagen. Peradangan tersebut sering
menyebabkan perubahan reaktif epitel seperti ulserasi, degenerasi atau
hiperplasia. Kista periapikal merupakan jenis terbanyak, yaitu berkisar 65%.
Semua kista radikuler yang tumbuh didahului dengan adanya granuloma
apikal. Kista ini timbul sebagai respon terhadap iritan yang melewati pulpa
yang sudah nekrosis melalui foramen apikal. Inflamasi yang terus-menerus
akan memicu jaringan sisa Malassez yang terdapat pada granuloma dan
mulai membentuk kista.14

13
b. Kista residual
Kista residual timbul dari pulpa nekrotik gigi yang diekstrak dari
sisa-sisa epitel yang berkembang biak dengan proses peradangan yang
sudah tidak ada lagi. Dalam beberapa kasus, gigi yang perlu diekstraksi
mungkin memiliki kista radikular yang ada pada periapex dan ini mungkin
tidak terdeteksi, yang menyebabkan ekstraksi gigi tanpa perawatan kista
radikuler yang ada di tulang sehingga menyebabkan pembentukan dan
pertumbuhan kista residu.20
Lesi kistik yang paling umum di rahang atas dan mandibula adalah
kista inflamasi, yang terdiri dari 50 sampai 75% dari semua kista oral. Lesi
osseus-destruktif yang paling umum pada rahang atas dan mandibula adalah
kista residu yang pada dasarnya termasuk kelompok kista odantogenik.
Kista residu biasanya tidak menunjukkan gejala dan sebagian besar waktu
hanya terdeteksi pada pemeriksaan klinis atau pada pemeriksaan radiografi
rutin dari area edentulous. Kista sisa yang tertinggal ini timbul dari
granuloma gigi yang mungkin ada setelah ekstraksi. 20
Kista residu mirip dengan kista primordial. Tapi perbedaannya
adalah kista primordial yang timbul daripada gigi dan kista residu timbul
karena terkait gigi yang diekstraksi. 20
c. Kista Bifurkasi Bukal
Kista bifurkasi bukal mandibula adalah kista yang terjadi di dekat
margin serviks dari aspek lateral akar sebagai konsekuensi proses
peradangan di kantong periodontal. Bentuk khas dari kista paradental terjadi
pada aspek bukal dan distal dari molar mandibullar yang erupsi, yang paling
umum adalah gigi molar ketiga, dimana ada riwayat perikoronitis yang
terkait. Patogenesis kista ini masih diperdebatkan, berbagai hipotesis
dirumuskan, namun mungkin berasal dari pengurangan epitel enamel atau
dari proliferasi inflamasi sel epitel dari Malassez yang berasal dari mukosa
superfisial pada gigi dalam erupsi: pericoronitis Lesi ini mewakili sekitar
5% dari semua kista odontogenik dan berhubungan dengan gigi molar
pertama dan kedua mandibula vital pada anak-anak berusia 5 sampai 8
tahun. Secara radiografi, lesi ini muncul sebagai radiolusen pada aspek
bukal gigi yang terlibat, yang mencakup sistem akar sampai tingkat yang

14
bervariasi. Keterlibatan periosteum dapat menyebabkan tulang baru
terbentuk sebagai pita linier tunggal atau dilaminasi.21
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis
Gambaran radiologis kista dentigerus yang paling sering ditemukan
adalah gambaran radiolusen yang berbatas tegas yang mengelilingi suatu massa
oval yang terkait dengan gigi yang tidak erupsi, yang mungkin mengalami
pergeseran dari posisinya. Foto panoramik dan periapikal dapat membantu
menggambarkan perluasan kista dan struktur anatomi di sekitarnya. Gambaran
CT scan sangat membantu dalam menilai tingkat ekspansi pada strukturstruktur
sekitar yang terlibat. Sedangkan pada kista radikuler, pemeriksaan foto gigi
(periapikal, oklusal, dan panoramik) memperlihatkan kista yang mengelilingi
ujung akar gigi yang dapat melebar ke struktur di sekitar yang berbatasan
dengannya.14
2. Pemeriksaan histopatologis
Tes khusus yang lain adalah biopsi jarum aspirasi dari lesi yang
dicurigai suatu kista, dapat memberi konfirmasi suatu kista atau suatu lesi
vaskuler. Pemeriksaan histopatologis baik kista dentigerus maupun kista
radikuler biasanya memberikan gambaran suatu kista yang dilapisi oleh epitel
non-keratinized yang tipis. Peradangan bisa merubah lapisan epitel menjadi
jaringan epitel yang mengalami hyperplasia.14
G. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pada kista odontogenik dengan macam kista
yang banyak, tidak hanya dapat ditentukan dengan anamnesis pemeriksaan fisik,
serta manifestasi klinis. Namun, untuk menentukan diagnosis pasti harus
menggunakan pemeriksaan penunjang karena banyak dari macam-macam kista
odontogenik dengan gejala yang sama.
H. Penatalaksanaan dan Prognosis
Terdapatnya macam-macam jenis kista odontogenik menjadikan dalam
penatalaksanaan masing-masing jenis kista ini berbeda. Akan tetapi dalam hal
prognosis beberapa kista dapat mengalami rekurensi misalnya pada kista
dentigerous namun setelah dilakukan tindakan operatif dengan enukleasi kista,
prognosisnya adalah baik. Terapi pilihan kista dentigerus adalah enukleasi kista dan

15
pengangkatan gigi yang terlibat. Pada anak-anak yang masih bertumbuh, intervensi
yang lebih dini perlu dilakukan karena kista akan tumbuh dengan cepat dan juga
memberi kesempatan pada gigi yang normal untuk tumbuh.14
Sedangkan pada orang dewasa kemungkinan gigi yang terlibat untuk
tumbuh sudah tidak terjadi lagi sehingga cara enukleasi disertai pengangkatan gigi
yang terlibat bisa menjadi terapi pilihan. Pada kista yang besar, penanganannya
dapat dilakukan dengan cara marsupialisasi. Prognosis dari kista tersebut setelah
pengobatan sangat baik, dengan perkiraan bahwa defek yang timbul akibat
pembedahan akan sembuh dengan baik. Angka rekurensi untuk kista ini sangat
rendah. Penanganan kista radikuler berupa terapi endodontik untuk kista yang
masih kecil (<5 mm). Sedangkan untuk lesi yang besar dilakukan terapi endodontik
disertai bedah periapikal dan enukleasi kista, atau jika gigi sudah tidak bisa
diperbaiki lagi, dilakukan ekstraksi gigi dikombinasi dengan perawatan enukleasi
kista. Marsupialisasi dilakukan pada kista-kista yang besar. Prognosisnya baik bila
ditangani dengan memadai sehingga angka rekurensi sangat jarang kecuali terdapat
sisa kista.14
I. Komplikasi
Beberapa diantara komplikasi dari kista odontogen. Kemungkinan
komplikasi dari kista dentigerous yang tidak dirawat termasuk adanya transformasi
dari epitel lining hingga menjadi ameloblastoma dan mungkin (walau jarang)
bertransformasi menjadi carcinomatous. Pada kasus dimana terdapat keberadaan sel
mukous, perkembangan menjadi intraosseous mucoepidermoid carcinoma mungkin
dapat terjadi.17
Kista radikuler yang besar yang tidak di lakukan pengobatan, dapat
berekspansi ke tulang, menggeser akar gigi dan krepitasi pada saat daerah alveolar
dipalpasi.14

16
BAB 3
LAPORAN KASUS

A. LAPORAN KASUS 1 : REKURENSI YANG CEPAT DARI KISTA


DENTIGEROUS

Garg Ramneesh, Shah Sheerin, Kaur Sundeep, Garg Bhavna. Department of


Plastic Surgery and Department of Pathology, Dayanand medical college and
Hospital, Ludhiana- 141001, Punjab, India. February 2016. Vol. 4(2) : 73-76.

Laporan Kasus :
Seorang anak laki-laki usia 14 tahun ditunjukkan adanya sebuah benjolan
yang besar pada sisi kanan mandibular. Benjolan berukuran 5x5 cm, bulat, dengan
dilapisi kulit normal diatasnya (gambar 1). Pada palpasi konsistensinya tegas, tidak
fluktuatif, dan tidak menunjukkan adanya transiluminasi. Benjolan tampak
mengikuti pada tulang yang mendasari. X-ray pada mandibula menunjukkan sebuah
daerah yang cahaya di rahang bawah kanan pada gigi molar ketiga yang tidak
terganggu dengan gigi yang ada pada kista (gambar 2). Pada pemeriksaan CT-scan
wajah menunjukkan sebuah kista multilokuler pada sisi kanan mandibula dengan
gigi yang ada di dasar kista (gambar 3). Pada pemeriksaan cytologi dengan aspirasi
jarum kecil dari pembengkakan menunjukkan lembaran-lembaran neutrofil dan
beberapa makrofag dengan beberapa squamous cell epitelial yang mature.
Dibawah anestesi umum, enukleasi dan kuretage telah dilakukan dan pasien
diperbolehkan pulang setelah 5 hari post operasi. Laporan pada histopatologi
menunjukkan adanya sebuah kista yang dilapisi oleh konsistensi epitel squamous
bertingkat dengan diagnosa kista dentigerous (gambar 4).
Lima bulan kemudian pasien mengalami kekambuhan penyakit itu kembali.
Pasien mengulangi tindakan pembedahan. Tindakan pembedahan hemi
manbulektomi dextra dengan selektive diseksi limfenode telah dilakukan.
Rekonstruksi mandibula telah selesai dilakukan dengan divaskularisasi bebas oleh
fibula (gambar 5). Pada pemeriksaan histopatologi dengan spesimen yang telah
dipotong, dilaporkan bahwa terdapat sebuah kista berongga yang dilapisi oleh epitel
squamosa bertingkat dengan ulcerasi dan granulasi dengan inflamasi akut dan
kronis dengan reaksi tubuh terhadap benda asing (kista dentigerous). Tidak ada

17
tanda-tanda keganasan yang terdeteksi (gambar 6). Periode post operasi yang lancar
dan 2 tahun setelah follow up pasien tidak ada kekambuhan (gambar 7, 8).

Gambar 2 : X-ray mandibular


menunjukkan kista pada molar ketiga
Gambar 1 : Foto pasien sebelum
bawah kanan
operasi

Gambar 3: CT-scan potongan axial menunjukkan


kista

Gambar 4 : Menunjukkan Gambar 5 :foto intraoperative


histopatologi fitur sugestif dari menunjukkan rekonstruksi mandibula
kista dentigerous dengan free fibula graft

18
Gambar 6 : Menunjukkan
gambaran histopatologi rekurensi
dari kista dentigerous

Gambar 7 : foto pasien 2


tahun kemudian setelah
operasi

Gambar 8 : 2 tahun post operasi OPG


menunjukkan cangkok fibula sembuh dengan
baik dan tidak kambuh lagi

Diskusi :
Istilah dentigerous secara harfiah berarti bantalan gigi. Kista dentigerous di
hubungkan dengan gigi yang tidak erupsi. Pada pemeriksaan radiografik tampak
gambaran radiolusen lesi well-defined yang mana dapat berupa lesi unilokuler atau
multilokuler pada penampakannya dan dapat juga terbagi dalam beberapa variasi
yakni sentral, lateral dan sirkumferensial. Kasus ini khas pada seorang laki-laki usia
19 tahun dengan variasi atau tipe kista sirkumferensial pada X-ray.
Secara klinis kista dentigerous sulit dibedakan dengan kista periapikal,
keratokista odontogenik, central giant cell granuloma, dan ameloblastoma.

19
Diagnosis selalu dikonfirmasi secara subjektif pada pemeriksaan jaringan
histopatologis. Hal yang jarang terjadi pada kista dentigerous yang tidak diobati
berubah menjadi tumor odontogen (ameloblastoma) atau malignansi (oral squamous
cell carcinoma). Untuk menghindari banyak komplikasi, marsupilisasi dan bedah
enukleasi kista adalah penatalaksanaan pilihan pada kista ini.
Menurut Mc Donald and Fletcher dan Deboni M C Z, dkk., dalam studi
mereka menunjukkan bahwa kista dentigerous tidak kambuh setelah dilakukan
eksisi komplit pada kista. M. H. K. Motamedi dan K. T. Talesh pembelajaran
penatalaksanaan pada kista dentigerous yang luas selama 11 tahun dari periode
1991 sampai 2002, sebanyak 40 kasus (meliputi 3 gigi atau lebih) kista dentigerous
pada maksila dan mandibular yang dipelajari dan tidak ada kasus yang
menunjukkan rekurensi.
Disisi lain, Hoon Myoung, dkk., pada studinya terhadap 256 pasien dengan
keratokista odontogen menyimpulkan bahwa kista dentigerous 27,3% rekurensi.
Dia juga menyimpulkan bahwa secara signifikansi nilai tertinggi rekurensinya
ditemukan pada pasien dekade kelima kehidupan dibandingan dengan pasien
dengan kelompok usia lainnya.
Review dari literatur tidak menyarankan data lain terkait kekambuhan pada
kista dentigerous. Alasan yang mungkin untuk ini adalah kasus ini jarang. Pada
pemeriksaan radiologi dan histopatologi disarankan pada kista dentigerous dan
kekambuhan setelah tindakan enukleasi jarang terjadi. Pada tahap pertama kita
memutuskan untuk melakukan enukleasi sebagai ganti dari marsupilisasi atau
seperti yang kita inginkan untuk menghilangkan secara total patologis dengan
keluar meninggalkan dinding kista. Kemudian melihat adanya kekambuhan, setelah
mengonsultasikan ke petugas yang bersangkutan dan pasien. Setelah itu, diputuskan
untuk melakukan hemi mandibulektomi dan rekonstruksi dengan free fibula.
Kesimpulan :
Diagnosa kista dentigerous selalu dikonfirmasikan dengan pemeriksaan
histopatologi. Dengan managemen penatalaksanaan yang pertama adalah enukleasi
atau marsupilisasi. Hemi mandibulektomi dilakukan pada kasus rekurensi atau
transformasi malignansi.

20
B. LAPORAN KASUS 2 : KERATOKISTA ODONTOGENIK POSISI PADA
ANTERIOR MANDIBULA

Malihe Moeini, Seyed Ehsan Anvar, Rasool Barzegari Bafghi. Faculty of


Dentistry, Shahid Sadoughi University of Medical Science, Yazd, Iran. 2013
Vol. 1(9).

Laporan Kasus :
Seorang laki-laki usia 22 tahun dilaporkan dari poli rawat jalan dengan
bengkak yang parah dan nyeri ringan di lokasi mandibular kanan pada gigi
premolar, kaninus, dan insisivus lateral. Lesi ini sudah ada sejak 4 bulan (gambar
1). Dia datang dengan mengatakan bengkak tersebut tumbuh dengan cepat.
Pemeriksaan klinis didapatkan swelling dengan diameter yang hamper 2 cm.
pada palpasi fluktuatif dan lokasinya menempel pada gingiva antara mandibular
kanan gigi premolar pertama dan kaninus, ditemukan masih vital dengan uji elektrik
pulpa. Mandibular kanan pada gigi premolar dan kaninus memiliki kegoyangan gigi
grade 2. Namun tidak ada satu gigi pun yang terlibat secara klinis tidak tampak
adanya karies. Pasien tidak mempunyai penyakit sistemik, riwayat trauma,
penggunaan obat-obatan, riwayat MRS, dan riwayat operasi.
Telah diambil dari pemeriksaan radiografi. Potongan daro foto rontgen
panoramik menunjukkan lesi berbentuk ulat (unilokuler) radiolusen yang komplit
(tanpa adanya septa atau partikel) dengan bagian tepi sebuah gambaran radiopaque
(well-defined) yang berlokasi diantara akar-akar gigi (gambar 2). Lesi disebabkan
pemindahan bagian gigi tetapi tidak terlihat adanya resorpsi gigi. Lamina dura
secara menyeluruh menghilang pada mandibula kanan gigi premolar dan kaninus.
Disana tidak terdapat destruksi pada kortex mandibular inferior.
Pada permukaan oklusal terlihat adanya ekspansi yang signifikan pada
kortex bukal dan lingual tanpa adanya perforasi. Pada pergesaran tempat gigi yang
parah, pada gigi premolar kanan dapat terlihat gambaran seperti ini (gambar 3).
Akhirnya setelah biopsi dilakukan dan terdapat laporan dari bagian patologi
bahwa lesi tersebut didiagnosa keratokista odontogenik (OKC). Lesi yang
dilepaskan secara menyeluruh dari tepi jaringan yang sehat oleh ahli bedah mulut
dan maksilofasial.

21
Gambar 1 : Gambaran klinis dari pembengkakan di
lipatan mukobukal antara kaninus kanan dan premolar

Gambar 2 : Radiografi panoramik yang dipotong


menunjukkan radiolusensi kortikal well-defined antara
kaninus kanan dan premolar dengan pemindahan akar

Gambar 3 : Film oklusal bagian mandibular kanan


menunjukkan perluasan signifikan pada bukal dan
lingual tanpa perforasi

Diskusi :
OKC lebih terlihat pada dekade usia kedua dan ketiga dengan dominan pada
laki-laki. Studi dasar kista odontogenik termasuk 7-12% dari semua biopsi pada

22
bagian mulut dan maksilofasial. Diantaranya OKC termasuk 7,8% dari semua kista
pada rahang.
Poin terpentingnya, hal ini telah dilaporkan, lesi ini meskipun secara relatif
ukurannya terbatas mempunyai perluasan yang signifikan. Temuan ini tidak biasa
untuk OKC.
Yang dianggap diagnosa banding : kista radikuler, Calcifying Odontogenic
Cyst (COC), mural ameloblastoma, OKC. Kista radikuler disingkirkan karena gigi
masih vital dan tidak ada karies atau restorasi. Mural ameloblastoma dan COC
menyebabkan resorpsi akar gigi tetapi pada kasus ini tidak ada akar yang teresorpsi.
Pada sisi lain mural ameloblastoma terjadi di mandibular gigi molar ketiga.
Meskipun begitu dari segi usia pasien, sesuai dengan kejadian pada mural
ameloblastoma dan COC.
Jadi hal itu dapat dikatakan bahwa dokter gigi harus berhati-hati dalam
pemeriksaan dan diagnosa. Seperti yang telah disebutkan bagian posterior
mandibula dan ramus mandibula dan dapat tumbuh di sepanjang bagian internal
pada rahang, menyebabkan perluasan minimal tetapi pada kasus ini OKC muncul
pada anterior molar pertama dan meluas secara signifikan.
Penatalaksanaan bedah dapat beragam dan termasuk reseksi, kuretase, atau
marsupilisasi sampai mengurangi ukuran dari lesi yang besar sebelum dilakukan
bedah eksisi. Penelitian menunjukkan OKC mempunyai tingkat rekurensi 12-51%
setelah pengobatan. Rekurensi dapat terjadi setelah 40 tahun setelah pengobatan
awal. Setelah melakukan pembedahan awal penting untuk melakukan pemeriksaan
klinis post pembedahan secara periodik dan pemeriksaan radiografi untuk
mendeteksi adanya kekambuhan.
Kesimpulan :
Kasus ini didefinisikan bahwa kesan klinis dan gambaran radiografi tidak
cukup khas untuk digunakan sebagai standar untuk memberikan diagnosa pada kista
apapun yang terjadi di rahang. Kita tidak bisa membatasi diri kita sendiri terkait
gejala seperti usia, jenis kelamin, lokasi, dan ukuran lesi. Hal tersebut disebabkan
oleh nilai rekurensi yang tinggi dan sifat agresif OKC pada semua jaringan yang
telah diambil, harus diserahkan untuk evaluasi kepada bagian histopatologikal dan
untuk diagnosa pasti.

23
C. LAPORAN KASUS 3 : KISTA BUKAL BIFURKASI BESAR PADA ANAK :
SEBUAH LAPORAN KASUS DAN TINJAUAN PUSTAKA

A.E. Borgonovo, F. Rigaldo, R. Censi, G. Conti, D. Re. University of Milan,


Dental Clinic, Fondazione IRCCS Cà Granda Ospedale Maggiore Policlinico,
Milan, Italy, Istituto Stomatologico Italiano, Milan, Italy. 2014 Vol. 15/2.

Laporan Kasus :
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dirujuk ke Departemen Rehabilitasi
Mulut Instituto Stomatologico Italiano, Universitas Milan, Italia, dengan keluhan
pembengkakan keras pada gingiva bukal (gambar 1) dan pemeriksaan dengan probe
yang dalam pada kedalaman yang terletak pada aspek bukal molar pertama
mandibula kanannya yang erupsi. Secara klinis, tidak ada tanda-tanda peradangan
dan mukosa di sekitar molar pertama secara klinis sehat sedangkan uji pulpa untuk
gigi molar pertama bersifat positif. Evaluasi radiografi panoramik (gambar 2)
menunjukkan radiolusen yang berbentuk semilunar yang well-defined, yang dibatasi
oleh garis radiopak halus pada aspek bukal gigi molar pertama kanan yang erupsi
dan cukup besar untuk memasukkan sebagian kecil mahkota dari molar kanan
kedua. Cone Beam Computed Tomography (CBCT) mengungkapkan dan
mengkonfirmasi adanya lesi radiolusen pada sisi kanan mandibula yang memanjang
sekitar 16,4 mm (gambar 3) dari cementoenamel junction ke batas bawah akar gigi
molar pertama dan 13,6 mm (gambar 4) dari akar gigi molar pertama sampai
mahkota gigi molar kedua. Gambaran klinis, radiografi dan anamnestik
menyarankan diagnosis awal kista paradental.
Diputuskan untuk menghilangkan kista lewat pembedahan dengan anestesi
umum, tanpa ekstraksi gigi yang terlibat.
Pendekatan pembedahannya adalah flap trapesium tebal penuh, dengan
insisi crevicular gingiva dan insisi secara vertikal. Ostektomi bukal dilakukan
(gambar 5, 6), untuk merawat dan menjaga gumpalan tulang kortikal yang cukup
dalam aspek koronal. Kista terpapar dan kemudian dienukleasi melalui akses bedah,
tanpa perlu ekstraksi gigi. Setelah irigasi dengan jahitan setebal 4-0 yang dapat
menyerap telah ditempatkan.
Analisis histologis menunjukkan bahwa kapsul kista dilapisi oleh ephitelium
skuamosa yang berproliferasi, non-keratinisasi, stratifikasi, menunjukkan pola

24
arkade. Dinding kistik terdiri dari jaringan ikat fibrosa padat dan matang, dengan
reaksi peradangan kronis yang intens yang ditandai dengan mononuklear dan sel
polimorfonuklear, terutama di dekat epitel. Histopatologi yang terkait dengan
pemeriksaan makroskopik dan radiografi memungkinkan diagnosis pasti kista
paradental pada gigi molar pertama kanan mandibula.

Gambar 2 : Radiografi panoramik


Gambar 1 : Tampilan 3D vestibular, menunjukkan bentuk semilunar yang well-
menunjukkan peningkatan volume tulang, defined radiolusen, ditandai dengan garis
yang menyebabkan pembengkakan gingiva radiopak halus pada aspek bukal dari molar
yang keras. pertama kanan bawah yang erupsi sebagian

Gambar 3 : CBCT menunjukkan lebar Gambar 4 : CBCT menunjukkan lebar


kista dalam arah linguo-vestibular kista dalam arah mesio-distal.

Gambar 5 : Penglihtan intraoperatif


dari skeletonization
Gambar 6 : penglihatan
intraoperatif dari enukleasi kista

25
Diskusi :
Kista paradental mewakili 3-5% dari semua kista odontogenik.
Mayoritas kista paradental (61%) melibatkan gigi molar ketiga rahang
bawah selama dekade ketiga kehidupan; sebagian kecil, 36%, terletak di permukaan
bukal gigi molar pertama atau kedua mandibular. Karena fitur radiologis berbeda
sesuai gigi yang terlibat, kista paradental yang berkembang pada gigi molar pertama
dan kedua, juga disebut "kista paradental juvenile" oleh Craig pada tahun 1976.
Usia rata-rata pasien dengan kista paradental pada gigi molar pertama lebih rendah
adalah 8-9 tahun, sedangkan kista pada gigi molar kedua muncul antara usia 13
sampai 20 tahun. Kista bilateral ditemukan pada 23,6% kasus.
Sehubungan dengan gigi molar ketiga yang lebih rendah, lesi ini dapat
dianggap sebagai kista kedua yang paling sering, yang mewakili 25% lesi kistik
yang terkait dengan gigi ini, meskipun hanya mewakili 1,6% dari lesi kista yang
dianalisis oleh Colgan, dkk.
Kista paradental biasanya ditemukan di mandibula, hampir selalu pada
aspek distal atau bukal dari gigi molar yang utuh, selalu vital. Sementara aspek
mesial dapat dilibatkan dalam kasus yang jarang terjadi, aspek lingual tidak pernah
terlibat.
Hubungan antara gigi yang erupsi dan penampilan kista mendukung etiologi
inflamasi selama erupsi, yang menyebabkan pembentukan proliferasi epitel dan
pembentukan kista, sel epitel terletak di Malassez tampaknya merupakan asal usul
yang paling mungkin, walaupun mereka sama sekali tidak menjelaskan kista yang
terletak di dekat akar. Keterlibatan permukaan bukal yang hampir eksklusif dapat
dijelaskan oleh fakta bahwa kuspids mesiobukal adalah yang pertama menembus
mukosa selama erupsi, dan akibatnya, yang pertama terkena mikrosistem mulut.
Beberapa penulis telah menggunakan istilah kista bukal bifurkasi mandibula
untuk mengidentifikasi JPC gigi molar pertama; deskripsi spesifik situs dan usia ini
menekankan lokasi kista (selalu permukaan bukal) dan hubungan konsisten dengan
bukal bifurkasi. Dinding kistik, dalam kasus kami, melekat erat pada furkasi
radikular dan perpanjangan kista sangat besar untuk melibatkan bagian kecil
mahkota gigi molar kedua bawah.
JPC tidak dengan mudah dibedakan dari lesi lain seperti kista dentigerous
yang meradang, folikel yang meradang, giant cell granuloma, kista radikular dan

26
kista periodontal perkembangan lateral. JPC dapat menyajikan tanda-tanda klinis
dan radiografi yang bervariasi dan dapat disalahartikan dengan kista radikular pada
pemeriksaan mikroskopis, karena alasan ini, diwajibkan untuk mengkorelasikan
semua data klinis, radiografi dan histologis untuk mendapatkan diagnosis
paradental. Selain itu, diagnosis banding dengan kista lateral dan radikular
diberikan oleh fakta bahwa dalam kasus terakhir ini, tes elektrik pulpa dari gigi
yang terlibat adalah negatif.
Pada artikel ini, penulis menyajikan kasus kista bukal bifurkasi besar yang
melibatkan gigi molar pertama permanen mandibula dan bagian mahkota gigi molar
kedua. Gambaran CBCT dicirikan oleh radiolusen yang well-defined yang terkait
dengan akar pada aspek bukal. Kasus kami disajikan dengan sedikit gejala klinis,
sesuai dengan pengamatan bahwa JPCs sering menyebabkan perluasan tulang bukal
mandibula dan pembengkakan pada gingiva, tanpa rasa sakit. Perluasan lempeng
tulang bukkal sering merupakan tanda klinis pertama yang dapat terdeteksi yang
dapat menyebabkan diagnosis lesi ini. Peningkatan kedalaman pemeriksaan
mendalam periodontal yang diamati dalam kasus ini adalah fitur diagnostik penting
lainnya. Karakteristik ini terkait dengan integritas radiografi yang terlihat dari
lamina dura dan ruang periodontal apikal dapat mendukung etiologi periodontal.
Selain itu, temuan pembedahan, seperti kavitas tulang dan kandungan kistik dapat
memberi beberapa petunjuk penting. Enukleasi pada lesi tanpa ekstraksi gigi yang
terkait, ditunjukkan saat yang kedua atau, seperti kasus kami, gigi molar pertama
dilibatkan. Tujuan pengobatan adalah memulihkan morfologi dan fungsi daerah
yang terkena.
Dalam literatur dua prosedur bedah dasar yang dilaporkan: protokol dua-
tahap (marsupialisasi, pertama dan enukleasi setelah dekompresi), atau protokol
satu-tahap (hanya marsupialisasi atau hanya enukleasi). Enukleasi with penutupan
primer adalah penatalaksanaan pilihan. Ini adalah perawatan bedah satu tahap yang
diikuti oleh tindak lanjut radiografi secara berkala untuk memantau penyembuhan
tulang juga memungkinkan pemeriksaan spesimen histopatologis untuk diagnosa
akhir. Enukleasi dapat dilakukan hanya jika tulang rahang yang bersebelahan
dengan kista masih utuh. Jika CT-scan menunjukkan erosi pada korteks vestibular
atau lingual, marsupialisasi adalah penatalaksanaan pilihan.

27
Pompura dkk. menggambarkan keberhasilan pengobatan 44 kista bukal
bifurkasi dengan enukleasi tanpa ekstraksi bersamaan pada anak-anak berusia 5,5
sampai 11 tahun. Perawatan sukses yang sama ditanggapi oleh Thikkurissy dan
Vedtofte dan Praetorius. Penulis ini mempresentasikan 13 kasus yang melibatkan
gigi molar pertama dan kedua mandibula yang dibuat tanpa ekstraksi dengan dua
kali kekambuhan.
Kesimpulan :
Kista bukal bifurkasi adalah kista odontogenik, yang sering dikaitkan
dengan gigi molar permanen pada anak-anak.
Mengingat usia muda pasien dan lokalisasi lesi, yang melibatkan gigi
penting seperti gigi molar, perawatan bedah yang paling konservatif sangat penting.
Untuk alasan ini pilihan pengobatan adalah proteksi bedah satu-tahap dengan
enukleasi sederhana dan kuretase lesi tanpa ekstraksi gigi vital yang terlibat.
Prosedur ini telah menunjukkan hasil yang sangat baik baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang seperti yang ditunjukkan dalam literatur.
D. LAPORAN KASUS 4 : KISTA DENTIGEROUS PADA SEORANG ANAK
KECIL

Levent Demiriz, Ahmet Ferhat Misir, Durmus Ilker Gorur. Faculty of


Dentistry, Bülent Ecevit University, Zonguldak, Turkiye. Faculty of Dentistry,
Ankara University, Ankara, Turkiye. Oktober, 2015 ;9:599-602.

Laporan Kasus :
Seorang pasien anak perempuan berusia 5 tahun dirujuk ke Departemen
Pedodontik karena terdapat bengkak yang tidak nyeri di sisi kanan mandibula
selama 6 bulan terakhir. Pada pemeriksaan umum, pasien ternyata sehat tanpa
riwayat medis apapun yang signifikan dan tes hematologi rutin berada dalam batas
normal. Pemeriksaan ekstraoral menunjukkan adanya pembengkakan di dekat batas
bawah mandibula kanan. Pemeriksaan intraoral menunjukkan adanya
pembengkakan keras yang menyebabkan menonjolnya tulang kortikal di daerah
molar kanan pertama mandibula. Gigi molar pertama kanan mandibula adalah non
vital, dan mahkota telah dihilangkan oleh lesi karies. Mukosa yang berdekatan itu
tampak normal, dan tidak ada tanda-tanda inflamasi.

28
Foto radiografi panoramik (gambar 1) diambil untuk pemeriksaan
radiologis, dan ini mengungkapkan adanya lesi kistik radiolusen unilokular dengan
batas sklerotik yang terkait dengan mahkota premolar pertama kanan mandibula.
Mahkota premolar pertama kanan mandibular diletakkan secara horisontal dan
dipindahkan secara koronal. Selain itu, lesi kistik radiolusen meluas ke batas bawah
mandibula. Setelah pemeriksaan klinis dan radiologis, diagnosis sementara kista
dentigerous telah dibuat.
Enukleasi pembedahan kista dipilih sebagai pengobatan pilihan. Intervensi
bedah dilakukan dengan anestesi umum. Gigi molar pertama pada mandibula kanan
pertama diekstraksi sebelum kavitas kista dibuka dengan membuka flap. Setelah
proses pembukaan flap, kavitas kista diidentifikasi (gambar 2) dan isi kista
dikeluarkan dengan gigi premolar yang tidak erupsi (gambar 3). Flap dijahit
terutama untuk menutup luka. Spesimen disiapkan dan dikirim untuk pemeriksaan
histopatologi. Pemeriksaan histopatologis menunjukkan epitel skuamosa berlapis
stratifikasi dan memastikan diagnosis kista dentigerous (gambar 4). Pemeriksaan
diadakan setiap 3 bulan untuk tindak lanjut klinis dan radiologis. Setelah 18 bulan,
tidak ada kekambuhan di lokasi operasi (gambar 5).

Gambar 1 : Radiografi panoramik


menunjukkan area radiolusen dengan
pemindahan premolar yang mendasari

Gambar 2 : Tampilan
intraoperatif rongga kista

29
Gambar 3 : Tampilan mahkota gigi
yang tidak erupsi dan cystic

Gambar 5 : Radiografi panoramik


Gambar 4 : Photomicrograph lesi pasca operasi (18 bulan kemudian)
menunjukkan lesi kistik yang dilapisi oleh
epitelium tidak berkeratin (H dan E × 100)

Diskusi :
Kista dentigerous paling sering terjadi pada usia dua puluhan atau tiga
puluhan. Namun, frekuensi pada anak-anak relatif rendah, dan 4-9% kista ini terjadi
pada 10 tahun pertama setelah kelahiran. Dalam kasus ini, kista dikaitkan dengan
mahkota gigi premolar pertama permanen mandibula pada anak berusia 5 tahun.
Dua jenis kista dentigerous dilaporkan dalam literatur: Jenis developmental
dan inflamasi. Jenis developmental dari kista ini adalah jenis yang paling umum,
yang mengelilingi mahkota gigi yang tidak erupsi dengan akumulasi cairan di
antara lapisan organ enamel. Jarang, kista dentigerous berkembang sebagai akibat
peradangan periapikal dari gigi primer non vital. Penyebaran periapikal peradangan
dapat mempengaruhi kuman gigi permanen dan dapat menyebabkan pembentukan
kista. Oleh karena itu, inflamasi pada kista dentigerous biasanya berhubungan
dengan akar gigi primer non vital. Menurut definisi ini, kehadiran gigi molar
pertama rahang utama yang nekrosis jadi non vital yang tmeningkatkan
kemungkinan menjadi jenis kista dentigerous pada kasus ini.

30
Keratokista odontogenik, ameloblastoma unikistik, central giant cell
granuloma, dan kista radikular besar harus dipertimbangkan dalam diagnosis
banding kista dentigerous. Radiografi saja tidak dapat membedakan lesi yang
disebutkan di atas, jadi pemeriksaan histopatologis harus dilakukan. Selain itu, sel
epitel yang melapisi lumen kista dentigerous memiliki kemampuan yang tidak biasa
untuk menjalani transisi metaplastik. Kista dentigerous yang tidak diobati jarang
berkembang menjadi tumor odontogenik atau keganasan seperti karsinoma sel
skuamosa. Karena itu, awal diagnosis dan pengobatan lesi kista dentigerous
menciptakan suatu kepentingan untuk pencegahan terjadinya lesi yang lebih
merusak.
Faktor-faktor seperti ukuran dan lokasi lesi kistik dapat mengubah pilihan
pengobatan. Lesi yang tersedia untuk pengobatan lesi ini pada anak-anak meliputi
enukleasi total kista dengan penutupan primer atau marsupialisasi. Marsupialisasi
kista adalah pengobatan pilihan yang memberi kesempatan pada gigi yang tidak
erupsi untuk muncul pada kista besar; namun, teknik ini menciptakan kelemahan
yang penting. Sebagai ilustrasi, prosedur bedah dua tahap dapat menghasilkan
prosedur yang tidak dapat ditolerir untuk anak dan diangkat ke belakang jaringan
patologis. Enukleasi dengan penutupan primer adalah pilihan pengobatan dalam
kasus kami karena kistanya kecil, dan perpindahan gigi permanen yang tidak erupsi
sangat parah.
Meskipun lesi kista dentigerous jarang terjadi di dekade pertama kehidupan,
mereka bisa terbentuk pada anak kecil. Untuk alasan ini, pilihan pengobatan yang
benar dengan diagnosis klinis awal lesi ini dapat meningkatkan tingkat
keberhasilan. Sebuah tindak lanjut jangka panjang penting untuk diagnosis
kekambuhan juga.
E. LAPORAN KASUS 5 : KISTA RESIDUAL

Deepthi Adappa, LaxmikanthChatra, Prashanth Shenai, Veena KM, Prasanna


Kumar Rao, Rachana V Prabhu. Department of Oral medicine and Radiology,
Yenepoya Dental College, Yenepoya University, Mangalore, Karnataka, India.
Agustus, 2014. Vol. 1 Issue 4.

31
Laporan Kasus :
Seorang pasien laki-laki berusia 36 tahun melapor ke Departemen
Kedokteran dan Radiologi Mulut, Universitas Kedokteran Gigi dan Rumah Sakit
Yenepoya, Mangalore, India, dengan keluhan utama pembengkakan tanpa rasa sakit
yang perlahan di bagian depan kanan atas maxillaris sejak kurun waktu 2 bulan.
Menurut pasien pembengkakan terus berlanjut dan tetap sama ukurannya. Tidak ada
nanah atau pendarahan. Pasien memiliki riwayat ekstraksi di daerah yang sama
sekitar sepuluh tahun yang lalu.
Pada pemeriksaan pasien dari mempunyai tinggi badan rata-rata dan cukup
gizi. Kondisi umum pasien tidak menunjukkan adanya kelainan yang berarti. Pada
pemeriksaan ekstra mulut tidak ada temuan yang signifikan. Tidak ada asimetri
wajah. Pemeriksaan intraoral menunjukkan kehilangan gigi kaninus permanen
pertama dan gigi premolar pertama di daerah maksila kanan dengan lekuk ekstraksi
yang telah disembuhkan dan mukosa alveolar normal. Pembengkakan dilokalisasi
dan tunjukkan dengan lebar 0,5 cm dari punggung alveolar dari daerah gigi kaninus
yang hilang dan daerah premolar pertama yang membentang lebih unggul sampai
mukosa alveolar. Pembengkakan tampak berukuran sekitar 2x2 cm, bentuk
melingkar dan well-defined. Pada palpasi itu terasa lembut, berfluktuasi dan tidak
empuk. Mukosa atasnya halus, meninggi tanpa nanah atau pendarahan (gambar 1).
Kista residual adalah diagnosis sementara setelah mempelajari riwayat kasus
dan temuan klinis. Keratokista odontogenik, ameloblastoma kistik, degenerasi
kistik dari tumor odontogenik adenomatoid, dan kista yang timbul dari antrum
maksila adalah diagnosis banding.
Radiografi periapikal intraoral daerah gigi maksilaris kanan menunjukkan
adanya gigi kaninus permanen yang hilang dan gigi premolar pertama dengan
radiolusen parsial yang dilapiskan pada daerah edentulous. Radiolusen berbentuk
oval dan well-defined dengan batas sklerotik berukuran sekitar 2x2 cm. Tidak ada
bukti tunggul akar atau kelainan apapun yang berhubungan dengan dasar sinus
maksila.
Radiografi oklusal menunjukkan radiolusen yang berbentuk jelas dan tidak
berbentuk melintang ukuran 5x3cm yang ada pada aspek palatal maksila kanan
yang membentang anterior dari area akar periapikal gigi insisivus lateral dan
posterior sampai ke sisi distal gigi premolar kedua dan lateral 2 mm dari garis

32
tengah langit-langit yang dikelilingi oleh celah kortikal yang tipis dan tidak
kontinyu (gambar 2).
Radiografi panoramik menunjukkan gigi yang normal lengkap sehubungan
dengan lengkungan rahang atas dan bawah dengan beberapa gigi yang hilang terkait
dengan geraham pertama rahang atas, gigi taring, gigi insisivus lateral dan geraham
depan pertama kiri maxilari, molar pertama dan molar kedua dan ketiga
mandibular kiri, molar pertama dan kedua mandibular kanan. Radiolusen
unilocular dengan kekaburan yang dikelilingi oleh korteks diskontinu hadir pada
daerah antrum maksila kanan. Bentuknya oval kira-kira berukuran sekitar 5x3 cm,
memperluas area akar periapikal antero-posterior gigi insisivus lateral sampai ke
sisi distal geraham depan kedua dan lateral 2 mm dari garis tengah langit-langit.
Superoinferior, tidak diperluas untuk menggantikan gigi atau lantai sinus maksila.
Sebuah aspirasi jarum halus menganspirasi cairan berwarna merah tua,
sedikit darah, dan sangat kental (gambar 3). Pemeriksaan sitologi aspirasi
menunjukkan adanya darah yang mengandung cairan kistik. Gambaran
histopatologis yang diwarnai dengan H dan E menunjukkan selubung sel darah
merah dengan beberapa sel peradangan dalam latar belakang eosinofilik
mengkonfirmasi diagnosis kista residu yang sudah mapan.
Bedah enukleasi pada kista dilakukan dengan anestesi lokal dan asepsis
ketat melalui pendekatan intraoral. Spesimen kotor yang terurai menunjukkan
nanah yang berwarna kekuningan, padat seperti bahan yang dikelilingi oleh kapsul
lunak berlapis tipis (gambar 4). Masa pasca bedah terasa lancer (gambar 5).

Gambar 1 : Intraoral swelling Gambar 2 : Tampilan oklusal


terdapat pada aspek labial
bagian maksilaris dextra

33
Gambar 3 : Aspirasi cairan warna
merah adalah cairan viscous

Gambar 4 : Bagian spesimen Gambar 5 : Periode pasca


yang besar dengan kapsul lunak pembedahan

Diskusi :
Kista residual akibat operasi pengangkatan kista radikal atau kista inflamasi
yang tidak lengkap. Gambaran histologis dan klinis dari kista radikular sangat mirip
dengan kista residual kecuali untuk lokasi gigi yang diekstraksi. Awalnya gigi
diekstraksi dengan daerah patologis periapikal, jika ada, tertinggal di tulang yang
bisa menyebabkan pembentukan sisa kista gigi dari waktu ke waktu. Setelah
beberapa tahun, ukuran kista bisa diatasi, tetap pada ukuran yang sama atau malah
bertambah dalam ukuran.
Fitur radiografi adalah struktur radiolusen unilocular well-defined dengan
ukuran yang bervariasi di area edentulous dari lokasi gigi yang diekstraksi
sebelumnya. Sebuah studi terperinci tentang temuan klinis, histopatologis dan
radiologi penting karena ada banyak kista yang serupa secara klinis dan radiografi.
Kira-kira 10% kista odontogenik paling sering asimtomatik. Sangat jarang
terjadi ketika pasien secara sukarela datang dengan keluhan tunggal kista residual
karena biasanya gejala dan umumnya didiagnosis setelah pemeriksaan klinis dan
radiografi rutin. Dalam kasus ini, meskipun pasien telah menemukan benjolan itu
sebelumnya, dia akhirnya mengunjungi departemen gigi hanya setelah benjolan
mulai mengganggu penggunaan gigi tiruan.

34
Kista residual berada di bawah kista terinflamasi dan biasanya hadir secara
periapikal dan tetap ada setelah ekstraksi gigi yang berhubungan. Pasien juga
memiliki riwayat ekstraksi di daerah kista dalam kasus ini. Kanal mandibular, gigi
dan lantai sinus maksila dan struktur anatomis lainnya dapat menyimpang karena
kista yang tumbuh lambat seiring berjalannya waktu. Bagaimana pun tidak pernah
ada kerusakan korteks tulang terlihat dalam kasus saat ini.
Jenis pengobatan yang dapat dilakukan untuk kista residual adalah
marsupialisasi atau enukleasi yang bergantung pada lokasi kista. Dalam kasus yang
disajikan di sini, karena ukurannya yang lebih kecil dan lapisan kortikal yang utuh,
enukleasi kista telah dilakukan. Jika korteks lesi itu utuh biasanya akan ada
perbaikan tulang yang lengkap, maka tidak diperlukan penyambungan tulang untuk
membangun kembali rongga tulang pasca-bedah.
Kesimpulan :
Kista residu adalah manifestasi oral yang jarang terjadi yang sering
dilewatkan oleh pasien karena asimtomatik kecuali terinfeksi. Riwayat kasus yang
menyeluruh, pemeriksaan oral, radiografi & sitologi adalah suatu keharusan untuk
memberikan diagnosis yang memadai.
F. LAPORAN KASUS 6 : KISTA RADIKULAR

Harshitha KR, Varsha VK, Deepa. C. Department of dentistry, R.L.Jalappa


hospital & Research centre, Tamaka, Kolar, Karnataka., India. Department of
oral pathology, Rajarajeshwari dental college, Bangalore, Karnataka, India.
2015; 1(4): 20-22.

Laporan Kasus :
Seorang laki-laki usia 60 tahun dilaporkan dari departemen kami dengan
bengkak pada palatum anterior sejak 6 bulan yang lalu, dimana secara perlahan
ukurannya bertambah besar. Pada pemeriksaan klinis didapatkan ukuran bengkak
2×3 cm membentang dari gigi 21 sampai 24 pada palatum anterior, konsistensi
kenyal, erosi, dan atrisi pada gigi 11, 21, 22 (gambar 1). Tidak ada catatan yang
dikeluarkan. Gigi goyang saat diperkusi. Pada gambaran radiografi di maksila
bagian oklusal, menunjukkan gambaran radiolusen well defined dengan ukuran
diperkiran 2×4 cm melibatkan apex gigi 11, 21, 22 (gambar 2).
Kasus ini dalam menegakkan diagnosa pasti kistanya, melakukan
pemeriksaan radiografi tetapi sebutan terakhir untuk jenis kista ini diserahkan pada

35
laporan histopatologi. Rencana penatalaksanaan terdiri dari RCT dan enukleasi
kista yang mana untuk menyetujui pengambilan kista dari pasien. RCT dilakukan
sampai persiapan biomekanikal dan tahap RCT yang tersisa dilakukan setelah
menjalani operasi enukleasi kista, karena ada drainase yang terus menerus dari
kanal gigi yang terinfeksi dan kemungkinan kekambuhan jika adanya sisa-sisa
kista.
Prosedur enukleasi kista : Lignocaine dan 2% adrenalin diinjeksikan dengan
anestesi dari bagian operasi. Insisi creviculer ditempatkan pada aspek palatum
diperluas dari 14 – 24 untuk menurunkan ketebalan penuh dari flap bahwa adanya
defek yang terbuka lebar pada tulang palatum (gambar 3).
Lapisan kista digali beserta isinya, yang mana meninggalkan cacat tulang
palatal yang menganga besar dengan ukuran 2 dari 3 cm (gambar 4). Kuretase
menyeluruh telah dilakukan. Prnutupan flap dilakukan dengan 3-0 silk suture.
Spesimen dikirim untuk pemeriksaan histopatologi yang mana telah dikonfirmasi
hasilnya yaitu kista radikuler (gambar 5). Drainase cairan sinus di kanal-kanal
dilanjutkan sampai dengan 15 hari post operasi. Begitu kanal-kanal kering,
penutupan lubang dilakukan dengan mahkota jaket dimasukkan dengan durasi 1
minggu pada gigi anterior.

Gambar 1 : Foto preoperatif menunjukkan swelling di palatum anterior

Gambar 2 : Gambaran radiografi bagian oklusal menunjukkan radiolusen


yang melibatkan apex gigi 11, 21 dan 22

36
Gambar 3 : Terdapat flap dengan ketebalan
penuh menunjukkan cacat lebar pada palatal

Gambar 5 : gambaran histopatologik

Gambar 4 : Defek tulang palatal setelah


enukleasi

Diskusi :
Kista radikuler seperti yang diketahui adalah seperti kista periapikal, kista
periodontal, kista sisa akar atau kista gigi yang berasal dari sel epitelial yang
melekat pada Melassez di ligamentum periodontal sebagai hasil dari inflamasi
karena nekrosis pulpa atau trauma. Kista radikuler dengan insidensi 0.5 – 3.3% dari
total jumlah gigi sulung dan permanen. Terjadi lebih banyak yang secara umum
terjadi antara usia dekade ketiga dan kelima yang lebih umum terjadi pada laki-laki
dari pada perempuan dan frekuensi lebih banyak ditemukan di anterior maksila dari
pada bagian-bagian lain di rongga mulut. Hal itu dapat dikarakteristikan secara
khusus dalam kasus ini.
Pathogenenis pada kista radikuler dapat dideskripsikan yang terdiri dari 3
fase yang berbeda : fase inisiasi, fase formasi, fase pembesaran. Kista radikuler

37
biasanya asimptomatik dan tidak diperhatikan sampai terdeteksi dengan
pemeriksaan radiografik rutin dimana beberapa kasus lama bisa terjadi eksaserbasi
akut dan lesi kistik dan mengembangkan tanda dan gejala seperti swelling, gigi
goyang, dan kelainan letak pada gigk yang tidak erupsi. Terkait gigi yang selalu
non vital dan menunjukkan diskolorasi warna. Hal itu secara klinis menunjukkan
swelling di bukal dan palatal pada maksila dimana biasanya jika pada mandibula
sering di daerah bukaal dari pada di daerah lingual. Pada awalnya, pembesarannya
memang kecil namun seperti ukuran kista bertambah, penutup tulang menjadi
sangat tipis dan pembengkakan menunjukkan kekambuhan dan menjadi fluktuatif
ketika kista telah benar-benar mengikis tulang seperti yang terlihat kasus sekarang.
Kista radikular paling radikal tampak bulat atau berbentuk pir lesi
radiolusen di daerah periapikal. Lebih besar kemungkinan radiolusen menjadi kista
radikular bukan lesi periodontitis periapikal kronis dengan peningkatan ukuran
radiolusen, khususnya yang lebih dari 2cm.
Pilihan pengobatan dapat ditentukan oleh beberapa faktor seperti
perpanjangan lesi, hubungan dengan struktur mulia, evolusi, asal, ciri klinis lesi,
kerja sama dan kondisi sistemik pasien. Pengobatan pilihan untuk kista radikular
bisa menjadi non surgical konvensional RCT saat lesi dilokalisir atau perawatan
bedah seperti enukleasi, marsupialization atau dekompresi saat lesi besar. Laporan
kasus ini menghadirkan operasi yang berhasil dengan enukleasi kista radikular
besar bersamaan dengan perawatan saluran akar.
Gambaran histologis: Hampir semua kista radikular berjajar seluruhnya atau
sebagian oleh non keratinized stratified squamous epitelium. Lapisan ini mungkin
terputus mulai ketebalan dari 1-50 lapisan sel. Pada tahap awal epitel lapisan
mungkin proliferatif dan menunjukkan arcade dengan intens infiltrate pada proses
inflamasi. Saat kista membesar, lapisannya menjadi diam dan cukup teratur dengan
tingkat tertentu diferensiasi menyerupai stratified squamous epitelium.
Pembentukan keratin (2% kasus) bila ada, hanya mempengaruhi bagian dari
dinding kista. Inflamasi sel infiltrate di dalam proliferasi epitel terdiri dari PMN dan
kapsul fibrosa yang berdekatan diinfiltrasi oleh kronis sel inflamasi.
Kesimpulan :
Penatalaksanaan pada kista masih dalam proses diskusi. Macam-macam
opsi penatalaksanaan disarankan tergantung pada ukuran dan lokasi kista ketika

38
didapatkan lesi endodotik yang besar. Penatalaksanaan dapat berupa bedah
enukleasi namun beberap peneliti menganjurkan untuk managemen penyakit tanpa
pembedahan pada lesi kecil. Pada laporan kasus ini, menunjukkan suksesnya
managemen pembedahan pada kista yang besar disamping dengan penatalaksanaan
endodontik.
G. LAPORAN KASUS 7 : KISTA GLANDULAR ODONTOGENIK
GLANDULAR MAKSILA POSTERIOR: ENTITAS LANGKA

Li Feng Li, Pradeep Singh, Ji Ping, Xian Li. 1Department of Oral and
Maxillofacial Surgery, The Affiliated Hospital of Stomatology, Chongqing
Medical University. April, 2016. Vol. 7 No. 4.

Laporan Kasus :
Seorang pasien wanita berusia 23 tahun datang ke bagian bedah mulut dan
rahang maksilofacial, dengan keluhan utama nyeri di daerah gigi rahang atas kanan
bagian belakang sejak empat bulan lalu. Nyeri bersifat ringan dan berulang. Tidak
ada gejala terkait selain dari nyeri ringan pada daerah bukal kanan maksila. Sejarah
gigi yang teliti dengan pasien mengungkapkan bahwa ia memiliki riwayat bengkak
dan nyeri intermiten di bagian yang sama lima tahun yang lalu, di mana ia
didiagnosis dengan kista radikuler pada usia 16 tahun, dan harus menjalani operasi
untuk enukleasi kista. Satu tahun pasca operasi, pasien menjalani ekstraksi molar
pertama kanan atas di beberapa fasilitas gigi lainnya, karena rasa sakit terus-
menerus. Empat bulan yang lalu dia menjalani terapi saluran akar untuk gigi 17, di
beberapa fasilitas gigi lainnya. Riwayat medis dan keluarga masa lalu tidak dapat
dibagikan dan tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
Pemeriksaan Klinis : Ekstra-oral tidak ada asimetri wajah yang tampak
jelas. Pada pemeriksaan intra-oral massa dan pembengkakan yang signifikan tidak
tampak, kecuali nyeri ringan pada daerah bukal posterior kanan atas, memanjang
dari daerah gigi 15 hingga 18. Gigi yang terkait diuji vital. Cairan kistik berwarna
kemerahan pada aspirasi jarum. Tidak ada tanda-tanda infeksi yang jelas, dan
keterbatasan pembukaan mulut. Radiografi panoramik praoperatif diambil dan
pemeriksaan histologis pasca operasi dilakukan.
Pemeriksaan Radiologi : Radiografi panoramik menunjukkan lesi
radiolusen multilokular besar oval yang luas berukuran sekitar 3.00 x 1.80 cm,
terletak di bawah daerah sinus maksila dan membentang dari akar gigi 15 sampai

39
18 daerah gigi (gambar 1 dan 2). Gambar rekonstruksi 3D cone beam computed
tomography (CBCT) menunjukkan adanya perforasi tulang kortikal yang
membentang dari daerah periapikal gigi 15 hingga 18 (gambar 3).
Pemeriksaan histologis awal : Pemeriksaan mikroskopis bagian pewarnaan
H&E pada spesimen menunjukkan lapisan epitel skuamosa berlapis stratifikasi non-
keratinisasi dengan ketebalan bervariasi dengan hiperplasia epitel (proliferasi dan
pemanjangan tidak beraturan). Namun, beberapa sel seperti kelenjar lendir juga
diamati di beberapa daerah selektif yang tidak begitu khas (gambar 4A-B). Sifat,
lokasi anatomi, temuan radiografi, dan temuan histopatologi lesi yang kompatibel
dengan diagnosis kista radikuler. Ameloblastoma dan keratokista odontogenik
dipertimbangkan untuk diagnosis banding yang sama.
Prosedur Operatif Saat Ini : Mempertimbangkan usia dan persyaratan
subyektif, dan dengan persetujuan penuh pasien, akhirnya diputuskan untuk
mengobati kasus dengan enukleasi dan reseksi blok rahang atas, secara bersamaan
mengekstraksi daerah gigi 15, 17 dan 18. Pembedahan dilakukan dengan anestesi
umum dan selama operasi beberapa lapisan kistik tebal ditemukan yang mudah
dienukleasi dari rongga tulang (Gambar 5 dan 6). Untuk menjelaskan lebih lanjut
sifat lesi dan untuk memberikan diagnosis akhir, kami melakukan biopsi insisional
dan bagian dari lapisan kistik dipotong melalui perforasi tulang kortikal dan
spesimen menjadi sasaran pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia.
Pemeriksaan histopatologi baru-baru ini : Pemeriksaan mikroskopis dari
spesimen menunjukkan, struktur kelenjar dilapisi oleh sel mukosa di dalam epitel
skuamosa non-keratin. Lapisan sel spinous muncul sebagai vakuola (Gambar 7A-
B). Tidak ada sel musin tunggal yang terlihat pada epitelium. Tidak ada tanda-tanda
karsinoma mucoepidermoid yang signifikan terlihat pada bagian yang diperiksa.
Pemeriksaan imunohistokimia : Untuk menilai sifat kista yang
berkembang biak dalam kasus ini, pewarnaan imunohistokimia (IHC) dilakukan
menggunakan Ki-67, p53 dan sitokeratin (CK) ditemukan positif untuk p53
(Gambar 8A), Ki-67 (Gambar 8B) dan CK (Gambar 9). Namun, ekspresi CK cukup
positif pada lapisan basal dan sedikit positif pada lapisan parabasal dan permukaan
dan sel-sel pembentuk duktus.
Temuan pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia merupakan
indikasi dari 'kista odontogenik kelenjar' sehingga diagnosis akhir dari GOC dibuat.

40
Pemulihan pasca operasi tidak lancar (Gambar 10 dan 11). Pasien saat ini sedang
menjalani tindak lanjut jangka panjang. Satu tahun tindak lanjut menunjukkan
perbaikan penyembuhan tulang tanpa tanda-tanda kambuh.

41
42
Diskusi :
GOC adalah entitas langka dengan frekuensi yang relatif rendah yaitu
0,012-0,03% dan tingkat prevalensi 0,17%. Magnusson dkk. dalam penelitian
mereka mengevaluasi 5.900 kasus kista tulang rahang dan hanya menemukan tujuh
kasus GOC, yaitu sekitar 0,12%. Dalam studi serupa lainnya oleh Van Heerden
dkk, hanya 1,3% kasus yang dilaporkan. Tinjauan literatur menunjukkan bahwa
GOC dapat meniru spektrum klinikopatologi yang luas mulai dari LPC ke
neoplasma ganas yang merusak seperti karsinoma mucoepidermoid sentral
(CMEC).
Karena sangat sedikit kasus GOC yang dilaporkan dalam literatur Inggris,
insidennya, manifestasi klinis, temuan radiologi, gambaran histologis, pengobatan
dan prognosis tidak memiliki pendapat yang seragam. Secara klinis, GOC sering
diwujudkan sebagai massa tanpa rasa sakit yang tumbuh lambat, sedikit disertai
rasa sakit, paresthesia dan mati rasa. Lesi dapat menyebabkan rasa sakit karena
kompresi bundel neurovaskular atau infeksi sekunder. Dalam kasus ini pasien
adalah wanita paruh baya dengan nyeri berulang di daerah posterior kanan maksila,
Namun laporan literatur yang ada, sedikit predileksi pria dan, anterior mandibula
merupakan tempat kejadian yang paling umum. Dalam kasus ini, nyeri berulang
yang dikeluhkan pasien dianggap karena kompresi nervus alveolar superior
posterior oleh lesi.
Kurangnya konsistensi dalam manifestasi klinis, dan perkembangan lesi
intraosseous ini, dan kesamaan dengan berbagai patologi intrabony lainnya
menunjukkan pentingnya evaluasi radiografi dan histopatologi. Secara radiografis,
GOC dapat muncul sebagai lesi radiolusen intra-lingualis lokal, multilokular atau
unilokular dengan batas yang jelas. Dalam beberapa kasus juga dapat hadir
scalloped (pinggiran berlekuk-lekuk), dan perbatasan osteosclerotic perifer,
bersama dengan resorpsi akar dan perpindahan gigi. Dalam kasus yang disajikan,
pemeriksaan radiografi menunjukkan radiolusen multilokuler unilokuler dengan
margin yang terdefinisi dengan baik. Hal ini sering didiagnosis sebagai kista
odontogenik atau tumor karena penyakit ini tidak memiliki karakteristik khusus.
Secara histologi kasus yang disajikan terdiri dari fitur karakteristik tertentu
dari GOC seperti epitel skuamosa non-keratinisasi yang bervariasi dalam ketebalan
dan epitel kuboid atau bersilia dengan sel-sel penghasil lendir di permukaan.

43
Karena fakta bahwa kista periodontal lateral (LPC) dan CMEC menunjukkan
tumpang tindih substansial antara fitur histologis, diferensiasi histopatologi mereka
menjadi sulit dan harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Khususnya diferensiasi
CMEC kelas rendah dari GOC lebih penting dan sulit. Namun, identifikasi
mikrokista intraepithelial atau struktur seperti duktus, lingkaran epitel, sel bersilia,
dan sel kubus superfisial di GOC membedakannya dari CMEC kelas rendah.
Demikian juga, tidak adanya saluran seperti ruang dengan sel mukosa dan epitel
bersilia di bagian histologis LPC, mendukung diagnosis GOC.
Sementara beberapa penulis percaya perbedaan antara GOC dan karsinoma
mucoepidermoid sentral sangat tergantung pada tingkat proliferasi epitel, yang lain
telah merekomendasikan penggunaan penanda imunohistokimia untuk
membedakan kedua penyakit. Imunostaining dengan Ki-67, p53, CK-19 dan
kepositifan mereka di GOC dapat membantu membedakan GOC dari karsinoma
Mucoepidermoid (MEC). Studi-studi tertentu telah melaporkan peningkatan indeks
Ki-67 dan penurunan kepositifan P53 menunjukkan bahwa lapisan GOC
menampilkan peningkatan proliferasi, tetapi tidak berpotensi transformasi ganas.
Kaplan dkk. menemukan bahwa GOC menunjukkan immunomodisitas p53 yang
lebih rendah tetapi indeks proliferasi Ki-67 yang secara signifikan lebih tinggi
daripada MEC. Selain itu, kinetika sel di epitel lapisan mungkin terkait dengan
kecenderungan untuk kekambuhan dan sifat agresif GOC. Selanjutnya, Tosios dkk.
menunjukkan peningkatan Bcl2 (protein anti-apoptosis) dalam penelitian mereka
dan menyarankan disregulasi kematian sel di lapisan epitelium untuk dikaitkan
dengan perilaku biologis GOC.
Beberapa pilihan pengobatan termasuk kuretase, enukleasi, reseksi blok dan
osteotomi parsial tersedia untuk pengobatan GOC namun perawatan pilihan masih
kontroversial. Faktor lain adalah, pengobatan dengan enukleasi atau kuretase saja
dikaitkan dengan tingkat kekambuhan yang tinggi. Lesi multikistik yang dirawat
dengan kuretase atau enukleasi menunjukkan tingkat kekambuhan meningkat 55%
dengan rata-rata 4,9 tahun. Dalam kasus ini, reseksi en blok dianggap sebagai
pengobatan pilihan untuk menyembuhkan penyakit dan menghindari pembedahan
lebih lanjut. Kista ini memiliki perilaku agresif dan tingkat kekambuhan tinggi, jadi
tindak lanjut selama tiga sampai lima tahun harus dilakukan.

44
Meninjau pemeriksaan histologis kista radikuler, kita dapat menemukan
beberapa sel mirip lendir di beberapa daerah selektif, walaupun sel-sel ini tidak
begitu khas. Menganalisis fitur klinis, pemeriksaan radiologis dan histologis dari
dua lesi (GOC dan kista radikular), patut dipertanyakan untuk mendiagnosa apakah
ini benar-benar sebuah GOC yang berkembang dari kista radikular atau hanya lesi
baru yang timbul dari area yang sama. Tinjauan literatur telah menunjukkan bahwa
dalam salah satu laporan kasus GOC disajikan sebagai kista dentigerous. Pada titik
ini, kedua alternatif dimungkinkan dan lebih banyak laporan kasus dan studi harus
didorong untuk mendukung kemungkinan ini.
Kesimpulan :
Kesimpulannya, kista odontogenik glandular (GDC) menjadi entitas yang
langka, makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan yang ada tentang GOC dan
dapat membimbing pembaca dan dokter untuk memberi perhatian khusus pada
kasus serupa saat ditemui dalam pekerjaan klinis. Sel seperti kelenjar saliva yang
ditemukan dalam pemeriksaan histologis kista radikular harus menarik perhatian
khusus pada lesi, baik yang mengarah ke kekambuhan atau berkembang ke GOC.
Tindak lanjut umum harus sesuai jadwal.

45
BAB 4
KESIMPULAN

Kista odontogenik adalah suatu rongga patologis yang berisi cairan, dilapisi
epitel dan jaringan kolagen, yang berasal dari epitel odontogenik. Etiologi pada kista ini
ada 3 hal yang penting yaitu epitel yang berasal dari proliferasi sisa-sisa epitel
odontogenik yaitu epithelial rest of Malassez, gland of Serres, dan reduced enamel
epithelium. Dari etiologi tersebut kista odontogenik akan berkembang menjadi
beberapa jenis kista. Oleh karena itu, klasifikasi kista odontogenik sangat penting untuk
diagnosis dan penanganan yang tepat bagi pasien. Berbagai tumor meniru ciri klinis
dari kista dan dengan demikian bisa dibingungkan dengan kista yang sama.

Sebuah rongga berlapis epitel patologis yang diisi dengan bahan cairan atau
semifluid dan biasanya tumbuh dari dalam. Tulang rahang, mandibula dan rahang atas,
adalah tulang dengan prevalensi tertinggi dari pertumbuhan kista di tubuh manusia
karena banyaknya sisa epitel di rahang. Kista yang timbul dari jaringan yang biasanya
berkembang menjadi gigi disebut sebagai kista odontogenik.

Menurut WHO tahun 2005 kista odontogenik dikelompokkan menjadi 2 yaitu


pertama Inflammatory cyst dengan terdiri atas kista radikuler, apikal dan lateral, kista
residual, kista paradental dan juvenile paradental cyst dan kista inflamasi kolateral.
Sedangkan yang kedua adalah developmental cyst yang terdiri atas kista erupsi, kista
gingival pada dewasa, kista gingival pada bayi, kista dentigerous, kista periodontal
lateral developmental, kista botryoid odontogenik, kista glandular odontogenik,
calcifying odontogenic cyst dan keratosis odontogenik.

Dokter terutama dokter gigi harus mengetahui tanda dan manifestasi klinis pada
kista odontogenik, karena banyak kesamaan dari manifestasi klinis kista tersebut. Maka
dari itu, pemeriksaan penunjang untuk beberapa kista dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnose pasti. Pemeriksaan penunjang diantaranya foto rontgen
radiografik, pemeriksaan histopatologi, CT-san, CBCT, pemeriksaan imunohistokimia,
dll. Dalam penatalaksanaan kista odontogen ada berbagai macam cara tergantung dari
kista odontogen tersebut. Namun beberapa cara yang dapat dilakukan dua diantaranya
adalah enukleasi kista dan marsupilisasi.

46
Setelah dilakukan penatalaksanaan terhadap kista tersebut, pasien sebaiknya
rutin melakukan kontrol untuk melihat kondisi pasien dan ada tidaknya rekurensi dari
kista. Untuk prognosis pada kista odontogen setelah dilakukan pengobatan, hambir
sebagian besar baik dan tidak ada rekurensi.

47

Anda mungkin juga menyukai