INTISARI
I. PENDAHULUAN
Penggunaan terapeutik antimikroba bertujuan membasmi mikroba
penyebab infeksi. Antimikroba digunakan untuk mengobati penyakit infeksi
dengan gejala berat, telah berlangsung untuk beberapa waktu lamanya, lebih dari
beberapa hari dan dapat menimbulkan akibat cukup berat. Sedang untuk penyakit
infeksi dengan gejala klinik ringan, tidak perlu segera mendapatkan antimikroba
karena menunda pemberian antimikroba justru akan memberi kesempatan
merangsang mekanisme kekebalan tubuh. Sebagian besar infeksi yang terjadi
pada hospes dapat sembuh dengan sendirinya tanpa memerlukan antimikroba
(Anonim, 2007).
Sebelum pemberian antimikroba dimulai, selalu harus dipertanyakan lebih
dulu apakah ada kerasionalan penggunaan antibiotik yang menyangkut obat yang
akan digunakan, dosis, frekuensi, cara, dan lama pemberian. Pemilihan
antimikroba ditentukan oleh keadaan klinis pasien, kuman yang berperan dan sifat
antibiotik itu sendiri (Anonim, 1999).
Salah satu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri sehingga diobati
dengan terapi antibiotik adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). ISPA
hingga saat ini merupakan salah satu masalah utama kesehatan dari pusat
kesehatan dasar. ISPA adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus, bakteri
dan jamur.
Menurut rekapitulasi data rekam medik selama tahun 2009 tercatat 2916
kasus ISPA yang menjalani rawat jalan di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu.
Kasus ini menempati urutan pertama dari seluruh kasus pasien rawat jalan di
rumah sakit tersebut. Dari seluruh jumlah pasien ISPA tersebut, sebanyak 1559
kasus terjadi pada anak usia 1-12 tahun dengan prosentase pasien anak laki-laki
sebanyak 53,82% dan pasien anak perempuan sebanyak 46,18%. Atas dasar hal
tersebut di atas, maka perlunya dilakukan penelitian mengenai kerasionalan
penggunaan antibiotik pada anak penderita ISPA di Instalasi Rawat Jalan RSU
PKU Muhammadiyah Delanggu.
CERATA Journal Of Pharmacy Science 44
Muchson, dkk., Kerasionalan Penggunaan Antibiotik….
sudah rasional. Dosis Amoxicillin untuk usia 1-4 tahun diberikan dalam dosis
100-150 mg, sedangkan untuk usia 5-8 tahun diberikan dalam dosis 200 mg
(Anonim, 2002).
Dosis Kloramfenikol/Thiamfenikol hanya diberikan dalam sediaan sirup
dan sudah rasional. Untuk kelompok umur 1-4 tahun sebagian besar diberikan
dalam dosis 125 mg atau setara dengan 5 mL. Sedangkan untuk kelompok umur
5-8 tahun sebagian besar diberikan dalam dosis 250 mg atau setara dengan 10 mL
(Anonim, 2002).
Meskipun pemberian antibiotik di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu
sudah rasional, akan tetapi perlu diperhatikan untuk frekuensi pemberian dan
dosis Kotrimoksasol serta lama pemberian untuk ketiga jenis antibiotik.
Frekuensi pemberian untuk semua jenis antibiotik baik Amoxicillin,
Kotrimoksasol maupun Kloramfenikol/Thiamfenikol adalah tiga kali sehari. Hal
ini belum tepat untuk antibiotik Kotrimoksasol karena Kotrimoksasol diberikan
setiap 12 jam (dua kali sehari). Hal ini berkaitan dengan waktu paruh obat
sehingga obat akan memberikan efek lebih lama di dalam tubuh apabila waktu
paruhnya panjang. Kotrimoksasol memiliki waktu paruh 10 jam sedangkan
Amoxicillin waktu paruhnya 1-2 jam dan Kloramfenikol/ Thiamfenikol waktu
paruhnya 2-3 jam (Tan T. H&Rahardja, 2002). Maka frekuensi pemberian
Kotrimoksasol tidak dapat disamakan dengan frekuensi pemberian Amoxicillin
dan Kloramfenikol/Thiamfenikol.
Pemberian dosis Kotrimoksasol belum rasional karena dari frekuensi
pemberian yang seharusnya dua kali sehari tetapi diberikan tiga kali sehari. Untuk
kelompok umur 1-4 tahun dan kelompok umur 5-8 tahun diberikan dosis sekali
minum 240 mg atau setara dengan 5 mL. Untuk kelompok umur 1-4 tahun
dosisnya sudah benar (240 mg), tetapi dengan frekuensi pemberian dua kali
sehari. Jika diberikan dengan frekuensi tiga kali sehari maka akan melebihi dosis
pemakaian sehari yaitu 480 mg/hari (Anonim, 2002).
Untuk kelompok umur 5-8 tahun dosis yang diberikan kurang karena
seharusnya dosis Kotrimoksasol untuk sekali minum pada anak kelompok umur
tersebut adalah 480 mg atau setara dengan 10 mL dengan frekuensi pemberian
dua kali sehari. Meskipun diberikan dengan frekuensi tiga kali sehari, namun
CERATA Journal Of Pharmacy Science 50
Muchson, dkk., Kerasionalan Penggunaan Antibiotik….
dosis yang diberikan pada kelompok umur ini belum mencukupi dosis pemakaian
sehari yaitu 960 mg/hari. Begitupun dengan kelompok umur 9-12 tahun yang
dosis sekali minum sama dengan kelompok umur 5-8 tahun (480 mg) tetapi hanya
diberikan 160 mg. Meskipun diberikan dengan frekuensi tiga kali sehari, namun
dosis yang diberikan pada kelompok umur ini belum mencukupi dosis pemakaian
sehari yaitu 960 mg/hari (Anonim, 2002).
Lama pemberian antibiotik ISPA di Instalasi Rawat Jalan RSU PKU
Muhammadiyah Delanggu berada dalam rentang waktu 2-7 hari. Menurut WHO
(2003) lama pemberian antibiotik ISPA dalam rentang waktu 5-14 hari.
Pemberian antibiotik ISPA di Instalasi Rawat Jalan RSU PKU Muhammadiyah
Delanggu belum memenuhi pemberian antibiotik yang rasional karena hanya
sebanyak 13,3 % antibiotik yang diberikan selama lima hari dan 4,1 % untuk
penggunaan selama tujuh hari. Lama pemberian yang prosentasenya paling besar
yaitu selama 4 hari sebanyak 55,1 % dan sisanya untuk penggunaan selama dua
hari dan tiga hari. Lama pemberian antibiotik yang tidak rasional dapat
menyebabkan resistensi kuman, oleh karena itu biasanya orang tua dari pasien
dianjurkan untuk memeriksakan kembali anaknya apabila obat yang diberikan
dokter sudah habis untuk memastikan pasien sudah benar-benar sembuh.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu jenis
antibiotik yang digunakan untuk mengobati ISPA adalah Amoxicillin,
Kotrimoksasol dan Kloramfenikol/Thiamfenikol dalam bentuk tunggal.
DAFTAR PUSTAKA
A. Aziz, A.H.. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Salemba Medika. Jakarta.
_______. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
Arief, M.. 2003. Metode Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. CSGF. Surakarta.
Benih. 2008. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut), Ketahui dan Waspadailah.
http://www.ispa-infeksi-saluran-pernapasan-akut-ketahui-
danwaspadailah.html. 20 Desember 2009. Jam 19.30 WIB.
Biddulph, J. dan Stace, J.. 1999. Kesehatan Anak Untuk Perawat, Petugas
Penyuluhan Kesehatan dan Bidan Desa. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Dwiprahasto, I., Suryawati, S., Santoso, B.. 1988. Pemakaian dan Pengelolaan
Obat dalam Rumah Tangga. Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran
UGM. Yogyakarta.
Giniarti, A.C.. 2009. Kajian Penggunaan Antibiotik Pada Anak Rawat Jalan
Penyakit ISPA di RSUD Dr. M. Ashari Pemalang. http://www.etd.e-
print/UMS. 27 Januari 2010. Jam 20.30.
Riftania, F.M.. 2009. Kajian Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Rawat
Terdiagnosa ISPA di RSUD Pandan Arang Boyolali.
CERATA Journal Of Pharmacy Science 53
Muchson, dkk., Kerasionalan Penggunaan Antibiotik….
Rubiyanto, N.. 1996. Penggunaan Antibiotik untuk Terapi ISPA dan Diare di
Puskesmas Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi Fakultas Farmasi.
UGM.Yogyakarta.
Shulman, S.T., Phair, J.P., Sommers, H.M. 1994. Dasar-Dasar Biologi dan Klinis
Penyakit Infeksi. Edisi IV. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Siregar, C.J.P., dan Lia, A.. 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan.
Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Soejitno, S., Alkitri, A., Ibrahim, E.. 2002. Reformasi Perumahsakitan Indonesia.
Edisi Revisi. Penerbit Grasindo. Jakarta.
Sumarmo, S.PS., Herry, G., Sri, R.S.H.. 2002. Pemakaian Antibiotik di Bidang
Pediatri. Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.
Tan H. T, Rahardja, K.. 2002. Obat-Obat Penting. Edisi Kelima. PT Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.
Wahyono, Djoko, Indri Hapsari, Ika Wahyu, 2004, Pola Pengobatan Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Anak Usia Balita Rawat Jalan di Puskesmas
I Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara Tahun 2004. UGM.
Yogyakarta.
WHO. 2003. Penanganan ISPA Pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara
Berkembang. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.