Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

“SEORANG PEREMPUAN 70 TAHUN DENGAN NYERI


PERUT KANAN ATAS”

Disusun untuk memenuhi tugas stase komprehensif


RS PKU MUHAMMADIYAH MAYONG

Disusun Oleh :
Takul Usman (H2A012029)

Dosen Pembimbing :
dr. Ali Rohmad

STASE KOMPREHENSIF RSU PKU MUHAMMADIYAH MAYONG


FAKULTAS KEDOKTERAN – UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
PERIODE 19 MARET – 12 MEI 2018

1
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................................
DAFTAR MASALAH ..........................................................................................
IDENTITAS PASIEN ...........................................................................................
ANAMNESIS .......................................................................................................
- Riwayat Penyakit Sekarang.......................................................................
- Riwayat Penyakit Dahulu..........................................................................
- Riwayat Penyakit Keluarga .......................................................................
- Riwayat Kebiasaan ....................................................................................
- Riwayat Sosial Ekonomi ...........................................................................
ANAMNESIS SISTEM ........................................................................................
PEMERIKSAAN FISIK .......................................................................................
- Keadaan Umum .........................................................................................
- Kesadaran ..................................................................................................
- Status Gizi .................................................................................................
- Vital Sign ..................................................................................................
- Status Internus ...........................................................................................
PEMERIKSAAN PENUNJANG ..........................................................................
- Laboratorium .............................................................................................
DAFTAR ABNORMALITAS ..............................................................................
ANALISIS MASALAH ........................................................................................
RENCANA PEMECAHAN MASALAH .............................................................
ALUR PIKIR ........................................................................................................
PROGRESS NOTE ...............................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

2
CATATAN MEDIS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 70 tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Kepel Buaran 10/4 Mayong, Jepara
Tanggal pemeriksaan : 26 Maret 2018
II. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal
28 Maret 2018, pukul 14.00 WIB di IGD RSU PKU Muhammadiyah
Mayong.
1. Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas
2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat RSU PKU Muhammadiyah


Mayong diantar oleh keluarga dengan nyeri perut kanan atas, Sejak ± 14
hari SMRS pasien merasakan nyeri pada perut bagian kanan atas, nyeri terus
menerus, nyeri seperti di remas, lebih nyaman saat istirahat dan lebih berat saat
batuk. pasien sebelumnya mengeluh demam, lebih tinggi pada sore hari, namun
saat masuk rumah sakit pasien sudah tidak demam lagi. Selain itu keluhan mual
setiap kali makan yang telah dirasakan pasien bersamaan dengan demamnya,
sudah minum obat dari apotik tetapi tidak berkurang.

Sejak ± 3 hari SMRS pasien juga muntah ± 2x sehari sebanyak ± 4 sendok


makan, nafsu makan pasien pun sangat menurun. Pasien merasa berat badan
semakin berkurang. Pasien juga mengeluh badanya terasa lemas sejak ± 4 hari
SMRS, lemas di rasakan tiba-tiba setelah pasien BAK berwarna kemerahan dan
BAB kehitaman dan kadang keluar darah.

3
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit kuning : di akui (1 tahun yang lalu)
Riwayat mondok : di akui (2 bulan yang lalu)
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat penyakit gula darah : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit kuning : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat penyakit gula darah : disangkal
Riwayat Penyakit jantung : disangkal
5. Riwayat Sosial, Ekonomi dan Pribadi
Pasien sudah tidak bekerja, tinggal bersama suami, anak dan
menantunya, biaya sehari-hari di tanggung oleh anaknya. Kesan
Ekonomi: cukup

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 28 Maret 2018, pukul 14:00 WIB
di IGDRSU PKU Muhammadiyah Mayong
1. Keadaan umum
Keadaan umum : Pasien tampak lemas
Kesadaran : Compos mentis, GCS = E4M6V5
2. Status Gizi
Berat Badan : 50Kg
Tinggi Badan : 155 cm
IMT : 20,8kg/m2
Kesan : normoweight
3. Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg

4
Nadi : 98 kali/menit, isi dan tegangan cukup, irama
reguler
RR :21 kali/menit, irama reguler
Suhu : 36,30C

Status Internus
Kepala : kesan mesosefal, rambut hitam, distribusi merata,
hematom pada kepala belakang (+),vulnus ekskoriasi dagu
Mata : hematom palpebra (-/-), edem palpebra (-/-),
konjungtivaanemis (+/+), injeksi konjungitva (-/-), sklera
ikterik (-/-),pupil bulat, central, reguler dan midriasis4
mm/ 4 mm, reflekpupil direk (-/-), reflek pupil indirek (-/-)
Hidung :nafas cuping hidung (-), sekret (-) rhinorea(-),
septumdeviasi (-)
Telinga :serumen (-/-), nyeri tekan (-/-) othorea(-), nyeri tekan
tragus(-)
Mulut :bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah kotor (-),
gusiberdarah (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Gigi : caries (-), missing(-)
Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-), pembesaran
kelenjartyroid(-)
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : statis : Normochest, simetris, kelainan kulit (-/-), sudut
arcus costa dalam batas normal, ICS dalam batas
normal
dinamis : pengembangan pernafasan paru normal
Palpasi : simentris, nyeri tekan (-/-), ICS dalam batas normal, taktil
fremitus dalam batas normal

5
Perkusi : sonor selurh lapang paruh
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V, 1 cm medial dari linea
Midklavikularis, thrill (-), pulsus epigastrium (-),
pulsusparasternal (-), sternal lift (-)
Perkusi : batas jantung atas : ICS II linea sternlis sinistra
Batas jantung kanan : ICS III lineasternalis dextra
batas kiri bawah : ICS VI, 1-2 cml linea midklavikula
sinistra
Batas kanan bawah : ICS V linea parasternal dextra
Konfigurasi jantung (dalam batas normal)
Auskultasi : regular, Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV

Abdomen
Inspeksi :Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar,
Auskultasi :Bising usus (normal), Succation splash (+)
Perkusi :Regio hipocondriaca dextra redup, liver span >12cm,
pekak sisi (+), pekak alih (+).
Palpasi :Nyeri tekan (+) regio hipocondriaca dextra,
Teraba pembesaran organ, konsistensi kenyal, batas tegas,
permukaan rata.

6
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral hangat +/+ +/+
Akral pucat -/- -/-
Pitting edem + +

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Darah rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hematologi
Hemoglobin 4,7 12 – 16 g/dl
Lekosit (SDP) 1.700 4500-11000 / ul
Hitung jenis:
Eosinofil 1-3 %
Basofil 0-1 %
Batang 2-6 %
Segmen 62 50-70 %
Limfosit 29 20-40 %
Monosit 9 2-10 %
Trombosit 58.000 150.000 – 400.000 / mmM
Eritrosit 2.20 4.0-5.1 jt / ul
Hematokrit 17.5 37 – 43 % vol %
MCV 79.9 82-95 fl
MCH 21.3 27-31 pg
MCHC 26.8 32-37 g/dl
IMUNOSEROLOGI
HbsAg Reaktif Non Reaktif

7
V. RESUME
Pasien merasakan nyeri pada perut bagian kanan atas, nyeri
terus menerus, lebih berat saat batuk. pasien sebelumnya demam, pada saat
masuk rs pasien sudah tidak demam. Mual (+) setiap kali makan, sudah
minum obat tidak berkurang, muntah (+) ± 2x sehari sebanyak ± 4 sendok
makan, nafsu makan menurun, lemas (+), lemas di rasakan tiba-tiba setelah
pasien BAK berwarna kemerahan dan BAB kehitaman dan kadang keluar
darah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan; konjungtivaanemis (+/+),
auskultasi abdomen succation splash (+), Perkus regio hipocondriaca dextra
redup, liver span >12cm, pekak sisi (+), pekak alih (+).Palpasi abdomen nyeri
tekan (+) regio hipocondriaca dextra, teraba pembesaran organ. Ekstremitas
bawah pitting edem (+).
Pada pemersiksaan laboratorium ; Hemoglobin 4,7 g/dl,
leukosit 1.700 /ul, trombosit 58.000/mm, eritrosit 2.20 jt, hematokrit 17,8 %,
HbsAg kuantitatif reaktif.

8
VI. DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang
1. Nyeri perut kanan 8. konjungtivaanemis 16. Hemoglobin 4,7 g/dl
atas (+/+) 17. Leukosit 1.700 /ul
2. Demam 9. Auskultasi abdomen 18. Trombosit 58.000/mm
3. Mual succation splash (+) 19. Eritrosit 2.20 jt
4. Mutah 10. Perkusi regio 20. Hematokrit 17,8 %
5. Lemas hipocondriaca dextra 21. HbsAg kuantitatif
6. BAB hitam dan redup reaktif
kadang keluar 11. Liver span >12cm,
darah 12. Pekak alih (+).
7. BAK kemerahan 13. Palpasi abdomen
nyeri tekan (+) regio
hipocondriaca dextra,
14. Teraba pembesaran
organ
15. Ekstremitas bawah
pitting edem (+)

VII. DIAGNOSIS
Suspek Hematoma

VIII. PENATALAKSANAAN
1. Dx: Imunoserologi, USG Hepar
2. Tx :
 IVFD RL 20 tetes/menit
 Inj. Furosemide 20mg/ 8 jam
 Inj. Ranitidine 50 mg/ 12 jam
 Inj. Ketorolac 30 mg/ 12 jam
3. Mx: Keadaan umum, tanda vital

9
4. Ex :
 Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai
penyakit dan keadaan pasien
 Memberikan informasi tentang penatalaksanaannya.
 Menjelaskan prognosis pasien

PROGNOSA
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

10
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi, fisiologi dan histologi hepar

Gambar anatomi hepar . Diambil dari :


Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg
atau lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme
tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang menempati sebagian besar kuadran
kanan atas abdomen.Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V
kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri.
Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal
sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis.
Hati tersusun menjadi unit-unit fungsional yang dikenal sebagi lobulus
yaitu susunan heksagonal jaringan yang mengelilingi sebuah vena sentral. Hati
memiliki bagian terkecil yang melakukan tugas diatas disebut sel hati
(hepatosit), sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-
sel parenkimal yang termasuk di dalamnya endotolium, sel kupffer dan sel stellata
yang berbentuk seperti bintang.

11
Darah vena memasuki hati melalui hubungan vaskuler yang khas dan
kompleks yang dikenal sebagai sistem porta hati. Vena yang mengalir dari saluran
cerna tidak secara langsung menyatu pada vena cava inferior akan tetapi vena
vena dari lambung dan usus terlebih dahulu memasuki sistem vena porta. Pada
sistem ini produk-produk yang diserap dari saluran cerna untuk diolah, disimpan,
dan didetoksifikasi sebelum produk produk tersebut kembali ke sirkulasi besar.
Persarafan hepar dilakukan oleh N. simpatikus dari ganglion seliakus, berjalan
bersama pembuluh darah pada lig. hepatogastrika dan masuk porta hepatis. Serta
N. Vagus dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis mneyusuri kurvatura
minor gaster dalam omentum.
Organ ini penting untuk sekresi empedu, namun juga memiliki fungi lain
antara lain :
1. Metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein setelah penyerapan dari
saluran pencernaan.
2. Detoksifikasi atau degradasi zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa
asing lainya.
3. Sintesis berbagai macam protein plasma mencakup untuk pembekuan
darah dan untuk mengangkut hormon tiroid, steroid, dan kolesterol.
4. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.
5. Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati dan ginjal
6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang sudah rusak
7. Ekskresi kolesterol dan bilirubin.

B. Definisi
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada hepatosit
dimana stem sel dari hati berkembang menjadi massa maligna yang dipicu oleh
adanya proses fibrotik maupun proses kronik dari hati (cirrhosis). Massa tumor ini
berkembang di dalam hepar, di permukaan hepar maupun ekstrahepatik seperti
pada metastase jauh.
Tumor dapat muncul sebagai massa tunggal atau sebagai suatu massa yang
difus dan sulit dibedakan dengan jaringan hati disekitarnya karena konsistensinya

12
yang tidak dapat dibedakan dengan jaringan hepar biasa. Massa ini dapat
mengganggu jalan dari saluran empedu maupun menyebabkan hipertensi portal
sehingga gejala klinis baru akan terlihat setelah massa menjadi besar. Tanpa
pengobatan yang agresif, hepatoma dapat menyebabkan kematian dalam 6 – 20
bulan.
C. Epidemiologi

Terdapat suatu distribusi geografik insiden hepatomadidunia. Szmuness telah


menggambarkan-nya secara skematik .Seperti terlihat pada gambar peta dunia diatas,
gambaran distribusi geografik hepatoma ternyata mirip dengan peta geografik
prevalensi infeksi virus hepatitis B didunia. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa
keduanya mungkin mempunyai hubungan kausal.
Insiden hepatoma nampak meningkat dibeberapa negara dalam 3 dokade
terakhir ini. Keterangan mengenai terjadinya peningkatan ini tidak jelas. Agaknya
terdapat kecenderungan paparan terhadap "environmental carcinogen" bertambah,
atau penderita sirosis hati lebih banyak yang hidup lebih tua.
Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang
endemik infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Rasio kasus
laki-laki dan perempuan dapat sampai delapan berbanding satu. Masih belum jelas
apakah hal ini disebabkan oleh lebih rentannya laki-laki terhadap timbulnya tumor
mungkin dihubungkan dengan faktor hormonal, atau karena laki-laki lebih banyak
terpajan oleh faktor risiko hepatoma seperti virus hepatitis dan alkohol
D. Etiologi

Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis


multifaktor dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi dan proses
banyak tahapan, serta peran serta banyak onkogen dan gen terkait, mutasi
multigenetik. Etiologi hepatoma belum jelas, menurut data yang ada, virus
hepatitis, aflatoksin dan pencemaran air minum merupakan 3 faktor utama yang
terkait dengan timbulnya hepatoma.

13
1. Virus hepatitis
 HBV
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma
terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun
eksperimental.Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui
proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV
DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV
berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi
inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat
karsinogenesis hati.
 HCV
Infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis hepatoma pada
pasien yang bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien penyakit hati
akibat transfusi darah dengan anti-HCV positif, interval antara saat transfusi
hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29 tahun. Hepatokarsinogenesis
akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinfiamasi kronik dan sirosis
hati.

2. Aflatoksin
Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh
jamur Aspergillus. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan
karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk
ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme
hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB 1 menginduksi mutasi
pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.

3. Pencemaran air minum

Dari hasil survei epidemiologi di China ditemukan pencemaran air


minum dan kejadian hepatoma berkaitan erat, di area insiden tinggi
hepatoma seperti kecamatan Qidong dan Haimen di propinsi Jiangshu,
Fuhuan di Guangxi, Shunde di Guangdong dll. menunjukkan peminum air

14
saluran perumahan, air kolam memiliki mortalitas hepatoma secara jelas lebih
tinggi dari peminum air sumur dalam. Dengan beralih ke minum air sumur
dalam, mortalitas hepatoma penduduk cenderung menurun. Algae biru hijau
dalam air saluran perumahan dan air kolam dianggap sebagai salah satu
karsinogen utama.

E. Faktor resiko

 Sirosis Hati
Sirosis hati (SH) merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma.Otopsi pada pasien SH
mendapatkan 20-80% diantaranya telah menderita HCC. Prediktor utama
hepatoma pada SH adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan kadar alfa feto
protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktifitas proliferasi sel hati.
 Obesitas
Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-
alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis
(NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat
berlanjut menjadi HCC.
 Diabetes Melitus (DM)
DM merupakan faktor risiko baik untuk penyakit hati kronik maupun
untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis non-alkoholik
(NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan
insulin-like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial
untuk kanker.
 Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat
alkohol (>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC
melalui sirosis hati alkoholik. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent,
sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan risiko terjadinya HCC.
 Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi lain yang
merupakan faktor risiko HCC namun lebih jarang dibicarakan/ditemukan, antara

15
lain : penyakit hati autoimun( hepatitis autoimun, sirosis bilier primer), penyakit
hati metabolik(hemokromatosis genetik, defisiensi antitripsin-alfa 1, penyakit
Wilson), kotrasepsi oral, senyawa kimia( thorotrast, vinil klorida, nitrosamin,
insektisida organoklorin, asam tanik), tembakau.
F. Patologi

Secara makroskopis biasanya tumor berwarna putih, padat kadang


nekrotik kehijauan atau hemoragik. Acap kali ditemukan trombus tumor di dalam
vena hepatika atau porta intrahepatik.
Pembagian atas tipe morfologisnya adalah: 1. ekspansif, dengan batas
yang jelas, 2. infilt menyebar/menjalar; 3. multifokal. Menurut WHO secara
histologik HCC dapat diklasifikasikan berdasa organisasi struktural sel tumor
sebagai berikut: 1). Trabekuli (sinusoidal), 2). Pseudoglandular (asiner), 3).
Kompak (padat), 4. Sirous
Karakteristik terpenting untuk memastikan HCC pada tumor; diameternya
lebih kecil dari 1,5 cm adalah bahwa sebagian besar tumor terdiri semata-mata
dari karsinoma yang berdiferensiasi baik, deng sedikit atipia selular atau
struktural. Bila tumor ini berproliferasi, berbagai variasi histologik beserta de-
diferensiasinya dapat terlihat di dalam nodul yang sama. Nodul kanker yang
berdiameter kurang dari satu cm seluruhnya terdiri dari jaringan kanker yang
berdiferensiasi baik. Bila diameter tumor antara 1 dan 3 cm, 40% dari nodulnya
terdiri atas lebih;| dari 2 jaringan kanker dengan derajat diferensiasi yang berbeda-
beda.

16
Photomicrograph of a liver demonstrating hepatocellular carcinoma.
G. Patogenesis

Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus
berlanjut merupaka proses khas dari cirrhosis hepatic yang juga merupakan proses
dari pembentukan hepatoma walaupun pada pasien – pasien dengan hepatoma,
kelainan cirrhosis tidak selalu ada. Hal ini mungkin berhubungan dengan proses
replikasi DNA virus dari virus hepatitis yang juga memproduksi HBV X protein
yang tidak dapat bergabung dengan DNA sel hati, yang merupakan host dari
infeksi Virus hepatitis, dikarenakan protein tersebut merupakan suatu RNA. RNA
ini akan berkembang dan mereplikasi diri di sitoplasma dari sel hati dan
menyebabkan suatu perkembangan dari keganasan yang nantinya akan
mengahambat apoptosis dan meningkatkan proliferasi sel hati. Para ahli genetika
mencari gen – gen yang berubah dalam perkembangan sel hepatoma ini dan
didapatkan adanya mutasi dari gen p53, PIKCA, dan β-Catenin.
Sementara pada proses cirrhosis terjadi pembentukan nodul – nodul di
hepar, baik nodul regeneratif maupun nodul diplastik. Penelitian prospektif
menunjukan bahwa tidak ada progresi yang khusus dari nodul – nodul diatas yang
menuju kearah hepatoma tetapi, pada nodul displastik didapatkan bahwa nodul
yang terbentuk dari sel – sel yang kecil meningkatkan proses pembentukan
hepatoma. Sel sel kecil ini disebut sebagai stem cel dari hati.

17
Sel – sel ini meregenrasi sel – sel hati yang rusak tetapi sel – sel ini juga
berkembang sendiri menjadi nodul – nodul yang ganas sebagai respons dari
adanya penyakit yang kronik yang disebabkan oleh infeksi virus.nodul – nodul
inilah yang pada perkembangan lebih lanjut akan menjadi hepatoma.

H. Manifestasi Klinis
 Hepatoma fase subklinis
Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien
yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan
melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Caranya adalah dengan
gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan, teknik pencitraan terutama dengan
USG lebih dahulu, bila perlu dapat digunakan CT atau MRI. Yang dimaksud
kelompok risiko tinggi hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden
tinggi hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif; pasien
dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma primer.
 Hepatoma fase klinis
Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi
utama yang sering ditemukan adalah:

18
(1) Nyeri abdomen kanan atas: hepatomastadium sedang dan lanjut sering
datingberobat karena kembung dan tak nyamanatau nyeri samar di abdomen
kanan atas.
Nyeri umumnya bersifat tumpul( dullache) ataumenusuk intermiten atau
kontinu, sebagianmerasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor
tumbuh dengan cepathingga menambah regangan pada kapsulhati. Jika nyeri
abdomen bertambah hebatatau timbul akut abdomen harus pikirkanruptur
hepatoma.
(2) Massa abdomen atas: hepatoma lobuskanan dapat menyebabkan batas
atashati bergeser ke atas, pemeriksaan fisikmenemukan hepatomegali di
bawaharkus kostae berbenjol benjol; hepatomasegmen inferior lobus
kanan seringdapatlangsung teraba massa di bawaharkus kostae kanan;
hepatoma lobus kiritampil sebagai massa di bawah prosesusxifoideus atau
massa di bawah arkus kostae kiri.
(3) Perut kembung: timbul karena massatumor sangat besar, asites dan
gangguanfungsi hati.
(4) Anoreksia: timbul karena fungsi hatiterganggu, tumor mendesak
salurangastrointestinal, perut tidak bisa menerma makanan dalam jumlah
banyak karena terasa begah.
(5) Letih, mengurus: dapat disebabkanmetabolit dari tumor ganas
danberkurangnya masukan makanan dll, yangparah dapat sampai kakeksia.
(6) Demam: timbul karena nekrosis tumor,disertai infeksi dan metabolit tumor,
jikatanpa bukti infeksi disebut demam kanker,umumnya tidak disertai
menggigil.
(7) Ikterus: tampil sebagai kuningnya scleradan kulit, umumnya karena
gangguanfungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut,juga dapat karena sumbat
kanker di saluranempedu atau tumor mendesak saluranempedu hingga timbul
ikterusobstruktif.
(8) Asites: juga merupakan tanda stadiumlanjut. Secara klinis ditemukan
perutmembuncit dan pekak bergeser, seringdisertai udem kedua tungkai.

19
(9) Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri bahu
belakang
kanan, udem kedua tungkai bawah, kulitgatal dan lainnya, juga manifestasi
sirosis
hati seperti splenomegali, palmar eritema,lingua hepatik, spider nevi,
venodilatasi
dinding abdomen dll. Pada stadium akhirhepatoma sering timbul metastasis
paru,
tulang dan banyak organ lain

I. Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium
1. Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP adalah sejenis glikoprotein, disin-tesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus,
terdapat dalam serum darah janin. Pasca partus 2 minggu, AFP dalam serum
hampir lenyap, dalam serum orang normal hanya terdapat sedikit sekali (< 25
ng/L). Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. Selain itu teratoma
testes atau ovarium serta beberapa tumor lain (seperti karsinoma gaster, paru dll.)
dalam serum pasien juga dapat ditemukan AFP; wanita hamil dan sebagian pasien
hepatitis akut kandungan AFP dalam serum mereka juga dapat meningkat.
AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoselular.
Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/ L bertahan 2 bulan, tanpa
bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan kehamilan dan kanker embrional
kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat
lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma. AFP sering dapat dipakai
untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus
menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca operasi dalam 2 bulan
kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun hingga normal, atau setelah
turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi residif atau rekurensi tumor.

20
Alpha- Interpretation
fetoprotein
(ng/mL)
>400-500 - HCC likely if accompanied by space-occupying solid lesion(s) in
cirrhotic liver or levels are rapidly increasing.
- Diffusely growing HCC, may be difficult to detect on imaging.
- Occasionally in patients with active liver disease (particularly HBV or
HCV infection) reflecting inflammation, regeneration, or
seroconversion
Normal value to - Frequent: Regeneration/inflammation (usually in patients with
<400 elevated transaminases and HCV) - Regeneration after partial
hepatectomy
- If a space-occupying lesion and transaminases are normal, suspicious
for HCC
Normal value Does not exclude HCC (cirrhotic and noncirrhotic liver).
Alpha- Interpretation
fetoprotein
(ng/mL)
>400-500 - HCC likely if accompanied by space-occupying solid lesion(s) in
cirrhotic liver or levels are rapidly increasing.
- Diffusely growing HCC, may be difficult to detect on imaging.
- Occasionally in patients with active liver disease (particularly HBV or
HCV infection) reflecting inflammation, regeneration, or
seroconversion
Normal value to - Frequent: Regeneration/inflammation (usually in patients with
<400 elevated transaminases and HCV) - Regeneration after partial
hepatectomy
- If a space-occupying lesion and transaminases are normal, suspicious
for HCC
Normal value Does not exclude HCC (cirrhotic and noncirrhotic liver)

21
2. Petanda tumor lainnya
Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak spesifik untuk
diagnosis sifat hepatoma primer. Penggunaan gabungan untuk diagnosis kasus
dengan AFP negatif memiliki nilai rujukan tertemu, yang relatif umum digunakan
adalah: des-gama karboksi protrombin (DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gama-
glutamil transpeptidase (GGT-II), CA19-9, antitripsin, feritin, CEA, dll.
3. Fungsi hati dan sistem antigen antibodi hepatitis B
Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis dan latar
belakang penyakit hati lain, maka jika ditemukan kelainan fungsi hati, petanda
hepatitis B atau hepatitis C positif, artinya terdapat dasar penyakit hati untuk
hepatoma, itu dapat membantu dalam diagnosis.
J. Pemeriksaan pencitraan
l. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan metode paling sering digunakan dalam diagnosis
hepatoma. Ke-gunaan dari USG dapat dirangkum sebagai berikut: memastikan
ada tidaknya lesi pe-nempat ruang dalam hati; dapat dilakukan penapisan
gabungan dengan USG dan AFP sebagai metode diagnosis penapisan awal untuk
hepatoma; mengindikasikan sifat lesi penempat ruang, membedakan lesi berisi
cairan dari yang padat; membantu memahami hubungan kanker dengan pembuluh
darah penting dalam hati, berguna dalam meng-arahkan prosedur operasi;
membantu memahami penyebaran dan infiltrasi hepatoma dalam hati dan jaringan
organ sekitarnya, memperlihatkan ada tidaknya trombus tumor dalam
percabangan vena porta intrahepatik; di bawah panduan USG dapat dilakukan
biopsi

22
2. CT
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis
lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis,
menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan ukuran tumor dalam hati hubungannya
dengan pembuluh darah penting, dalam penentuan modalitas terapi sangatlah
penting. Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin dapat
dilakukan CT dipadukan dengan angiongrafi (CTA), atau ke dalam arteri hepatika
disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada
waktu ini CT-lipiodol dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm.

3. MRI
MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai zat
kontras berisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah
dan saluran empedu dalam hati, juga cukup baik memperlihatkan struktur internal
jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektivitas aneka
terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil
kurang dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%

23
.
4. Angiografi arteri hepatika
Sejak tahun 1953 Seldinger merintis penggunaan metode kateterisasi arteri
femoralis perkutan untuk membuat angiografi organ dalam, kini angiografi arteri
hepatika selektif atau supraselektif sudah menjadi salah satu metode penting
dalam diagnosis hepatoma. Namun karena metode ini tergolong invasif,
penampilan untuk hati kiri dan hepatoma tipe avaskular agak kurang baik, dewasa
ini indikasinya adalah: klinis suspek hepatoma atau AFP positif tapi hasil
pencitraan lain negatif hasilnya; berbagai teknik pencitraan noninvasif sulit
menentukan sifat lesi penempat ruang tersebut.
5. Tomografi emisi positron (PET)
Dewasa ini diagnosis terhadap hepatoma masih kurang ideal, namun
karsinoma kolangioselular dan karsinoma hepatoselular berdiferensiasi buruk
memiliki daya ambil terhadap 18F-FDG yang relatif kuat, maka pada pencitraan
PET tampak sebagai lesi metabolisme tinggi.
K. Pemeriksaan lainnya
Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk pemeriksaan patologi, biopsi
kelenjar limfe supraklavikular, biopsi nodul sub-kutis, mencari sel ganas dalam
asites, perito-neoskopi dll. juga mempunyai nilai tertentu pada diagnosis
hepatoma primer.
Prinsip diagnosis hepatoma
Untuk pasien yang dicurigai hepatoma atau lesi penempat ruang dalam
hati yang tak dapat menyingkirkan hepatoma, semua harus diupayakan kejelasan
diagnosisnya dalam waktu sesingkat mungkin. Teknik pemeriksaan pencitraan
modern tidak dapat dilewatkan, biasanya dimulai dengan pemeriksaan noninvasif,

24
bila perlu barulah dilakukan pemeriksaan invasif. Untuk kasus yang dengan
berbagai pemeriksaan masih belum jelas diagnosisnya, harus dipantau
ditindaklanjuti secaraketat, bila perlu pertim-bangkan laparotomi eksploratif.
SISTEM STAGING
Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas kelompok-
kelompok yang prognosisnya berbeda, berdasarkan parameter klinis, biokimiawi
dan radiologis pilihan yang tersedia. Sistem staging yang ideal seharusnya juga
mencantumkan penilaian ekstensi tumor, derajat gangguan fungsi hati, keadaan
umum pasien serta keefektifan terapi. Sebagian besar pasien HCC adalah pasien
sirosis yang juga mengurangi harapan hidup. Sistem yang banyak digunakan
untuk menilai status fungsional hati dan prediksi prognosis pasien sirosis adalah
sistem klasifikasi Child-ltorcotte-Pugh, tetapi sistem ini tidak ditujukan untuk
penilaian staging HCC. Beberapa sistem yang dapat dipakai untuk staging HCC
adalah:
• Tumor-Node-Metastases (TNM) Staging System
• Okuda Staging System
• Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) Scoring System
• Chinese University Prognostic Index (CUPI)
• Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging System

25
Standar diagnosis
Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor China
telah menetapkan standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma
primer.
1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer.
(1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem
repro-duksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati mem-
besar, keras dan bermassa nodular besar atau pemeriksaan pencitraan menun-
jukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.
(2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingldrkan kehamilan, tumor embrional sistem
reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat dua jenis
pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik
hepatoma atau terdapat dua petanda hepatoma (DCP, GGT-II, AFU, CA19-9,
dll.) positif serta satu pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat
ruang karakteristik hepatoma.

26
(3) Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian lesi
metastatik ekstrahepatik (termasuk asites hemoragis makroskopik atau di
dalamnya ditemukan sel ganas) serta dapat meny ing-kirkan hepatoma metastatik
2. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer
la : tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor, tanpa metastasis
kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan <5cm, di separuh
hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun
jauh; Child A.
Ha : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan < 10 cm, di separuh
hati, atau dua tumor dengan diameter gabungan < 5 cm, di kedua belahan hati
kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal
ataupun jauh; Child A.
lib : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm, di separuh
hati, atau tumor multipel dengan diameter gabungan > 5 cm, di kedua belahan
hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe
peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat emboli tumor di percabangan vena
portal, vena hepatik atau saluran empedu dan/atau Child B.
Ilia : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena
porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh,
salah satu daripadanya; Child A atau B.
Illb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.

27
L. Diagnosis banding
1. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP positif
Hepatoma dengan AFP positif harus dibedakan dari kehamilan, tumor
embrional kelenjar reproduktif, metastasis hati dari kanker saluran digestif dan
hepatitis serta sirosis hati dengan peninggian AFP. Pada tumor embrional kelenjar
reproduktif, terdapat gejala klinis dan tanda fisik tumor bersangkutan, umumnya
tidak sulit dibedakan; kanker gaster, kanker pankreas dengan metastasis hati.
Kanker gaster, kanker pankreas kadang kala disertai peninggian AFP, tapi
konsentrasinya umumnya relatif; rendah, dan tanpa latar belakang penyakit : hati,
USG dan CT serta pemeriksaan minum barium dan pencitraan lain sering kali
dapat memperjelas diagnosis. Pada hepatitis, sirosis hati, jika disertai peninggian
AFP agak sulit dibedakan dari hepatoma, harus dilakukan pemeriksaan pencitraan
hati secara cermat, dilihat apakah terdapat lesi penempat ruang dalam hati, selain
secara berkala harus diperiksa fungsi hati dan AFP, memonitor perubahan ALT
dan AFP.
2. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP negatif
Hemangioma hati. Hemangioma kecil paling sulit dibedakan dari
hepatoma kecil dengan AFP negatif, hemangioma umumnya pada wanita, riwayat

28
penyakit yang panjang, progresi lambat, bisa tanpa latar belakang hepatitis dan
sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif, CT tunda, MRI dapat membantu
diagnosis. Pada tumor metastasis hati, sering terdapat riwayat kanker primer, zat
petanda hepatitis umumnya negatif pencitraan tampak lesi multipel tersebar
dengan ukuran bervariasi. Pada abses hati, terdapat riwayat demam, takut dingin
dan tanda radang lain, pencitraan menemukan di dalam lesi terdapat likuidasi atau
nekrosis. Pada hidatidosis hati, kista hati, riwayat penyakit panjang, tanpa riwayat
penyakit hati, umumnya kondisinya baik, massa besar dan fungsi hati umumnya
baik, zat petanda hepatitis negatif, pencitraan menemukan lesi bersifat cair
penempat ruang, dinding kista tipis, sering disertai ginjal polikistik. Adenoma
hati, umumnya pada wanita, sering dengan riwayat minum pil KB bertahun-tahun,
tanpa latar belakang hepatitis, sirosis hati, petanda hepatitis negatif, CT tunda
dapat membedakan. Hiperplasia nodular fokal, pseudotumor inflamatorik dll.
sering cukup sulit dibedakan dari hepatoma primer
M. Penatalaksanaan

Tiga prinsip penting dalam terapi hepatoma adalah terapi dini efektif,
terapi gabungan, dan terapi berulang. Terapi dini efektif. Semakin dini diterapi,
semakin baik hasil terapi terhadap rumor. Untuk hepatoma kecil pasca reseksi 5
tahun survivalnya adalah 50-60%, sedangkan hepatoma besar hanya sekitar 20%.
Terapi operasi
Indikasi operasi eksploratif: tumor mungkin resektabel atau masih ada
kemung-kinan tindakan operasi paliatif selain reseksi; fungsi hati baik,
diperkirakan tahan operasi; tanpa kontraindikasi operasi. Kontraindikasi operasi
eksploratif: umumnya pasien dengan sirosis hati berat, insufisiensi hati disertai
ikterus, asites; pembuluh utama vena porta mengandung trombus kanker;
rudapaksa serius jantung, paru, ginjal dan organ vital lain, diperkirakan tak tahan
operasi.
1. Metode hepatektomi.
Hepatektomi merupakan cara terapi dengan hasil terbaik dewasa ini.
Survival 5 tahun pasca operasi sekitar 30-40%, pada mikrokarsinoma hati (<5 cm)

29
dapat mencapai 50-60%. Hepatektomi beraruran adalah sebelum insisi hati
dilakukan diseksi, me-mutus aliran darah ke lobus hati (segmen, subsegmen)
terkait, kemudian menurut lingkup anatomis lobus hati (segmen, subsegmen)
tersebut dilakukan reseksi jaringan hati. Hepatektomi tak beraruran tidak perlu
mengikuti secara ketat distribusi anatomis pembuluh dalam hati, tapi hanya perlu
ber-jarak 2-3cm dari tepi tumor, mereseksi jaringan hati dan percabangan
pembuluh darah dan saluran empedu yang menuju lesi, lingkup reseksi hanya
mencakup tumor dan jaringan hati sekitarnya. Pada kasus dengan sirosis hati,
obstruksi porta hati setiap kali tidak boleh lebih dari 10-15 menit, bila perlu dapat
diobstruksi berulang kali.
Hepatektomi 2 fase: pasien hepatoma setelah dilakukan eksplorasi bedah
ternyata tumor tak dapat direseksi. sesudah diberikan terapi gabungan. tumor
mengecil, dilakukan laparotomi lagi dan dapat dilakukan reseksi
2. Transplantasi hati
Dewasa ini, teknik transplantasi hati sudah sangat matang, namun biayanya
tinggi,donornya sulit. Pasca operasi pasien menggunakan obat imunosupresan anti
rejeksi membuat kanker residif tumbuh lebih cepat dan bermetastasis. hasil terapi
kurang baik untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut. Umumnya berpendapat
mikrohepatoma stadium dini dengan sirosis berat merupakan indikasi lebih baik
untuk transplantasi hati.
3. Terapi operatif nonreseksi
Misalnya, pasca laparotomi, karena tumor menyebar atau alasan lain tidak
dapat dilakukan reseksi, dapat dipertimbangkan terapi operatif nonreseksi,
mencakup: injeksi obat melalui kateter transarteri hepatik atau kemoterapi
embolisasi saat operasi; kemoterapi melalui kateter vena porta saat operasi; ligasi
arteri hepatika; koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi
radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, evaporisasi dengan laser energi
tinggi saat operasi; injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi
Terapi lokal
Terapi lokal terdiri atas dua jenis terapi, yaitu terapi ablatif lokal dan
injeksi obat intratumor.

30
1. Ablasi radiofrekuensi (RFA)
Ini adalah metode ablasi lokal yang [paling sering dipakai dan efektif
dewasa ini. Elektroda RFA ditusukkan ke dalam tumor melepaskan energi
radiofrekuensi, hingga jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatif panas,
denaturasi, jadi secara selektif mem-bunuh jaringan tumor. Satu kali RFA meng-
hasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm, sehingga dapat membasmi
tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif. RFA perkutan memiliki keunggulan
mikroinvasif, aman, efektif, sedikit komplikasi. mudah di-ulangi dll. sehingga
mendapat perhatian luas untuk terapi hepatoma.
2. Injeksi alkohol absolut intratumor perkutan
Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati
perkutan, ke dalam tumor disuntikkan alkohol absolut. Sehubungan dengan
pengaruh dari luas pe-nyebaran alkohol absolut dalam tumor hati dan dosis
toleransi tubuh manusia, maka sulit mencapai efek terapi ideal terhadap hepatoma
besar, penggunaannya umumnya untuk hepatoma kecil yang tak sesuai direseksi
atau terapi adjuvan pasca kemoembolisasi arteri hepatik. Meskipun hepatoma
kecil tapi suntikan hams berulang kali di banyak titik barulah dapat membuat
kanker nekrosis memadai.
Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan
Kemoembolisasi arteri hepatik transkateter (TAE, TACE) merupakan cara
terapi yang sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut yang
tidak sesuai dioperasi reseksi. Sesuai digunakan untuk tumor sangat besar yang
tak dapat direseksi; tumor dapat direseksi tapi diperkirakan tak tahan operasi;
hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi; pasca reseksi hepatoma, suspek
terdapat residif, dll. Sedangkan bila volume tumor lebih dari 70% parenkim hati,
fungsi hati terganggu berat, kondisi umum buruk, diperkirakan tak tahan terapi,
semua iru merupakan kontraindikasi kemoembolisasi arteri hepatik.
Hepatoma terutama mendapat pasokan darah dari arteri hepatik, setelah
embolisasi arteri hepatik, nodul kanker menjadi iskemik, nekrosis, sedangkan
jaringan hati normal mendapat pasokan darah terutama dari vena porta sehingga
efek terhadap fungsi hati secara keseluruhan relatif kecil. Pasca kemoembolisasi

31
arteri hepatik survival 1 tahun pasien hepatoma adalah 44-66,9%, lama ketahanan
hidup rata-rata 8-10 bulan. Tapi terapi itu bersifat paliatif, terapi intervensi
berulang kali pun sulit secara total membasmi semua sel kanker, efek terapi
jangka panjang belum memuaskan, selain juga mencederai rungsi hati. Oleh
karena itu setelah dengan terapi intervensi hepatoma mengecil hingga batas
tertentu, harus diupayakan memanfaatkan peluang reseksi bedah 2 tahap untuk
mencapai terapi kuratif. Pasca reseksi hepatoma 3-4 minggu, bila ditunjang
dengan kemoembolisasi arteri hepatik dapat membasmi lesi yang mungkin residif
dalam hati, menurunkan rekurensi pasca operasi, meningkatkan survival.
Terapi Paliatif
Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah-lanjut
(intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. TAE/ TACE
dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi
hatinya cukup baik (Child-Pugh A) serta tumor multinodular asimtomatik tanpa
invasi vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi secara
radikal. Sebaliknya bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C),
serangan iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping yang berat.
Adapun beberapa jenis terapi lain untuk HCC yang tidak resektabel seperti
imunoterapi dengan interferon, terapi antiestrogen, antiandrogen, oktreotid,
radiasi internal, kemoterapi arterial atau sistemik masih memerlukan penelitian
lebih lanjut untuk mendapatkan penilaian yang meyakinkan.
Prognosis dari hepatoma lebih dipengaruhi oleh stadium tumor pada saat
diagnosis, status kesehatan pasien, fungsi sintesis hati dan manfaat terapi
.Studi oleh Ramacciato dkk. mendapatkan angka harapan hidup 5 - tahun pada
stadium I berdasarkan sistem TNM yang baru dengan 3 subkategori ukuran tumor
:
< 2 cm 68.2 %
2-5 cm 70.7%
> 5 cm 75.8%

32
BAB II
KESIMPULAN

Sebagian besar HCC terjadi pada sirosis hati yang disebabkan oleh faktor
risiko yang sudah dikenal dan dapat dicegah (HBV, HCV, alkohol, dan NASH).
Infeksi HBV dan HCV adalah penyebab terpenting HCC. Faktor lingkungan
seperti aflatoksin ikut berperan dalam proses transformasi pada patogenesis
molekular HCC. Semakin banyak bukti bahwa obesitas dan diabetes melitus
adalah faktor risiko untuk HCC.
Sebagian besar kasus HCC berprognosis buruk karena tumor yang
besar/ganda dan penyakit hati yang lanjut serta ketiadaan atau ketidakmampuan
penerapan terapi yang berpotensi kuratif (reseksi, transplantasi dan PEI). USG
abdomen secara periodik merupakan cara terbaik untuk surveilans HCC, namun
belum jelas pengaruh surveillance terhadap mortalitas spesifik-penyakit. Stadium
tumor, kondisi umum kesehatan, fungsi hati dan intervensi spesifik
mempengaruhi prognosis. Diagnosis dini merupakan masalah yang besar,
umumnya penderita datang ter-lambat sehingga alternatif pengobatan men-jadi
sangat sedikit dan kurang bermanfaat.

33

Anda mungkin juga menyukai