Anda di halaman 1dari 14

Inflammatory Bowel Disease (IBD)

Blok 16

Agus Salim

NIM : 102010332

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi : Jalan Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat (11510)

Pendahuluan

Semakin majunya jaman semakin meningkat juga penyakit pada system pencernaan,
dimana diduga salah satu penyebabnya adalah factor makanan. Contoh kasus yang paling
sering dijumpai pada gangguan system pencernaan adalah diare. Diare merupakan keluhan
yang sering ditemukkan pada dewasa. Diperkirakan pada orang dewasa setiap tahunnya
mengalami diare. Frekuensi terjadinya diare pada Negara-negara berkembang termasuk
Indonesia lebih banyak 2-3 kali dibandingkan Negara maju. Seperti pada diare kronik, Diare
kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Berbagai factor mempengaruhi
kejadian diare diantaranya adalah factor lingkungan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan
social ekonomi, dan perilaku masyrakat. Untuk itu pada makalah ini akan dibahas gangguan
pada system pencernaan pada ibu yang berusia 35 tahun dan bagaimana cara pengobatan
penyakitnya

Anamnesis

Dalam melakukan anamnesis, perlu ditanyakan hal-hal berikut:

1. Waktu dan frekuensi diare


Diare pada malam hari atau sepanjang hari, tidak interrmitens, atau diare timbul
mendadak, menunjukkan adanya penyakit organic. Lama diare kronik kurang dari 3

1
bulan juga mengarahkan ke panyakit inflamatorik. Diare yang terjadi pagi hari lebih
banyak berhubungan dengan stress, hal ini biasanya mengarah ke sindrom usus
irritable (IBS). Sedangkan diare pada malam hari lebih mengarah ke kelainan organic.
2. Bentuk tinja
Terdapatnya lemak pada tinja yang ditandai dengan menggambang pada air toilet
mengarahkan adanya malabsorbsi lemak atau yang disebut dengan steatore. Adanya
darah yang disertai diare biasanya mendadakan adanya KU sedangkan adanya
perdarahan pada tinja normal menandakan adanya keganasan.
3. Keluhan lain yang menyertai diare
Misal seperti nyeri abdomen, demam, mual dan muntah, penurunan berat badan dan
mengedan waktu defikasi.
4. Obat
Banyak obat dapat menimbulkan diare missal : laksan, antibiotic (neomisin),
antihipertensi dll.
5. Makanan / minuman
Diare karena makanan melalui mekanisme osmotic yang berlebihan atau proses alergi.
Seperti diare dan mual yang menyertai minum susu menunjukkan dugaan kuat adanya
intoleransi laktosa dan sindrom usus irtable. Diare tidak membaik setelah puasa,
mengarahkan pemikiran kepada pada penyebab malabsorbsi makanan.1

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Setelah melakukan inspeksi menyeluruh dan keadaan sekitarnya secara cepat,


perhatikan abdomen untuk memeriksa hal berikut ini :

 Apakah abdomen dapat bergerak tanpa hambatan ketika pasien bernapas ?


 Apakah terdapat gerak peristaltic yang dapat terlihat ?
 Apakah pasien menderita nyeri abdominal yang nyata ?
 Apakah terdapat vena-vena yang berdilatasi ?.1

Palpasi

Abdomen harus diperiksa secara sistematis, terutama jika pasien menderita nyeri
abdomen. Selalu tanyakan kepada pasien letak nyeri yang dirasa maksimal dan diperiksa
bagian tersebut paling akhir. Lakukan palpasi pada setiap kuadran secara berurutan, yang

2
awaalnya dilakukan tanpa penekanan yang berlebihan dan dilanjutkan dengan palpasi yang
dalam (jika tidak terdapat area nyeri yang diderita atau diketahui). Kemudian, lakukan palpasi
secara khusus terhadap beberapa organ. Contoh pada palpasi kolon, kolon normal dipengaruhi
oleh isi yang dikandungnya dan keadaan ini bergantung pada hubungan antara diet dengan
defekasi. Jadi konsistensi kolon normal bervariasi dan adanya massa apapun yang menetap
sebaiknya diperiksa dengan melakukan palpasi beberapa jam.2

Perkusi

Perkusi berguna (khususnya pada pasien yang gemuk) untuk memasikan adanya
pembesaran beberapa organ, khususnya limpa, atau kandung kemih. Lakukan selalu perkusi
dari daerah resonan ke daerah pekak, dengan jari pemeriksa yang sejajar dengan bagian tepi
organ.1,2

Auskultasi

Hanya pengalaman klinis yang dapat mengajarkan anda bising usus yang normal.

Bising usus yang meningkat dapat ditemukan pada:

 Setiap keadaan yang menyebabkan peningkatan peristaltic


 Obstruksi usus
 Diare
 Jika terdapat darah dalam pencernaan yang berasal dari saluran cerna atas (
menyebabkan peningkatan gerakan peristaltic ). 2

Bising usus menurun atau menghilang ditemukkan pada:

 Paralisi usus (ileus)


 Perforasi
 Peritonitis generalisata

Pasien dengan nyeri abdomen yang hebat akibat gastroenteritis dapat menyerupai peritonitis,
tetapi adanya bising usus yang berlebihan menunjukkan perbedaan dari peritonitis generalisata
(dengan bisisng usus yang seharusnya tidak terdengar).

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan tinja

3
Harus diperhatikan benar apakah tinja berbentuk air/cair, setengah cair/lembek, berlemak atau
bercampur darah. Pemeriksaan darah samar (occult blood test) yang positif, kelainan lemak
tinja dan test phenolphthalein tinja positif mengarahkan kepada diagnostic penyakit usus
inflamatorik (IBD), diare malabsorbsi, atau diare factitous. Analisis tinja ini merupakan
pemeriksaan relative dan mudah tetapi sering terdapat positive maupun negative palsu. Oleh
karena itu sebaiknya diperiksakan 2 contoh sekaligus atau 2 kali pada hari berlainan secara
bertutut-turut.

Pemeriksaan laboratorium

Adanya abnormalitas parameter laboratorium dalam hal kadar hemoglobin, leukosit, LED,
trombosit, CRP, kadar besi serum dapat terjadi pada kasus IBD, tetapi gambaran demikian juga
dapat ada pada kasus infeksi. Tidak ada parameter laboratorium yang spesifik untuk IBD.
Penurunan kadar Hb, Ht dan besi serum dapat menggambarkan derajat kehilangan darah lewat
saluran cerna. Tingginya laju endap darah dan CRP yang positif menggambarkan aktivitas
inflamasi, serta rendahnya kadar albumin mencerminkan status nutrisi yang rendah.1

Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi mempunyai peran penting dalam diagnosis dan penatalaksanaan


kasus IBD. Akurasi diagnostic kolonoskopi pada iBD adalah 89% dengan 4% kesalahan dan 7
% hasil meragukan. Adapun gambar endoskopik KU dan PC yang karakteristik dapat dilihat
pada table berikut. 1

Gambaran lesi endoskopik IBD 1

KU PC
Lesi inflamasi (hyperemia, ulserasi) +++ +
Bersifat kontinu adanya skip area 0 +++
Keterlibatan rectum +++ +
Lesi mudah berdarah + +++
(sifat ulkus)
Terdapat pada mukosa yang inflamasi +++ +
Keterlibatan ileum 0 ++++
Lesi ulkus deskrit + +++
(Bentuk ulkus)
Diameter > 1 cm + +++

4
Dalam + +++
Bentuk linier (longitudinal) + +++
Aphtoid 0 ++++

Keterangan : ++ sering, + kadang, +/- jarang, 0 tidak ada.

Radiologi
Teknik pemeriksaan radiologi kontras ganda merupakan pemeriksaan diagnostic pada
IBD yang saling melengkapi dengan endoskopi. Barium kontras ganda dapat memperlihatkan
lesi striktur, fistulasi, mukosa yang irregular, gambaran ulkus dan polip, ataupun perubahan
distensibilitas lumen kolon berupa penebalan dinding usus dan hilangnya haustrae. Interpretasi
radiologic tidak berkorelasi dengan aktivitas penyakit. Pemeriksaan radiologic merupakan
kontraindikasi pada KU berat karena dapat mencetuskan megakolon toksik. Fotopolos
abdomen secara sederhana dapat mendeteksi adanya dilatasi toksik yaitu tampak lumen usus
yang melebar tanpa material feses didalamnya. Untuk menilai adanya keterlibatan usus halus
dapat dipakai metode enteroclysis yaitu pemasangan kanul nasogatrik sampai melewati
ligamentum treitz sehingga barium dapat dialirkan kontinu tanpa terganggu oleh kontraksi
pylorus. Peran CT scan dan ultrasonografi lebih banyak ditujukan pada PC dalam mendeteksi
adanya abses ataupun fistula.3

Histopatologi
Specimen yang berasal dari operasi lebih mempunyai nilai diagnostic daripada
specimen yang diambil secara biopsy per-endoskopik. Terlebih lagi bagi PC yang lesinya
bersifat transmural sehingga tidak terjangkau dengan teknik biopsy per-endoskopik. Gambaran
khas untuk KU adalah adanya abses kripti, distorsi kripti, infiltrasi sel monukleus dan
polimorfonuklear di lamina propia. Sedangkan pada PC adanya granuloma tuberkuloid (terdapat
pada 20-40% kasus) merupakan hal karakteristik di samping adanya infiltrasi sel makrofag dan
limfosit di lamina propia serta ulserasi yang dalam.1

Working Diagnosis

Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran
cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas.1

5
Secara praktis diagnosis IBD didasarkan pada : 1). Anamnesis yang akurat mengenai
adanya perjalanan penyakit yang akut disertai eksaserbasi kronik-remisi diare, kadang
berdarah, nyeri perut, serta adanya riwayat keluarga; 2). Gambaran klinik yang sesuai seperti
diatas; 3).Data laboratorium yang menyingkirkan penyebab inflamasi lain, terutama untuk
Indonesia, adanya infeksi gastrointestinalis. Eksklusi penyakit Tuberkulosis sangat penting
mengingat gambaran klinik mirip dengan PC. Tidak ada parameter laboratorium yang spesifik
untuk IBD; 4). Temuan gambaran radiologic yang khas: 6). Pemantauan perjalanan klinik
pasien yang bersifat akut-remisi-eksaserbasi kronik.1

Different Diagnosis

 Colitis ulserative
Penyakit inflamasi pada rektu dan kolon yang terutama mengenai lapisan
mukosa usus besar. Colitis ulserativa menyebar secara kontinu ke seluruh daerah yang
terkena. Tidak terdapat bagian yang normal seperti pada penyakit Crohn. Lesi
ulserabutif memebntuk kriptus didasar lapisan mukosa, yang disebut kriptus Lieberkhun,
menjadi radang, menyebabkan perdarahan dan pembentukan abses.
Perjalanan penyakit colitis ulserativa biasanya berupa eksaserbasi dan remis.
Penyakit ini dapat ringan, sedang, atau parah. Diare berdarah bercampur dengan mucus
merpakan tanda khas setiap tahap penyakit, dan semakin intensif seiring dengan
keparahan penyakit. 4

Gambaran klinis

6
o Kasus yang ringan memperlihatkan diare berdarah yang kronis dalam volume
sedikit.
o Pada kasus yang lebih parah, semakin banyak kolon yang terkena, kejadian
diare semakin meningkat disertai hilangnya elektrolit.
o Demam
o Penurunan berat badan
o Nyeri abdomen yang meningkat seiring dengan keparahan penyakit.

 Penyakit Crohn
Penyakit inflamasi kronik di usus yang ditandai dengan peradangan semua
lapisan saluran GI. Kelainan ini terutama mengenai lapisan submukosa dan usus halus
serta usus besar.
Inflamasi pada penyakit Crohn timbul sebagai lesi granulomatosa berbatas tegas
dengan pola terpisah-pisah yang tersebar di seluruh bagian usus yang terkena. Diantara
daerah inflamasi terdapat jaringan usus yang normal. Pada inflamasi kronik, timbul
jaringan ikat dan fibrosis sehingga usus menjadi kaku atau tidak fleksibel. Apabila
fibrosis terjadi di usus halus, penyerapan zat gizi akan terganggu. Jika penyakit
terlokalisasi terutam di kolon, keseimbangan air dan elektrolit dapat terganggu. Saluran
atau fistula abnormal kadang-kadang terbentuk antara bagian saluran cerna dan antara
saluran GI dan vagina, kandung kemih, atau rectum. Hal ini dapat menyebabkan
malabsorbsi dan infeksi.1,4,5

Gambaran klinis

o Diare intermitten, biasanya tidak berdarah


o Nyeri kolik
o Penurunan berat badan
o Malabsorbsi
o Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi
o Malaise
o Demam ringan
 Kanker kolon
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit dan fungsi segmen
usus tempat kanker berlokasi. Gejala penting meninjol adalah perubahan kebiasaan
defekasi. Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum kedua. Gejala dapat

7
juga mencakup anemia yang tidak diketahui penyebabnya, anoreksia, penurunan berat
badan dan keletihan. Gejala yang paling sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan
adalah nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam seperti ter). Gejala yang sering
dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi (nyeri
abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi) serta adanya darah merah
segar dalam feses. Gejala yang dihubungkan dengan lesi rectal adalah evakuasi feses
yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian serta feses yang
berdarah.6
Kebanyakan kasus kanker kolon didiagnosis pada usia sekitar 50 tahun dan
umumnya sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosisnya buruk. Kanker kolon
umumnya berkembang lambat, keluhan dan tanda-tanda fisik timbul sebagai bagian dari
komplikasi seperti obstruksi. Obstruksi parsial awalnya ditandai dengan nyeri abdomen.
Namun bila obstruksi total terjadi akan menyebabkan nausea, muntah, distensi dan
obstipasi. Kanker kolon akan berdarah sebagai bagian tumor yang rapuh dan
mengalami ulserasi. Meskipun perdarahan umumnya tersamar namun hematokezia
timbul pada sebagian kasus. Tumor yang terletak lebih distal umumnya disertai
hematomezia atau darah tumor dalam feses tetapi tumor yang proksimal sering disertai
dengan anemia defisiensi besi.1
 Irritable Bowel Syndrom
Irritable Bowel Syndrom adalah salah satu (IBS) adalah salah satu penyakit
gastrointestinal fungsional. Pengertian Irritable Bowel Syndrom (IBS) sendiri adalah
adanya nyeri perut, distensi dan gangguan pola defekasi tanpa gangguan organic.
Gejala yang dapat muncul pada pasien IBS cukup bervariasi. Kejadian IBS lebih banyak
pada perempuan dan mencapai 3 kali lebih besar dari laki-laki. Kriteria diagnose IBS
adalah criteria Rome III yang dipublikasi sejak tahun 2006. Criteria ini didasarkan pada
adanya keluhan berupa rasa tidak nyaman atau nyeri yang berlangsung selama
3hari/bulan selama 3 bulan pertama (tidak perlu berurutan) dan telah berlangsung dalam
3 bulan terakhir dan tidak bisa dan tidak bisa dijelaskan oleh adanya abnormalitas
secara kelainan struktur maupun biokimiawi. Selain itu terdapat sedikitnya 2 dari 3 hal
berikut ini yaitu nyeri hilang setelah defekasi, perubahan frekuensi dari defekasi (diare
atau konstipasi) atau perubahan bentuk feses. Gejala yang sering yang didapat pada
pasien IBS yaitu feses cair pada saat nyeri, frekuensi BAB bertambah pada saat nyeri
dan nyeri akan berkurang setelah BAB, tampak abdomen setelah distensi. Dua gejala

8
tambahan yang sering muncul pada pasien IBS adalah lender saat BAB dan perasaan
tidak lampias saat buang air besar.1

Gambaran klinik

Diare kronik yang disertai atau tanpa darah dan nyeri perut merupakan manifestasi klinis IBD
yang paling umum dengan beberapa manifestasi ekstra intestinal seperti arthritis , uveitis,
pioderma gangrenosum. Disamping itu tentunya disertai dengan gambaran keadaan sistemik
yang timbul sebagai dampak keadaan patologis yang ada seperti gangguan nutrisi.

Perjalanan klinik IBD ditandai oleh fase aktif dan remisi. Fase remisi ini dapat disebabkan oleh
pengobatan tetapi tidak jarang dapat terjadi spontan. Dengan sifat perjalanan klinik IBD yang
kronik-eksaserbasi-remisi, diusahakan suatu criteria klinik sebagai gambaran aktivitas penyakit
untuk keperluan pedoman keberhasilan pengobatan maupun menetapkan fase remisi. Secara
umum Disease Activity Index (DAI) yang didasarkan pada frekuensi diare, ada tidaknya
perdarahan per-anum, penilaian kondisi mukosa kolon pada pemeriksaan endoskopi, dan
penilaian keadaan umum.1

Derajat klinik KU dapat dibagi atas berat, sedang, dan ringan, berdasarkan frekuensi diare,
ada/tidaknya demam, derajat beratnya anemia yang terjadi dan laju endap darah (klasifikasi
Truelove). Perjalanan penyakit KU dapat dimulai dengan serangan pertama yang berat atau
dimulai ringan yang bertambah berat secara gradual setiap minggu. Berat ringanya serangan
pertama sesuai dengan panjangnya kolon yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus dan
terutama hanya melibatkan lapisan mukosa.1,4,5

Pada PC selain gejala umum diatas adanya fistulasi merupakan hal yang karakteristik
(termasuk perianal) nyeri perut relative lebih mencolok. Hal ini disebabkan oleh sifat lesi yang
transmural sehingga dapat menimbulkan fistula dan obstruksi serta beradampak pada
timbulnya bacterial over growth.1,4,5

Secara endoskopik penilaian aktivitas penyakit KU relative mudah dengan menilai gradasi berat
ringannya lesi mukosa dan luasnya bagian usus yang terlibat. Tetapi pada PC hal tersebut lebih
sulit, terlebih bila ada keterlibatan usus halus (tidak terjangkau dengan kalenoskopik), sehingga
dipakai criteria yang lebih spesifik yang didasari oleh adanya penilaian demam, data
laboratorium, manifestasi ekstraintestinal, frekuensi diare, nyeri abdomen, fistulasi, penurunan
berat badan, terabanya masa intraabdomen dan rasa sehat pasien.

9
Gambaran klinik IBD1

KU PC
Diare kronik ++ ++
Hematochezia ++ +
Nyeri perut + ++
Massa abdomen 0 ++
Fistulasi +/- ++
Stenosis /striktur + ++
Keterlibatan usus halus +/- ++
Keterlibatan rectum 95% 50%
Ekstra intestinal + +
Megatoksik kolon + +/-

Keterangan : ++ sering, + kadang, +/- jarang, 0 tidak ada.

Komplikasi

1. Perforasi usus yang terlibat


2. Stenosis usus akibat proses fibrosis
3. Megakolon toksik (terutama pada KU)
4. Perdarahan
5. Degenerasi maligna
6. Resiko terkena kanker ( ± 13%)

Etiologi

Belum diketahui dengan pasti penyebab dari inflammatory Bowel Diseas, tetapi dicurigai ada
beberapa factor yang mempengaruhinya, yaitu :

 Psikis
 Genetic
Penyakit ini lebih cenderung menyerang orang berkulit putih disbanding orang kulit
hitam.
 Imunologik

10
Pada 60-70% pasien dengan colitis ulseratif, ditemukan adanya p-ANCA (perinuclear
anti-neutrophilic cytoplasmic antibodies). Walaupun p-ANCA tidak terlibat dalam
pathogenesis penyakit IBD (colitis ulserativ)
 Infeksi
 Lingkungan.5

Patofisiologi

Sampai saat ini belum diketahui etiologi IBD yang pasti maupun penjelasan yang memadai
mengenai pola distribusinya. Tidak dapat disangkal bahwa factor genetika memainkan peran
penting dengan adanya kekerapan yang tinggi pada anak kembar dan adanya keterlibatan
familial. Teori adanya peningkatan permeabilitas epitel usus, terdapatnya anti neutrofil
sitoplasmic autoantibody, peran nitric oksida, dan riwayat infeksi.(terutama mikobakterium
paratuberkulosis) banyak dikemukakan. Yang tetap menjadi masalah adalah hal yang
mencetuskan keadaan tersebut. Defek imunologisnya kompleks, antara interaksi antigen
eksogen, kemudahan masuk antigen (termasuk permeabilitas usus) dan kemungkinan
disregulasi mekanisme imun pasien IBD 8,9- 14. Secara umum diperkirakan bahwa proses
pathogenesis IBD diawali oleh adanya infeksi, toksin, produk bakteri atau diet intralumen kolon,
yang terjadi pada individu yang rentan dan dipengaruhi oleh factor genetic, defek imun,
lingkungan, sehingga terjadi kaskade proses inflamasi pada dinding usus.1

Penatalaksanaan

Non farmako

o Koreksi anemia, malnutrisi, dan dehidrasi


o Diet rendah serat, suplementasi vitamin, besi, atau asam folat
o Menghindari makanan yang mencetuskan serangan (seperti wheat, cereal yeast dan
produk peternakan)
o Memakan makanan yang mengandung glutamine dan asam lemak rantai pendek.
o Lakukan resusitasi jika diperlukan
o Section gasonastrik ( pada KU) jika diperlukan.
o Mengistirahatkan usus.6

Farmako

11
Mengingat bahwa etiologi dan pathogenesis IBD belum jelas, maka pengobatannya lebih
ditekankan pada penghambatan kaskade proses inflamasi (kalau tidak dapat dihilangkan sama
sekali). 1

1. Pemberian antibiotic
Pada factor yang disebabkan oleh proses inflamasi akibat bakteri, biasanya pada orang
yang rentan. Seperti Metrodinazole (banyak digunakan pada kasus PC dalam
menurunkan derajat aktivitas penyakit pada keadaan aktif).

2. Obat golongan kortikosteroid


 Prednisone, metal prednisolon (bentuk preparat per-oral) atau steroid enema.
Biasa pada kasus PC dan KU derajat sedang-berat.
 Kortikosteroid parenteral pada keadaan berat
 Budesonide ( gol glukokortikoid non-sistemik dalam pengobatan IBD

Lakukan tapering dose pada pemakaiannya setelah remisi tercapai dalam waktu 8-12
minggu.

3. Obat golongan asam amino salisilat


 Sulfasalazin yang merupakan gabungan sulpiridin dan aminosalisilat dalam
ikatan azo. Dosis rata-rata 5-ASA untuk mencapai remisi adalah 2-4 gram
perhari yang kemudian dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan.

4. Obat golongan imunosupresif


Preparatnya adalah merkaptopurin, azatioprin, siklosporin dan metotreksat.

Pada prinsipnya, pengobatan IBD ditunjukan pada serangan akut dan terapi
pemeliharaan waktu fase remisi. Obat baku pertama mengandung komponen 5-ASA
dan obat kortikosteroid. Bila gagal gagal, maka diberikan obat lini kedua yaitu obat
golongan imunosupresif.

Prognosis

Pada dasarnya, penyakit IBD merupakan penyakit remisi yang bersifat spontan dan dalam
jangka waktu lama. Prognosisnya banyak dipengaruhi oleh ada tidaknya komplikasi atau tingkat
respon terhadap pengobatan konservatif.1

12
Pencegahan

Lebih dari 80% pasien yang telah lama menderita penyakit crohn akan menjalani operasi.
Walaupun operasi tak mencegah rekurensi, namun dapat menghilangkan gejala dalam waktu
lama. Tak seperti pada penyakit crohn, maka pembedahan pada colitis ulseratif bersifat kuratif
dan hanya 20% yang memerlukan pembedahan.6

Epidemiologi

Inflammatory Bowel Diseas merupakan penyakit dengan kekerapan tinggi di Negara-


negara Eropa atau Amerika. Laporan sekitar tahun 1990-an didapatkan angka insiden untuk
colitis ulserativ/penyakit Crohn di Eropa 11,8/7,0 per 100.000 orang. Penyakit IBD cenderung
mempunyai puncak usia yang terkena pada usia muda (umur 25-30tahun) dan tidak dapat
perbedaan bermakna antara laki-laki dan perempuan. Selain adanya perbedaan geografis
diatas, tampaknya orang kulit putih lebih banyak terkena dibandingkan orang kulit hitam (untuk
populasi penduduk di Negara barat). Dari segi ras, IBD banyak terdapat pada orang yahudi. IBD
cenderung terjadi pada kelompok social ekonomi tinggi, bukan perokok, pemakai kontrasepsi
oral dan diet rendah serat.

Di Indonesia sendiri belum dapat dilakukan studi epidomiologi ini. Data banyak
berdasarkan laporan rumah sakit. Seperti data unit endoskopi pada beberapa Rumah sakit di
Jakarta (RSCM, RS Tebet, RS Siloam Gleaneagles, RS Jakarta) didapatkan data bahwa kasus
IBD terdapat 12,2% dari kasus yang dikirim dengan diare kronik, 3,9% dari kasus dengan
hematochezia 25,9% dari kasus dengan diare kronik, berdarah, nyeri perut. Sedangkan pada
kasus dengan nyeri perut didapatkan sebesar 2,8%.1

Diagnosis akhir pada 72 kasus dengan dominan nyeri perut

IBS 63,9% Ileitis Crohn’s 2,8%

Kolitis 9,7% Tuberkulosis 1,4%

Divertikulosis 8,3%

Polip 5,5%

(Dharmika D.1999 Div. Gastroenterology Department of Internal Medicine University of


Indonesia)

13
Kesimpulan

Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran
cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas. Diare kronik yang
disertai atau tanpa darah dan nyeri perut merupakan manifestasi klinis IBD yang paling umum
dengan beberapa manifestasi ekstra intestinal seperti arthritis , uveitis, pioderma gangrenosum.
Disamping itu tentunya disertai dengan gambaran keadaan sistemik yang timbul sebagai
dampak keadaan patologis yang ada seperti gangguan nutrisi. Penyakit crohn akan menjalani
operasi. Walaupun operasi tak mencegah rekurensi, namun dapat menghilangkan gejala dalam
waktu lama. Tak seperti pada penyakit crohn, maka pembedahan pada colitis ulseratif bersifat
kuratif dan hanya 20% yang memerlukan pembedahan.

Daftar Pustaka

1. Internapublishing. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi V. Aru W Sudoyo,
Bambang S, Idrus A. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009 : 534-40,
591-97.
2. Lynn S Bickley. Buku saku pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan bates. Edisi V. Monica
Ester, editor .Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2008: 163-65.
3. Pradip R Patel. Lecture notes radiology. Edisi II. Jakarta : Penerbit Erlangga. 2007: 89.
4. Elizabeth J C. Buku saku patofisiologi. Edisi III. Egi Komarah Yuda, editor. Jakarta :
Buku Kedokteran RGC. 2008: 609-11.
5. Lippincott Williams & Wilkins. Teks atlas kedokteran kedaruratan. Amalia Safitri, editor.
Jakarta : Penerbit Erlangga. 2007: 287-88.
6. Fakultas kedokteran Indonesia. Kapita selekta kedokteran jilid I. Edisi VII. Jakarta :
Media Aesculapics. 2005 : 497-98.

14

Anda mungkin juga menyukai