Anda di halaman 1dari 20

EKLAMSIA

1. Definisi

Eklamsia merupakan komplikasi kehamilan yang serius, dan dapat dikarakteristikkan


dengan adanya kejang. Biasanya eklamsia merupakan lanjutan dari pre- eklamsia walaupun
kadang – kadang tidak diketahui terlebih dahulu. Definisi lain dari eklamsia adalah onset baru
hipertensi gestasi yang diikuti dengan kejang grand mal (Zeeman, Fleckenstein, twickler,&
Cunningham,2004), dan kejang pada pre-eklampsia yang tidak bisa dikaitkan dengan penyebab
lain (Abbrescia & Sheridan,2003). Kejang pada eklampsia tidak berhubungan dengan kondisi
otak dan biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan.

2. Etiologi

Eklamsia dapat terjadi apabila pre-eklampsia tidak ditangani, sehingga penyebab dari
eklampsia sama dengan penyabab pre-eklampsia. Ada beberapa factor resiko predisposisi
tertentu yang dikenal, antara lain:
1. Status primigravida
2. Riwayat keluarga pre-eklamsia atau eklamsia
3. Pernah eklamsia atau pre-eklamsia
4. Suami baru
5. Usia ibu yang ekstrem (< 20 tahun, > 35 tahun)
6. Sejak awal menderita hipertensi vascular, penyakit ginjal atau autoimun
7. Diabetes Mellitus
8. Kehamilan ganda

3. Manifestasi Kinis
Gejala dan tanda yang terdapat pada pasien eklamsia berhubungan dengan organ yang
dipengaruhinya, antara lain yaitu:
 Oliguria (kurang dari 400ml/24 jam atau urin tetap kurang dari 30 ml/jam
 Nyeri Epigastrium
 Penglihatan kabur
 Dyspnea
 Sakit kepala
 Nausea dan Vomitting
 Scotoma
 Kejang
Kebanyakan kasus dihubung- hubungkan dengan hipertensi dikarenakan kehamilan dan
proteinuria tapi satu – satunya tanda nyata dari eklamsia adalah terjadinya kejang eklamtik, yang
dibagi menjadi empat fase.
I. Stadium Premonitory
Fase ini biasanya tidak diketahui kecuali dengan monitoring secara konstan, mata
berputar – putar ketika otot wajah dan tangan tegang.
II. Stadium Tonik
Segera setelah fase premonitory tangan yang tegang berubah menjadi mengepal.
Terkadang ibu menggigit lidah seiring dengan ibu mengatupkan gigi, sementara
tangan dan kaki menjadi kaku. Otot respirasi menjadi spasme, yang dapat
menyebabkan ibu berhenti bernafas. Stadium ini berlangsung selama sekitar 30 menit.
III. Stadium Klonik
Pada fase ini spasme berhenti tetapi otot mulai tersentak dengan hebat. Berbusa,
saliva yang bercampur sedikit darah pada bibir dan kadang – kadang bisa menarik
nafas. Setelah sekitar dua menit kejang berhenti, menuju keadaan koma, tapi beberapa
kasus menuju gagal jantung.
IV. Stadium coma
Ibu tidak sadar, suara nafas berisik. Keadaan ini bisa berlangsung hanya beberapa
menit atau bahkan dapat menetap sampai beberapa jam.
4. Patofisiologi

Pada kehamilan normal, volume vascular dan cardiac output meningkat. Meskipun meningkat,
tekanan darah tidak normal pada kehamilan normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena
wanita hhamil menjadi resisten terhadap efek vasokonstriktor, seperti angitensin II. Tahanan
vascular perifer meningkat karena efek beberapa vasodilator seperti prostacyclin (PGI 2),
prostaglandin E (PGE), dan endothelium derived relaxing factor(EDRF). Rasio tromboxan dan
PGI2 meningkat. Tromboxane diproduksi oleh ginjal dan jaringan trophoblastic, menyebabkan
vasokonstriksi dan agregasi platelet.
Vasospasme menurunkan diameter pembuluh darah, yang akan merusak sel endothelial
dan menurunkan EDRF. Vasokonstriksi juga akan mengganggu darah dan meningkatkan tekanan
darah. Hasilnya, sirkulasi ke seluruh organ tubuh termasuk ginjal, hati, otak, dan placenta
menurun.
Perubahan – perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut:
 Penurunan perfusi ginjal menyebabkan penurunan glomerular filtration rate (GFR);
sehingga urea nitrogen darah, kreatinin, dan asam urat mulai meningkat.
 Penurunan aliran darah ke ginjal juga menyebabkan kerusakan ginjal. Hal ini
menyebabkan protein dapat melewati membrane glomerular yang pada normalnya adalah
impermeable terhadap molekul protein yang besar. Kehilangan protein menyebabkan
tekanan koloid osmotic menurun dan cairan dapat berpindah ke ruang intersisial. Hal ini
dapat menyebabkan terjadinya edema dan penurunan volume intravascular, yang
meningkatkan viskositas darah dan meningktanya hematokrit. Respon untuk mengurangi
volume intravascular, angiotensin II dan aldosteron akan dikeluarkan untuk memicu
retensi air dan sodium. Terjadilah lingkaran proses patologik: penambahan angiotensin II
semakin mengakibatkan vasospasme dan hipertensi; aldosteron meningkatkan retensi
carian dan edema akan semakin parah.
 Penurunan sirkulasi ke hati mengakibatkan kerusakan fungsi hati dan edema hepatic dan
perdarahan sibcapsular, yang dapat mengakibatkan hemorrhagic necrosis. Di
manifestasikan dengan peningkatan enzim hati dalam serum ibu.
 Vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan tekanan yang akan menghancurkan
dinding tipis kapiler, dan perdarahan kecil cerebral. Gejala vasospasme arteri adalah sakit
kepala, gangguan penglihatan, seperti penglihatan kabur, spot, dan hiperaktif reflek
tendon dalam.
 Penurunan tekanan koloid onkotik dapat menyebabkan bocornya kapiler pulmonal
mengakibatkan edema pulmonal. Gejala primer adalah dyspnea
 Penurunan sirkulasi plasenta mengakibatkan infark yang meningktakan factor resiko
abruptio placentae dan DIC. Ketika aliran darah maternal melalui placenta berkurang,
mengakibatkan pembatasan perkembangan intrauterine janin dan janin mengalami
hipoksemia dan asidosis.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Albuminuria +2 atau +4
Proteinuria (5 g dalam urine 24 jam atau +3 atau lebih pada dipstick)
Nitrogen urea darah (BUN) kurang dari 10
Kreatinin serum meningkat
Klirens kreatinin 130-180
Trombositopenia (Trombosit < 100.000/mm3)
AST meningkat
Hipofibrinogenemia
Oligohydramnion: amniotic fluid index  50 mm
Asam urat: 7 mg/100ml
pH darah janin: < 7,20
b. Pemeriksaan Diagnostik
MRI : terlihat adanya ptekie/edema

6. Komplikasi
Komplikasi yang biasanya terjadi pada eklamsia adalah:
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut
dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
15,5% sulusio plasenta disertai pre-eklampsia.
2. Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23%
bipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen
secara berkala.
3. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik
hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan
kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering
ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkanikterus tersebut.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan
tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia,
hal ini disebabkan karena payah jantung.
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia merupakan akibat
vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga
ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan
faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP. Yaitu baemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.
9. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma
sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul
ialah anuria sampai gagal ginjal.
10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan frakura karena jatuh akibat kejang-kejang
pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intravascular coogulation).
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.

7. Terapi
a. Pada eklamsia yang harus diperhatikan adalah terjadinya kejang. Perawat harus
mengetahui tugasnya, tetap tenang, meyakinkan anggota keluarga yang lain, dan
menjelaskan pada mereka dan pada pasien kemudian apa yang terjadi dan mengapa
intervensi tertentu dilakukan. Magnesium sulfat adalah antikonvulsan terbaik untuk
pasien eklamsia. Apabila magnesium diberikan terlalu cepat ( infuse dibawah 15 menit),
dapat terjadi hipotensi berat, bradikardi, dan tahanan jantung dan pernafasan. Monitor
tanda – tanda vital setiap 15 menit selama infuse. Keracunan magnesium dapat di terapi
dengan kalsium glukonat parenteral ( 10 ml dari pengenceran 10 %) di infuskan tidak
melebihi 1-2 ml/menit (100-200 mg/menit). Efek samping dari magnesium antara lain:
b. Selama kejang fase tonik, balikan tubuh pasien kea rah samping untuk memungkinkan
mengalirnya saliva dari mulut. Memasukan helai bantalan lidah dapat mencegah cedera
pada mulut bila hal tersebut dapat dilakukan tanpa paksaan. Pengaman tempat tidur harus
diberikan bantalan atau diletakkan bantal pada sisi – sisi nya. Mintalah bantuan. Ketika
fase klonik mulai, tetaplah berada di dekat pasien dan Bantu insersi jalan napas oral,
pemberian oksigen, pengamatan tanda – tanda vital janin, dan pemberian magnesium
sulfat untuk mencegah kejang. Ibu tetap dalam posisi rekumben lateral untuk
menurunkan tekanan pada aorta dan vena kava inferior.
c. Hipoventilasi dan asidosis sering terjadi selama kejang. Walaupun kejang hanya
berlangsung beberapa menit, sangat penting untuk tetap menjaga oksigenasi dengan
pemberian oksigen melalui masker dangan atau tanpa oksigen reservoir sebanyak 8 – 10
L/ menit. Setelah kejang berhenti dan pasien mulai bernafas kembali, oksigenasi
merupakan masalah yang jarang terjadi. Bagaimanapun juga, maternal hipoksemia dan
asidosis dapat berkembang pada wanita dengan kejang berulang dan dengan aspirasi
pneumonia, edema paru, atau kombinasi factor – factor ini. Monitoring pulse oxymetri
terus menerus dianjurkan pada pasien eklamsia. Analisa gas darah diperlukan apabila
monitoring oksimetri menunjukkan hasil yang abnormal ( saturasi O 2 92% atau kurang).
Karena penyebaran lesi yang diasebabakan oleh edema vasogenicq mungkin diadahului
oleh peningkatan tekanan darah tiba – tiba, maka diperlukan pengontrolan hipertensi
yang berat. Pencegahan kejang multiple sangat penting karena mayoritas wanita dengan
kejang multiple memiliki angka kjeadian infark cerebral.
d. Menjaga tekanan darah sistolik pada 140-160 mmHg dan diastolic antara 90 dan 110
mmHg. Hal ini bertujuan untuk menurunkan tekanan darah pada rentang yang aman tapi
pada saat yang bersamaan menghindari terjadinya hipotensi. Alas an mengatasi hipertensi
yang berat adalah untuk menghindari kehilangan autoregulasi cerebral dan mencegah
gagal jantung tanpa membahayakan tekanan perfusi cerebral atau aliran darah
uteroplasenta jeopardizing, yang memang sudah menurun pada kehamilan beberapa
wanita dengan eklamsia (Sibai, 2005). Terapi untuk hipertensi dikarenakan kehamilan
diberikan ketika tekanan diastolic mencapai atau lebih dari 105-110mmHg (Martin et al.,
2005). Drug of choice untuk antihipertensi pada eklamsia berdasarkan rekomendasi
American College of Obstetricians and Gynecologists adalah labetol, karena labetol
efektif dalam menurunkan tekanan perfusi cerebral tanpa membahayakan perfusi
cerebral, dengan cara menurunkan tekanan darah sistemik(Martin et al., 2005).
e. Pada eklamsia persalinan harus terjadi dalam 12 jam setelah kejang. Apabila persalinan
per vaginam tidak terlaksana dalam 12 jam maka dilakukan caesarean
I. Analisa Data
Data Masalah Keperawatan
DO: Kekurangan volume cairan
- Edema
- Proteinuria: 5 gr/urine 24 jam
- Oliguri: < 400 ml/24 jam
- Hemokonsentrasi
- Penambahan berat badan secara tiba - tiba
DS:
- Klien mengatakan jarang berkemih
- Klien mengatakan bahwa klien merasa mual dan muntah

DO: Penurunan curah jantung


- Hipovolemia
- Edema
- Dyspnea
DS:
- Klien mengatakan bahwa nafas klien sesak

DO: Perubahan perfusi jaringan utero-


- Hipovolemia placenta
- DJJ: < 100x/menit
- Scoring profil biofisik: 8/10, cairan berkurang
- NST non reaktif
DS:
- klien mengatakan tidak merasakan janinnya bergerak

DO: Perubahan rasa nyaman: nyeri


- Klien tampak memegang bagian perut
- Wajah klien tampak meringis
DS:
- Klien mengatakan bahwa bagian perut atas klien terasa
sakit
Factor Resiko: Resiko tinggi cedera
- Kejang tonik-klonik
- Waktu pembekuan darah memanjang
- Hipoksia jaringan
Faktor Resiko: Resiko tinggi Perubahan nutrisi: kurang
- Mual/Muntah dari kebutuhan tubuh
- Masukan tidak adekuat

II. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan protein plasma
2. Penurunan curah jantung b.d hipovolemia
3. Resiko tinggi cidera b.d kejang tonik – klonik, penurunan jumlah platelet
4. Perubahan perfusi jaringan utero-placenta b.d vasospasme arteri spiral
5. Perubahan rasa nyaman: Nyeri
6. Resiko tinggi perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan tidak
adekuat (nausea, vomit)

III. Intervensi
Diagnosa I : Resiko tinggi cedera b.d kejang tonik-klonik
Kriteria Hasil:
1. Berpartisipasi dalam tindakan dan/atau modifikasi lingkungan untuk melindungi
diri dan meningkatkan keamanan
2. Bebas dari tanda – tanda iskemia serebral (gangguan penglihatan, sakit kepala,
perubahan pada mental)
3. Menunjukkan kadar factor pembekuan dan enzim hepar normal.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Kaji adanya masalah SSP (mis., sakit kepala, peka Edema serebral dan vasokonstriksi dapat
rangsang, gangguan penglihatan atau perubahan pada evaluasi dari masa perubahan gejala, perilaku
pemeriksaan funduskopi) atau retina
Tekankan pentingnya klien melaporkan tanda – Keterlambatan tindakan atau awitan progresif
tanda/gejala – gejala yang berhubungan dengan SSP gejala – gejala yang dapat mengakibatkan
Perhatikan perubahan pada tingkat kesdaran kejang tonik-klonik
Kaji tanda – tanda eklamsia: hiperaktivitas (3+ Pada kemajuan HKK, vasokonstriksi dan
sampai 4+) dari reflek tendon dalam, klonus vasospasme pembuluh darah serebral
pergelangan kaki, penurunan nadi dan pernafasan, menurunkan konsumsi oksigen 20% dan
nyeri epigastrik, dan oliguria (kurang dari 50 ml/jam) mengakibatkan iskemia serebral
Lakukan tindakan untuk menurunkan kemungkinan Edema/vasokonstriksi umum,
kejang; mis., pertahankan lingkungan tenang dan dimanifestasikan oleh masalah SSP berat, dan
lampu temaram, batasi pengunjung, rencanakan dan masalah ginjal, hepar, kardiovaskuler dan
atur perawatan, dan tingkatkan istirahat. pernafasan, mendahului kejang.
Menurunkan factor – factor lingkungan yang
dapat merangsang kepekaan serebrum dan
menyebabkan kejang.
Implementasikan tindakan pencegahan kejang per Menurunkan resiko cedera bila kejang terjadi
protocol.
Pada kejadian kejang, miringkan klien; pasang jalan Mempertahankan jalan nafas dengan
napas/blok gigitan bila mulut rileks; hisap daerah menurunkan resiko aspirasi dan mencegah
nasofaring, sesuai indikasi; lepaskan pakaian yang lidah menyumbat jalan nafas.
ketat; jangan membatasi gerakan; dan Memaksimalkan oksigenasi. (catatan:
dokumentasikan masalah motorik, durasi kejang, dan waspada dengan penggunaan jalan nafas/blok
perilaku paska kejang. gigitan; jangan mencobanya bila rahang keras
karena dapat terjadi cedera)
Palpasi nyeri tekan uterus atau kekakuan uterus; Tanda – tanda ini dapat menandakan abrupsi
periksa perdarahan vagina. Perhatikan riwayat plasenta, khususnya bila terdapat masalah
masalah medis lain. medis sebelumnya seperti diabetes mellitus
atau kelainan ginjal atau jantung yang
menyebabkan masalah vascular
Pantau tanda – tanda dan gejala persalinan atau Kejang meningkatkan kepekaan uterus;
kontraksi uterus. persalinan dapat dimulai
Pantau adanya tanda – tanda KID: mudah/spontan Abrupsi plasenta dengan pelepasan
memar, perdarahan lama, epistaksis, perdarahan GI tromboplastin membuat klien cenderung pada
KID
Kolaborasi
Rawat di rumah sakit bila ada masalah SSP Terapi yangs egera dilakukan membantu
menjamin keamanan dan membatasi
kmplikasi
Berikan amobarbital atau diazepam, sesuai indikasi. Menekan aktivitas serebral; mempunyai efek
sedative kalau kejang tidak terkontorl oleh
MgSO4
Berikan MgSO4 I.M(dengan metode Z-Track) atau MgSO4, deprsan SSP, menurunkan pelepasan
I.V dengan metode pompa infuse asetilkolin, memblok transmisi
neuromuscular, dan mencegah kejang. Ini
mempunyai efek sementara menurunkan TD
dan meningkatkan haluaran urine dengan
mengubah respon vascular pada substansi
yang menekan. Meskipun pemberian MgSO4
dengan cara I.V lebih mudah pengaturannya
bila ada kejadian reaksi toksik, ebebrapa
keluarga dapat tetap menggunakan rute I.M
bila survey kontinu tidak mungkin dan/atau
bila alat penginfusan yang tepat tidak ada.
(Catatan: tambahan 1 ml dari lidokain 2 %
pada injeksi I.M dapat menurunkan
ketidaknyamanan)
Pantau TD sebelum, selama, setelah pemberian Kadar terapeutik dari MgSO4 dicapai dengan
MgSO4. catat kadar serum magnesium pada kadar serum 4,0-7,5 mEq/L atau 6 sampai 8
hubungannya dengan frekuensi pernapasan, reflek mg/dl. Reaksi merugikan/toksik terjadi di atas
patella, dan haluaran urine. 10-12 mg/dl, yang pertama terjadi adalah
kehilangan refleks, paralysis pernapasan
antara 15 sampai 17 mg/dl, atau blok jantung
terjadi pada 30 sampai 35 mg/dl.
Sediakan kalsium glukonat. Berikan 10 ml (1g/10 ml) Bertindak sebagai antidote untuk melawan
lebih dari 3 menit sesuai indikasi. efek – efek merugikan/toksik dari MgSO4
Lakukan pemeriksaan funduskopi setiap hari.
Pantau hasil tes dari masa pembekuan, PT, PTT, Membantu mengevaluasi perubahan atau
kadar fibrinogen, dan FSP/FDP beratnya masalah retina
Tes – tes ini dapat menandakan penurunan
factor – factor koagulasi dan fibrinolisis, yang
menandakan KID
Pantau jumlah trombosit sekeunsial. Hindari Trombositopenia dapat terjadi karena
amniosintesis jika kadar trombosit kurang dari perekatan pada endothelium yang rusak atau
50.000/mm3. bila trombositopenia ada selama kadar prostasiklin menurun (hambatan kuat
prosedur operatif, gunakan anestesi umum. Transfuse dari agregasi trombosit). Anestesi
trombosit, gunakan anesthesia umum, packed red memerlukan pungsi jarum (seperti
blood cells, plasma beku segar, atau darah lengkap spinal/epidural) dapat mengakibatkan
sesuai indikasi. Kesampingkan sindrom HELLP. perdarahan berlebihan.
Pantau enzim – enzim hepar dan bilirubin; perhatikan Peningkatan enzim hepar dan kadar bilirubin,
hemolisis dan adanya sel – sel Burr pada smear anemia hemolitik mikroangiopatik, dan
peripheral. trombositopenia dapat menandakan adanya
sindroma HELLP, menandakan perlunya
kelahiran sesaria segera bila kondisi serviks
tidak memungkinkan untuk induksi
persalinan.
Siapkan kelahiran sesaria, bila HKK berat, fungsi Bila oksigenasi janin sangat menurun karena
plasenta menurun, dan serviks tidak matang atau vasokonstriksi dalam malfungsi plasenta,
tidak responsive terhadap induksi. pemberian oksigen dengan segera diperlukan
untuk menyelamatkan janin.
Diagnosa II: Kekurangan volume cairan b.d kehilangan protein plasma
Kriteria Hasil:
1. Pemeriksaan laboratorium: menunjukkan Hematokrit dalam batas normal
2. Mengungkapkan pemahaman tentang kebutuhan akan pemantauan ketat dari berat
badan, TD, protein urine, dan edema
3. Berpartisipasi dalam regimen terapeutik dan pemantauan sesuai indikasi.
4. Bebas dari tanda – tanda edema umum (mis., mual/muntah, nyeri epigastrik)

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Timbang berat badan klien secara rutin. Anjurkan Penambahan berat badan bermakna dan tiba –
klien untuk memantau berat badan di rumah antara tiba (mis., lebih dari 1,5 kg/bulan dalam
waktu kunjungan trimester II atau lebih dari 0,5 kg/minggu
trimester ketiga) menunjukkan retensi cairan.
Gerakan cairan dari vascular ke ruang
intersisial, mengakibatkan edema.
Bedakan edema kehamilan yang patologis dan Adanya edema pitting (ringan, 1+ sampai 2+;
fisiologis. Pantau lokasi derajat pitting. berat , 3+ sampai 4+) pada wajah, tangan,
kaki, area sacral, atau dinding abdomen, atau
edema yang tidak hilangn setelah 12 jam tirah
baring, adalah bermakna
Perhatikan tanda edema berlebihan atau berlanjut Edema dan deposisi fibrin intravaskuler (pada
(mis.,nyeri epigastrik/KKaA, gejala – gejala serebral, sindrom HELLP) dalam hepar terselubung
mual, muntah). dimanifestasikan dengan nyeri KKaA,
dispnea menandakan adanya hubungan
dengan pulmonal, edema cerebral
kemungkinan mengarah pada kejang, mual
serta muntah menandakan edema
gastrointestinal.
Perhatikan perubahan pada kadar Hb/Ht. Mengidentifikasi derajat hemokonsentrasi
yang disebabkan oleh perpindahan cairan.
Bila Ht kurang dari 3 kali kadar Hb, terjadi
hemokonsentrasi
Kaji ulang masukan diet dari protein dan kalori. Insiden hipovolemi dan hipoperfusi prenatal
Berikan informasi sesuai kebutuhan. dapat diturunkan dengan nutrisi yang adekuat;
ketidakadekuatan protein/kalori
meningkatkan resiko pembentukan edema dan
HKK. Untuk menggantikan kahilangan
mungkin diperlukan masukan protein 80-100
g per hari
Pantau masukan dan haluaran. Perhatikan warna Haluaran urine adalah indicator sensitive dari
urine, dan ukur berat jenis sesuai indikasi. sirkulasi volume darah. Oliguria dan berat
jenis 1,040 menandakan hipovolemia berat
dan ada masalah pada ginjal. (catatan:
pemberian magnesium sulfat dapat
menyebabkan peningkatan haluaran urine
sementara)
Tes rabas urin bersih terhadap protein setiap Membantu dalam menentukan darajat
kunjungan, atau setiap hari/jam bila dirawat di rumah beratnya/kemajuan kondisi. Hasil 2+
sakit. Laporkan temuan 2+ atau lebih besar. menandakan edema glomerular atau spasme.
Proteinuria mempengaruhi perpindahan cairan
dari percabangan vascular. (Catatan: urin
terkontaminasi oleh sekresi vagina dapat
menghasilkan tes positif terhadap protein)
Kaji adanya bunyi paru dan frekuensi/usaha Dispnea dan krekels dapat mengindikasikan
pernafasan adanya edema paru, yang membutuhkan
tindakan segera
Pantau TD dan nadi. Peningkatan TD dapat terjadi karena respons
terhadap katekolamin, vasopressin,
prostaglandin, dan sebagai anjuran temuan,
terjadi penurunan prostasiklin
Jawab pertanyaan dan tinjau ulang rasional untuk Diuretic nantinya meningkatkan kondisi
menghindari penggunaan diuretic utnuk mengatasi dehidrasi dengan penurunan volume
edema. intravascular dan perfusi plasenta, dan hal ini
dapat menyebabkan trombositopenia,
hiperbilirubinemia, atau perubahan
metabolisme karbohidrat pada janin/bayi baru
lahir.(Catatan: mungkin bermanfaat pada
Kolaborasi adanya edema pulmonal)
Jadwalkan kunjungan prenatal setiap minggu Mungkin perlu untuk memantau perubahan
lebih ketat.
Tinjau ulang masukan natrium sedang sampai 6 Beberapa masukan natrium perlu karena
g/hari. Instruksikan klien untuk menghindari maknan kadar di bawah 2 sampai 4 g/hari
tinggi natrium (mis., daging babi diasinkan, daging, mengakibatkan dehidrasi lebih besar pada
hot dog, dan keripik kentang) beberapa pasien
Lakukan tirah baring dengan aturan ketat pada klien; Posisi rekumben miring kiri menurunkan
anjurkan posisi miring kiri tekanan pada vena kava, meningkatkan aliran
balik vena dan volume sirkulasi. Ini
meningkatkan perfusi plasenta dan ginjal,
menurunkan TD dan menggantikan
penurunan berat badan 4 lb (1,81 kg) dalam
periode 24 jam selama diuresis
Gantikan cairan baik secara oral atau parenteral, Penggantian cairan memperbaiki
melalui pompa infuse, sesuai indikasi. hipovolemia, yang harus diberikan dengan
hati – hati untuk mencegah kelebihan beban,
khususnya bila cairan intersisial mengalir
balik ekdalam sirkulasi bila aktivitas
dikurangi. Pada masalah ginjal masukan
cairan dibatasi; mis., bila haluaran berkurang
(kurang dari 700 ml/24 jam), masukan cairan
total dibatasi untuk mengira – ngira haluaran
dan kehilangan tidak kelihatan.
Bila kekuarangan cairan berat dan klien di rawat di Memungkinkan pemantauan lebih akurat
rumah sakit: terhadap perfusi haluaran/ginjal
Pasang kateter indwelling bila haluaran ginjal Memberikan pengukuran volume cairan yang
berkurang atau kurang dari 50 ml/jam lebih akurat. Pada kehamilan normal, volume
Bantu dengan pemasangan jalur dan/atau plasma meningkat 30-50%, peningkatan ini
pemantauan parameter hemodinamik invasive, tidak terjadi pada klien dengan HKK
seperti tekanan vena sentral (CVP) dan tekanan
baji arteri pulmonal (PAWP)
Berikan ekspander plasma atau diuretic osmotic, Dapat membantu untuk mengalirkan kembali
bila perlu. cairan ke dalam ruang intracaskular. Tindakan
ini controversial karena dapat menurunkan
fungsi jantung dan sirkulais plasenta
Peningktan kadar, khususnya asam urat,
Pantau asam urat serum dan kadar kreatinin, dan menandakan kerusakan fungsi ginjal,
nitrogen urea darah (BUN) memburuknya kondisi ibu dan hasil janin
buruk.

Diagnosa III: Penurunan curah jantung b.d Hipovolemia


Kriteria Hasil:
1. Tetap normotensif selama sisa masa kehamilan
2. Melaoprkan tidak adanya atau menurunnya kejadian dyspnea
3. Mengubah tingkat aktivitas sesuai kondisi
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Pantau TD dan Nadi Klien dengan HKK tidak menunjukkan
respons kardiovaskuler normal pada
kehamilan (hipertrofi ventrikel kiri,
peningkatan volume plasma, relaksasi
vaskuler dengan penurunan tahanan
perifer). Hipertensi (manifestasi kedua
HKK setelah edema) terjadi karena
peningkatan kepekaan pada angiotensin II,
yang meningkatkan TD, emningkatkan
pelepasan aldosteron pada peningkatan
reabsorbsi natrium/air dari tubulus ginjal,
Kaji tekanan arteri retina (MAP) pada gestasi dan mengkonstriksikan pembuluh darah.
minggu ke-22. tekanan 90 mmHg Edema paru dapat terjadi, pada perubahan
dipertimbangkan prediktif HKK. Kaji krekels, tahanan vaskuler perifer dan penurunan
gurgle, dan dyspnea; perhatikan frekuensi/upaya pada tekanan koloid osmotic plasma
pernafasan.
Lakukan tirah baring pada klien dengan posisi Meningkatkan aliran balik vena, curah
miring kiri jantung, dan perfusi ginjal/plasenta
Pantau parameter hemodinamik invasive. Memberikan gambaran akurat dari
perubahan vascular dan volume cairan.
Konstriksi vaskuler yang lama,
peningkatan hemokonsentrasi, dan
Berikan obat antihipertensi seperti hidralazin perpindahan cairan menurunkan curah
(Apresoline) P.O,/I.V., sehingga diastolic menjadi jantung.
antara 90-110 mmHg. Ikuti dengan pemberian Bila TD tidak berspon terhadap tindakan
metildopa (Aldomet) untuk mempertahankan konservatif, mungkin perlu pemberian
terapi sesuai kebutuhan. obat. Obat antihipertensi bekerja secara
langsung pada arteriol untuk meningkatkan
relaksasi otot polos kardiovaskuler dan
membantu meningkatkan suplai darah ke
serebrum, ginjal, uterus, dan plasenta.
Pantau TD dan efek samping obat antihipertensi. Hidralazin adalah obat pilihan karena tidak
Berikan propanolol dengan tepat. menghasilkan efek samping pada janin.
Efek – efek samping meliputi takikardia,
sakit kepla, mual, muntah, dan palpitasi;
dapat diatasi dengan propanolol. Obat –
obatan lebih baru, seperti ketanserin, dan
natrium nitroprusid (khususnya pada
Siapkan untuk kelahiran janin dengan sesaria, bila sindrom HELLP) digunakan dengan
kelahiran pervagina tidak mungkin. Kondisi beberapa keberhasilan untuk menurunkan
eklamsia distabilkan. TD
Prosedur bedah merupakan satu – satunya
cara mengatasi masalah hipertensif bila
tindakan konservatif tidak efektif dan
induksi persalinan dikesampingkan

Diagnosa IV: Perubahan perfusi jaringan utero-placenta b.d vasospasme arteri spiral
Kriteria Hasil:
1. Mendemonstrasikan reaktivitas SSP normal pada NST; bebas dari deselerasi
lanjut; tidak ada penurunan DJJ pada CST/OCT.
2. Cukup bulan,AGA
3.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Berikan informasi mengenai Penurunan aliran darah plasenta
pengkajian/pencatatan gerakan janin dirumah mengakibatkan penurunan pertukaran gas
setiap hari. dan kerusakan fungsi nutrisi plasenta.
Perfusi plasenta yang buruk potensial
menghasilkan malnutrisi, bayi berat lahir
rendah dan prematuritas berkenaan dengan
kelahiran dini, dan kematian janin.
Penurunan aktivitas janin menandakan
kondisi yang membahayakan janin dan
terjadi lebih dahulu supaya perubahan
denyut jantung janin dapat dideteksi.
Identifikasi factor – factor yang mempengaruhi Merokok, penggunaan obat, kadar glukosa
aktivitas janin. serum, bunyi lingkungan, waktu dalam
sehari, dan siklus tidur-bangun janin dapat
meningkatkan atau menurunkan gerakan
Tinjau ulang tanda – tanda abrupsi plasenta (mis., janin
perdarahan vagina, nyeri tekan uterus, nyeri Pengenalan dan intervensi dini
abdomen, dan penurunan aktivitas janin) meningkatkan kemungkinan ahsil yang
Berikan nomor yang dapat dihubungi klien untuk positif
bertanya, melaporkan perubahan gerakan janin
setiap hari, dan sebagainya. Memberikan kesempatan untuk
Evaluasi pertumbuhan janin; ukur kemajuan mengemukakan masalah/kesalahan konsep
pertumbuhan fundus setiap kunjungan dan mengatasinya dengan cara yang tepat
sesuai indikasi.
Penurunan fungsi placenta dapat menyertai
HKK, mengakibatkan IUGR, stress
Perhatikan respon janin pada obat – obatan seperti intrauterus kronik dan insufisiensi
MgSO4, fenobarbital, dan diazepam uteroplasenta menurunkan jumlah
kontribusi janin pada penumpukan cairan
amniotic
Pantau DJJ secara manual atau elektronik, sesuai Efek depresan dari medikasi dapat
indikasi menurunkan pernapasan dan fungsi jantung
janin serta tingkat aktivitas janin, meskipun
Kolaborasi sirkulasi plasenta mungkin adekuat
Kaji respon janin pada kriteria BPP atau CST, Mengevaluasi kesejahteraan janin.
sesuai indikasi status ibu. Peningkatan DJJ dapat menandakan
respons kompensasi pada hipoksia,
prematuritas, atau abrupsi plasenta
BPP membantu mengevaluasi janin dan
Bantu dengan pengkajian maturitas dan lingkungan janin pada lima parameter
kesejahteraan janin dengan menggunakan rasi khusus untuk mengkaji fungsi SSP dan
L/S, adanya pg, kadar estriol, gerakan pernafasan kontribusi janin pada volume cairan
janin (FBM), dan memulai sonografi berurutan amniotic. CST mengkaji fungsi dan
pada gestasi minggu ke-20 sampai ke-26. cadangan plasenta
Pada adanya deteriorasi kondisi ibu/janin,
risiko melahirkan bayi preterm didesak
melawan resiko melanjutkan kehamilan,
Bantu dengan pengkajian terhadap volume dengan menggunakan hasil dari
plasma ibu pada gestasi minggu ke-24 sampai 26 pemeriksaan evaluatif terhadap maturitas
dengan menggunakan evans blue dye jika paru dan ginjal, pertumbuhan janin, dan
diindikasikan. fungsi placenta. IUGR dihubungkan
dengan penurunan volume ibu dan
Bantu dengan mengkaji ukuran plasenta dengan perubahan vaskuler.
menggunakan ultrasonografi Untuk mengidentifikasi risiko IUGR dan
Apabila memerlukan kelahiran premature pada kematian janin intrauterus yang
gestasi antara minggu ke-28 dan 34, berikan berhubungan dengan penurunan volume
kortikosteroid (deksametason, betametason) I.M plasma dan perfusi plasenta
selama sedikitnya 24-48 jam tetapi tidak lebih Penurunan fungsi dan ukuran plasenta
dari 7 hari sebelum melahirkan dihubungkan dengan HKK
Kortiksteroid dianggap menyebabkan
maturitas janin (produksi surfaktan) dan
mencegah sindrom distress pernafasan,
sedikitnya pada kelahiran janin secara
premature karena kondisi atau
ketidakadekuatan fungsi plasenta. Hasil
terbaik didapatkan bila janin kurang dari
minggu ke-34 dan kelahiran terjadi dalam
satu minggu dari pemberian kortikosteroid.

Anda mungkin juga menyukai