Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan menurut Undang-Undang RI no 36 tahun 2009 adalah
keadaan sehat baik secara fisik, mental dan spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Sehat berarti seseorang harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk
mengembangkan kemampuan yang dibawa sejak lahir (potensial genetic)
menjadi realitas fenotipik (phenotypic ralities). Hal ini sangat terkait dengan
pola kependudukan serta lingkungan yang mempengaruhinya.
Dilain pihak perkembangan teknologi dan pendidikan pada sekolah–
sekolah yang bergerak maju yang menuntut anak didik mereka untuk selalu
aktif dan kreatif. Sering kali keaktifan mereka di sekolah dengan mengikuti
bimbingan belajar atau ekstrakulikuler, dapat berakibat buruk yang dapat
menimbulkan cidera pada jaringan lunak tulang maupun syaraf jika tidak
terorganisir dengan baik. Tulang Belakang adalah bagian sangat penting
terutama sumsum tulang belakang. Rangka atau tulang dapat mengalami
kelainan. Kelainan ini dapat mengakibatkan perubahan bentuk tulang.
Kelainan pada tulang belakang disebabkan oleh kebiasaan duduk dengan
posisi yang salah. Akibat kesalahan postur dan sikap antara lain menyebabkan
trauma pada tulang belakang, seperti terjadinya deformitas misalnya skoliosis,
kiposis maupun lordosis.
Kebiasaan duduk dapat menimbulkan nyeri pinggang apabila duduk
terlalu lama dengan posisi yang salah, hal ini akan menyebabkan otot
punggung akan menjadi tegang dan dapat merusak jaringan disekitarnya
terutama bila duduk dengan posisi terus membungkuk atau menyandarkan
tubuh pada salah satu sisi tubuh. Posisi itu menimbulkan tekanan tinggi pada
saraf tulang setelah duduk selama 15 sampai 20 menit otot punggung biasanya
mulai letih maka mulai dirasakan nyeri punggung bawah namun orang yang
duduk tegak lebih cepat letih, karena otot-otot punggungnya lebih tegang

1
sementara orang yang duduk membungkuk kerja otot lebih ringan namun
tekanan pada bantalan saraf lebih besar. Orang yang duduk pada posisi miring
atau menyandarkan tubuh atau salah satu sisi tubuh akan menyebabkan
ketidakseimbangan tonus otot yang menyebabkan skoliosis.
Skoliosis merupakan kelainan-kelainan pada rangka tubuh berupa
kelengkungan tulang belakang, dimana terjadi pembengkokan tulang belakang
kearah samping kiri atau kanan atau kelainana tulang belakang pada bentuk C
atau S. Tanda umum skoliosis antara lain tulang bahu yang berbeda, tulang
belikat yang menonjol, lengkungan tulang belakang yang nyata, panggul yang
miring, perbedaan antara ruang lengan dan tubuh.
Fisioterapi merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang
ditujukan kepada individu atau kelompok individu untuk memperbaiki,
mengembangkan dan memelihara gerak dan kemampuan fungsi yang
maksimal selama perjalanan kehidupan individu atau kelompok, dilaksanakan
dengan terarah dan berorientasi pada masalah dan menggunakan pendekatan
ilmiah serta dilandasi dengan etika profesi (Muslihuddin, 1995).
Di Indonesia penderita scoliosis dalam mendapatkan pelayanan medik
khusus sangat terbatas misalnya penderita-penderita yang pernah didiagnosa
scoliosis oleh dokter, tetapi tidak semua dapat mengikuti program latihan.
Peran fisioterapi pada kasus skoliosis dapat menggunakan modalitas terapi.
Salah satunya adalah menggunakan terapi latihan dan infra red. Terapi Latihan
untuk kasus skoliosis bertujuan untuk, memperbaiki atau mengembalikan
kearah sikap tubuh yang normal (corect posture), mengulur atau meregangkan
otot – otot yang tegang, untuk relaksasi otot.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang muncul pada kasus skoliosis, maka
penulis merumuskan masalah sebagai berikut : bagaimanakah penatalaksanaan
fisioterapi pada kasus skoliosis?

2
C. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Untuk menambah wawasan tentang penatalaksanaan Fisioterapi
pada pasien skoliosis untuk kalangan Fisioterapi, tenaga medis, dan
masyarakat luas.
2. Tujuan Khusus :
Untuk mengetahui pengaruh terapi dengan beberapa intervensi
Fisioterapi terhadap proses penyembuhan pasien skoliosis.

D. Manfaat
1. Bagi penulis
Dapat menambah pengetahuan dan pemahaman sehingga dapat
dijadikan motivasi untuk lebih tahu tentang tindakan fisioterapi kasus
skoliosis di RSJD Dr RM Soedjarwadi.
2. Bagi institusi
Dapat membagi pengalaman dan informasi tentang tindakan
fisioterapi pada kasus skoliosis di RSJD Dr RM Soedjarwadi.
3. Bagi Fisioterapi
Dapat lebih mengetahui peran fisioterapi dalam mengatasi
permasalahan pada kondisi skoliosis di RSJD Dr RM Soedjarwadi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Skoliosis
Skoliosis merupakan kelainan-kelainan pada rangka tubuh berupa
melengkungnya tulang belakang, dimana terjadi pembengkokan tulang
belakang kearah samping kiri atau kanan atau kelainan tulang belakang
pada bentuk C atau S. Kelainan skoliosis ini sepintas terlihat sangat
sederhana. Namun apabila diamati lebih jauh sesungguhnya terjadi
perubahan yang luar biasa pada tulang belakang akibat perubahan bentuk
tulang belakang secara tiga dimensi, yaitu perubahan struktur penyokong
tulang belakang seperti jaringan lunak sekitarnya dan struktur lainnya
(Rahayussalim, 2007).
Scoliosis adalah deformitas tulang belakang berupa deviasi
vertebra ke arah samping atau lateral(Soetjaningsih, 2004). Scoliosis
terbagi menjadi dua yaitu: (1) Non struktural / fungsional scoliosis adalah
adanya curve kelateral dari spine dan rotasi dari tulang belakang dimana
terjadi karena kebiasaan, tanpa adanya kerusakan struktural; (2) Struktural
adalah adanya kurve kelateral dari spine dan rotasi dan perubahan anatomi
dari tulang belakang (Santoso, 1994).
Kata skoliosis berasal dari bahasa Yunani skolios yang berarti
bengkok. 6 Skoliosis adalah kelainan tulang belakang yang berupa
lengkungan ke samping/ lateral. Jika dilihat dari belakang, tulang
belakang pada skoliosis akan berbentuk seperti huruf “C” atau “S”.
Definisi lain menyatakan bahwa skoliosis adalah sebuah tipe deviasi
postural dari tulang belakang dengan penyebab apapun, yang dicirikan
oleh adanya kurva lateral pada bidang frontal yang dapat berhubungan
atau tidak berhubungan dengan rotasi korpus vertebra pada bidang aksial
dan sagital.

4
B. Anatomi Dan Fisiologi
1. Anatomi Vertebra
Vertebra terdiri dari 7 cervical, 12 thorakal, 5 lumbal, dan tulang
yang menyatu dengan vertebra sacral, bersama dengan 5 tulang coccygeal.
Dalam struktur cervical, thorakal, dan lumbal sama, kecuali untuk atlas
dan axis vertebra cervical. Standar masing-masing vertebra terdiri dari dua
pedicles, dua lamina, empat facet articular, dan proccesus spinous. Antara
setiap pasang vertebra terdiri dari dua pembukaan, foramina, dimana
melalui saraf tulang belakang, pembuluh darah radikuler, dan saraf
sinuvertebral (saraf recurrent meningeal ). (Gambar 1). Setiap foramen
berbatasan dengan superior dan inferior dari pedicles, intervertebral discus
anterior dan berdekatan permukaan vertebra, dan facet joint posterior.

Gambar 2.1: Vertebra


2. Ligamen
Kapsul sendi pada lumbal sangat kuat, karena diikat oleh banyak
ligament yang kuat. Ligamentum pada lumbal yang sama dengan ligament
pada area thorakal, kecuali pada lumbal terdapat fascia iliolumbal dan
thoracolumbal. Ligamen iliolumbal membantu menstabilisasi sendi
lumbosacral dan mencegah terjadinya perpindahan kearah anterior.
Ada beberapa ligamentum yang memperkuat collumna vertebralis
sehingga membentuk postur tubuh seseorang, ligamentum-ligamentum itu

5
antara lain: Ligamentum Longitudinal Anterior, Ligamentum Longitudinal
Posterior, Ligamentum Plavum, Ligamentum Intertransversarium,
Ligamentum Interspinosum dan Ligamentum Supraspinale.

Gambar 2.3: Ligamen Vertebralis


3. Otot
Otot-otot yang terkena pada spondyloarthrosis lumbal adalah M.
Obliquus externus abdominis, M. Obliquus internus, M. Semispinalis (thoracic),
M.Quadratus lumborum, M. Multifidus, M. Erector spine dan M. Psoas Mayor.

Gambar 2.4: Otot-otot spine bagian posterior

6
4. Osteokinematik dan Arthokinematik Vertebra Lumbal
Osteokinematik adalah gerak sendi yang dilihat dari gerak
tulangnya saja. Pada osteokinematik gerakan yang terjadi berupa gerak
rotasi ayun, rotasi putar dan rotasi spin. Pada lumbal biasanya terjadi
lumbo pelvic rhythm yaitu hubungan antara panggul dan tulang belakang
lumbal, yaitu ketika seseorang mencoba untuk menyentuh jari-jari kaki
mereka, dan sebuah ritme yang tepat adalah ketika anterior panggul 60o
dan fleksi lumbal 30o, otot hamstring akan mengutangi gerak panggul dan
meningkatkan fleksi lumbal. (Anonim, 2012) Arthokinematik adalah
gerakan yang terjadi pada permukaan sendi. Pada arthokinematik gerakan
yang terjadi berupa gerakan roll dan slide. Dari kedua gerak tersebut dapat
diuraikan lagi menjadi gerak traksi kompresi, translasi dan spin.

C. Etilogi Skoliosis
Scoliosis terbagi menjadi dua yaitu :Non struktural / fungsional
scoliosis adalah adanya curve ke lateral dari spine dan rotasi dari tulang
belakang dimana terjadi karena kebiasaan, tanpa adanya kerusakan
struktural.Scoliosis non struktural dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah : Perbedaan panjang tungkai, Spasme otot belakang
(splint back muscle) dapat terjadi oleh adanya injury pada jaringan lunak
belakang, Kebiasaan postur yang asimetris, seperti : duduk dengan
menumpu berat badan pada satu tungkai atau saat berdiri dengan
bertumpu pada satu kaki, mengakibatkan fleksibilitas yang asimetris.
Struktural scoliosis adalah adanya kurve ke lateral dari spine dan
rotasi dan perubahan anatomi dari tulang belakang (Santoso, 1994).
Berdasarkan penyebabnya skoliosis dibagi atas :
1. Skoliosis Idiopatik
Adalah tipe skoliosis yang paling umum terjadi. Etiologi atau
penyebab dari tipe skoliosis ini tidak diketahui secara pasti. Menurut

7
penelitian, sekitar sepertiga penderita skoliosis idiopatik terkait faktor
genetika. Tipe skoliosis ini lebih sering terjadi pada remaja.
2. Skoliosis Degeneratif
Skoliosis degeneratif terjadi akibat kerusakan bagian tulang
belakang secara perlahan-lahan. Kondisi seperti ini kebanyakan terjadi
pada orang dewasa, karena seiring bertambahnya usia beberapa bagian
tulang belakang menjadi lemah dan menyempit.
Selain itu ini juga dapat diakibatkan dari kondisi trauma, penyakit
Parkinson, motor neuron disease, sklerosis multiple, proses operasi tulang
belakang, osteoporosis atau kondisi keausan dari tulang. Skoliosis juga
dapat berkembang dikemudian hari dan menyatu sebagai persendian
tulang belakang yang mengalami kemerosotan tulang dan membentuk
lengkungan di belakang. Studi menunjukkan bahwa rotasi dari tulang
belakang dapat terhjadi pada kasus seperti ini.
3. Skoliosis Kongenital
Skoliosis kongenital atau bawaan disebabkan oleh tulang belakang
yang tidak tumbuh dengan normal saat bayi dalam kandungan, tulang
rusuk asimetris, atau terjadinya penggabungan tulang rusuk pada masa
terbentuknya bayi dalam perut ibu.
4. Neuromuskuler, Jaringan Penghubung dan Skoliosis Kelainan Kromosom
Ini muncul pada pasien dengan spina bifida, cerebral palsy, down
syndrome, marfan syndrome, paralysis atau orang-orang dengan berbagai
jenis kondisi paralitik. Hal ini terjadi saat tulang belakang melengkung
menyamping karena melemahnya otot tulang belakang atau masalah
neuromuskuler. Skoliosis seperti ini umum terjadi untuk individu yang
tidak dapat berjalan karena kondisi neuromuskuler (seperti muscular
dystrophy atau CP). Ini dapat juga disebut sebagai skoliosis myopathic.

D. Patofisiologi
Rangka atau tulang dapat mengalami kelainan. Kelainan ini dapat
mengakibatkan perubahan bentuk tulang. Kelainan pada tulang belakang

8
disebabkan oleh kebiasaan duduk dengan posisi yang salah. Akibat kesalahan
postur dan sikap antara lain menyebabkan trauma pada tulang belakang,
seperti terjadinya deformitas misalnya skoliosis, kifosis maupun lordosis.
Kebiasaan duduk dapat menimbulkan nyeri pinggang apabila duduk terlalu
lama dengan posisi yang salah, hal ini akan menyebabkan otot punggung
menjadi tegang dan dapat merusak jaringan disekitarnya terutama bila duduk
dengan posisi terus membungkuk atau menyandarkan tubuh pada salah satu
sisi tubuh. Posisi itu menimbulkan tekanan kuat pada saraf tulang, setelah
duduk selama 15 sampai 20 menit otot punggung biasanya mulai letih maka
mulai dirasakan nyeri punggung bawah namun orang yang duduk tegak lebih
cepat letih, karena otot-otot punggungnya lebih tegang sementara orang yang
duduk membungkuk kerja otot lebih ringan namun tekanan pada bantalan
saraf lebih besar.
Orang yang duduk pada posisi miring atau menyandarkan tubuh atau
salah satu sisi tubuh akan menyebabkan ketidak-seimbangan tonus otot yang
menyebabkan skoliosis.
Duduk dengan sikap miring ke samping akan mengkibatkan suatu
mekanisme proteksi dari otot-otot tulang belakang untuk menjaga
keseimbangan, manifestasi yang terjadi justru overuse pada salah satu sisi otot
yang dalam waktu terus menerus dan hal yang sama yang terjadi adalah
ketidakseimbangan postur tubuh ke salah satu sisi. Jika hal ini berlangsung
terus menerus pada sistem muskulosketal tulang belakang akan mengalami
bermacam-macam keluhan antara lain: nyeri otot, keterbatasan gerak (range of
motion) dari tulang belakang atau back pain, kontraktur otot, dan penumpukan
problematik akan berakibat pada terganggunya aktivitas kehidupan sehari-hari
bagi penderita, seperti halnya gangguan pada sistem pernapasan, sistem
pencernaan, system saraf dan sistem kardiovaskuler.
Pertumbuhan merupakan faktor risiko terbesar terhadap memburuknya
pembengkokan tulang belakang. Lengkungan skoliosis idiopatik kemungkinan
akan berkembang seiring pertumbuhan. Biasanya, semakin muda waktu
kejadian pada anak yang struktur lengkungannya sedang berkembang maka

9
semakin serius porgnosisnya. Pada umumnya struktur lengkungan mempunyai
kecenderungan yang kuat untuk berkembang secara pesat pada saat
pertumbuhan dewasa, dimana lengkungan kecil non struktur masih fleksibel
untuk jangka waktu yang lama dan tidak menjadi semakin parah, tetapi
skoliosis tidak akan memburuk dalam waktu yang singkat. Skoliosis dapat
menyebabkan berkurangnya tinggi badan jika tidak diobati.

E. Tanda dan Gejala


Pada kebanyakan kasus, pada mulanya penderita tidak merasakan
adanya gangguan, kemudian pada kondisi yang lebih parah baru dirasakan
adanya ketidak seimbangan posisi thorax, scapula yang menonjol pada satu
sisi, posisi bahu yang tidak horizontal, panggul yang tidak simetris, dan
kadang-kadang penderita merasakan pegal-pegal pada daerah punggung
(Liklukaningsih, 2009). Tanda umum skoliosis antara lain:
1. Bahu asimetris,
2. Tulang belikat yang menonjol,
3. lengkungan tulang belakang yang nyata,
4. panggul yang miring,
5. perbedaan antara ruang lengan dan tubuh,
6. Scapula menonjol.

F. Prognosis
Prognosis tergantung kepada penyebab, lokasi dan beratnya
kelengkungan. Semakin besar kelengkungan skoliosis, semakin tinggi resiko
terjadinya progresivitas sesudah masa pertumbuhan anak berlalu.
Skoliosis ringan yang hanya diatasi dengan brace memiliki prognosis yang bik
dan cenderung tidak menimbulkan masalah jangka panjang selain
kemungkinan timbulnya sakit punggung pada saat usia penderita semakin
bertambah.
Penderita skoliosis idiopatik yang menjalani pembedahan juga
memiliki prognosis yang baik dan bisa hidup secara aktif dan sehat.

10
Penderita skoliosis neuromuskuler selalu memiliki penyakit lainnya yang
serius (misalnya cerebral palsy atau distrofi otot). Karena itu tujuan dari
pembedahan biasanya adalah memungkinkan anak bisa duduk tegak pada
kursi roda.
Bayi yang menderita skoliosis kongenital memiliki sejumlah kelainan
bentuk yang mendasarinya, sehingga penanganannyapun tidak mudah dan
perlu dilakukan beberapa kali pembedahan.

G. Penatalaksanaan Fisioterapi
Fisioterapi (physiotherapy) adalah salah satu solusi tepat untuk terapi
skoliosis. Fisioterapist akan menggunakan modalitas yang sesuai dengan
problematika. Diantaranya:
1. Thermal therapy
Thermal therapy dapat menggunakan Infra Red untuk melancarkan
sirkulasi dan mengurangi spasme
2. Electrical Current
EC menggunakan TENS untuk mengurangi nyeri dengan
mekanisme rellease endorphine.
3. Manual therapy
Manual therapy pada tulang belakang untuk meningkatkan
mobilitas sendi vertebra.
4. Stretching dan MRT
Stretching pada otot2 punggung (e.c. Trapesiuz, rhomboideus,
quadratus lumborum dll) dan MRT adalah teknik rellease otot untuk
mengurangi spasme.
5. Exercise dan sport
Latihan dan olahraga untuk meningkatkan kekuatan otot yang
lemah dan mengembalikan kurva tulang belakang seoptimal mungkin.

11
BAB III
LAPORAN KASUS

BLANGKO STUDI KASUS

KOMPETENSI : Muskuloskeletal
NAMA MAHASISWA : Tenon Nur Hidayah
N.I.M. : P27226016434
TEMPAT PRAKTIK : RSJD Dr RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah
PEMBIMBING : Sukatwo, SKM, SST.FT

Tanggal Pembuatan SK : Minggu, 22 Oktober 2017


A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny S
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Randulanang Jatinom Klaten
No. CM : 117139
II. SEGI FISIOTERAPI
1. Deskripsi Pasien Dan Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan nyeri pada punggung sudah lama sekitar 2
tahunan dan kadang mengalami sesak nafas. Tetapi pasien hanya merasakanya
tanpa memeriksakan ke dokter. Pasien juga sudah mengeluhkan adanya tulang
vertebra agak miring ke sisi kanan tubuh sejak lama tetapi pasien hanya
mendiamkanya. Karena semakin lama nyeri di punggung semakin sakit dan
pasien mengalami kesulitan melakukan aktivitas fungsional maka pasien
memeriksakakan kondisi di puskesmas setelah itu oleh dokter puskesmas
pasien di rujuk ke RSJD DR RM Soedjarwadi. Oleh dokter pasien dirujuk ke
poli fisioterapi utuk dilakukan terapi.

12
2. Data Medis Pasien
Penyakit Penyerta : darah tinggi, kolesterol
Rogen : scoliotik, multiple spur (+), multiple spur (+) penyempitan DIV
asimetris
III. PEMERIKSAAN FISIOTERAPI

1. Pemeriksaan Tanda Vital (Umum)


(Tekanan darah, deyut nadi, pernapasan, temperatur, tinggi badan, berat
badan)
Tekanan darah : 140/80 mmhg
Denyut nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 19 x/menit
Temperature : 36,2oC
Tinggi badan : 156cm
Berat badan : 64 kg
2. Inspeksi/Observasi
Statis : Anterior :
Terlihat asimetris, dimana bahu kanan lebih tinggi dari bahu kiri.
Ketinggian SIPS kanan lebih rendah
Kurva vertebra skoliosis

13
Posterior:
Tampak scapula kanan lebih tinggi dari kiri
Lateral :
Tampak terlihat wing scapula sebelah kanan
Dinamis : Saat berjalan fase berjalan normal
Saat melakuakan transfer dan ambulansi mandiri
Pasien berjalan tidak menggunakan alat bantu
Pasien kesakitan saat menggerakan menggerakan punggung
3. Palpasi
Adanaya nyeri tekan
Tidak teraba peningkatan suhu lokal pada vertebra
Tidak teraba odema
Adanya spasme pada paravertebra, M. Rhomboideus, M. Erector spine dan M.
Subscapularis.
4. Joint Test
Pemeriksaan Gerak Dasar (Gerak aktif/pasif/isometrik fisiologis)
a. Gerak Aktif :
Regio Gerakan Dextra Nyeri
Vertebra Fleksi Tidak Full ROM Nyeri
Ekstensi Tidak Full ROM Nyeri
Lateral fleksi D Tidak Full ROM Nyeri
Lateral fleksi S Full ROM Tidak Nyeri

b. Gerak pasif :
Regio Gerakan Sinistra End feel
vertebra Fleksi Tidak Full ROM Elastic
Ekstensi Tidak Full ROM Elastic
Lateral fleksi D Tidak Full ROM Elastic
Lateral fleksi S Full ROM Elastic

14
c. Gerak isometrik melawan tahanan :
Pasien mampu melakukan gerak isometrik melawan tahanan
moderat pada semua gerakan pada vertebra tidak full ROM dengan nyeri
keciali gerakan lateral fleksi kiri.
5. Muscle Test dan Antropometri
a. Muscle test
Regio Grup Otot Nilai
Fleksor 4
lumbal Ekstensor 4
Lateral fleksor D 4
Lateral fleksor S 5

b. Antropometri
Tidak dilakukan
6. Kemampuan Fungsional
a. Kemampuan fungsional dasar :
Pasien kesulitan melakukan gerakan fleksi ekstensi dan lateral fleksi kanan
b. Aktivitas fungsional :
Pasien tidak bisa mengangkat benda berat
Pasien kesulitan berjalan dan berdiri lama
c. Lingkungan aktifitas :
Lingkungan aktivitas dirumah kurang mendukung mendukung kesembuhan
pasien karena pasien masih melakukan aktifitas rumah tangga yang berat

15
B. ALGORITMA
(CLINICAL REASONING)
Pasien mengeluh curva
vertebra miring ke kanan/ kiri

ya
tidak
Vertebra pasien miring ke Lordosis atau kifosis
kiri dan mengeluhkan nyeri
punggung
ya

Apakah pasien lanjut usia? tidak


Apakah pasien pernah Algoritma pemeriksaan lain
History Taking (lordosis, kifosis dll)
trauma? Apakah ada riwayat
overuse joint → stress
fracture vertebra?
ya

Terdapat keterbatasan fleksi, tidak


Algoritma pemeriksaan lain
Pemeriksaan fungsi gerak ekstensi, dan lateral flesi ke
(lordosis, kifosis dll)
kanan

ya
tidak
Pemeriksaan Penunjang Rotgen terdapat scolisosis
Lordosis, kifosis
pada curva vertebra

ya

Diagnosis scoliosis

ya

Body structure impairment: Infra Red


curva vertebra scoliosis Tens

Identifikasi problem & ICF Body function impairment: exercise


nyeri tekan dan nyeri gerak,
keterbatasan gerak vertebra
Edukasi

Nyeri berkurang, penurunan spasme,


peningkatan kemampuan fungsional

16
A. DIAGNOSIS FISIOTERAPI
1. Impairment
Gangguan postur tulang belakang akibat skoliosis.
Teraba adanya spasme pada paravertebra paravertebra, M. Rhomboideus, M.
Erector spine dan M. Subscapularis.
Teraba adanya nyeri tekan pada daerah vertebra
Adanya nyeri gerak dan nyeri diam
Adanya penurunan kekuatan otot-otot pada lumbal
Adanya keterbatasan LGS
2. Functional Limitation
Pasien tidak bisa mengangkat benda berat
Pasien kesulitan berdiri dan berjalan lama
Pasien kesuliatan berdiri ke jongkok mamupun sebaliknya
3. Disability/Participation restriction
Pasien kesulitan mengikuti kegiatan gotong royong di lingkuan nya
B. PROGRAM FISIOTERAPI
1. Tujuan Jangka Pendek
Mengurangi nyeri
Merileksasikan / menurunkan spasme
2. Tujuan Jangka Panjang
Melanjutkan program jangka pendek.
Menambah Kekuatan otot
Menambah LGS
Mengembalikan curva lumbal
Meningkatkan kemampuan fugsional.
Meminimalisasi hingga menghilangkan munculnya keluhan
3. Teknologi Intervensi Fisioterapi :
1. IR
2. TENS
3. Terapi Latihan

17
C. RENCANA EVALUASI
Nyeri dengan VAS
Kekuatan otot dengan MMT
LGS dengan mideline
Kemampuan fungsional dengan indeks Owestri

D. PROGNOSIS
1. Quo Ad Vitam : Bonam
2. Quo Ad Sanam : Dubia ad Bonam
3. Quo Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam
4. Quo Ad Cosmeticam : Dubia ad Bonam
E. PELAKSANAAN TERAPI
1. IR
Persiapan : Tes sensasi panas dingin pada pasien.
Cek alat berfungsi dengan baik apa tidak
Persiapan Pasien : Pasien tidur tengkurap.
Penatalaksanaan : Hidupkan alat atur intensitas dan waktu.
2. Modalitas TENS
Persiapan : Tes tajam-tumpul ke pasien.
Cek alat berfungsi apa tidak.
Basahi ped sebelum di gunakan.
Persiapan pasien : Pasien tidur tengkurap
Penatalaksanaan : Tempelkan elektroda ped pada titik nyeri
Atur waktu 10 menit dengan intensitas sesuai
toleransi pasien.
3. Exercise
Strengthening
Tujuan : Diberikan pada sisi yang konveks untuk mengembalikan kekuatan
otot yang lemah
Dosis : 1x/minggu

18
F : 8 hitungan, 5 x repetisi
Koreksi Postur
Crawling exercise

F. EVALUASI DAN TINDAK LANJUT


a. Pemeriksaan Nyeri dengan VAS
Nyeri TI TII TIII
Nyeri Diam 1 1 0
Nyeri Tekan 4 3 3
Nyeri Gerak 6 5 5

b. Kekuatan otot dengan MMT


REGIO GRUP OTOT TI TII TIII
Vertebra Fleksi 4 4 4
Ekstensi 4 4 4
Lateral fleksi D 4 4 4
Lateral fleksi S 5 5 5
c. LGS dengan Mideline
T1(selisih) T2 T3
Fleksi : 6,8 cm Fleksi : 6,8 cm Fleksi : 6,9 cm
Ekstensi : 7 cm Ekstensi : 7,1cm Ekstensi : 7,3 cm
Lateral fleksi D : 7 cm Lateral fleksi D : 7 cm Lateral fleksi D : 7 cm
Lateral flesi S : 10 cm Lateral flesi S : 10 cm Lateral flesi S : 10 cm

d. Pemeriksaan Aktivitas Fungsional dengan Oswestry Disability


Questionnaire
T1 T2 T3
38 % (moderat 36 % (moderat 30 % (moderat
disability) disability) disability)

19
G. HASIL TERAPI AKHIR
Pasien dengan nama Tn. S dengan diagnosa Skoliosis dan LBP setelah di
terapi selama 3x dengan modalitas IR, TENS, dan exercise. Didapat hasil

1. Nyeri mengalami sedikit penurunan


2. Kekuatan otot belum bertambah
3. LGS mengalami sedikit peningkatan
4. Adanya peningkatan aktivitas fungsional

20
BAB IV
PEMBAHASAN

Scoliosis adalah deformitas tulang belakang berupa deviasi vertebra ke


arah samping atau lateral(Soetjaningsih, 2004). Pada pelaksanaan studi kasus
yang dilakukan di RSJD Dr. RM Soedjarwadi diperoleh data pasien seorang
perempuan bernama Ny S, umur 54 tahun dengan diagnose skoliosis dan LBP
mendapatkan penanganan fisioterapi sebanyak 3 kali. Permasalahan Fisioterapi
pada kasus ini adalah adanya spasme pada paravertebra, M. Rhomboideus, M.
Erector spine dan M. Subscapularis, adanya nyeri tekan, adanya nyeri gerak pada
saat gerak flksi, ekstensi dan lateral fleksi dekstra adanya nyeri diam adanya
penurunan kekuatan otot pada lumbal, penurunan kekuatan otot dan gangguan
postur scoliosis. .
Dari hasil terapi yang dilakuakan 3 kali dengan modalitas yang diterapkan
fisioterapi pada kasus ini yaitu dengan menggunakan modalitas IR dan TENS dan
exercise, diperoleh hasil :
1. Pemeriksaan Nyeri dengan VAS
Nyeri TI TII TIII
Nyeri Diam 1 1 0
Nyeri Tekan 4 3 3
Nyeri Gerak 6 5 5

2. Kekuatan otot dengan MMT


REGIO GRUP OTOT TI TII TIII
Vertebra Fleksi 4 4 4
Ekstensi 4 4 4
Lateral fleksi D 4 4 4
Lateral fleksi S 5 5 5

21
3. LGS dengan Mideline
T1(selisih) T2 T3
Fleksi : 6,8 cm Fleksi : 6,8 cm Fleksi : 6,9 cm
Ekstensi : 7 cm Ekstensi : 7,1cm Ekstensi : 7,3 cm
Lateral fleksi D : 7 cm Lateral fleksi D : 7 cm Lateral fleksi D : 7 cm
Lateral flesi S : 10 cm Lateral flesi S : 10 cm Lateral flesi S : 10 cm

4. Pemeriksaan Aktivitas Fungsional dengan Oswestry Disability Questionnaire


T1 T2 T3
38 % (moderat 36 % (moderat 30 % (moderat
disability) disability) disability)

22
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari dilakukan terapi sebanyak 3 kali tindakan terapi denngan
modalitas yang diterapkan fisioterapi pada kasus ini yaitu dengan
menggunakan modalitas IR dan TENS dan exercise, diperoleh hasil adanya
penurunan nyeri pada terapi, belum ada peningkatan kekuatan otot,peningkatan
LGS dan peningkatan kemampuan Aktivitas Fungsional.

B. Saran
1. Bagi keluarga
Mengulangi dan melatih seperti yang dilakukan terapis, namun yang
perlu diperhatikan untuk pasien tidak boleh terlalu merasa kelelahan
karena akan memperburuk keadaan.
2. Bagi fisioterapi
Fisioterapi hendaknya melakukan tugasnya secara profesional dengan
melakukan pemeriksaan yang teliti, sistematis dan terarah sehingga dapat
menegakkan diagnosis, menentukan modalitas fisioterapi yang tepat dan
efisien untuk pasien. Di samping itu fisioterapi harus mempunyai tanggung
jawab yang tinggi untuk menangani pasien, serta berperan aktif
dalampenyebaran informasi-informasi kesehatan

23
DAFTAR PUSTAKA

Davidson M. & Keating J, 2001 ; Oswestry Disability Questionnaire ; Diakses


tanggal 21/10/2017, dari
http://www.lowbackpain.com.av/pdfs/OswestryDisability-
Questionnaire.pdf.
Garden, H.Fae.(1995). Fraktur ekstrimitas. In Garrison,J.Susan. Dasar-dasar
Terapi dan Rehabilitas Fisik. Jakarta : Hipocrates. Liklukaningsih, 2009;
definisi scoliosis; Diakses tanggal 18/10/2017, dari
http//:Shalhachacha.blogspot.com/2004/4/definisi-scoliosis.html.
Mardiman Sri, 1998; Dokumentasi Persiapan Praktek Profesional Fisioterap,
Akademi Fisioterapi Surakarta, Dep.Kes. RI, 1998. Santoso,Bayu, 1994;
Gangguan Tulang Belakang; Perdusri, Edisi 2, Surabaya, hal.9-26. Soetjaningsih,
2004; definisi scoliosis; Diakses tanggal 18/10/2017, dari
http//:Shalhachacha.blogspot.com/2004/4/definisi-scoliosis.html.
Sujatno. 2003. Sumber Fisis. Akademi Fisioterapi Surakarta Depkes RI: Surakarta

24

Anda mungkin juga menyukai