Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
REFERAT
Januari 2018

THYROID ASSOCIATED OPHTHALMOPHATY

Disusun Oleh:

Nurul Hidayah
11 16 777 14 084

Pembimbing :
dr. Citra Azma Anggita, Sp.M, M.Kes

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN MATA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nurul Hidayah


No. Stambuk : 11 16 777 14 08
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Al-Khairaat Palu
Judul Referat : Thyroid Associated Ophthalmophaty
Bagian : Bagian Mata

Bagian Mata
RSU ANUTAPURA PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, Januari 2018


Pembimbing Mahasiswa

dr. Citra Azma Anggita, Sp.M, M.Kes Nurul Hidayah, S.Ked

2
BAB I

PENDAHULUAN

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Suku/Bangsa : Palu/Indonesia
Agama : Islam
Alamat : DS Bambaira, Kabupaten Pasangkayu
Pekerjaan : PNS
Tgl. Masuk : 18 Januari 2018
Rumah Sakit : RSU Anutapura

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Mata kiri menonjol
Anamnesis terpimpin :
Dialami sejak 3 bulan terakhir, awalnya keluhan mata kiri sering berair
hingga menetes seperti air mata.. Keluhan memberat sejak 1 bulan yang lalu,
hingga pasien sulit menutup mata saat tidur. Pasien juga mengeluh penglihatan
semakin menurun sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan gatal (-), mata merah (-),
nyeri pada mata kiri (-), rasa berpasir (-), rasa mengganjal (-), riwayat trauma
pada mata (-), riwayat pengobatan tiroid sebelumnya (-), Tekanan darah tinggi (-),
Diabetes mielitus (-).

3
III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
A. INSPEKSI

No. Pemeriksaan OD OS

1 Palpebra Normal, Normal

2 Silia Normal Normal

3 App. Lakrimalis Lakrimasi (+), Lakrimasi (+)

4 Konjungtiva Hiperemis (-), Hiperemis (-)

5 Kornea Jernih Jernih

6 BMD Kesan Normal Kesan normal

7 Iris Coklat Coklat

8 Pupil Bulat, sentral Bulat,sentral

9 Lensa Jernih Jernih

10 GBM Ke segala arah Ke segala arah

B.PALPASI
Pemeriksaan OD OS
1 Tensi Okuler Tn Tn
2 Nyeri Tekan (-) (+)
3 Massa Tumor (-) (-)
4 Glandula Periaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (-)

4
C. Tonometri : Tidak dilakukan pemeriksaan.
D. Visus : VOD = 6/20 setelah pinhole 6/8,5
VOS = 6/20 setelah pinhole 6/6

E Campus Visual : Tidak dilakukan pemeriksaan

F. Color Sense : Tidak dilakukan pemeriksaan

G. Light Sense : Tidak dilakukan pemeriksaan

H. Penyinaran oblik
OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis(-)
Kornea Jernih Jernih
Bilik Mata Depan Kesan normal Kesan normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte(+)
Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat, sentral
Lensa Jernih Jernih

I. Diafanoskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan.

J. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan.

K. Slit Lamp
- SLOD : Tidak dilakukan pemeriksaan
- SLOS : Tidak dilakukan pemeriksaan

5
L. Laboratorium :

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


FT 4 1,90 ng/dl 0,7 – 1,55
TSHS <0,005 0,27 – 5,0

IV. RESUME :
 Pasien datang ke Poli Mata RSU Anutapura, dengan keluhan mata kiri
menonjol dan berair sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan semakin
memberat hingga sulit menutup mata saat tidur. Rasa gatal (-), nyeri (-).
Pasien mengeluh penglihatan semakin menurun sejak 2 minggu yang lalu.
Riwayat pegobatan sebelumnya (-) pengobatan tiroid (-)

 Pada pemeriksaan oftalmoskop didapatkan inspeksi pada OD : dalam bats


normal, inspeksi pada OS : normal, pemeriksaan visus didapatkan VOD =
6/20 , VOS = 6/20, setelah pemeriksaan visus dengan pinhole VOD 6/8,5 ,
VOS 6/6. Pemeriksaan khusus mata didapatkan Dalrymple’s Sign

N. Diagnosis

OS Thyroid associated ophthalmophaty

O. Penatalaksanaan :

 C. Hyalub ED 1 tts/3jam OS
 C. Polyran Zalf 2x1 secukupnya
 Neurodex 2x1 tablet
 Citicoline 500 mg 2x1 tablet

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Thyroid Associated Ophthalmophaty / Oftalmopati Grave

A. Definisi
Oftalmopati Grave dapat juga disebut sebagai thyroid associated orbitopathy
(TAO) atau orbitopathy dystyroid. Penyakit ini didefinisikan sebagai suatu
kondisi autoimun yang dihubungkan dengan status kadar tiroid yang tidak
normal, dimana terdapat inflamasi berat yang menyebabkan remodelling jaringan
orbita, termasuk akumulasi makromolekul ekstraseluler dan lemak.1 Kondisi ini
ditandai dengan retraksi kelopak mata, proptosis (penonjolan bola mata ke luar),
miopati ekstraokluler restriktif, dan neuropati optik.2

B. Epidemiologi
Sesuai dengan namanya, penyakit oftalmopati Grave banyak terdeteksi pada
pasien yang menderita penyakit Grave. Penyakit Grave atau dalam bahasa Inggris
disebut Graves disease adalah suatu kondisi autoimun dimana autoantibodi
menempel pada reseptor thyroid stimulating hormone (TSH-R) yang ada di sel
tiroid, hal ini akan memicu terjadinya produksi hormon tiroid yang berlebihan.
Pada kondisi hipertiroid sekitar 40% pasien dengan penyakit Grave menimbulkan
manifestasi klinis pada mata yang selanjutnya disebut dengan oftalmopati Grave.1
Insidensi kejadian oftalmopati Grave pada populasi umum adalah 16 kasus untuk
jenis kelamin perempuan dan 3 kasus untuk jenis kelamin laki-laki per 100.000
orang per tahun dengan bentuk penyakit yang parah tidak lebih dari 3-5% kasus.3
Meskipun oftalmopati Grave (OG) lebih sering terjadi pada wanita namun
tingkat keparahan lebih tinggi pada pria jika penyakit ini menyerang. Dari pasien
yang mengalami orbitopati tiroid sekitar 80% adalah hipertiroid secara klinis dan
20% adalah eutiroid secara klinis.2

7
C. Etiopatogenesis
Etiologi dari oftalmopati graves sama dengan penyakit graves yaitu autoimun.
Reaksi histopatologis dari berbagai jaringan didominasi oleh reaksi sel-sel
inflamasi. Hal ini adalah mekanisme khas pada penyakit autoimun. Endapan dari
glikosaminoglikan (GAGs) seperti asam hialuronat bersamaan dengan edema
interstisial dan sebukan sel-sel inflamasi dipertimbangkan menjadi penyebab
berbagai jaringan di orbita dan disfungsi otot ekstraokuler. Pembengkakan
jaringan orbita menghasilkan edema kelopak mata, kemosis, proptosis, dan
penebalan otot ekstraokuler. Rokok merupakan faktor resiko yang paling kuat
untuk oftalmopati graves karena pada individu perokok dapat merusak sistem
imun dan paparan rokok banyak dihubungkan dengan penyakit autoimun.12
Berikut adalah proses di tingkat seluler dan biokimia dari patogenesis oftalmopati
graves:2
1. Sirkulasi sel T pada pasien penyakit graves secara langsung melawan self
antigen pada sel-sel folikuler tiroid. Pengenalan antigen ini pada fibroblast
tibial dan pretibial. Kemungkinan pengenalan ini juga terjadi di myosit
ekstraseluler.
2. Sel T kemudian menginfiltrasi orbita dan kulit pretibial. Interaksi antara sel
T CD4 yang teraktifasi dan fibroblast menghasilkan pengeluaran sitokin-
sitokin pro inflamasi ke jaringan sekitarnya.
3. Lebih lanjut sitokin-sitokin pro inflamasi merangsang produksi
glikosaminoglikan oleh fibroblas kemudian merangsang proliferasi
fibroblas.
4. Peningkatan volume jaringan ikat dan pengurangan pergerakan otot
ekstraokuler dihasilkan dari stimulasi fibroblas. Proses yang sama juga
terjadi di kulit pretibial akibat pengembangan jaringan ikat kulit yang

8
menyebabkan timbulnya dermopati pretibial dengan karakteristik berupa
nodul-nodul atau penebalan kulit.

Patogenesis Oftalmopati Graves

D. Diagnosis
1. Maifestasi klinis

Pasien biasa mengeluhkan rasa nyeri dan tidak nyaman pada mata,
nyeri ini dapat terjadi pada satu atau kedua mata. Rasa nyeri ini dikeluhkan
pada sekitar 30% pasien dengan oftalmopati Grave. Nyeri dapat terjadi karena
pembengkakan orbita yang menekan saraf di sekitar bola mata sehingga

9
menimbulakn sensasi nyeri. Gejala lain yaitu penglihatan kabur pada 75%
pasien, diplopia (penglihatan ganda) 17,5% pasien, lakrimasi dan fotofobia
pada 15-20% pasien.2 Selain itu pasien juga menyampaikan bahwa bola
matanya lebih menonjol keluar dibandingkan sebelumnya (mata membelalak)
dan mata terasa kering.
Keluhan lain yang terjadi pada pasien hipertiroid juga dapat dikeluhkan
oleh pasien seperti jantung berdebar-debar, mudah berkeringat, tidak tahan
terhadap panas, kelemahan otot, gemetar, penurunan berat badan, dan
munculnya gondok. Keluhan ektraokuler ini dapat menjadi petunjuk bahwa
keluhan yang dirasakan pasien di mata adalah akibat proses sistemik.5

a. Proptosis
Proptosis adalah penonjolan bola mata ke luar atau dapat disebut
eksoftalmus. Proptosis terjadi pada 90-98% pasien dengan OG.1 Proptosis
pada OG biasanya bilateral namun mungkin juga asimetris. Proptosis yang
dihubungkan dengan penyakit tiroid ditandai dengan retraksi kelopak mata,
dimana hal ini dapat menjadi pembeda dengan proptosis yang terjadi karena
penyebab lainnya.4 Proptosis terjadi karena isi orbita dikurung oleh tulang
orbita, bila terjadi penambahan massa orbita maka dekompresi hanya dapat
terjadi ke arah depan.5

b. Retraksi kelopak mata


Retraksi kelopak mata bagian atas sering merupakan tanda terjadinya
TAO. Retraksi kelopak mata terjadi akibat beberapa faktor, diantaranya
peningkatan stimulasi simpatik dari otot Muller’s, kontraksi otot levator
sehingga terjadi pemendekan fungsional otot levator, bekas luka diantara fasia
glandula lakrimalis dan otot levator sehingga memberikan gambaran khas
berupa kilauan temporal (lateral flare) dimana sklera lebih banyak terlihat di
sisi temporal.

10
c. Lagoftalmus
Lagoftalmus adalah kelainan pada mata berupa kelopak mata tidak
dapat menutup dengan sempurna. Lagoftalmus terjadi karena proptosis dan
retraksi kelopak mata.4 Mata yang tidak dapat tertutup dengan sempurna dapat
mengakibatkan mata bagian depan terpapar oleh udara, sedangkan proses
penggantian tears film oleh kelopak mata juga terganggu. Akibatnya kornea
mata menjadi kering dan mudah terjadi infeksi seperti konjungtivitis dan
keratitis.

d. Diplopia
Diplopia adalah penglihatan ganda. Diplopia selalu dimulai dari
tatapan lapang pandang atas karena infiltrasi miopati menyerang otot rektus
inferior. Namun akhirnya semua otot ekstraokuler dapat terserang sehingga
diplopia dapat terjadi di lapang pandang manapun.4 otot ekstraokuler dapat
membesar secara masif sehingga mempengaruhi pergerakan bola mata yang
juga dapar mengakibatkan diplopia.

e. Neuropati Optik
Prevalensi neuropati optik dengan kehilangan penglihatan pada pasien
OG kurang dari 5%.2 Pembesaran otot ekstraokuler pada apeks orbita selain
dapat mempengaruhi pergerakan bola mata juga dapat menekan saraf mata.
Penekanan saraf mata ini dapat mengakibatkan munculnya tanda berupa
gangguan persepsi warna, penurunan tajam penglihatan, dan jika dibiarkan
dapat mengakibatkan kebutaan.4

2. Pemeriksaan Fisik
a. Vital Sign
Pada pemeriksaan vital sign dapat ditemukan takikardi karena stimulasi
saraf simpatis, tekanan darah dapat normal maupun meningkat, suhu dapat

11
normal maupun meningkat, frekuensi pernafasan dapat normal maupun
meningkat.

b. Pemeriksaan lokalis mata


Pada pemeriksaan organ mata dapat ditemukan tanda-tanda seperti dibawah
ini:10
Eksoftalmus
Eksoftalmus adalah penonjolan abnormal pada salah satu atau kedua bola
mata. Eksoftalmus ini merupakan tanda klasik pada oftalmopati graves.

12
Tanda pada kelopak mata
 Dalrymple’s Sign
Retraksi kelopak mata atas menghasilkan penampakan ketakutan

Darlymple’s sign

 Von Graefe’s Sign


Saat bola mata digerakkan ke bawah, kelopak mata atas tertinggal.

Von Graefe’s sign

13
 Enroth’s Sign
Kelopak mata terlihat penuh karena proses edema dan peradangan.

Enroth’s sign
 Gifford's Sign
Kelopak mata atas sulit untuk di eversi (dibalik)

 Stellwag’s Sign
Kelopak mata jarang sekali berkedip.

Tanda pada konjunctiva


Konjunctiva tampak mengalami injeksi dan iritasi sehingga terlihat berwarna
merah.
Kornea
Infeksi pada kornea atau disebut dengan keratitis dapat terjadi karena mata
pasien jarang berkedip dan kornea terekspos oleh udara sehingga kornea menjadi
kering dan mudah terinfeksi.
Saraf mata
Pada penyakit oftalmopati grave dapat terjadi neuropati optik karena saraf dan
pembuluh darah pada mata mendapat tekanan langsung akibat pembesaran otot
rectus. Hal ini mengakibatka papiledema atau atrofi saraf optik yang dihubungkan
dengan gangguan penglihatan yang berjalan progresif.

14
The American Thyroid Association telah menggolongkan derajat keparahan
dari manifestasi oftalmopati grave yang terjadi pada mata dari skala 0 sampai 6 yang
dikenal sebagai “NO SPECS” criteria

Class Sign
0 No sign or symptoms
1 Only signs (lid retraction or lag), no symptoms
2 Soft tissue involvement (periorbital edema)
3 Proptosis (>22 mm)
4 Extraocular muscle involvement (diplopia)
5 Corneal involvement
6 Sight loss

- Kelas 1, terjadinya spasme otot palpebra


superior dapat menyertai keadaan awal tirotoksikosis
Graves yang dapat sembuh spontan bila keadaan
tirotoksikosisnya diobati secara adekuat.
Kelas 2-6 terjadi proses infiltratif pada otot-otot dan
jaringan orbita.
- Kelas 2 ditandai dengan keradangan jaringan
lunak orbita disertai edema periorbita, kongesti dan
pembengkakan dari konjungtiva (khemosis).
- Kelas 3 ditandai dengan adanya proptosis yang
dapat dideteksi dengan Hertel exophthalmometer.
- Pada kelas 4, terjadi perubahan otot-otot bola mata berupa proses infiltratif
terutama pada musculus rectus inferior yang akan menyebabkan kesukaran

15
menggerakkan bola mata keatas. Bila mengenai musculus rectus medialis, maka
akan terjadi kesukaran dalam menggerakkan bola mata kesamping.
- Kelas 5 ditandai dengan perubahan pada kornea ( terjadi keratitis).
- Kelas 6 ditandai dengan kerusakan nervus optikus, yang akan menyebabkan
kebutaan.1
Secara klinis terjadinya eksoftalmus dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
a. Thyrotoxic exophthalmus (Exophthalmic goitre)
Terjadinya eksoftalmus pada tipe ini disebabkan karena bertambahnya
hormon tiroid dalam sirkulasi darah sehingga menambah sympathetic tone dan
spasme otot polos mata.9 Pada tipe ini kebanyakan pada kondisi hipertiroid.10
b. Thyrotropic exophthalmus (Exopthalmic ophthalmoplegia)
Terjadinya eksoftalmus pada tipe ini karena bertambahnya stimulasi hormon
tiroid pada sirkulasi darah dan gagalnya efek inhibitor hormon tiroid pada kelenjar
pituitari sehingga menyebabkan reaksi berlebihan pada jaringan orbita.9 tipe ini
biasanya terjadi pada status eutiroid atau hipotiroid.10

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes fungsi tiroid
Seperti pada penyakit hipertiroid didapatkan kadar T3 dan T4 yang
meningkat, FT4 meningkat, dan TSH menurun.6

b. Pemeriksaan visual
Pada pemeriksaan visus bisa didapatkan penurunan visus sampai pada
kebutaan. Sedangkan pada pemeriksaan persepsi warna dapat pula pasien
salah mengenali warna karena terdapat gangguan pada penglihatan warna.4

c. Ultrasonografi
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi perubahan pada otot ekstraokuler
yang terjadi pada kasus derajat 0 dan 1 dan dapat membantu diagnosis secara

16
cepat. Selain ketebalan otot, erosi dinding temporal orbita, penekanan lemak
retroorbita dan inflamasi saraf optik juga dapat terlihat pada beberapa kasus.

d. Computed Tomography (CT) scan


Computed tomography merupakan alat pencitraan yang paling
sering digunakan untuk mengevaluasi oftalmopati graves. Computed
tomography lebih sensitif daripada magnetic resonance imaging (MRI) dalam
mendeteksi pembesaran otot ekstraokuler. Pemeriksaan ini penting terutama
jika pada pasien direncanakan tindakan operatif untuk dekompresi.1 pada
pemeriksaan CT scan dapat terlihat empat tanda kardinal dari kelainan pada
orbita yaitu proptosis, penebalan otot bola mata, penebalan saraf optik, dan
prolaps septum orbita ke arah anterior karena hipertrofi jaringan lemak dan
atau penebalan otot.9

Potongan koronal pembesaran otot rektus medial dan rektus inferior bilateral

17
Potongan sagital eksoftalmus, pembesaran otot rektus medial dan rektus
lateral bilateral

Potongan sagital oftalmopati graves setelah terapi glukokortikoid intravena

E. Diagnosis Banding
1. Selulitis orbita
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar
intraorbita di belakang septum orbita. Kuman penyebab biasanya adalah
pneumokok, streptokok, atau stafilokok dan berjalan akut. Bila terjadi akibat

18
jamur dapat berjalan kronik. Masuknya kuman ini ke dalam rongga mata dapat
langsung melalui sinus paranasal, penyebaran melalui pembuluh darah atau
akibat trauma.
Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata merah, kelopak
mata edema, mata proptosis, tajam penglihatan menurun. Tanda-tanda tersebut
muncul pada bola mata yang sakit saja sedangkan pada OG biasanya gejala
muncul pada kedua mata. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis
sebagai penanda infeksi sedangkan pada OG tidak, dan pemeriksaan T3, T4 dan
TSH dalam batas normal.

2. Tumor orbita
Tumor orbita adalah tumor yang terletak di rongga orbita. Rongga orbital
dibatasi sebelah medial oleh tulang yang membentuk dinding luar sinus ethmoid
dan sfenoid. Sebelah superior oleh lantai fossa anterior, dan sebelah lateral oleh
zigoma, tulang frontal dan sayap sfenoid besar. Sebelah inferior oleh atap sinus
maksilari. Tumor orbita terdiri dari primer dan sekunder yang merupakan
penyebaran dari struktur sekitarnya, atau metastasase.5

Gejala klinis terdiri atas proptosis yang biasanya unilateral sesuai tempat
tumor menyerang. Proptosis kedepan adalah gambaran yang sering dijumpai,
berjalan bertahap dan tak nyeri dalam beberapa bulan atau tahun (tumor jinak)
atau cepat (lesi ganas). Nyeri orbital terlihat jelas pada tumor ganas yang tumbuh
cepat Pembengkakan kelopak mungkin jelas pada pseudotumor, eksoftalmos
endokrin atau fistula karotid-kavernosa. Palpasi bisa menunjukkan massa yang
menyebabkan distorsi kelopak atau bola mata. Ketajaman penglihatan mungkin
terganggu langsung akibat terkenanya saraf optik atau retina, atau tak langsung
akibat kerusakan vaskuler. Saat dilakukan pemeriksaan CT scan terlihat lokasi
massa tumor orbita dan dapat membedakan apakah proptosis disebabkan oleh

19
karena pembesaran otot dan lemak seperti pada OG atau karena adanya tumor.
Pemeriksaan T3, T4 dan TSH juga pada kadar yang normal.

F. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
a. Glukokortikoid
Pasien dengan neuropati optik yang mengancam membutuhkan terapi
segera dengan glukokortikoid intravena atau oral dosis tinggi. Terapi inisial
menggunakan 1 g metilprednisolon intravena 3 hari bertutut-turut. Dosis
selanjutnya tergantung pada respon terapi. Jika tidak ada peningkatan setelah
1 sampai 2 minggu pasien dipertimbangkan dilakukan operasi dekompresi.7
Sumber lain menyebutkan orbitopati fase akut biasanya dapat ditangani
dengan pengobatan oral. Dosis awal 1-1,5 mg/kgBB prednison. Dosis ini
dipertahankan selama 2 sampai 4 minggu sampai respon klinis dirasakan.
Dosis kemudian dikurangi secara bertahap (tapppering off) sesuai respon
klinis dari fungsi saraf optik.2
Sumber lain menyebutkan, bila proses penyakit bertambah berat
sehingga mata sukar untuk menutup dengan sempurna, pergerakan bola mata
terhambat, dan terlihat adanya ancaman terjadinya ulkus kornea dan gangguan
visus maka dapat diberikan Prednison 40-80 mg/hari atau Methylprednisolon
acetate 16-24 mg diberikan retrobulber.9
b. Penyekat saraf adrenergik
Obat dari golongan ini yang dipakai adalah tetes mata Guanetidin 5%.
Obat ini dapat mengurangi retraksi kelopak mata yang diakibatkan oleh aksi
yang berlebihan dari otot Muller’s. Obat diteteskan 4x sehari.
c. Terapi lain
Suatu penelitian tidak menunjukkan keuntungan penggunaan analog
somatostatin (ocreotide dan lantreotide) untuk oftalmopati Graves. Siklosporin
meskipun menunjukkan bahwa obat ini tidak lebih efektif dari glukokortikoid

20
namun dapat membantu mengurangi dosis glukokortikoid.7 Penggunaan
kombinasi siklosporin dan glukokortikoid juga dilaporkan lebih unggul
dibandingkan penggunaan glukokortikoid tunggal.1

2. Nonmedikamentosa
a. Terapi radiasi
Dasar penelitian mengenai keuntungan pemakaian terapi radiasi untuk
oftalmopati graves sebenarnya terbatas, namun rasionalitas penggunaan terapi
ini berdasarkan pada efek antiinflamasi non spesifik dan sensitifitas limfosit di
orbita yang tinggi. Dengan kemajuan teknologi teknik ini tidak meningkatkan
resiko katarak atau keganasan namun dapat menimbulkan retinopati. Karena
adanya efek samping tersebut sehingga pada pasien diabetes mellitus
penggunaan terapi radiasi merupakan kontraindikasi relatif.1

b. Operasi
Sekitar 20% pasien dengan oftalmopati graves mengalami penanganan
bedah. Dari 20% pasien yang menjalani operasi tersebut, hanya 2,5% yang
membutuhkan semua tipe pembedahan. Pembedahan harus ditunda hingga
penyakit telah stabil kecuali jika intervensi darurat dibutuhkan untuk
mengembalikan hilangnya penglihatan akibat neuropati kompresif.
Pembedahan strabismus dan perbaikan kelopak mata tidak dipertimbangkan
hingga keadaan eutiriod telah dipertahankan dan tanda-tanda oftalmik telah
stabil selama 6-9 bulan.
Indikasi operasi pada oftalmopati graves meliputi neuropati, diplopia,
kornea yang terpapar, dan cosmesis. Secara luas tindakan operasi dapat berupa
dekompresi orbita untuk proptosis, perbaikan strabismus untuk memperbaiki
adanya diplopia, dan koreksi kelopak mata yang abnormal untuk kepentingan
kosmetik. Secara tradisional, dekompresi orbita, jika diperlukan, dilakukan
paling awal, diikuti operasi perbaikan strabismus, dan terakhir perbaikan

21
posisi kelopak mata. . Pada suatu tinjauan 7% pasien menjalani dekompresi
orbital, 9% menjalani pembedahan strabismus, dan 13% pembedahan keopak
mata.2

c. Perubahan pola hidup


Beberapa tindakan pencegahan perlu dilakukan agar oftalmopati
graves tidak menjadi lebih berat. Kontrol penyakit tiroid merupakan langkah
pertama, dan kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan. Pada suatu penelitian
yang dilakukan oleh Krassas dan Wiersinga, terdapat hubungan yang positif
antara merokok dan penyakit tiroid autoimun sehingga penghentian kebiasaan
merokok sangat penting dalam membantu penanganan penyakit ini.8 Pada
pasien dengan proptosis juga sebaiknya kornea diproteksi dengan
poenggunaan kacamata atau tetes mata (artificial tears) agar kornea selalu
basah.
Selain itu pasien dapat dianjurkan melakukan hal-hal di bawah ini
untuk mengurangi keluhan mata merah, lakrimasi, fotofobia:
 Kompres dingin pada mata saat pagi hari
 Tidur dengan bantal yang lebih tinggi
 Kelopak mata diplester sewaktu tidur
 Penggunaan kacamata hitam

G. Prognosis
Prognosis dari oftalmopati graves dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Usia salah satu faktor yang dapat mempengaruhi. Anak-anak dan remaja
umumnya memiliki penyakit yang ringan tanpa cacat yang bermakna sampai
batas waktu yang lama. Pada orang dewasa, manifestasinya sedang sampai
berat dan lebih sering menyebabkan perubahan struktur karena gangguan
fungsional. Diagnosis yang ditegakkan secara lebih dini diikuti intervensi dini
terhadap perkembangan proses penyakit dan mengontrol perubahan jaringan

22
lunak dapat mengurangi morbiditas penyakit dan mempengaruhi prognosis
dalam jangka waktu yang lama.2

23
Daftar Pustaka

1. Rajat M., Weis E. 2012. Thyroid Associated Orbitopathy. Indian J Ophtalmol.


2012;60(2): 89-93
2. Lubis, Rodiah R. 2009. Graves Ophthalmopaty. Departemen Ilmu Kesehatan
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara: Medan
3. Bathley GB, Fatourechi V, Kadrmas EF, Jacobsen SJ, Ilstrup DM, Garrity JA.
The incidence of Grave Ophthalmopathy in Olmsted Country, Minnesota. Am J
Ophthalmol.;120:511-7.
4. Bartalena L, Baldeschi L, Dickinson A et al. Consensus statement of the
European Group on Graves’ Orbitopathy (EUGOGO) on management of GO. Eur
J Endocrinol. 2008; 158: 273-285.
5. Tjokroprawiro A., Setiawan PB., Santoso D., Soegiarto G., 2007. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam FK Unair. Airlangga University Press: Surabaya.
6. Bartalena L., Tanda ML., Graves’ Ophthalmopathy. N Engl J Med.
2009;360:994-1001.
7. Krassas GE., Wiersinga W., Smoking and autoimmune thyroid disease:The plot
thickens. Eur J Endokrinol. 2006;154:777-80
8. Khurana, AK. 2007. Comprehensive Ophthalmology 4th edition. New Age
International Ltd: New Delhi
9. Ilyas, Sidharta. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta
10. Bahn, Rebecca S. Mechanism of Disease Grave’s Ophthalmopathy. N Engl J
Med. 2010;362:726-38.

24

Anda mungkin juga menyukai