FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
REFERAT
Januari 2018
Disusun Oleh:
Nurul Hidayah
11 16 777 14 084
Pembimbing :
dr. Citra Azma Anggita, Sp.M, M.Kes
Bagian Mata
RSU ANUTAPURA PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat
2
BAB I
PENDAHULUAN
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Suku/Bangsa : Palu/Indonesia
Agama : Islam
Alamat : DS Bambaira, Kabupaten Pasangkayu
Pekerjaan : PNS
Tgl. Masuk : 18 Januari 2018
Rumah Sakit : RSU Anutapura
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Mata kiri menonjol
Anamnesis terpimpin :
Dialami sejak 3 bulan terakhir, awalnya keluhan mata kiri sering berair
hingga menetes seperti air mata.. Keluhan memberat sejak 1 bulan yang lalu,
hingga pasien sulit menutup mata saat tidur. Pasien juga mengeluh penglihatan
semakin menurun sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan gatal (-), mata merah (-),
nyeri pada mata kiri (-), rasa berpasir (-), rasa mengganjal (-), riwayat trauma
pada mata (-), riwayat pengobatan tiroid sebelumnya (-), Tekanan darah tinggi (-),
Diabetes mielitus (-).
3
III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
A. INSPEKSI
No. Pemeriksaan OD OS
B.PALPASI
Pemeriksaan OD OS
1 Tensi Okuler Tn Tn
2 Nyeri Tekan (-) (+)
3 Massa Tumor (-) (-)
4 Glandula Periaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (-)
4
C. Tonometri : Tidak dilakukan pemeriksaan.
D. Visus : VOD = 6/20 setelah pinhole 6/8,5
VOS = 6/20 setelah pinhole 6/6
H. Penyinaran oblik
OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis(-)
Kornea Jernih Jernih
Bilik Mata Depan Kesan normal Kesan normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte(+)
Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat, sentral
Lensa Jernih Jernih
K. Slit Lamp
- SLOD : Tidak dilakukan pemeriksaan
- SLOS : Tidak dilakukan pemeriksaan
5
L. Laboratorium :
IV. RESUME :
Pasien datang ke Poli Mata RSU Anutapura, dengan keluhan mata kiri
menonjol dan berair sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan semakin
memberat hingga sulit menutup mata saat tidur. Rasa gatal (-), nyeri (-).
Pasien mengeluh penglihatan semakin menurun sejak 2 minggu yang lalu.
Riwayat pegobatan sebelumnya (-) pengobatan tiroid (-)
N. Diagnosis
O. Penatalaksanaan :
C. Hyalub ED 1 tts/3jam OS
C. Polyran Zalf 2x1 secukupnya
Neurodex 2x1 tablet
Citicoline 500 mg 2x1 tablet
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Oftalmopati Grave dapat juga disebut sebagai thyroid associated orbitopathy
(TAO) atau orbitopathy dystyroid. Penyakit ini didefinisikan sebagai suatu
kondisi autoimun yang dihubungkan dengan status kadar tiroid yang tidak
normal, dimana terdapat inflamasi berat yang menyebabkan remodelling jaringan
orbita, termasuk akumulasi makromolekul ekstraseluler dan lemak.1 Kondisi ini
ditandai dengan retraksi kelopak mata, proptosis (penonjolan bola mata ke luar),
miopati ekstraokluler restriktif, dan neuropati optik.2
B. Epidemiologi
Sesuai dengan namanya, penyakit oftalmopati Grave banyak terdeteksi pada
pasien yang menderita penyakit Grave. Penyakit Grave atau dalam bahasa Inggris
disebut Graves disease adalah suatu kondisi autoimun dimana autoantibodi
menempel pada reseptor thyroid stimulating hormone (TSH-R) yang ada di sel
tiroid, hal ini akan memicu terjadinya produksi hormon tiroid yang berlebihan.
Pada kondisi hipertiroid sekitar 40% pasien dengan penyakit Grave menimbulkan
manifestasi klinis pada mata yang selanjutnya disebut dengan oftalmopati Grave.1
Insidensi kejadian oftalmopati Grave pada populasi umum adalah 16 kasus untuk
jenis kelamin perempuan dan 3 kasus untuk jenis kelamin laki-laki per 100.000
orang per tahun dengan bentuk penyakit yang parah tidak lebih dari 3-5% kasus.3
Meskipun oftalmopati Grave (OG) lebih sering terjadi pada wanita namun
tingkat keparahan lebih tinggi pada pria jika penyakit ini menyerang. Dari pasien
yang mengalami orbitopati tiroid sekitar 80% adalah hipertiroid secara klinis dan
20% adalah eutiroid secara klinis.2
7
C. Etiopatogenesis
Etiologi dari oftalmopati graves sama dengan penyakit graves yaitu autoimun.
Reaksi histopatologis dari berbagai jaringan didominasi oleh reaksi sel-sel
inflamasi. Hal ini adalah mekanisme khas pada penyakit autoimun. Endapan dari
glikosaminoglikan (GAGs) seperti asam hialuronat bersamaan dengan edema
interstisial dan sebukan sel-sel inflamasi dipertimbangkan menjadi penyebab
berbagai jaringan di orbita dan disfungsi otot ekstraokuler. Pembengkakan
jaringan orbita menghasilkan edema kelopak mata, kemosis, proptosis, dan
penebalan otot ekstraokuler. Rokok merupakan faktor resiko yang paling kuat
untuk oftalmopati graves karena pada individu perokok dapat merusak sistem
imun dan paparan rokok banyak dihubungkan dengan penyakit autoimun.12
Berikut adalah proses di tingkat seluler dan biokimia dari patogenesis oftalmopati
graves:2
1. Sirkulasi sel T pada pasien penyakit graves secara langsung melawan self
antigen pada sel-sel folikuler tiroid. Pengenalan antigen ini pada fibroblast
tibial dan pretibial. Kemungkinan pengenalan ini juga terjadi di myosit
ekstraseluler.
2. Sel T kemudian menginfiltrasi orbita dan kulit pretibial. Interaksi antara sel
T CD4 yang teraktifasi dan fibroblast menghasilkan pengeluaran sitokin-
sitokin pro inflamasi ke jaringan sekitarnya.
3. Lebih lanjut sitokin-sitokin pro inflamasi merangsang produksi
glikosaminoglikan oleh fibroblas kemudian merangsang proliferasi
fibroblas.
4. Peningkatan volume jaringan ikat dan pengurangan pergerakan otot
ekstraokuler dihasilkan dari stimulasi fibroblas. Proses yang sama juga
terjadi di kulit pretibial akibat pengembangan jaringan ikat kulit yang
8
menyebabkan timbulnya dermopati pretibial dengan karakteristik berupa
nodul-nodul atau penebalan kulit.
D. Diagnosis
1. Maifestasi klinis
Pasien biasa mengeluhkan rasa nyeri dan tidak nyaman pada mata,
nyeri ini dapat terjadi pada satu atau kedua mata. Rasa nyeri ini dikeluhkan
pada sekitar 30% pasien dengan oftalmopati Grave. Nyeri dapat terjadi karena
pembengkakan orbita yang menekan saraf di sekitar bola mata sehingga
9
menimbulakn sensasi nyeri. Gejala lain yaitu penglihatan kabur pada 75%
pasien, diplopia (penglihatan ganda) 17,5% pasien, lakrimasi dan fotofobia
pada 15-20% pasien.2 Selain itu pasien juga menyampaikan bahwa bola
matanya lebih menonjol keluar dibandingkan sebelumnya (mata membelalak)
dan mata terasa kering.
Keluhan lain yang terjadi pada pasien hipertiroid juga dapat dikeluhkan
oleh pasien seperti jantung berdebar-debar, mudah berkeringat, tidak tahan
terhadap panas, kelemahan otot, gemetar, penurunan berat badan, dan
munculnya gondok. Keluhan ektraokuler ini dapat menjadi petunjuk bahwa
keluhan yang dirasakan pasien di mata adalah akibat proses sistemik.5
a. Proptosis
Proptosis adalah penonjolan bola mata ke luar atau dapat disebut
eksoftalmus. Proptosis terjadi pada 90-98% pasien dengan OG.1 Proptosis
pada OG biasanya bilateral namun mungkin juga asimetris. Proptosis yang
dihubungkan dengan penyakit tiroid ditandai dengan retraksi kelopak mata,
dimana hal ini dapat menjadi pembeda dengan proptosis yang terjadi karena
penyebab lainnya.4 Proptosis terjadi karena isi orbita dikurung oleh tulang
orbita, bila terjadi penambahan massa orbita maka dekompresi hanya dapat
terjadi ke arah depan.5
10
c. Lagoftalmus
Lagoftalmus adalah kelainan pada mata berupa kelopak mata tidak
dapat menutup dengan sempurna. Lagoftalmus terjadi karena proptosis dan
retraksi kelopak mata.4 Mata yang tidak dapat tertutup dengan sempurna dapat
mengakibatkan mata bagian depan terpapar oleh udara, sedangkan proses
penggantian tears film oleh kelopak mata juga terganggu. Akibatnya kornea
mata menjadi kering dan mudah terjadi infeksi seperti konjungtivitis dan
keratitis.
d. Diplopia
Diplopia adalah penglihatan ganda. Diplopia selalu dimulai dari
tatapan lapang pandang atas karena infiltrasi miopati menyerang otot rektus
inferior. Namun akhirnya semua otot ekstraokuler dapat terserang sehingga
diplopia dapat terjadi di lapang pandang manapun.4 otot ekstraokuler dapat
membesar secara masif sehingga mempengaruhi pergerakan bola mata yang
juga dapar mengakibatkan diplopia.
e. Neuropati Optik
Prevalensi neuropati optik dengan kehilangan penglihatan pada pasien
OG kurang dari 5%.2 Pembesaran otot ekstraokuler pada apeks orbita selain
dapat mempengaruhi pergerakan bola mata juga dapat menekan saraf mata.
Penekanan saraf mata ini dapat mengakibatkan munculnya tanda berupa
gangguan persepsi warna, penurunan tajam penglihatan, dan jika dibiarkan
dapat mengakibatkan kebutaan.4
2. Pemeriksaan Fisik
a. Vital Sign
Pada pemeriksaan vital sign dapat ditemukan takikardi karena stimulasi
saraf simpatis, tekanan darah dapat normal maupun meningkat, suhu dapat
11
normal maupun meningkat, frekuensi pernafasan dapat normal maupun
meningkat.
12
Tanda pada kelopak mata
Dalrymple’s Sign
Retraksi kelopak mata atas menghasilkan penampakan ketakutan
Darlymple’s sign
13
Enroth’s Sign
Kelopak mata terlihat penuh karena proses edema dan peradangan.
Enroth’s sign
Gifford's Sign
Kelopak mata atas sulit untuk di eversi (dibalik)
Stellwag’s Sign
Kelopak mata jarang sekali berkedip.
14
The American Thyroid Association telah menggolongkan derajat keparahan
dari manifestasi oftalmopati grave yang terjadi pada mata dari skala 0 sampai 6 yang
dikenal sebagai “NO SPECS” criteria
Class Sign
0 No sign or symptoms
1 Only signs (lid retraction or lag), no symptoms
2 Soft tissue involvement (periorbital edema)
3 Proptosis (>22 mm)
4 Extraocular muscle involvement (diplopia)
5 Corneal involvement
6 Sight loss
15
menggerakkan bola mata keatas. Bila mengenai musculus rectus medialis, maka
akan terjadi kesukaran dalam menggerakkan bola mata kesamping.
- Kelas 5 ditandai dengan perubahan pada kornea ( terjadi keratitis).
- Kelas 6 ditandai dengan kerusakan nervus optikus, yang akan menyebabkan
kebutaan.1
Secara klinis terjadinya eksoftalmus dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
a. Thyrotoxic exophthalmus (Exophthalmic goitre)
Terjadinya eksoftalmus pada tipe ini disebabkan karena bertambahnya
hormon tiroid dalam sirkulasi darah sehingga menambah sympathetic tone dan
spasme otot polos mata.9 Pada tipe ini kebanyakan pada kondisi hipertiroid.10
b. Thyrotropic exophthalmus (Exopthalmic ophthalmoplegia)
Terjadinya eksoftalmus pada tipe ini karena bertambahnya stimulasi hormon
tiroid pada sirkulasi darah dan gagalnya efek inhibitor hormon tiroid pada kelenjar
pituitari sehingga menyebabkan reaksi berlebihan pada jaringan orbita.9 tipe ini
biasanya terjadi pada status eutiroid atau hipotiroid.10
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes fungsi tiroid
Seperti pada penyakit hipertiroid didapatkan kadar T3 dan T4 yang
meningkat, FT4 meningkat, dan TSH menurun.6
b. Pemeriksaan visual
Pada pemeriksaan visus bisa didapatkan penurunan visus sampai pada
kebutaan. Sedangkan pada pemeriksaan persepsi warna dapat pula pasien
salah mengenali warna karena terdapat gangguan pada penglihatan warna.4
c. Ultrasonografi
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi perubahan pada otot ekstraokuler
yang terjadi pada kasus derajat 0 dan 1 dan dapat membantu diagnosis secara
16
cepat. Selain ketebalan otot, erosi dinding temporal orbita, penekanan lemak
retroorbita dan inflamasi saraf optik juga dapat terlihat pada beberapa kasus.
Potongan koronal pembesaran otot rektus medial dan rektus inferior bilateral
17
Potongan sagital eksoftalmus, pembesaran otot rektus medial dan rektus
lateral bilateral
E. Diagnosis Banding
1. Selulitis orbita
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar
intraorbita di belakang septum orbita. Kuman penyebab biasanya adalah
pneumokok, streptokok, atau stafilokok dan berjalan akut. Bila terjadi akibat
18
jamur dapat berjalan kronik. Masuknya kuman ini ke dalam rongga mata dapat
langsung melalui sinus paranasal, penyebaran melalui pembuluh darah atau
akibat trauma.
Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata merah, kelopak
mata edema, mata proptosis, tajam penglihatan menurun. Tanda-tanda tersebut
muncul pada bola mata yang sakit saja sedangkan pada OG biasanya gejala
muncul pada kedua mata. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis
sebagai penanda infeksi sedangkan pada OG tidak, dan pemeriksaan T3, T4 dan
TSH dalam batas normal.
2. Tumor orbita
Tumor orbita adalah tumor yang terletak di rongga orbita. Rongga orbital
dibatasi sebelah medial oleh tulang yang membentuk dinding luar sinus ethmoid
dan sfenoid. Sebelah superior oleh lantai fossa anterior, dan sebelah lateral oleh
zigoma, tulang frontal dan sayap sfenoid besar. Sebelah inferior oleh atap sinus
maksilari. Tumor orbita terdiri dari primer dan sekunder yang merupakan
penyebaran dari struktur sekitarnya, atau metastasase.5
Gejala klinis terdiri atas proptosis yang biasanya unilateral sesuai tempat
tumor menyerang. Proptosis kedepan adalah gambaran yang sering dijumpai,
berjalan bertahap dan tak nyeri dalam beberapa bulan atau tahun (tumor jinak)
atau cepat (lesi ganas). Nyeri orbital terlihat jelas pada tumor ganas yang tumbuh
cepat Pembengkakan kelopak mungkin jelas pada pseudotumor, eksoftalmos
endokrin atau fistula karotid-kavernosa. Palpasi bisa menunjukkan massa yang
menyebabkan distorsi kelopak atau bola mata. Ketajaman penglihatan mungkin
terganggu langsung akibat terkenanya saraf optik atau retina, atau tak langsung
akibat kerusakan vaskuler. Saat dilakukan pemeriksaan CT scan terlihat lokasi
massa tumor orbita dan dapat membedakan apakah proptosis disebabkan oleh
19
karena pembesaran otot dan lemak seperti pada OG atau karena adanya tumor.
Pemeriksaan T3, T4 dan TSH juga pada kadar yang normal.
F. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
a. Glukokortikoid
Pasien dengan neuropati optik yang mengancam membutuhkan terapi
segera dengan glukokortikoid intravena atau oral dosis tinggi. Terapi inisial
menggunakan 1 g metilprednisolon intravena 3 hari bertutut-turut. Dosis
selanjutnya tergantung pada respon terapi. Jika tidak ada peningkatan setelah
1 sampai 2 minggu pasien dipertimbangkan dilakukan operasi dekompresi.7
Sumber lain menyebutkan orbitopati fase akut biasanya dapat ditangani
dengan pengobatan oral. Dosis awal 1-1,5 mg/kgBB prednison. Dosis ini
dipertahankan selama 2 sampai 4 minggu sampai respon klinis dirasakan.
Dosis kemudian dikurangi secara bertahap (tapppering off) sesuai respon
klinis dari fungsi saraf optik.2
Sumber lain menyebutkan, bila proses penyakit bertambah berat
sehingga mata sukar untuk menutup dengan sempurna, pergerakan bola mata
terhambat, dan terlihat adanya ancaman terjadinya ulkus kornea dan gangguan
visus maka dapat diberikan Prednison 40-80 mg/hari atau Methylprednisolon
acetate 16-24 mg diberikan retrobulber.9
b. Penyekat saraf adrenergik
Obat dari golongan ini yang dipakai adalah tetes mata Guanetidin 5%.
Obat ini dapat mengurangi retraksi kelopak mata yang diakibatkan oleh aksi
yang berlebihan dari otot Muller’s. Obat diteteskan 4x sehari.
c. Terapi lain
Suatu penelitian tidak menunjukkan keuntungan penggunaan analog
somatostatin (ocreotide dan lantreotide) untuk oftalmopati Graves. Siklosporin
meskipun menunjukkan bahwa obat ini tidak lebih efektif dari glukokortikoid
20
namun dapat membantu mengurangi dosis glukokortikoid.7 Penggunaan
kombinasi siklosporin dan glukokortikoid juga dilaporkan lebih unggul
dibandingkan penggunaan glukokortikoid tunggal.1
2. Nonmedikamentosa
a. Terapi radiasi
Dasar penelitian mengenai keuntungan pemakaian terapi radiasi untuk
oftalmopati graves sebenarnya terbatas, namun rasionalitas penggunaan terapi
ini berdasarkan pada efek antiinflamasi non spesifik dan sensitifitas limfosit di
orbita yang tinggi. Dengan kemajuan teknologi teknik ini tidak meningkatkan
resiko katarak atau keganasan namun dapat menimbulkan retinopati. Karena
adanya efek samping tersebut sehingga pada pasien diabetes mellitus
penggunaan terapi radiasi merupakan kontraindikasi relatif.1
b. Operasi
Sekitar 20% pasien dengan oftalmopati graves mengalami penanganan
bedah. Dari 20% pasien yang menjalani operasi tersebut, hanya 2,5% yang
membutuhkan semua tipe pembedahan. Pembedahan harus ditunda hingga
penyakit telah stabil kecuali jika intervensi darurat dibutuhkan untuk
mengembalikan hilangnya penglihatan akibat neuropati kompresif.
Pembedahan strabismus dan perbaikan kelopak mata tidak dipertimbangkan
hingga keadaan eutiriod telah dipertahankan dan tanda-tanda oftalmik telah
stabil selama 6-9 bulan.
Indikasi operasi pada oftalmopati graves meliputi neuropati, diplopia,
kornea yang terpapar, dan cosmesis. Secara luas tindakan operasi dapat berupa
dekompresi orbita untuk proptosis, perbaikan strabismus untuk memperbaiki
adanya diplopia, dan koreksi kelopak mata yang abnormal untuk kepentingan
kosmetik. Secara tradisional, dekompresi orbita, jika diperlukan, dilakukan
paling awal, diikuti operasi perbaikan strabismus, dan terakhir perbaikan
21
posisi kelopak mata. . Pada suatu tinjauan 7% pasien menjalani dekompresi
orbital, 9% menjalani pembedahan strabismus, dan 13% pembedahan keopak
mata.2
G. Prognosis
Prognosis dari oftalmopati graves dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Usia salah satu faktor yang dapat mempengaruhi. Anak-anak dan remaja
umumnya memiliki penyakit yang ringan tanpa cacat yang bermakna sampai
batas waktu yang lama. Pada orang dewasa, manifestasinya sedang sampai
berat dan lebih sering menyebabkan perubahan struktur karena gangguan
fungsional. Diagnosis yang ditegakkan secara lebih dini diikuti intervensi dini
terhadap perkembangan proses penyakit dan mengontrol perubahan jaringan
22
lunak dapat mengurangi morbiditas penyakit dan mempengaruhi prognosis
dalam jangka waktu yang lama.2
23
Daftar Pustaka
24