Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

( RHEUMATOID ARTRITIS )

OLEH:
SAHRIL
NIM : NH0113264

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


NANI HASANUDDIN MAKASSAR
2015

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Swt. Yang senantiasa memberikan


kekuatan, kemudahan, petunjuk, bimbingan, dan perlindungan kepada penulis
sehingga makalah ini dapat diselesaikan pada waktunya. Salawat dan salam
semoga senantiasa tersanjungkan ke haribaan nabiyullah Muhammad Saw. Sebagai
rahmatan lil’alamain, pembawa petunjuk yang benar bagi sekalian umat manusia.
Makalah ini disusun sebagai tugas dalam pertemuan pertama mata kuliah
Sistem Muskuloskeletal. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang
di sebabkan keterbatasan penegetahuan yang dimiliki oleh penulis dalam makalah
ini, olehnya itu diharapkan saran dan masukan yang sifatnya dapat membangun dan
menambah pengetahuan penulis.
Segala bantuan, dukungan,dorongan, fasilitas, perhatian, yang di berikan
kepada penulis, terutama kekasih saya, mudah-mudahan menjadikan catatan amal
kebaikan, mendapat rahmat dan ridha dari Allah Swt. Akhir penulis berharap,
makalah ini dapat memberikan mamfaat bagi semua pihak, utamanya masyarakat
kampus Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Nani Hasanuddin Makassar.
Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan ridha-Nya atas semua usaha
baik ini.
Amin.

Maros, September 2015

Kelompok 3

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………....1
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….2
DAFTAR ISI……………………………………………………………..............3
BAB I PENDAHULUAN
- Latar Belakang……………………………………………….4
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Medis………………………………………..6
1. Defenisi…………………………………………………...6
2. Klasifikasi………………………………………………...7
3. Etiologi……………………………………………………7
4. Patologi………………………………………….………8
5. Manifestasi klinik……………………………………….10
6. Patofisisologi……………………………………………11
7. Komplikasi………………………………………………13
8. Pemeriksaan penunjang……………………………....14
9. Penatalaksanaan/pengobatan…………………..……14
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian……………………………………………...17
2. Diagnose keperawatan………………………………..18
3. Intervensi………………………………………………..19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………28
B. Saran………………………………………………………..28
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin
meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut
pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua
sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan
timbulnya beberapa golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang
sering menyertai usia lanjut yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama
adalah reumatoid artritis. Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan
dengan meningkatnya usia manusia.
Menguntip pendapat Sjamsuhidajat (1997), artritis reumatoid merupakan
penyakit autoimun dari jaringan ikat terutama sinovial dan kausanya multifaktor.
Penyakit ini ditemukan pada semua sendi dan sarung sendi tendon, tetapi paling sering
di tangan. Selain menyerang sendi tangan, dapat pula menyerang sendi siku, kaki,
pergelangan kaki dan lutut. Artritis kronik yang terjadi pada anak yang menyerang satu
sendi atau lebih, dikenal dengan artitis reumatoid juvenil.
Biasanya reumatoid artritis timbul secara sistemik. Gejala yang timbul berupa
nodul subkutan yang terlihat pada 30% penderita. Nodul sering terdapat di ekstremitas
atas dan tampak sebagai vaskulitis reumatoid, yang merupakan manisfestasi
ekstraartikuler. Bila penyakit ini terjadi bukan pada sendi, seperti bursa, sarung tendon,
dan lokasi lainnya dinamakan reumatoid ektraarikuler.
Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom dan
golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup banyak,
namun semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut kesepakatan para ahli
di bidang rematologi, reumatik dapat terungkap sebagai keluhan atau tanda. Dari
kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada sistem muskuloskeletal yaitu:
nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta adanya tiga tanda utama yaitu:
pembengkakan sendi., kelemahan otot, dan gangguan gerak. (Soenarto, 1982).
Reumatik dapat terjadi pada semua umur dari kanak – kanak sampai usia lanjut,
atau sebagai kelanjutan sebelum usia lanjut. Pucak dari reumatoid artritisterjadi pada
umur dekade keempat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih sering dari
pada laki- laki. Terdapat insiden familial ( HLA DR-4 ditemukan pada 70% pasien ).

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. DEFINISI
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi.
Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi.
Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam
sendi (Gordon, 2002).
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik,
progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris.
Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ.
Penyakit ini adalah salah satu dan sekelompok penyakit jaringan penyambung difus
yang diperantai oleh imunitas dan tidak diketahui sebab-sebabnya. Biasanya terjadi
destrukti sendi progesif, walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa
remisi.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering ditemukan pada
sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun, lebih sering pada wanita
daripada pria dengan perbandingan 3 : 1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil pada
tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar dilutut, panggul serta pergelangan
tangan. (Muttaqin, 2006)
Arthritis rheumatoid adalah penyakit sistemik dengan gejala ekstra–
artikuler. (Smeltzer, 2001).
Reumatoid Artritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang
menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang biasanya
mengalami kerusakan pertama kali adalah membran sinovial, yang melapisi sendi. Pada
RA, inflamasi tidak berkurang dan menyebar ke struktur sendi disekitarnya, termasuk
kartilago artikular dan kapsul sendi fibrosa. Akhirnya, ligamen dan tendon mengalami.
Inflamasi ditandai oleh akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis
ekstensif, dan pembentukan jaringan parut. Pada inflamasi kronis, membran sinovial
mengalami hipertropi dan menebal sehingga menyumbat aliran darah dan lebih lanjut
menstimulasi nekrosis sel dan respon inflamasi. Sinovium yang menebal menjadi ditutup
oleh jaringan granular inflamasi yang disebut panus. Panus dapat menyebar ke seluruh
sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut.
Proses ini secara lambat merusak tulang dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas.
(Corwin, 2009).

2. Klasifikasi
Klasifikasi Rheumatoid Arthritis :
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

3. Etiologi
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak
hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. penyakit ini belum dapat dipastikan
mempunyai hubungan dengan faktor genetik. Namun, berbagai faktor termasuk
kecendrungan genetik bisa memengaruhi reaksi autoimun. Faktor-faktor yang berperan
antara lain adalah jenis kelamin, infeksi (Price, 1995), keturunan (Price, 1995; Noer S,
1996), dan lingkungan (Noer S, 1996).
Agen spesifik penyebab arthritis rheumatoid belum dapat dipastikan, tetapi jelas ada
interaksi factor genetik dengan faktor lingkungan. (Maini dan Feldmann, 1998: Blab et
al, 1999). Namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen –
antibodi), factor metabolik dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah,
2008).

4. Patologi

a) Kelainan pada sinovia


Kelainan artitis reumatoid dimulai pada sinovia berupa sinovitis. Pada tahap
awal terjadi hiperemi dan pembengkakan pada sel-sel yang meliputi sinovia disertai
dngan infiltrasi limposit dan sel-sel plasma. Selanjutnya terjadi pembentukan vilus
berkembang ke arah ruang sendi dan terjadi nekrosis dan kerusakan dalam ruang
sendi. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan daerah nekrosis fibrinoid yang diliputi
oleh jaringan fibroblas membentuk garis radial kearah bagian yang nekrosis.

b) Kelainan pada tendo


Pada tendo terjadi tenosinovitis disertai dengan invasi kolagen yang dapat
menyebabkan ruptur tendo secara parsial atau total.

c) Kelainan pada tulang.


Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1). Stadium I (stadium sinovitis)
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi,
edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan
kekakuan.
2). Stadium II (stadium destruksi)
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada
jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3). Stadium III (stadium deformitas)
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan
gangguan fungsi secara menetap.

4) Kelainan pada jaringan ekstra artikular.


Perubahan patologis yang dapat terjadi pada jaringan ekstra-artikuler adalah :
a. Otot
Pada otot terjadi miopati yang pada elektromiograf menunjukkan adanya degenerasi
serabut otot.
b. Pembuluh darah kapiler
Terjadi perubahan pada pembuluh darah sedang dan kecil berupa artritis nekrotik.
Akibatnya terjadi gangguan respon arteriol terhadap temperatur.
c. Nodul subkutan
Nodul subkutan terdiri atas unit jaringan yang nekrotik di bagian sentral dan dikelilingi
oleh lapisan sel mnonuklear yang tersusun secara radier dengan jaringan ikat yang
padat dan diinfiltrasi oleh sel-sel bulat. Nodul subkutan hanya ditemukan pada 25% dari
seluruh klien artritis reumatoid. Gambaran ektra-artikuler yang khas adalah
ditemukannya nodul subkutan yang merupakan tanda patognomonik dan ditemukan
pada 25% dari klien artritis reumatoid.
Gambar 3.2.3
d. Kelenjar limfe
Terjadi pembesaran kelenjar limfe yang berasal dari aliran limfe sendi, hiperplasia
folikuler, peningkatan aktivitas sistem retikuloendotelial dan proliferasi jaringan ikat yang
mengakibatkan splenomegali.

e. Saraf
Pada saraf terjadi perubahan pada jaringan periuneral berupa nekrosis fokal, rekasi
epiteloid serta infiltrasi yang menyebabkan neuropati sehingga terjadi gangguan
sensoris.
f. Organ-organ Visea
Kelainan artritis reumatoid juga dapat terjadi pada organ visera seperti jantung dimana
adanya demam reumatik kemungkinan akan menyebabkan gangguan pada katub
jantung. (Muttaqin, Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskletal, 2006).

5. MANISFESTASI KLINIS
Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli artritis rheumatoid.
Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan tangan, sendi
lutut, sendi siku pergelangan kaki, sendi bahu serta sendi panggul dan biasanya bersifat
bilateral/simetris. Tetapi kadang-kadang hanya terjadi pada satu sendi disebut artritis
reumatoid mono-artikular. (Chairuddin, 2003).
Kriteria dm American Rheumatism Association (ARA) yang di revisi 1987, adalah:
1. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada persendian dan di
sekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 1 jam sebelum perbaikan
maksimal.
2. Arthritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau persendian (soft
tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran tulang (hyperostosis). Terjadi pada
sekurang-kurangnya 3 sendisecara bersamaan dalam observasi seorang dokter.
Terdapat 14 persendian yang memenuhi criteria, yaitu interfalang proksimal,
metakarpofalang, pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri
dan kanan.
3. Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu
persendian tangan seperti tertera di atas.
4. Arthritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama;(tidak mutlak bersifat
simetris) pada kedua sisi secara serentak (symmetrical polyartritis simultaneously).
5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan
ektensor atau daerah jukstaartikular dalam observasi seorang dokter.
6. Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor rheumatoid serum
yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok
control.
7. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemeriksaan sinar rontgen
tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus menunjukkkan adanya
erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang
berdekatan dengan sendi.

Diagnosis artritis reumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya terpenuhi 4 dari 7


kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu. (Mansjoer,
2001).

6. Patofisiologi
Sebelum memahami patofisiologi penyakit reumatik penting untuk memahami lebih
dahulu tentang anatomi normal dan fisiologi persendian diartrodial atausinovial. Fungsi
persendian sinovial adalah gerakan. Setiap sendi sinovial memiliki kisaran gerak
tertentu kendati masing-masing orang tidak mempunyai kisaran gerak yang sama pada
sendi-sendi yang dapat digerakkan.
Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus ujung tulang pada
sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk gerakan. Membran
sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan ke dalam
ruangan antar-tulang. Cairan sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut dan pelumas
yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang tepat.
Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi dan degenerasi
yang terlihat pada penyakit reumatik. Inflamasi akan terjadi pada persendian sebagai
sinovitis. Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan
degenerasi yang terjadi merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan
pannus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon imun.
Kartilago artikuler memainkan dua peranan mekanis yang penting dalam fisiologi
sendi. Pertama, kartilago artikuler memberikan permukaan penahan beban yang licin
secara nyata, dan bersama cairan sinovial, membuat gesekan (friksi) yang sangat
rendah dalam gerakan. Kedua, kartilago akan meneruskan beban atau tekanan pada
tulang sehingga mengurangi stres mekanis. Kartilago artikuler maupun tulang dapat
normal tetapi beban (gaya yang dihasilkan oleh berat tubuh) berlebihan pada sendi
menyebabkan jaringan tersebut gagal, atau beban pada sendi secara fisiologis masih
banyak tetapi kartilago artikuler atau tulangnya tidak normal. (muttaqin, 2005).

Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan sinovial.
Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan
memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial, dan akhirnya
membentuk panus. Panus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi
tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak
sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan generatif
dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.
Pada respon imun
Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan
syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α untuk
mensekresikan matrik metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan
CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon-γ dan
interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan kunci terjadinya
inflamasi pada rheumatoid arthritis.
Aktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan
ikatan dengan α1β2 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin
meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses
patogenesis reumatoid artritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar
reumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan immun
kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis yang secara
keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas
juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang
ditemukan pada synovial penderita reumatoid artritis.

7. KOMPLIKASI
 Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik
yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)
atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid
drugs, DMRAD) yang menjadi penyebab mordibitas dan mortalitas utama pada artitis
reumatoid.
 Komplikasi syaraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan
dengan mielopati akibat ketidakstabilan verterbra servikal dan neuropati iskemik akibat
vaskulitis. (Mansjoer, 2001). Vaskulitis (inflamasi sistem vaskuler) dapat menyebabkan
trombosis dan infark.
 Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau pada paru,
mata, atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat terganggu. Glaukoma dapat
terjadi apabila nodulus yang menyumbat aliran keluar cairan okular terbentuk pada
mata.
 Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari , depresi, dan stres
keluarga dapat menyertai eksaserbasi penyakit. (Corwin, 2009).
 Osteoporosis.
 Nekrosis sendi panggul.
 Deformitaas sendi.
 Kontraktur jaringan lunak.
 Sindrom Sjogren (Bilotta, 2011).

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat menyokong
bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada pemeriksaan
laboraturium terdapat:
· Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis reumatoid terutama
bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis
hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan
sarkoidosis.
· Protein C-reaktif biasanya positif.
· LED meningkat.
· Leukosit normal atau meningkat sedikit.
· Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
· Trombosit meningkat.
· Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
 Pada pemeriksaan rotgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering adalah sendi
metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka jugasering terkena. Pada
awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular.
Kemudian terjadi penyempitan ruang sendi dan erosi.
9. PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN
Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri, mengurangi
inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi dan kemampuan
mobilisasi penderita.
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :

1. Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin untuk mengurangi
nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk mengurangi inflamasi, pemberian
corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi dan imunosupressive terapi
untuk menghambat proses autoimun.

2. Pengaturan aktivitas dan istirahat


Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal penting untuk
mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang terkena dan pembatasan gerak
yang tidak perlu akan sangat membantu dalam mengurangi progresivitas inflamasi.
Namun istirahat harus diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap menjaga
kekuatan otot dan pergerakan sendi.

3. Kompres panas dan dingin


Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek analgesic dan relaksan
otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih efektive daripada kompres dingin.

4. Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet yang
disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.
Mengkonsumsi makanan seperti tahu untuk pengganti daging, memakan buah beri
untuk menurunkan kadar asam urat dan mengurangi inflamasi.
Hindari makanan yang banyak mengandung purin seperti bir dari minuman beralkohol,
ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jerohan, kacang-kacangan, ekstrak daging, jamur,
bayam, asparagus, dan kembangkol karena dapat menyebabkan penimbunan asam
urat dipersendian.

5. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang terdapat dalam
darah sehingga tidak tertimbun di sendi. (NANDA, 2013).

6. Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan mempertahankan
status gizi yang optimal serta mengurangi peradangan pada sendi. Adapun syarat–
syarat diet atritis rheumatoid adalah protein cukup, lemak sedang, cukup vitamin dan
mineral, cairan disesuaikan dengan urine yang dikeluarkan setiap hari. Rata–rata
asupan cairan yang dianjurkan adalah 2 – 2 ½ L/hari, karbohidrat dapat diberikan lebih
banyak yaitu 65 – 75% dari kebutuhan energi total.

7. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap akhir.
Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan sendi, arthoplasty
atau total join replacement untuk mengganti sendi.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-
organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya
eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi;
kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan
pada sendi.
2. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
3. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut / kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan,
faktor-faktor hubungan.
Keputusan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan)
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya ketergantungan pada
orang lain).
4. Makanan/ cairan
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan
adekuat: mual, anoreksia
Kesulitan untuk mengunyah
Tanda : Penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi.
Ketergantungan
6. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan.Gejala : Pembengkakan sendi simetris
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak
pada sendi).
8. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam
ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap
Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
9. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran;
isolasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh
akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan
kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi,
ketidakseimbangan mobilitas.
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan
kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan kurangnya pemahaman/ mengingat,kesalahan
interpretasi informasi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh
akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Kriteria Hasil:
- Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol,
- Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai
kemampuan.
- Mengikuti program farmakologis yang diresepkan,
- Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol
nyeri.
Intervensi dan Rasional:.
a. Kaji nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat
dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program
b. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan
R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan
kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian
linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri
c. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat,
brace. (R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral.
Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada
sendi)
d. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong
sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak. (R/ Mencegah
terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi
gerakan/ rasa sakit pada sendi)
e. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun
dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi
yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan
sebagainya. (R/ Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa
sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan
dan luka dermal dapat disembuhkan)
f. Berikan masase yang lembut (R/meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri)
g. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan
terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan
pengendalian napas. (R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin
meningkatkan kemampuan koping)
h. Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu. (R/ Memfokuskan
kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan
perasaan sehat)
i. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. (R/ Meningkatkan
realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam
terapi)
j. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat) (R/ sebagai anti
inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan
mobilitas.)
k. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan (R/ Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri
dan bengkak selama periode akut)
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
- Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi
bagian tubuh.
- Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas
Intervensi dan Rasional:.
a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi (R/ Tingkat
aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi)
b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk
memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak
terganmggu.(R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase
penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan)
c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika
memungkinkan (R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan
stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi,
karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi)
d. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik
pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze (R/ Menghilangkan
tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan
kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi
kulit)
e. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace (R/
Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan memerptahankan posisi
sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor)
f. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. (R/ Mencegah fleksi leher)
g. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan
(R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas)
h. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan
tangga pada toilet, penggunaan kursi roda. (R/ Menghindari cidera akibat
kecelakaan/ jatuh)
i. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. (R/ Berguna dalam memformulasikan program
latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam
mengidentifikasikan alat)
j. Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan. (R/ Menurunkan tekanan pada
jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas)
k. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid). (R/ Mungkin dibutuhkan
untuk menekan sistem inflamasi akut)
3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan
penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Kriteria Hasil :
- Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi
penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
- Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi dan Rasional:
a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa
depan. (R/Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep
dan menghadapinya secara langsung)
b. Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan
bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari,
termasuk aspek-aspek seksual. (R/Mengidentifikasi bagaimana penyakit
mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan
kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut)
c. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima
keterbatasan. (R/ Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai
pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri)
d. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan. (R/ Nyeri konstan
akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi)
e. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu
memperhatikan perubahan. (R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun metode
koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut)
f. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
perilaku positif yang dapat membantu koping. (R/ Membantu pasien untuk
mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri)
g. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas.
(Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong
berpartisipasi dalam terapi)
h. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.(R/ Mempertahankan penampilan
yang dapat meningkatkan citra diri)
i. Berikan bantuan positif bila perlu. (R/ Memungkinkan pasien untuk merasa senang
terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya
diri)
j. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri, psikolog.
(R/ Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan
dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan)
k. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obat-obatan
peningkat alam perasaan. (R/ Mungkin dibutuhkan pada sat munculnya depresi
hebat sampai pasien mengembangkan kemapuan koping yang lebih efektif
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan
kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Kriteria Hasil :
- Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan
individual.
- Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan
diri.
- Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
Intervensi dan Rasional:
a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan
potensial perubahan yang sekarang diantisipasi. (R/ Mungkin dapat melanjutkan
aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat
ini).
b.Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. (R/ Mendukung
kemandirian fisik/emosional)
c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana untuk
modifikasi lingkungan. (R/ Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan
meningkatkan harga diri)
d.Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. (R/ Berguna untuk menentukan alat
bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan
alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran)
e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan evaluasi
setelahnya. (R/ Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena
tingkat kemampuan aktual)
f. Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan rumah, ahli
nutrisi. (R/ Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk persiapan situasi
di rumah)
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan kurangnya pemahaman/ mengingat,kesalahan interpretasi
informasi.
Kriteria Hasil :
- Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
- Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang
konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.
Intervensi dan Rasional:
a. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan. (R/ Memberikan
pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi)
b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet,obat-
obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan istirahat.(R/ Tujuan kontrol penyakit
adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk mempertahankan fungsi
sendi dan mencegah deformitas)
c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,istirahat,
perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stres. (R/
Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakit
kronis kompleks)
d. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik. (R/ Keuntungan dari
terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis)
e. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau antasida pada waktu tidur.
(R/ Membatasi irigasi gaster, pengurangan nyeri pada HS akan meningkatkan tidur dan
m,engurangi kekakuan di pagi hari)
f. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, mis: tinitus, perdarahan
gastrointestinal, dan ruam purpuruik. (R/ Memperpanjang dan memaksimalkan dosis
aspirin dapat mengakibatkan takar lajak. Tinitus umumnya mengindikasikan kadar
terapeutik darah yang tinggi)
g. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat-obat
yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter. (R/ Banyak produk mengandung salisilat
tersembunyi yang dapat meningkatkan risiko takar layak obat/ efek samping yang
berbahaya)
h. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung
vitamin, protein dan zat besi. (R/ Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan
jaringan)
i. Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunan
berat badan sesuai kebutuhan. (R/ Pengurangan berat badan akan mengurangi tekanan
pada sendi, terutama pinggul, lutut, pergelangan kaki, telapak kaki)
j. Berikan informasi mengenai alat bantu (R/ Mengurangi paksaan untuk menggunakan
sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas
yang dibutuhkan)
k. Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk daripada berdiri untuk mempersiapkan
makanan dan mandi (R/ Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri,
dan kemandirian)
l. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada sat istirahat maupun pada
waktu melakukan aktivitas, misalnya menjaga agar sendi tetap meregang , tidak fleksi,
menggunakan bebat untuk periode yang ditentukan, menempatkan tangan dekat pada
pusat tubuh selama menggunakan, dan bergeser daripada mengangkat benda jika
memungkinkan. ( R: mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup
pasien untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri ).
m. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit lainnya dibawah bebat,
gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat. ( R: mengurangi resiko
iritasi/ kerusakan kulit )
n. Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan/ pemeriksaan laboratorium, mis: LED, Kadar
salisilat, PT. ( R; Terapi obat obatan membutuhkan pengkajian/ perbaikan yang terus
menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah takar lajak, efek samping yang
berbahaya.
o. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan (R: Informasi mengenai posisi-posisi yang
berbeda dan tehnik atau pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat
meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri/ percaya diri).
p. Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: yayasan arthritis (bila ada). (R: bantuan/
dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan pemulihan maksimal).

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit reumatik adalah kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang
lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan nyeri,
deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi – sendi tangan dan
sendi besar yang menanggung beban.
Artritis rematoid adalah merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya
sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut
sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga menunjukkan gejala berupa
kelemahan umum cepat lelah.

B. SARAN
A. SARAN
1. Dunia pendidikan dalam kontes pemberian tugas diharapkan agar dapat menjadi suatu
bagian yang menjadikan penulis maupun pembaca bias lebih berkifrah dalam
menambah wawasan.
2. Lingkungan pendidikan yang baik melalui tim pengajar dan mahasiswa dapat
meningkatkan mutu pendidikan di berbagai kalangan
3. Dosen dalam hal pemberian tugas agar dapat menulai secara konsisten mutu dan
kinerja mahasiswa
4. Dengan aktifnya dosen dalam menanggapi memberikan masukan dan perbaikan dalam
berbagai tugas yang ada dapat meningkatkan kwalitas

DAFTAR PUSTAKA
Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

Kalim, Handono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculaapius FKUI:Jakarta.

Prince, Sylvia Anderson. 1999. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. EGC: Jakarta.
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. .Jakarta: EGC.
Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Boedhi Darmojo & Hadi Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.

Lemone & Burke, 2001. Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client Care,
Third Edition, California : Addison Wesley Nursing.
Http//google.com. : maros

Anda mungkin juga menyukai