TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konjungtiva
2.1.1 Anatomi
dengan kulit pada tepi palpebral (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel
mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva
melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera dibawahnya, kecuali di limbus
(Riordan-Eva, 2010).
6
Gambar 1. Anatomi konjungtiva (Sumber: Haq dkk)
2.1.2 Histologi
Lapisan epitel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel
kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel skuamosa bertingkat. Sel-sel epitel
superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus.
Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepidan diperlukan untuk
dispersi lapisan air mata prakornea secara merata. Sel-sel epitel basal berwarna
7
berumur 2-3 bulan. Lapisa fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang
struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian
besar kelenjar krause berada di forniks atas, sisanya ada diforniks bawah. Kelenjar
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama banyak
2.2 Konjungtivitis
bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis
berat dengan banyak sekret purulent kental. Penyebab umumnya eksogen, tetapi
atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dapat
8
Umumnya diakibatkan oleh reaksi alergi, infeksi bakteri dan kadang-
kadang virus (ilyas, 2014). Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak
a. Usia
(ilyas, 2010). Infeksi bakteri merupakan penyebab dari 50% kasus konjungtivitis
pada anak-anak dan 5% pada orang dewasa (Hutagalung, 2011). Sebuah studi
yang dilakukan di 3024 sekolah dasar anak-anak di wilayah Ankara Turki (1997)
menemukan bahwa 4,6% anak memiliki alergi konjungtivitis (Baiq dkk, 2010).
konjungtivitis bakteri terjadi pada rentang usia 0-2 tahun, 28% terjadi pada
rentang 3- 9 tahun, 13% terjadi pada rentang 10-19 tahun dengan sisa 36% kasus
terjadi pada orang dewasa (Smith and Waycaster, 2009). Penelitian yang
dilakukan Baig. R, dkk (2010) di Pakistan terhadap anak sekolah berusia 5-19
tahun, yang berjumlah 818 anak diperoleh prevalensi konjungtivitis alergi 19,2 %
(Baiq dkk, 2010). Perbedaan kelompok usia ini dapat dipengaruhi oleh daya tahan
tubuh, faktor lingkungan, gaya hidup serta kebersihan diri dan lingkungan
(Budiati, 2004).
b. Jenis kelamin
insidens yang sama. Namun, konjungtivitis sicca lebih sering terjadi pada
9
perempuan. Sebaliknya, keratokonjungtivitis vernal dan konjungtivitis akibat
kimia dan mekanik lebih sering terjadi pada pria (Ramadhanisa, 2014).
c. Pekerjaan
seperti asam, basa, alkali, asap, uap, aerosol, angin, sinar ultraviolet, pelarut
organik dapat mengganggu struktur dan merubah fungsi mata dan sistem
cepat jika pada suatu lingkungan terdapat penderita konjungtivitis yang memiliki
kontak erat dengan orang-orang disekitarnya. Tetapi hal ini berkaitan dengan
d. Tingkat Pendidikan
persepsi seseorang atau lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi. Pendidikan
merupakan bentuk perilaku masih tertutup (covert behavior) dimana belum dapat
10
diamati oleh oranglain, sedangkan perilaku dalam bentuk praktek merupakan
tindakan yang dapat diamati (overt behavior). Teori perilaku Green (2005)
(Notoatmodjo, 2003)
e. Lateralisasi Konjungtivitis
dan juga mudah menular ke orang lain melalui kontak langsung dan benda yang
kontak dengan mata (Ilyas, 2015). Tangan merupakan perantara utama terjadinya
penularan dari mata yang satu ke satu lainnya. Jika mata kanan menderita
konjungtivitis bakteri atau virus maka besar kemungkinan mata kiri akan tertular
karena pada saat tangan menggosok mata kanan karena terasa gatal atau
mengusap kotoran mata, tanpa sengaja tangan akan menyentuh mata kiri sehingga
adenovirus dan penyebab yang lain yaitu organisme Coxsackie dan Pikornavirus
11
disebabkan oleh alergi diperantarai oleh igE terhadap allergen yang umumnya
tergores atau terbakar, sensasi penuh disekeliling mata, gatal, dan fotofobia.
peradangan konjungtiva tidak jarang ditemukan keluhan mata kering dan seperti
2.2.5 Klasifikasi
konjungtivitis yang diakibatkan karena bakteri, virus, allergen, dan jamur (Ilyas,
2010)
12
1. Konjungtivitis Bakteri
bilateral, eksudat purulen dengan palpebra saling melengket saat bangun tidur,
dan kadang-kadang edema palpebral. Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan
13
d) Konjungtivitis bakteri kronik terjadi pada pasien dengan obstruksi
2. Konjungtivitis Viral
berbagai jenis virus. Keadaan ini berkisar antara penyakit berat yang dapat
menimbulkan cacat, sampai infeksi ringan yang cepat sembuh sendiri (Garcia-
Ferrer dkk, 2010). Konjungtivitis viral dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus,
tetapi adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan
herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga
biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan
biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini mata sangat berair. Kotoran
14
konjungtivitis penyakit Newcastle, dan konjungtivitis hemoragika akut.
2010).
3. Konjungtivitis Jamur
merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya
bercak putih yang dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan
system imun yang terganggu. Selain candida sp, penyakit ini juga bias disebabkan
4. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering
dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh
Gejala utama penyakit alergi ini adalah radang (merah, sakit, bengkak,
dan panas), gatal silau berulang dan menahun. Tanda karakteristik lainnya
adalah terdapatnya papil besar pada konjungtiva, dating bermusim, yang dapat
15
Konjungtivitis vernal yaitu konjungtivitis akibat reaksi
rekuren.
2.2.6 Patogenesis
oleh karena adanya film air mata. Pada permukaan konjungtiva yang berfungsi
saluran lakrimal ke meatus nasi inferior. Film air mata mengandung beta lysine,
16
ada kuman patogen yang dapat menembus pertahanan tersebut sehingga terjadi
menyebabkan kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup
dan membuka sempurna, maka mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi yang
adanya peradangan yang ditandai dengan konjungtiva dan sclera yang merah,
Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang dapat bersifat kronis yaitu
air mata tersumbat. Aliran air mata yang terganggu akan menyebabkan iskemia
saraf optik dan terjadi ulkus kornea yang dapat menyebabkan kebutaan (Ilyas,
2010)
2.2.7 Terapi
negative, dugaan Neisseria, harus segera dimulai terapi topikal dan sistemik. Jika
17
biasanya merupakan terapi sistemik yang adekuat. Jika kornea terkena,
dibilas dengan larutan saline agar dapat dihilangkan sekret konjungtiva. Untuk
dengan tetracycline, 1-1,5g/hari peroral dalam empat dosis selama 3-4 minggu,
dozycycline, 100 mg peroral dua kali sehari selama 3 minggu, atau erythromycin,
mg/ml) dalam larutan air (bukan garam) atau terhadap krim kulit nystatin
(100.000 U/g) empat sampai enam kali sehari. Obat ini harus diberikan secara
sendiri maka perlu diingat bahwa medikasi yang dipakai untuk meredakan gejala
jangka panjang. Steroid topical atau sistemik dapat dipakai untuk mengurangi rasa
gatal dan mempunyai efek samping yang sangat merugikan (Garcia-Ferrer dkk,
2010).
yaitu riwayat atopik, kebiasaan, lingkungan atau tempat tinggal yang sering
18
terpapar oleh virus, bakteri, allergen, atau debu, status gizi, kurangnya menjaga
kebersihan, kurang higienis dan kondisi tubuh yang kurang baik (Yunita &
Setyandriana, 2013).
2.2.9 Komplikasi
kecuali pada pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva
kasus tertentu diikuti oleh ulserasi kornea dan perforasi. Ulserasi kornea marginal
2.2.10 Pencegahan
sehat sesudah mengenai mata yang sakit, tidak menggunakan handuk dan lap
secara bersama-sama dengan orang lain, serta bagi perawat dapat memberikan
edukasi kepada pasien tentang kebersihan kelopak mata (Hapsari & Isgiantoro,
2014).
19
Selain itu pencegahan konjungtivitis diantaranya sebelum dan sesudah
tangannya agar tidak menulari orang lain, menggunakan lensa kontak sesuai
dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya, mengganti sarung bantal dan
handuk yang kotor dengan yang bersih setiap hari, menghindari penggunaan
bantal, handuk dan sapu tangan bersama, menghindari mengucek-ucek mata, dan
2.2.11 Prognosis
jika penyakit pada radang mata tidak segera ditangani atau diobati dapat
Etiologi
1. bakteri
2. virus Konjungtivitis
3. klamidia
/jamur
4. alergi
Faktor eksternal
1. Lingkungan
2. Personal
Faktor internal hygiene
1. Umur
2. Jenis
kelamin
3. Pekerjaan
4. Pendidikan
5. Lateralisasi
Konjungtivitis
20
Gambar 2.1 kerangka teori
Keterangan :
: diteliti
: tidak diteliti
21