Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (ureterolithiasis), sudah dikenal sejak zaman
Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu
saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal,
pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun
ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah
karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hyperplasia prostat atau batu
uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra.(Anonim2008).
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan
merupakan batu saluran kemih yang paling sering terjdi.Penyakit batu saluran kemih
menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan
batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian
atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-
hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu
saluran kemih.(Brunner and Suddarth’s 2008).
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan
aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan
lain yang masih belum terungkap (idiopatik).Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor
yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik
dan faktor ekstrinsik.(Baradero, Mary, 2009).

B. Rumusan Masalah

1
1. Apa Definisi Ureterolithiasis?
2. Bagaimana Klasifikasi Ureterolithiasis?
3. Bagaimana Etiologi Ureterolithiasis?
4. Bagaimana Manifestasi Klinis Ureterolithiasis?
5. Bagaimana Patofisiologi Ureterolithiasis ?
6. Bagaimana Pathways Ureterolithiasis ?
7. Bagaimana Pemeriksaan penunjang Ureterolithiasis ?
8. Bagaimana Penatalaksanaan Ureterolithiasis?
9. Bagaimana Komplikasi Ureterolithiasis?
10. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan Ureterolithiasis?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan Ureterolithiasis.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan Definisi Ureterolithiasis.
b. Menjelaskan Klasifikasi Ureterolithiasis.
c. Menjelaskan Etiologi Ureterolithiasis.
d. Menjelaskan Manifestasi Klinis Ureterolithiasis.
e. Menjelaskan Patofisiologi Ureterolithiasis.
f. Menjelaskan Pathways Ureterolithiasis.
g. Menjelaskan Pemeriksaan penunjang Ureterolithiasis.
h. Menjelaskan Penatalaksanaan Ureterolithiasis.
i. Menjelaskan KomplikasiUreterolithiasis.
j. Menjelaskankonsep Asuhan Keperawatan Ureterolithiasis.

D. MANFAAT
2
1. Bagi mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien Ureterolithiasis.
2. Bagi masyarakat
Diharapkan mahasiswa dapat memberikan pengetahuan atau informasi kepada
masyarakat tentangUreterolithiasis. dan bagaimana cara penanganannya.
3. Bagi tenaga kesehatan
Diharapkan bagi tenaga kesehatan dapat memberikan asuhan keperawatan dan
pendidikan kesehatanUreterolithiasis pada klien.

BAB II
TINJAUAN TEORI

3
A. Definisi
Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu
ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu ada di dalam
saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan
kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh
sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik
sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal.
Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine
berwarna keruh seperti teh atau merah.
(Brunner and Suddarth, 2008).
Ureterolithiasis adalah penyakit diamana didapatkan batu di dalam saluran air kemih,
yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior.
( Fransica ,2008).
Ureterolithiasis adalah benda zat padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai zat
terlarut dalam urine pada saluran kemih. Batu dapat berasal dari kalsium oksalat (60%),
fosfat sebagai campuran kalsium, amonium, dan magnesium fosfat (batu tripel fosfat akibat
infeksi) (30%), asam urat (5%), dan sistin (1%).
( Pierce A. Grace 2009).

B. Klasifikasi

Klasifikasi batu saluran kemih menurut Joyce M Black, 2009 adalah:

1) Batu Kalsium
Batu kalsium merupakan jenis batu terbanyak, batu kalsium biasanya terdiri dari
fosfat atau kalsium oksalat. Dari bentuk partikel yang terkecil disebut pasir atau
kerikil sampai ke ukuran yang sangat besar “staghorn” yang berada di pelvis dan
dapat masuk ke kaliks.
Faktor penyebab terjadinya batu kalsium adalah:

a) Hypercalsuria (peningkatan jumlah kalsium dalam urin) biasanya disebabkan


oleh komponen:

(1) Peningkatan resopsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada


hiperparatiroid primer atau pada tumor paratiroid

4
(2) Peningkatan absorbs kalsium pada usus yang biasanya dinamakan susu-
alkali syndrome, sarcoidosis
(3) Gangguan kemampuan renal mereabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal
(4) Abnormalitas struktur biasanya pada daerah pelvikalises ginjal

b) Hiperoksaluria: eksresi oksalat urine melebihi 45 gram perhari. Keadaan ini


banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis
menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan
yang kaya oksalat seperti teh, kopi instan, soft drink, jeruk sitrun, sayuran
berdaun hijan banyak terutama bayam

c) Hipositraturi: di dalam urin sitrat akan bereaksi menghalangi ikatan kalsium


dengan oksalat atau fosfat. Karena sitrat dapat bertindak sebagai penghambat
pembentukan batu kalsium. Hal ini dapat terjadi karena penyakit asidosis tubuli
ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretic golongan thiazid dalam
jangka waktu yang lama.

d) Hipomagnesuri: magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu


kalsium, karena didalam urin magnesium akan bereaksi dengan oksalat
menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium oksalat.

e) Terhadap Batu Kalsium Oksalat/fosfat

1. Dapat dengan modifikasi diet dan terapi obat-obatan.

2. Kurangi konsumsi soft drink. Karena soft drink yang mengandung asam
fosfat berhubungan dengan peningkatan 15% kekambuhan batu dalam 3
tahun. Bagaimana mekanisme tak begitu jelas, tapi diduga sedikit kelebihan
asam akan meningkatkan ekresi kalsium dan asam urat.
3. Kurangi makan protein terutama protein hewani karena banyak
mengandung asam amino yang mengandung sulfur. Hasil metabolismenya
akan meningkatkan asam sulfur dan ini akan berpengaruh terhadap ekresi
kalsium, asam urat dan sitrat. Juga dianjurkan mengurangi konsumsi
makanan yang mengandung oksalat, seperti teh, kopi, bayam, dan lain-lain
4. Obat-obatan :

5
Obat-obatan yang dapat digunakan yaitu thiazide, Alupurinol, Pemberian
Kalium sitrat, kalium bikarbonat, natrium bikarbonat serta jouice orange
sebagai alternatif untuk meningkatkan pH urin, dan Selulosa fosfat akan
mengikat kalsium dan eksresi di urin Diuretik.

2) Batu struvit

Batu struvit dikenal juga dengan batu infeksi karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah
kuman golongan pemecah urea atau urea spilitter yang dapat menghasilkan enzim
urease dan merubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak.
Suasana ini memudahkan garam-garam magnesium, ammonium fosfat, dan
karbonat membentuk batu magnesium ammonium fosfat (MAP). Kuman-kuman
pemecah urea adalah proteus spp, klabsiella, serratia, enterobakter, pseudomonas,
dan stapillokokus.

3) Batu asam urat

Factor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah:

a) Urin yang terlalu asam yang dapat disebabkan oleh makanan yang
banyak mengandung purine, peminum alcohol.

b) Volume urin yang jumlahnya sedikit (<2 liter perhari) atau dehidrasi.

c) Hiperurikosuri: kadar asam urat melebihi 850 mg/ 24jam. Asam urat yang
berlebih dalam urin bertindak sebagai inti batu untuk terbentuknya batu kalsium
oksalat.

d) Sering terjadi karena pH urin yang rendah karena itu perlu diusahakan selain
mengatasi hiperurikosuria juga perlu alkalinisasi urin. Dalam hal ini dianjurkan
pemberian allopurinol dan Natrium Bikarbonat secukupnyaLebih kurang 5-10%
dari seluruh batu saluran kemih dan batu ini tidak mengandung kalsium dalam
bentuk murni sehingga tak terlihat dengan sinar X (Radiolusen) tapi mungkin
bisa dilihat dengan USG atau dengan Intra Venous Pyelografy (IVP). Batu asam
urat ini biasanya berukuran kecil, tapi kadang-kadang dapat cukup besar untuk

6
membentuk batu staghorn, dan biasanya relatif lebih mudah keluar karena rapuh
dan sukar larut dalam urin yang asam. Batu asam urat ini terjadi terutama pada
wanita. Separuh dari penderita batu asam urat menderita gout; dan batu ini
biasanya bersifat famili apakah dengan atau tanpa gout. Dalam urin kristal asam
urat berwarna merah orange. Asam urat anhirat menghasilkan kristal-kristal
kecil yang terlihat amorphous dengan mikroskop cahaya. Dan kristal ini tak bisa
dibedakan dengan kristal apatit. Batu jenis dihidrat cenderung membentuk
kristal seperti tetesan air mata.

4) Batu sistin

Cystunuria mengakibatkan kerusakan metabolic secara congetinal yang mewarisi


penghambat atosomonal. Batu sistin merupakan jenis yang timbul biasanya pada anak
kecil dan orang tua, jarang ditemukan pada usia dewasa.Pemberian cairan yang banyak
dan alkalinisasi urin. Namun sering tidak adekuat untuk mencegah pembentukan batu
sistin. Disamping pemberian minum yang cukup banyak pemberian Penicillamine
0,25-1,5mg / hari akan mencegah kekambuhan dan pH dibuat 8.Lebih kurang 1-2%
dari seluruh BSDK, Batu ini jarang dijumpai (tidak umum), berwarana kuning jeruk
dan berkilau. Sedang kristal sistin diurin tampak seperti plat segi enam, sangat sukar
larut dalam air. Bersifat Radioopak karena mengandung sulfur.Jika batu cystine tidak
dapat dikontrol melalui minum banyak, maka Thiola dan Cuprimine, akan membantu
menurunkan jumlah cystine dalam urine.

5) Batu xanthine

Batu xanthine terjadi karena kondisi hederiter hal ini terjadi karena defisiensi
oksidasi xathine. bersifat herediter karena defisiensi xaintin oksidase. Namun bisa
bersifat sekunder karena pemberian alupurinol yang berlebihan.

(Joyce M Black, 2009)

C. Etiologi
Etiologi ureterolothiasis adalah kondisi-kondisi yang mendukung terbentuknya batu
yaitu matrik protein dan inflamasi bakteri, peningkatan konsentrasi urine, sebagai pencetus
percepatan pembentukan kristal seperti kalsium, asam urat dan posfat. Selain itu level

7
keasaman yang abnormal (alkali) juga mempercepat pembentukan kristal. Selain itu, statis
urin juga sebagai predisposisi pembentukan batu.
Faktor-faktor yang berperan pada pembentukan batu dibagi atas 2 golongan:

1) Faktor endogen yaitu ;

a) Faktor genetik ;

a. Hipersistinuria : gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya


absorbsi khusus yang berlebihan juga pengaruh vitamin D dan hiperparatiroid
b. Hiperkalsiuria primer : kebocoran pada ginjal
c. Hiperokalsuria primer : inflamasi saluran cerna, reseksi usus halus, by
jejenoikal, sindrom malabsorbsi.
2) Faktor eksogen yaitu ;

a) Faktor lingkungan ;

1. Infeksi
Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
akan menjadi inti pembentukan batu saluran kemih. Infeksi oleh bakteri
yang memecah ureumdan membentuk amonium akan mengubah pH urin
menjadi alkali dan mengendapkan garam-garam fosfat.
2. Jenis kelamin
Data menunjukkan bahwa batu saluran kemih lebih banyak ditemukan
pada pria. Ratio pria dan wanita yang mengalami urolithiasis adalah 4 : 1.
3. Air minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum akan mengurangi
kemungkinan terjadinya batu, sedangkan bila kurang minum
menyebabkan kadar semua substansi dalam urin meningkat dan akan
mempermudah pembentukan batu. Kejenuhan air yang diminum sesuai
dengan kadar mineralnya terutama kalsium diperkirakan mempengaruhi
terbentuknya batu saluran kemih.
4. Pekerjaan

8
Pekerja-pekerja keras yang banyak bergerak misalnya buruh dan petani
akan mengurangi kemungkinan terjadinya batu saluran kemih bila
dibandingkan dengan pekerja-pekerja yang banyak duduk.
5. Makanan
Pada orang yang banyak mengkonsumsi banyak protein hewani angka
morbiditas batu saluran berkurang. Penduduk vegetarian yang kurang
makan putih telur lebih sering menderita batu saluran kemih.
6. Suhu
Tempat yang bersuhu panas, misalnya daerah tropis, menyebabkan
banyak mengeluarkan keringat, akan mengurangi produksi urin dan
mempermudah pembentukan saluran kemih.

(Sjamsuhidrajat,2010)

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada adanya obstruksi,
infeksi dan edema.
1. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal.Infeksi (pielonefritis
dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu
yang terus menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan
merusak unit fungsional (nefron) ginjalNyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan.
2. Batu di piala ginjal
a. Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral.
b. Hematuri dan piuria dapat dijumpai.
c. Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri ke bawah
mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.
d. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di area kostoveterbal, dan
muncul Mual dan muntah.
e. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat
dari reflex renoinstistinal dan proksimitas anatomic ginjal ke lambung pancreas dan
usus besar.
3. Batu yang terjebak di ureter
9
a. Menyebabkan gelombang Nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke
paha dan genitalia.
b. Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar
c. Hematuri akibat aksi abrasi batu.
d. Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5-1 cm.
4. Batu yang terjebak di kandung kemih
a. Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius
dan hematuri.
b. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi urine.

(Sjaifoellah, 2010).

E. Patofisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan urolitiasis
belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu antara
lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan yang kurang dan juga
peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau stasis urin menyajikan
sarang untuk pembentukan batu.Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalat,
dan faktor lain mendukung pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi
asam, jumlah solute dalam urin dan jumlah cairan urin. Masalah-masalah dengan
metabolisme purin mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH urin juga mendukung
pembentukan batu. Batu asam urat dan batu cystine dapat mengendap dalam urin yang
asam. Batu kalsium fosfat dan batu struvite biasa terdapat dalam urin yang alkalin. Batu
oxalat tidak dipengaruhi oleh pH urin.Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan
kalsium menuju tulang akan terhambat.
Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan yang akan diekskresikan. Jika
cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan atau pengendapan semakin bertambah dan
pengendapan ini semakin kompleks sehingga terjadi batu.Batu yang terbentuk dalam saluran
kemih sangat bervariasi, ada batu yang kecil dan batu yang besar. Batu yang kecil dapat
keluar lewat urin dan akan menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan
tampak darah dalam urin. Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi saluran
kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan
akibat yang fatal dapat timbul hidronefrosis karena dilatasi ginjal. Kerusakan pada struktur
10
ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada organ-organ dalam ginjal sehingga
terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara
normal.Maka dapat terjadi penyakit GGK yang dapat menyebabkan kematian.

(Sjamsuhidayat,2009).

11
F. Pathways

Faktor Endogen
Faktor
Presdiposisi Faktor Eksogen
Genetik
ISK Lingkungan
Hipersistinuria,Hiperk
alsiuria,Hiperokalsiura
Intake cairan Infeksi ,jenis kelamin,air
kurang minum,pekerjaan,makanan

Peningkatan konsentrasi
larutan urine

Perubahan PH urin
menjadi asam

Metabolisme purin

URETEROLHITIASIS

Pre op Post op

Adanya luka pasca


Batu kecil Batu besar bedah ureterolitotomi

Berada pada ureter Obstruksi saluran


anestesi Luka insissi Terputusnya
kemih
Oliguria bedah kontiunitas
Batu keluar
Batu tetap berada Penurunan jaringan
bersama urin
di ureter Gg.Eliminasi kesadaran Tempat
urin masuknya Nyeri
Kurang pengetahuan Nyeri kronik
infeksi Kelemahan MO akut
fisik
Ansietas Peningkatan Resiko
suhu tubuh Hambatan tinggi
Adanya tekanan di mobilitas fisik
infeksi
area kostoveterbal Hipertermi

Mual muntah

Kekurangan
volume cairan

12
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1. Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukkan
adanya sel darah merah, sel darah putih dan kristal(sistin,asam urat, kalsium
oksalat), serta serpihan, mineral, bakteri, pus, pH normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0),
urine asam(meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin meningkatkan
magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat.
2. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin meningkat.
3. Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococus aureus,
proteus,klebsiela,pseudomonas).
5. Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein
dan elektrolit.
6. BUN/kreatinin serum dan urine : Abnormal ( tinggi pada serum/rendah pada urine)
sekunder terhadap tingginya batu okkstuktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.
7. Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan penurunan
kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
8. Hitung Darah lengkap : sel darah putih mungkin meningkat menunjukan
infeksi/septicemia.
9. Sel darah merah : biasanya normal.
10. Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (mendorong
presipitas pemadatan) atau anemia(pendarahan, disfungsi ginjal).
11. Hormon paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang
reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine).
b. Radiologi
1. Foto rontgen : menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area
ginjal dan sepanjang ureter.
2. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri abdominal
atau panggul. Menunjukan abdomen pada struktur anatomik ( distensi ureter) dan
garis bentuk kalkuli.
3. Sistoureterokopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukan
batu dan efek obstruksi.
4. CT Scan : mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal, ureter,
dan distensi kandung kemih.
13
5. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.
(Baradero,(2008).
H. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengurangan nyeri, mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan,
morfin diberikan untuk mencegah sinkop akibat nyeri luar biasa. Mandi air hangat di
area panggul dapat bermanfaat. Cairan yang diberikan, kecuali pasien mengalami
muntah atau menderita gagal jantung kongestif atau kondisi lain yang memerlukan
pembatasan cairan. Ini meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang belakang batu
sehingga mendorong passase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari
mengurangi kosentrasi kristaloid urine, mengencerkan urine dan menjamin haluaran
urine yang besar.
2. Pengangkatan batu, pemeriksaan sistoskopik dan passase kateter ureteral kecil untuk
menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi ( jika mungkin), akan segera
mengurangi tekanan belakang pada ginjal dan mengurangi nyeri.
3. Terapi nutrisi dan Medikasi. Terapi nutrisi berperan penting dalam mencegah batu
ginjal. Masukan cairan yang adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam diet
yang merupakan bahan utama pembentuk batu(mis.kalsium), efektif untuk mencegah
pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Minum
paling sedikit 8 gelas sehari untuk mengencerkan urine, kecuali dikontraindikasikan.
4. Pelarutan batu, infuse cairan kemolitik, untuk melarutkan batu dapat dilakukan
sebagai alternative penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap terapi lain,
dan menolak metode lain, atau mereka yang memiliki batu yang mudah larut
(struvit).
b. Penatalaksanaan Medis
a) Pemberian terapi obat :
1. Analgesia untuk meredakan nyeri dan memberi kesempatan batu untuk keluar
sendiri.
2. Opioid (injection morfin sulfat,petidin hidroklorida) obat AINS ( mis
Ketorolac dannaproxen) dapat diberikan bergantung pada intensitas nyeri.
3. Propantelin dapat digunakan untuk mengatasi spasme ureter.
4. Allopurinol untuk batu asam urat.
5. Renisilin untuk batu systin

14
6. Pada batu struvit yang tidak dapat dibuang maka diberikan acetohydroxamidc
acid (AHA) untuk mencegah infeksi yang dapat mengarah terbentuknya batu
.
7. Jika batu cystine tidak dapat dikontrol melalui minum banyak,maka Thiola
dan Cuprimine ,akan membantu menurunkan jumlah cystine dalam urine.
8. Pemberian antibiotic dilakukan apabila terdapat infeksi saluran kemih atau
pada pengangkatan batu untuk mencegah infeksi sekunder.
9. Tindakan Pembedahan
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat
gelombang kejut). Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode
utama. Namun demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien.
Intervensi bedah diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon terhadap
bentuk penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk mengoreksi setiap
abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin. Jenis
pembedahan yang dilakukan antara lain:
1) Pielolititomi : jika batu berada di piala ginjal
2) Nefrolithotomi/nefrektomi : jika batu terletak didalaginjal
3) Ureterolitotomi : jika batu berada dalam ureter
4) Sistolitotomi : jika batu berada di kandung kemih

(Sjaifoellah, 2009)

I. Komplikasi
1. Kerusakan fungsi Ginjal
Akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan pengangkatan batu ginjal
2. Infeksi
Dalam aliran urin yang statis merupakan tempat yang baik untuk perkembangbiakan
microorganisme. Sehingga akan menyebabkan infeksi pada peritoneal.
3. Hidronefrosi
Karena aliran urin terhambat menyebabkan urin tertahan dan menumpuk diginjal dan
lama-kelamaan ginjal akan membesar karena penumpukan urin.
15
(Nursalam, 2008)

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA URETEROLITHIASIS

A. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa
medik.
2. Keluhan Utama

16
Keluhan utama yang dirasakan klien adalah:
a. Nyeri yang luar biasa, akut/kronik.
b. Kolik yang menyebar ke paha dan genetelia.
3. Riawayat Penyakit Sekarang
Riwayat kesehatan merupakan pengkajian status kesehatan, baik status kesehatan
saat ini (riwayat penyakit sekarang), status kesehatanmu masa lalu (riwayat
penyakit dahulu), dan status kesehatan keluarga
a. Riwayat Penyakit Sekarang.
Klien merasakan Nyeri, Mual / Muntah, Hematuria, Diare, Oliguria, Demam,
Disururia.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien sebelumnya:
a) Pernah menderita infeksi saluran kemih.
b) Sering mengkonsumsi susu berkalsium tinggi.
c) Bekerja di lingkungan panas.
d) Penderita osteoporosis dengan pemakaian pengobatan kalsium.
e) Olahragawan.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah di keluarga pernah menderita Ureterolithiasis,ISK,Hipertensi.
4. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan leher: Kepala normal dan bentuk simetris, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid, tidak ada keterbatasan gerak leher.
2) Mata: Mata normal
3) Hidung: Hidung normal, jalan nafas efektif, tidak menggunakan pernapasan
cuping hidung.
4) Telinga: Fungsi pendengaran kien baik.
5) Mulut dan gigi: mukosa bibir kering atau lembab, tidak ada peradangan pada
mulut, mulut dan lidah bersih.
6) Dada

a. Inspeksi: Dada klien simetris.


b. Palpasi: Dada klien simetris tidak ditemukan adanya benjolan.
c. Perkusi: Tidak ditemukan adanya penumpukan sekret, cairan atau darah di
daerah paru.

17
d. Auskultasi: Suara napas normal, dan terdengar suara jantung.

7) Abdomen

a. Inspeksi: Warna kulit, turgor kulit baik.


b. Auskultasi: Peristaltik usus 12x/menit
c. Palpasi: Adanya nyeri tekan pada abdomen kiri bawah
d. Perkusi: -

9) Genetalia: Hasil pengkajian keadaan umum dan fungsi genetalia tidak


ditemukan adanya keluhan atau kelainan bentuk anatomi.

5. Dasar – Dasar Pengkajian


a. Aktifitas/istirahat
Gejala: Perkejaan mononton, perkerjaan dimana pasien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan aktivitas/imobilisasi sehubungan
dengan kondisi sebelumnya(contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla
spinalis).
b. Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD/nadi(nyeri, anseitas, gagal ginjal).Kulit hangat dan
kemerahan ;pucat
c. Eliminasi
Gejala : Riwayat adanya/ ISK Kronis;obstruksi sebelumnya(kalkulus).
Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh. Rasa terbakar, dorongan
kemih.
Tanda : oliguria, hematuria, piuria. Perubahan pola berkemih.
d. Makanan/cairan
Gejala : muntah/mual ,nyeri tekan abdomen. Diet rendah purin, kalsium
oksalat, dan fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan; tidak minum air
dengan cukup.
Tanda : distensi abdominal; penurunan/tak adanya bising usus, muntah.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : episode akut nyeri berat/ kronik. Lokasi tergantung pada lokasi
batu, contoh pada panggul di region sudut kostovetebral ; dapat menyebar ke
seluruh punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha/genitalia. Nyeri
dangkal konstan menunjukan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal.

18
Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau
tindakan lain.
Tanda : melindungi; prilaku distraksi. Demam dan menggigil.
f. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala: riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi,gout,
ISK Kronis. Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme. Penggunaan antibiotic, antihipertensi, natrium
bikarbonat,alupurinol,fosfat,tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan
vitamin.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre op
a. Nyeri kronik berhubungan dengan adanya batu keluar bersama urin
b. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan oliguria
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah akibat
adanya tekanan pada area kostoveterbal
d. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan suhu akibat infeksi
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
2. Post op
a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontiunitas jaringan
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme
pada luka bedah
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
( Doengoes,2009)

C. Intervensi Keperawatan
Pre op :
1. Nyeri kronik berhubungan dengan adanya batu keluar bersama urin

Diagnosa Tujuan dan


Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil

Nyeri kronik/akut NOC NIC


Definisi: Pengalaman sensori 1. Pain Level, Pain Management
dan emosional yang tidak 2. Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri
menyenangkan yang muncul 3. Comfort level secara komprehensif

19
akibat kerusakan jaringan termasuk lokasi,
yang aktual atau potensial atau Kriteria Hasil : karakteristik, durasi
digambarkan dalam hal 1. Mampu frekuensi, kualitas dan
kerusakan sedemikian rupa mengontrol nyeri faktor presipitasi
(International Association for (tahu penyebab 2. Observasi reaksi
the study of Pain): awitan nyeri, mampu nonverbal dan
yang tiba-tiba atau lambat dan menggunakan ketidaknyamanan
intensitas ringan hingga berat tehnik 3. Gunakan teknik
dengan akhir yang dapat nonfarmakologi komunikasi terapeutik
diantisipasi atau diprediksi dan untuk untuk mengetahui
berlangsung <6 bulan. mengurangi pengalaman nyeri pasien
nyeri, mencari 4. Kaji kultur yang
Batasan Karakteristik : bantuan) mempengaruhi respon
1. Perubahan selera makan 2. Melaporkan nyeri
2. Perubahan tekanan darah bahwa nyeri 5. Evaluasi pengalaman
3. Perubahan frekwensi berkurang nyeri masa lampau
jantung dengan 6. Evaluasi bersama pasien
4. Perubahan frekwensi menggunakan dan tim kesehatan lain
pernapasan manajemen nyeri tentang ketidakefektifan
5. Laporan isyarat 3. Mampu kontrol nyeri masa
6. Diaforesis mengenali nyeri Iampau
7. Perilaku distraksi (skala, intensitas, 7. Bantu pasierl dan keluarga
(mis,berjaIan mondar- frekuensi dan untuk mencari dan
mandir mencari orang lain tanda nyeri) menemukan dukungan
dan atau aktivitas lain, 4. Menyatakan rasa 8. Kontrol lingkungan yang
aktivitas yang berulang) nyaman setelah dapat mempengaruhi
8. Mengekspresikan perilaku nyeri berkurang nyeri seperti suhu
(mis, gelisah, merengek, ruangan, pencahayaan dan
menangis) kebisingan
9. Masker wajah (mis, mata 9. Kurangi faktor presipitasi
kurang bercahaya, tampak nyeri
kacau, gerakan mata 10. Pilih dan lakukan
berpencar atau tetap pada penanganan nyeri
satu fokus meringis) (farmakologi, non
10. Sikap melindungi area farmakologi dan inter
nyeri personal)
11. Fokus menyempit (mis, 11. Kaji tipe dan sumber nyeri
gangguan persepsi nyeri, untuk menentukan
hambatan proses berfikir, intervensi
penurunan interaksi dengan 12. Ajarkan tentang teknik
orang dan lingkungan) non farmakologi
12. Indikasi nyeri yang dapat 13. Berikan anaIgetik untuk
diamati mengurangi nyeri
13. Perubahan posisi untuk 14. Evaluasi keefektifan
menghindari nyeri kontrol nyeri
14. Sikap tubuh melindungi 15. Tingkatkan istirahat
15. Dilatasi pupil 16. Kolaborasikan dengan
16. Melaporkan nyeri secara dokter jika ada keluhan
verbal dan tindakan nyeri tidak

20
17. Gangguan tidur berhasil
17. Monitor penerimaan
FaktorYang Berhubungan: pasien tentang manajemen
1. Agen cedera (mis, biologis, nyeri
zat kimia, fisik, psikologis) Analgesic
Administra
18. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
19. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
20. Cek riwayat alergi
21. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
22. Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
23. Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
24. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
25. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
26. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
27. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala

2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan oliguria

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi


Kriteria Hasil

21
Gangguan eliminasi urin NOC NIC
Definisi : Disfungsi pada 1. Urinary Urinary Retention Care
eliminasi urine. elimination 1. Lakukan penilaian kemih
2. Urinary yang komperhensif
Batasan Karakteristik : Contiunence berfokus pada
1. Disuria inkontenensia (misalnya,
2. Sering berkemih Kriteria hasil : output urin, pola
3. Anyang-anyangan 1. Kandung kemih berkemih, fungsi kognitif,
4. Inkontinensia kosong secara dan masalah kencing
5. Nokturia penuh praeksisten)
6. Retensi 2. Tidak ada residu 2. Memantau penggunaan
7. Dorongan urine >100-200cc obat dengan sifat
3. Intake cairan antikolinergik atau
Faktor yang berhubungan : dalam rentang properti alpha agonis.
1. Obstruksi anatomic normal 3. Memonitor efek dari obat-
2. Penyebab multiple 4. Bebas dari ISK obatan yang diresepkan,
3. Gangguan sensori 5. Tidak ada seperti calcium channel
motorik spasme bladder blockers dan
4. Infeksi saluran kemih 6. Balance cairan antikolinergik
seimbang 4. Merangsang reflek
kandung kemih dengan
menerapkan dingin untuk
perut, membaelai tinggi
batin atau urin.
5. Sediakan waktu yang
cukup untuk pengosongan
kandung kemih (10menit)
6. Gunakan spirit
wintergreen di pispot atau
urinal
7. Menyediakan manuver
crede, uyang diperlukan
8. Gunakan double-void
teknik
9. Masukan kateter kemih,
sesuai
10. Anjurkan pasien/keluarga
merekam output urin,
sesuai
11. Instruksikan cara-cara
untuk menghindari
konstipasi atau impaksi
tinja.
12. Memantau asupan dan
keluaran
13. Memantau tingkat distensi
kandung kemih dengan
palpasi dan perkusi
14. Membantu dengan toilet
secara berkala

22
15. Memasukan pipa kedalam
lubang tubuh untuk sisa
16. Menerapkan kateterisasi
intermiten
17. Merujuk ke spesialis
kontinensia kemih

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah akibat adanya


tekanan pada area kostoveterbal

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil

Kekurangan volume cairan NOC NIC


Definisi : penurunan cairan 1. Fluid balance
Fluid management
intravaskular, interstisial, dan atau 2. Hydration 1. Timbang popok/pembalut
intraseluler. Ini mengacu pada 3. Nutritional Status: jika di perlukan
dehidrasi, kehilangan cairan saat Food and Fluid 2. Pertahankan catatan
tanpa perubahan pada natrium 4. Intake intake dan output yang
akurat
Batasan Kar batasan karakteristik Kriteria Hasil : 3. Monitor status hidrasi
1. Perubahan status mental 1. Mempertahankan (kelembaban membran
2. Penurunan tekanan darah urine output sesuai mukosa, nadi adekuat,
3. Penurunan tekanan nadi dengan usia dan tekanan darah ortostatik),
4. Penurunan volume nadi BB, BJ urine jika diperlukan
5. Penurunan turgor kulit normal, HT 4. Monitor vital sign
6. Penurunan turgor lidah normal 5. Monitor masu kan
7. Penurunan haluaran urin 2. Tekanan darah, makanan / cairan dan
8. Penurunan pengisisan vena nadi, suhu tubuh hitung intake kalori
9. Membran mukosa kering dalam batas harian

23
10. Kulit kering normal 6. Kolaborasikan pemberian
11. Peningkatan hematokrit 3. Tidak ada tanda cairan IV
4
12. Peningkatan suhu tubuh tanda dehidrasi, 7. Monitor status nutrisi
. 13. Peningkatan frekwensi nadi Elastisitas turgor 8. Berikan cairan IV pada
14. Peningkatan kosentrasi urin kulit baik, suhu ruangan
H
15. Penurunan berat badan membran mukosa 9. Dorong masukan oral
i 16. Tiba-tiba (kecuali pada ruang lembab, tidak ada 10. Berikan penggantian
ketiga) rasa haus yang nesogatrik sesuai output
p
17. Haus berlebihan 11. Dorong keluarga untuk
e 18. Kelemahan membantu pasien makan
12. Tawarkan snack (jus
r
buah, buah segar)
t 13. Kolaborasi dengan dokter
Faktor Yang Berhubungan 14. Atur kemungkinan
e
1. Kehilangan cairan aktif tranfusi
r 2. Kegagalan mekanisme 15. Persiapan untuk tranfusi
regulasi Hypovolemia Management
m
16. Monitor status cairan
i termasuk intake dan
output cairan
b
17. Pelihara IV line
e 18. Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
r
19. Monitor tanda vital
h 20. Monitor respon pasien
terhadap penambahan
u
cairan
b 21. Monitor berat badan
22. Dorong pasien untuk
u
menambah intake oral
n 23. Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda dan
g
gejala kelebihan volume
a cairan
24. Monitor adanya tanda
n
gagal ginjal

dengan peningkatan suhu akibat infeksi

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi


Kriteria Hasil Keperawatan
Hipertemi NOC : NIC :
Thermoregulation Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik diatas Kriteria Hasil : 1. Monitor suhu sesering
rentang normal 1. Suhu tubuh dalam mungkin
rentang normal 2. Monitor IWL
Batasan Karakteristik: 2. Nadi dan RR 3. Monitor warna dan suhu
1. kenaikan suhu tubuh diatas dalam rentang kulit

24
rentang normal normal 4. Monitor tekanan darah,
2. serangan atau konvulsi 3. Tidak ada nadi dan RR
(kejang)kulit kemerahan perubahan warna 5. Monitor penurunan
3. pertambahan RR takikardisaat kulit dan tidak ada tingkat kesadaran
disentuh tangan terasa hangat pusing, merasa 6. Monitor WBC, Hb, dan
nyaman Hct
7. Monitor intake dan
output
Faktor faktor yangberhubungan : 8. Kolaborasi pemberian
penyakit/ trauma anti piretik
1. peningkatan metabolisme 9. Berikan pengobatan
2. aktivitas yang berlebih untuk mengatasi
3. pengaruh medikasi/anastesi penyebab demam
4. ketidakmampuan/penurunan 10. Selimuti pasien
kemampuan untuk berkeringat 11. Lakukan tapid sponge
5. terpapar dilingkungan panas 12. Kolaboraikan dengan
dehidrasi dokter 13.mengenai
6. pakaian yang tidak tepat pemberian cairan
intravena sesuai
program
13. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
14. Tingkatkan sirkulasi
udara
15. Berikan pengobatan
untuk 17.mencegah
terjadinya menggigil

Temperature regulation
1. Monitor suhu minimal
tiap 2 jam
2. Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
3. Monitor TD, nadi, dan
RR
4. Monitor warna dan suhu
kulit
5. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien
cara mencegah keletihan
akibat panas
9. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan

25
suhu dan kemungkinan
efek negatif dari
kedinginan
10. Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan
penanganan emergency
yang diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
12. Berikan anti piretik jika
perlu

Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. .Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
4. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
5. Monitor kualitas dari
nadi
6. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
7. Monitor suara paru
8. Monitor pola pernapasan
abnormal
9. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
10. Monitor sianosis perifer
11. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
12. .Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign

26
5.Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Keperawatan Kriteria Hasil

Ansietas NOC NIC


Definsi : 1. Anxiety self- Anxiety Reduction
Perasaan tidak nyaman atau control (penurunan kecemasan)
kekawatiran yang Samar disertai 2. Anxiety level 1. Gunakan pendekatan yang
respon autonom (sumber sering kali 3. Coping menenangkan
tidak spesifik atau tidak diketahui 2. Nyatakan dengan jelas
oleh individu); perasaan takut yang Kriteria Hasil : harapan terhadap pelaku
disebabkan oleh antisipasi terhadap 1. Klien mampu pasien
bahaya. Hal ini merupakan isyarat mengidentifikasi 3. Jelaskan semua prosedur
kewaspadaan yang memperingatkan dan dan apa yang dirasakan
individu akan adanya bahaya dan mengungkapkan selama prosedur
kemampuan individu untuk gejala cemas. 4. Pahami prespektif pasien
bertindak menghadapi ancaman. 2. Mengidentifikasi, terhadap situasi stres
mengungkapkan 5. Temani pasien untuk
Batasan Karakteristik dan menunjukkan memberikan keamanan
Perilaku : tehnik untuk dan mengurangi takut
1. Penurunan produktivitas mengontol 6. Dorong keluarga untuk
2. Gerakan yang ireleven cemas. menemani anak
3. Gelisah 3. Vital sign dalam 7. Lakukan back / neck rub
4. Melihat sepintas batas normal. 8. Dengarkan dengan penuh
5. Insomnia 4. Postur tubuh, perhatian
6. Kontak mata yang buruk ekspresi wajah, 9. Identifikasi tingkat
7. Mengekspresikan kekawatiran bahasa tubuh dan kecemasan
karena perubahan dalam tingkat aktivfitas 10. Bantu pasien mengenal
peristiwa hidup menunjukkan situasi yang menimbulkan
8. Agitasi berkurangnya kecemasan
9. Mengintai kecemasan. 11. Dorong pasien untuk
10. Tampak waspada mengungkapkan perasaan,
Affektif : ketakutan, persepsi
1. Gelisah, Distres 12. Instruksikan pasien
2. Kesedihan yang mendalam menggunakan teknik
3. Ketakutan relaksasi
4. Perasaan tidak adekuat 13. Berikan obat untuk
5. Berfokus pada diri sendiri mengurangi kecemasan
6. Peningkatan kewaspadaan
7. Iritabihtas
8. Gugup senang beniebihan
9. Rasa nyeri yang meningkatkan
ketidakberdayaan
10. Peningkatan rasa ketidak
berdayaan yang persisten
11. Bingung, Menyesal
12. Ragu/tidak percaya diri

27
13. Khawatir
Fisiologis :
1. Wajah tegang, Tremor tangan
2. Peningkatan keringat
3. Peningkatan ketegangan
4. Gemetar, Tremor
5. Suara bergetar
Simpatik :
1. Anoreksia
2. Eksitasi kardiovaskular
3. Diare, Mulut kering
4. Wajah merah
5. Jantung berdebar-debar
6. Peningkatan tekanan darah
7. Peningkatan denyut nadi
8. Peningkatan reflek
9. Peningkatan frekwensi
pernapasan
10. Pupil melebar
11. Kesulitan bernapas
12. Vasokontriksi superfisial
13. Lemah, Kedutan pada otot
Parasimpatik :
1. Nyeri abdomen
2. Penurunan tekanan darah
3. Penurunan denyut nadi
4. Diare, Mual, Vertigo
5. Letih, Ganguan tidur
6. Kesemutan pada ekstremitas
7. Sering berkemih
8. Anyang-anyangan
9. Dorongan cegera berkemih
Kognitif :
1. Menyadari gejala fisiologis
2. Bloking fikiran, Konfusi
3. Penurunan lapang persepsi
4. KesuIitan berkonsentrasi
5. Penurunan kemampuan belajar
6. Penurunan kemampuan untuk
memecahkan masalah
7. Ketakutan terhadap
konsekwensi yang tidak spesifik
8. Lupa, Gangguan perhatian
9. Khawatir, Melamun
10. Cenderung menyalahkan orang
lain.

Faktor Yang

28
Berhubungan :
Post op
1. Perubahan dalam (status
: ekonomi, lingkungan,status
kesehatan, pola interaksi, fungsi
1. N
peran, status peran)
y 2. Pemajanan toksin
3. Terkait keluarga
e
4. Herediter
r 5. Infeksi/kontaminan
interpersonal
i
akut berhubungan dengan terputusnya kontiunitas jaringan

Diagnosa Tujuan dan


Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil

Nyeri akut NOC NIC


Definisi: Pengalaman sensori dan 1. Pain Level, Pain Management
emosional yang tidak 2. Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri
menyenangkan yang muncul 3. Comfort level secara komprehensif
akibat kerusakan jaringan yang termasuk lokasi,
aktual atau potensial atau Kriteria Hasil : karakteristik, durasi
digambarkan dalam hal kerusakan Mampu
1. frekuensi, kualitas dan
sedemikian rupa (International mengontrol nyeri faktor presipitasi
Association for the study of Pain): (tahu penyebab 2. Observasi reaksi nonverbal
awitan yang tiba-tiba atau lambat nyeri, mampu dan ketidaknyamanan
dan intensitas ringan hingga berat menggunakan 3. Gunakan teknik komunikasi
dengan akhir yang dapat tehnik terapeutik untuk
diantisipasi atau diprediksi dan nonfarmakologi mengetahui pengalaman
berlangsung <6 bulan. untuk nyeri pasien
mengurangi 4. Kaji kultur yang
Batasan Karakteristik : nyeri, mencari mempengaruhi respon nyeri
1. Perubahan selera makan bantuan) 5. Evaluasi pengalaman nyeri
2. Perubahan tekanan darah 2. Melaporkan masa lampau
3. Perubahan frekwensi jantung bahwa nyeri 6. Evaluasi bersama pasien
4. Perubahan frekwensi berkurang dan tim kesehatan lain
pernapasan dengan tentang ketidakefektifan
5. Laporan isyarat menggunakan kontrol nyeri masa Iampau
6. Diaforesis manajemen nyeri 7. Bantu pasierl dan keluarga
7. Perilaku distraksi (mis,berjaIan 3. Mampu untuk mencari dan
mondar-mandir mencari orang mengenali nyeri menemukan dukungan
lain dan atau aktivitas lain, (skala, intensitas, 8. Kontrol lingkungan yang
aktivitas yang berulang) frekuensi dan dapat mempengaruhi nyeri
8. Mengekspresikan perilaku (mis, tanda nyeri) seperti suhu ruangan,
gelisah, merengek, menangis) 4. Menyatakan rasa pencahayaan dan
9. Masker wajah (mis, mata nyaman setelah kebisingan
kurang bercahaya, tampak nyeri berkurang 9. Kurangi faktor presipitasi

29
kacau, gerakan mata berpencar nyeri
atau tetap pada satu fokus 10. Pilih dan lakukan
meringis) penanganan nyeri
10. Sikap melindungi area nyeri (farmakologi, non
11. Fokus menyempit (mis, farmakologi dan inter
gangguan persepsi nyeri, personal)
hambatan proses berfikir, 11. Kaji tipe dan sumber nyeri
penurunan interaksi dengan untuk menentukan
orang dan lingkungan) intervensi
12. Indikasi nyeri yang dapat 12. Ajarkan tentang teknik non
diamati farmakologi
13. Perubahan posisi untuk 13. Berikan anaIgetik untuk
menghindari nyeri mengurangi nyeri
14. Sikap tubuh melindungi 14. Evaluasi keefektifan
15. Dilatasi pupil kontrol nyeri
16. Melaporkan nyeri secara verbal 15. Tingkatkan istirahat
17. Gangguan tidur 16. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
FaktorYang tindakan nyeri tidak
Berhubungan : berhasil
8. Agen cedera (mis, biologis, zat 17. Monitor penerimaan pasien
kimia, fisik, psikologis) tentang manajemen nyeri
Analgesic
Administration
18. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
19. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
20. Cek riwayat alergi
21. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
22. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
23. Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
24. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
25. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
26. Berikan analgesik tepat

30
waktu terutama saat nyeri
hebat
27. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme pada luka


bedah

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi


Kriteria Hasil

Resiko Infeksi NOC NIC


Definisi : Mengalami peningkatan 1. Immune Status Infection Control (Kontrol
resiko terserang organisme 2. Knowledge : infeksi)
patogenik Infection control 1. Bersihkan lingkungan
Factor resiko penyakit kronis 3. Risk control setelah dipakai pasien lain
aktor Resi 2. Pertahankan teknik isolasi
enyaki Kriteria Hasil: 3. Batasi pengunjung bila
1. Diabetes melitus 1. Klien bebas dari perlu
2. Obesitas tanda dan gejala 4. Instruksikan pada
infeksi pengunjung untuk mencuci
Pengetahuan yang tidak cukup 2. Mendeskripsikan tangan saat berkunjung
untuk proses penularan dan setelah berkunjung
menghindari pemanjanan penyakit, faktor meninggalkan pasien
patogen. yang 5. Gunakan sabun
Pertahanan tubuh primer yang mempengaruhi antimikrobia untuk cuci
tidak adekuat. penularan serta tangan
1. Gangguan peritalsis penatalaksanaann 6. Cuci tangan setiap
2. Kerusakan integritas kulit ya sebelum dan sesudah
(pemasangan kateter intravena, 3. Menunjukkan tindakan keperawatan
prosedur invasif) kemampuan untuk 7. Gunakan baju, sarung
3. Perubahan sekresi pH mencegah tangan sebagai alat
4. Penurunan kerja siliaris timbulnya infeksi pelindung
5. Pecah ketuban dini 4. Jumlah leukosit 8. Pertahankan lingkungan
6. Pecah ketuban lama dalam batas aseptik selama
7. Merokok normal pemasangan alat
8. Stasis cairan tubuh 5. Menunjukkan 9. Ganti letak IV perifer dan
9. Trauma jaringan (mis, trauma perilaku hidup line central dan dressing
destruksi jaringan) sehat sesuai dengan petunjuk
Ketidakadekuatan pertahanan umum
sekunder 10. Gunakan kateter
1. Penurunan hemoglobin intermiten untuk
2. Imunosupresi (mis, imunitas menurunkan infeksi
didapat tidak adekuat, agen kandung kencing
farmaseutikal termasuk 11. Tingktkan intake nutrisi
imunosupresan, steroid, 12. Berikan terapi antibiotik
antibodi monoklonal, bila perlu
imunomudulator) 13. Infection Protection

31
3. Supresi respon inflamasi (proteksi terhadap infeksi)
Vaksinasi tidak adekuat 14. Monitor tanda dan gejala
Pemajanan terhadap patogen infeksi sistemik dan lokal
lingkungan meningkat 15. Monitor hitung granulosit,
1. Wabah WBC
Prosedur invasif 16. Monitor kerentangan
Malnutrisi terhadap infeksi
17. Batasi pengunjung
18. Sering pengunjung
terhadap penyakit menular
19. Pertahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
20. Pertahankan teknik isolasi
k/p
21. Berikan perawatan kulit
pada area epidema
22. Inspeksi kulit dan
membran mukosa terhadap
kemerahan, panas,
drainase
23. Inspeksi kondisi luka /
insisi bedah
24. Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
25. Dorong masukan cairan
26. Dorong istirahat
27. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
28. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
29. Ajarkan cara menghindari
infeksi
30. Laporkan kecurigaan
infeksi
31. Laporkan kultur positif

3.Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik

32
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
Hambatan mobilitas fisik NOC NIC
Definisi :Keterbatasan pada 1. Joint Movement : Exercise therapy : ambulation
pergerakan fisik tubuh atau Active 1. Memonitoring vital sign
satu atau lebih ekstermitas 2. Mobility Level sebelum/sesudah latihan dan
secara mandiri dan terarah. 3. Self Care : ADLs lihat respon pasien saat
4. Transfer perfomance latihan
Batasan karakteristik : 2. Konsultasikan dengan terapi
1. Penurunan waktu reaksi Kriteria Hasil : fisik tentang rencana
2. Kesulitan membolak 1. Klien meningkat ambulasi sesuai dengan
balik posisi dalam aktivitas fisik kebutuhan
3. Melakukan aktivitas lain 2. Mengerti tujuan dari 3. Bantu klien untuk
sebagai pengganti peningkatan menggunakan tongkat saat
pergerakan mobilitas berjalan dan cegah terhadap
(mis,meningkatkan 3. Memverbalisasikan cidera
perhatian pada aktivitas perasaan dalam 4. Ajarkan pasien atau tenaga
orang lain, meningaktkan kesehatan lainya tentang
mengendalikan perilaku, kekuatan dalam teknik ambulasi
focus pada kemampuan 5. Kaji kemampuan pasien
ketunadayaan/aktivitas berpindah dalam mobilisasi
sebelum sakit) 4. Memperagakan 6. Latih pasien dalam
4. Dispnea setelah penggunaan alat pemenuhan kebutuhan ADLs
beraktivitas 5. Bantu untuk secara mandiri sesuai
5. Perubahan cara berjalan mobilisasi (walker) kemampuan
6. Gerakan bergetar 7. Dampingi dan bantu pasien
7. Ketrbatasan melakukan saat mobilisasi dan bantu
keterampilan motorik penuhi kebutuhan ADLs
kasar pasien
8. Keterbatasasan rentang 8. Berikan alat bantu jika pasien
pergerakan sendi memerlukan
9. Tremor akibat 9. Ajarkan pasien bagaimana
pergerakan merubah posisi dan berikan
10. Ketidakstabilan postur bantuan jika diperluka
11. Pergerakan lambat
12. Pergerakan
tidakterkoordinasi

Faktor yang berhubungan:


13. Intoleransi aktivitas
14. Perubahan metabolisme
selular
15. Ansietas
16. Indeks masa tubuh diatas
perentil ke-75 sesuai usia
17. Gangguan koknitif
18. Konstraktur
19. Kepercayaan budaya
tentang aktivitas sesuai
usia
33
20. Fisik tidak bugar
21. Penurunan ketahanan
tubuh
22. Penurunan kendali otot
23. Penurunan massa otot
24. Malnutrisi
25. Gangguan
muskuloskeletal
26. Gangguan neuromskular,
nyeri
27. Agens obat
28. Penurunan kekuatan oto
29. Kurang pengetahuan
tentang aktivitas fisik
30. Keadaan mood depresif
31. Keterlambatan
perkembangan
32. Ketidaknyamanan
33. Disuse, kaku sendi
34. Kurang dukunga sosial
35. Keterbatasan ketahanan
kardiovaskular
36. Kerusakan integritas
struktur tulang
37. Program pembatasan
gerak
38. Keengganan memulai
pergerakan
39. Gaya hidup monoton
40. Gangguan sensori
perseptual

( Nanda,2015)

34
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Ureterolithiasis adalah penyakit diamana didapatkan batu di dalam saluran air kemih,
yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior.
2. Faktor-faktor yang berperan pada pembentukan batu dibagi atas 2 golongan:
1) Faktor endogen yaitu ;
a. Hipersistinuria : gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya absorbsi
khusus yang berlebihan juga pengaruh vitamin D dan hiperparatiroid
b. Hiperkalsiuria primer : kebocoran pada ginjal
c. Hiperokalsuria primer : inflamasi saluran cerna, reseksi usus halus, by jejenoikal,
sindrom malabsorbsi.
2) Faktor eksogen di pengaruhi oleh: lingkungan,jenis kelamin,air minum,pekerjaan
,makanan dan suhu.
3) Komplikasi
1. Kerusakan fungsi Ginjal
Akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan pengangkatan batu ginjal
2. Infeksi
Dalam aliran urin yang statis merupakan tempat yang baik untuk
perkembangbiakan microorganisme. Sehingga akan menyebabkan infeksi pada
peritoneal.
3. Hidronefrosi
Karena aliran urin terhambat menyebabkan urin tertahan dan menumpuk diginjal
dan lama-kelamaan ginjal akan membesar karena penumpukan urin.

B. Saran
a. Bagi mahasiswa
Bagi mahasiswa untuk lebih mudah menambah wawasan dan pengetahuan dalam
pemberian asuhan keperawatan pasien ureterolithiasis
b. Bagi perawat.
Bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus lebih memperhatikan
kondisi pasien serta kolaborasi yang baik antar semua tenaga medis baik dokter,
perawat dan tenaga kesehatan lainya.

35
c. Bagi masyarakat
Diharapkan masyarakat mengetahui tanda dan gejala ureterolithiasis dan cara
penanganannya.

DAFTAR PUSTAKA

36
Bruner and Suddart’s (2008).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.( edisi
Kedelapan).Jakarta : EGC
Baradero,Mary,MN,SPC,DKK,(2009). Klien Gangguan Ginjal, Jakarta EGC
Doenges,M,(2009). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien .Jakarta :EGC
Sjaifoellah (2010).BUKU ILMU PENYAKIT DALAM,(jilid kedua edisi ketiga ): Jakarta Balai
Penerbit FKUI
Sjamsuhidajat, & de Jong. 2010 . Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Price,Sylvia Anderson,Ph.D.RN(2009).Patofisiologi: konsep klinis proses penyakit.(edisi
keempat).Jakarta :EGC.

37

Anda mungkin juga menyukai