Anda di halaman 1dari 6

CLINICAL SCIENCE SESSION

Depressed Fracture

Oleh :

dr. Muhammad Iqbal

Pembimbing :

Dr. Hesty Lidya Ningsih Sp.BS

BAGIAN BEDAH SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR M DJAMIL

PADANG

2018
Fraktur tulang kepala merupakan hasil dari trauma tumpul atau penetrasi.

Fraktur tulang kepala dapat dikategorikan menjadi fraktur linier dan fraktur

depressed. Fraktur depressed merupakan fraktur yang terdapat pada tulang kepala

dimana fragmen fraktur terdesak ke arah otak. Fraktur depressed biasanya

merupakan dari gaya yang terlokalisir pada satu tempat di kepala. Ketika gaya

tersebut cukup besar, atau terkonsentrasi pada daerah sempit, tulang terdesak ke

bawah, sehingga menghasilkan fraktur depressed. Keadaaan tersebut tergantung

dari besarnya benturan dan kelenturan tulang kepala.

Gambar 1. Fraktur depressed

Fraktur depressed tersering terjadi pada frontoparietal (75%), dan juga dapat

terjadi pada bagian temporal (10%), occipital (5%), dan lainnya (10%). Fraktur

depressed sering terjadi pada frontoparietal karena tulang pada bagian tersebut tipis

dan cenderung terkena serangan dari penyerang. Fraktur depressed dapat

merupakan fraktur tertutup atau terbuka. Kebanyakan fraktur depressed adalah

fraktur terbuka.

Pada bayi yang baru lahir, fraktur depressed “ping-pong” terjadi sekunder pada

kepala bayi ketika tertekan tulang sacral promontorium ibu ketika kontraksi uterus.
Penggunaan forceps juga dapat menyebabkan fraktur pada kepala bayi, namun

jarang terjadi.

Fraktur kepala pada balita terjadi ketika terjatuh atau karena menerima tindakan

kekerasan. Fraktur yang terjadi pada anak biasanya terjadi karena terjatuh dan

kecelakaan sepeda. Pada dewasa, fraktur terjadi karena kecelakaan sepeda motor

atau karena menerima tindakan kekerasan.

Sekitar 25% dari pasien dengan fraktur kepala depressed tidak datang dengan

keluhan hilangnya kesadaran, dan 25% lainnya hilang kesadaran dalam waktu

kurang dari 1 jam. Gejala pada fraktur kepala antara lain, nyeri kepala, mual,

muntah. Presentasi klinis dapat berbeda-beda, tergantung apabila ada kelainan

intrakranial, seperti epidural hematoma dan kejang. Pada pemeriksaan fisik terdapat

fraktur yang terbuka atau tertutup dengan segmen tulang yang lebih cekung

dibandingkan tulang disekitarnya.

Selain pemeriksaan neurologis, analisa lab darah, dapat dilakukan pemeriksaan

pencitraan. Pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan adalah X-ray, CT-scan

dan MRI. Fraktur pada vertex akan lebih terlihat pada X-ray, namun kriteria standar

untuk diagnosis fraktur pada tulang kepala adalah dengan menggunakan CT-scan.

Pemeriksaan MRI digunakan apabila ada kecurigaan kelainan pada ligamen atau

pembuluh darah.
Gambar 2. Gambaran CT-scan fraktur depressed

Fraktur depressed yang terjadi pada anak tanpa kelainan neurologis akan

sembuh dengan baik dan tidak memerlukan tindakan operasi. Pengobatan terhadap

kejang dianjurkan apabila kemungkinan terjadinya kejang besar. Pada fraktur

terbuka, apabila terkontaminasi, diperlukan pemberian antibiotik berspektrum luas

dan tetanus toksoid.

Balita dan anak dengan fraktur depressed terbuka memerlukan intervensi bedah

(craniotomy). Kebanyakan dokter bedah syaraf akan mengelevasi fraktur apabila

segmen cekung lebih dari 5 mm dibandingkan dengan tulang yang disekitarnya.

Indikasi lain operasi pada anak adalah ketika terdapat penetrasi dari dura, defek

kosmetik yang persisten dan terdapatnya defisit neurologis fokal. Indikasi untuk

dilakukannya elevasi yang segera adalah ketika terdapat kontaminasi yang masif,

ataupun terdapatnya hematoma.

Pada dewasa, indikasi dilakukannya elevasi adalah ketika segmen lebih cekung

dari 8-10 mm (atau melebihi ketebalan dari tulang), terdapat defisit neurologis,

perembasan CSF, dan pada fraktur terbuka.

Craniotomy adalah potongan yang dilakukan pada kranium. Saat operasi dibuat

suatu flap yang memungkinkan akses ke dura di bawahnya. Selain untuk melakukan

elevasi pada segmen tulang yang terkena, craniotomy juga dilakukan untuk
mengevakuasi hematoma, mengeluarkan benda asing dari dalam tulang kepala dan

menutup bolongan pada basis crani untuk mengobati atau mencegah terjadinya

perembasan CSF. Terkadang, craniectomy dilakukan ketika otak yang terdapat di

bawahnya juga terkena dan bengkak. Pada kasus ini cranioplasty perlu dilakukan

di kemudian hari.

Gambar 3. Craniotomy

Pasien dengan fraktur terbuka yang terkontaminasi dan ditangani dengan

tindakan bedah, perlu dipantau 2-3 bulan setelah operasi dengan dilakukannya

beberapa kali CT-scan, untuk melihat apakah terbentuk abses. Pemantauan juga

dilakukan untuk memastikan apakah terjadi komplikasi fraktur tulang kepala,

seperti infeksi ataupun kejang. Kemungkinan terjadinya kejang kecil namun

kemungkinan ini meningkat apabila pasien kehilangan kesadaran lebih dari 2 jam,

dan ketika terdapat robekan pada dura.


Daftar Pustaka

1. http://emedicine.medscape.com/article/248108-overview

2. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000060.htm

3. Greenberg M. Handbook of neurosurgery. 6th ed. 2006.

4. http://www.healthcentral.com/depression/h/depression-after-skull-

fracture.html

5. http://graphicwitness.medicalillustration.com

Anda mungkin juga menyukai