BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kadar air dalam bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari pangan
tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam
proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Kandungan air
bahan pangan bervariasi. Ada yang sangat rendah contohnya serealia, kacang-kacangan kering.
Ada yang sangat tinggi contohnya sayuran, buah-buahan atau pangan segar. Sebagai contoh
kadar air kacang kering 3% sedangkan semangka 97%.
Kriteria ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air,
konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan aktivitas air.
Keberadaan air dalam bahan pangan selalu dihubungkan dengan mutu bahan pangan dan sebagai
pengukur bagian bahan kering atau padatan. Air dalam bahan dapat digunakan sebagai indeks
kestabilan selama penyimpanan serta penentu mutu organoleptik terutama rasa dan keempukan.
Kandungan air dalam bahan pangan akan berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya, dan hal
ini sangat erat hubungannya dengan daya awet bahan pangan tersebut. Hal ini merupakan
pertimbangan utama dalam pengolahan dan pengelolaan pasca olah bahan pangan
(Purnomo,1995).
Analisa kadar air dalam bahan pangan penting untuk bahan pangan segar dan olahan. Analisa
sering menjadi tidak sederhana karena air dalam bahan pangan berada dalam bentuk terikat
secara fisik atau kimia dengan komponen bahan pangan lainnya sehingga sulit memecahkan
ikatan-ikatan air tersebut. Pentuan kadar air dalam makanan dapat dilakukan dengan beberapa
metode yaitu metode pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode kimia, dan
metode khusus. Namun, pada praktikum hanya dilakukan metode pengeringan dengan oven.
1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui cara pengukuran kadar air bahan pangan dan hasil pertanian,
b. Untuk mengetahui preparasi bahan dan cara penyimpanan sampel selama menunggu bahan
untuk ditimbang,
c. Untuk mengetahui cara pengukuran yang sesuai dengan macam bahan hasil pertanian,
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Komponen Jumlah
Protein (g) 2,00
Lemak (g) 0,10
Karbohidrat (g) 19,10
Kalsium (mg) 11,00
Fosfor (mg) 56,00
Serat (g) 0,30
Zat besi (mg) 0,70
Vitamin B1 (mg) 0,09
Vitamin B2 (mg) 0,03
Vitamin C (mg) 16,00
Niasin (mg) 1,40
Energi (kal) 83,00
2.2.2 Talas
Talas merupakan tanaman sekulen yaitu tanaman yang umbinya banyak mengandung air
(Rukmana, 1998). Umbi tersebut terdiri dari umbi primer dan umbi sekunder. Kedua umbi
tersebut berada di bawah permukaan tanah. Hal yang membedakannya adalah umbi primer
merupakan umbi induk yang memiliki bentuk silinder dengan panjang 30 cm dan diameter 15
cm, sedangkan umbi sekunder merupakan umbi yang tumbuh di sekeliling umbi primer dengan
ukuran yang lebih kecil.Umbi sekunder ini digunakan oleh talas untuk melakukan
perkembangbiakannya secara vegetatif (Lingga et al., 1989).
Umbi talas merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang cukup baik.
Komponen makronutrien dan mikronutrien yang terkandung di dalam umbi talas meliputi
protein, karbohidrat, lemak, serat kasar, fosfor, kalsium, besi, tiamin, riboflavin, niasin, dan
vitamin C (Catherwood et al., 2007; Huang et al., 2007; Sefa-Dedeh dan Agyr-Sackey, 2004;
Perez et al., 2007). Komposisi kimia tersebut bervariasi tergantung pada beberapa faktor, seperti
jenis varietas, usia, dan tingkat kematangan dari umbi. Muchtadi dan Sugiyono (1992)
menambahkan bahwa faktor iklim dan kesuburan tanah juga turut berperan terhadap perbedaan
komposisi kimia dari umbi talas. Nilai lebih dari umbi talas adalah kemudahan patinya untuk
dicerna. Hal ini disebabkan oleh ukuran granula patinya yang cukup kecildan patinya
mengandung amilosa dalam jumlah yang cukup banyak (20-25%). Selain itu, talas juga bebas
dari gluten, maka pangan olahan dari talas dapat digunakan untuk diet individu yang memiliki
alergi terhadap gluten. Untuk lebih jelasnya mengenai kadar beberapa komponen makronutrien
dan mikronutrien dari talas, dapat dilihat pada Tabel 2.
Pada praktikum analisa kadar air bahan-bahan yang digunakan adalah ubi jalar, singkong,
kentang, tomat, talas dan ubi ungu. Bahan-bahan tersebut memiliki kandungan air yang berbeda-
beda. Dari grafik diatas kandungan air yang paling banyak terdapat pada tomat, sedangkan
kandunagan air terendah terdapat pada singkong.
Kadar air pada ubi jalar sebesar 75,143%, sedangkan menurut Kotecha dan Kadam (1998)
kandungan air dalam ubi jalar adalah 72,84%. Hal ini sudah sesuai denagn literatur karena jarak
antara literatur dengan hasil praktikum tidak terlalu jauh berbeda.Untuk nilai SD (Standar
Deviasi) dari ubi jalar adalah 0,095.Hal ini menunjukkan bahwa data yang diperoleh sudah
cukup akurat karena keakurasiaannya mencapai 99%.
Dari hasil praktikum diperoleh kadar airnya sebanyak 55,047%. Sementara Departemen
Kesehatan RI (1992) menyebutkan bahwa kadar air dalam bahan singkong yaitu sebanyak
62,5%.Perbedaan kandungan ini mungkin disebabkan karena bahan singkong yang digunakan
saat praktikum sudah tersimpan terlalu lama, sehingga kandungan airnya berkurang akibat
terkena cemaran udara dan panas matahari. Sedangkan yang menurut literatur menggunakan
singkong segar. Mungkin itu yang menyebabkan adanya perbedaan kandungan airnya.Nilai SD
(Standart Deviasi) dari singkong 0,264. Dari nilai SD yang telah didapat, hal ini berarti nilai
keakurasiaannya 95% karena mendekati nilai 1.
Hasil dari praktikum sebesar 77,829%, sedangkan kandungan air dalam bahan kentang
sekitar 80%, Hal ini sudah sesuai dengan literatur karena kandungan air yang didapat pada
praktikum hampir mendekati dengan literatur.Kentang memiliki nilai SD sebesar 0,873.Jika nilai
SD <1 maka bisa dikatakan data yang diperoleh sudah cukup akurat dan nilai keakurasiaannya
mencapai 99%.
Tomat merupakan jenis buah yang banyak mengandung air didalamnya. Menurut
Direktorat Departemen Kesehatan (1990) kadar air dalam tomat sebesar 93-94%. Hal ini sudah
sesuai dengan hasil yang didapat saat praktikum yaitu sebesar 93,117%.Sedangkan nilai SD pada
tomat tingkat keakurasiaanya mencapai 99% karena nilai SD yang diperoleh <1 yaitu sebesar
0,955.
Nilai kadar air yang didapat dari talas saat praktikum sebanyak 74,227%, dan menurut
Direktorat Gizi Depkes RI (1972) kadar air yang terdapat didalam talas sebanyak 63-85%. Hal
ini sudah sesuai dengan literatur yang telah disebutkan. Nilai SD yang diperoleh pada bahan talas
ini sebesar 0,29, dengan tingkat keakurasiaannya 99%.
Nilai kadar air pada bahan yang terakhir yaitu ubi ungu sebanyak 74,193%, sedangkan
menurut literatur hanya sebanyak 62,5%. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena perbedaan
varietas bahan sehingga kadar airnya juga berbeda. Pada data ubi ungu tingkat keakurasiaanya
hanya 95% hal ini disebabkan karena nilai SD yang diperoleh >1 yaitu 1,332.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahsan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
a. Prinsip metode penetapan kadar air dengan oven atau Thermogravimetri yaitu menguapkan
air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan.
b. Kadar air pada ubi jalar sebesar 75,143%, sedangkan menurut Kotecha dan Kadam (1998)
kandungan air dalam ubi jalar adalah 72,84%. Hal ini sudah sesuai dengan literatur karena jarak
antara literatur dengan hasil praktikum tidak terlalu jauh berbeda.
c. Dari hasil praktikum diperoleh kadar airnya sebanyak 55,047%. Sementara Departemen
Kesehatan RI (1992) menyebutkan bahwa kadar air dalam bahan singkong yaitu sebanyak
62,5%. Perbedaan kandungan ini mungkin disebabkan karena bahan singkong yang digunakan
saat praktikum sudah tersimpan terlalu lama, sehingga kandungan airnya berkurang akibat
terkena cemaran udara dan panas matahari. Sedangkan yang menurut literatur menggunakan
singkong segar. Mungkin itu yang menyebabkan adanya perbedaan kandungan airnya.
d. Hasil dari praktikum sebesar 77,829%, sedangkan kandungan air dalam bahan kentang sekitar
80%, Hal ini sudah sesuai dengan literatur karena kandungan air yang didapat pada praktikum
hampir mendekati dengan literatur.
e. Tomat merupakan jenis buah yang banyak mengandung air didalamnya. Menurut Direktorat
Departemen Kesehatan (1990) kadar air dalam tomat sebesar 93-94%. Hal ini sudah sesuai
dengan hasil yang didapat saat praktikum yaitu sebesar 93,117%.
f. Nilai kadar air yang didapat dari talas saat praktikum sebanyak 74,227%, dan menurut
Direktorat Gizi Depkes RI (1972) kadar air yang terdapat didalam talas sebanyak 63-85%. Hal
ini sudah sesuai dengan literatur yang telah disebutkan.
g . Nilai kadar air pada bahan yang terakhir yaitu ubi ungu sebanyak 74,193%, sedangkan menurut
literatur hanya sebanyak 62,5%. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena perbedaan varietas
bahan sehingga kadar airnya juga berbeda.
5.2 Saran
a. Pada saat menjelaskan teori lebih jelas agar praktikan lebih paham
b. Selesai meggunakan alat laboratorium, segera dicuci dan kembalaik ke tempat semula.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemistry. 14th Ed.
Virginia : AOC, Inc.
Canene-Adams K., Clinton, S.K., King, J. L., Lindshield, B. L., Wharton C., Jeffery, E. & Erdman, J.
W. Jr. 2004. The growth of the Dunning R-3327-H transplantable prostate adenocarcinoma in
rats fed diets containing tomato, broccoli, lycopene, or receiving finasteride treatment. FASEB
J. 18: A886 (591.4).
Christian JHB. 1980. Reduced water activity. 79−90. In J.H. Silliker, R.P. Elliot, A.C. Baird-Parker,
F.L. Brian, J.H.B. Christian, D.S. Clark, J.C.Olson Jr., and T.A. Roberts (Eds.). Microbial
Ecology of Foods. New York: Academic Press
Crampton, EW. 1959. Fundamental of Nutrition. USA: Freeman and Company
Depkes RI, 1990. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/Menkes/Per/IX/1990. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI., 1992. UU RI No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Jakarta: Depkes RI
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. 1972. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharat. Jakarta.
57pp
Jung, H.C. and Wells, W.W. 1997. Spontaneous Conversion of L-Dehydroascorbic Acid to L-Ascorbic
Acid and L-Erythroascorbic Acid. Biochemistry & Biophysic Article. 355:9-14.
Kasno, A. 2005. Strategi Pengembangan Kacang tanah di Indonesia.Peningkatan Produksi Kacang-
Kacangan dan Umbi -Umbian Mendukung Kemandirian Pangan.Badan Penelitian Dan
Pengembangan Pertanian. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Kotecha, PM., and S.S. Kadam. 1998. Sweet Potato, in Handbook of Vegetable Science and
Technology (Salunkhe, D.K and S.S Kadam eds). New York:Marcel Dekker Inc.
Lingga, P., Sarwono,B., Rahardi, I., Rahardjo,P.C., Afriastini, J.J., Wudianto, R. dan Apriadji, W.H.
1989. Bertanam Umbi-Umbian. Jakarta: PT Penebar Swadaya.Jakarta: Liberty.
Muchtadi TR dan Sugiono. 1992. Ilmu Oengetahuan Bahan Pangan. Bogor : PAU Pangan dan Gizi
IPB
Nonnecke. 1989. Vegetable Production. Canada: Van Nostrand Reinhold
Onwueme, I.C. 1994. The Tropical Tubers Crops, Yams, Cassava, Sweet Potato, and Cocoyams. John
Wiley and Chisester, New York
Purwono. 2009. Budidaya 8 Jenis Tanaman Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rukmana, R. 1998. Budidaya Talas. Jakarta: Penerbit Swadaya,.
McCarty, P.L., and Smith, D.P., 1986, Anaerobic Wastewater Treatment dalam MetCalf and Eddy,
2003, Wastewater Engineering : Treatment Dispossal And Reuse, 4th edition, McGraw Hill
Book Co., New York
Sudarmadji S, Bambang H, Suhardi. 2007. Analisis Bahan Makanan
d a n Pertanian. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Sudarmadji, I. B. (2003). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian (Edisi ke 2 ed., Vol. III).
Yogyakarta, DIY, Indonesia: Liberty Yogyakarta.
Syarief, R dan A. Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Jakarta: Mediyatama
Sarana Perkasa.
Tonucci, L., M.J. Holden, G.R. Beecher, F. Khacik, C.S. Davis, and G Mulokozi (1995), ”carotenoid
content of thermally processed tomato based food product”, J. Agric, Food Chem., (43):579-586.
Tri Dewanti Ir.W., M.Kes, dkk. 2010. Aneka Produk Olahan Tomat Dan Cabe. Malang: Universitas
Brawijaya.
Widjanarko S. 2008. Efek Pengolahan terhadap Komposisi Kimia & Fisik Ubi Jalar Ungu dan
Kuning. Yogyakarta: Liberti
Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Yamakawa. 1998. Radical Scavenging Activities of Sweet Potato Cultivar with Purple Flesh. Tokyo:
Food Science Technology Inc.