Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI BAHAN ALAM

PERCOBAAN I
PENETAPAN KADAR AIR DENGAN METODE AZEOTROPH

Disusun oleh :
Kelompok 4
Shift G

Dwina Syafira Arzi 10060316210


Dini Wahidah 10060316211
Marwa Safira R.A. 10060316213
Farah Yumna Ambaro 10060316215
Dilla Nurul Aisyah 10060316216
Indarti Ulfayani 10060316217

Asisten : Zainab Z Azzahra, S. Farm.

Tanggal Praktikum : 21 Februari 2018


Tanggal Pengumpulan : 07 Maret 2018

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT B


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2018 M/ 1439 H
PERCOBAAN I

“ PENETAPAN KADAR AIR DENGAN METODE AZEOTROPH”

I. Tujuan

Mengukur jumlah air di dalam bahan (simplisia, ekstrak, bahan lain)

II. Alat dan Bahan

ALAT BAHAN
1. Alat destilasi penetapan 1. Aquadest
kadar air, terdiri dari : 2. Simplisia uji Alstoniae
 Labu bundar 500 mL Scholaridis Cortex (kulit
 Kondensor batang pule)
 Tabung penampung 3. Toluen
berskala 0,1 mL
2. Mortir dan stemper

III. Prosedur Percobaan

Dibilas tabung penampung dan kondensor dengan air, lalu disiapkan

sejumlah bahan yang sudah dihaluskan menggunakan mortir dan stemper

sedemikian rupa sehingga ketebalannya tidak lebih dari 3 mm. Kemudian

dimasukkan sejumlah sampel (24,0135 g kulit batang pule) yang diperkirakan

mengandung air 2-3 mL ke dalam labu bundar, lalu dimasukkan 200 mL toluen

yang telah dijenuhkan dengan 2 mL aquadest selama 30 menit dengan cara

digojog. Setelah itu dididihkan labu perlahan-lahan. Sebelumnya dimasukkan batu

didih ke dalam campuran simplisia dan toluen yang akan didihkan. Setelah

mendidih, disuling dengan kecepatan 2 tetes/detik hingga sebagian besar air


tesuling, kemudian dinaikkan kecepatan penyulingan menjadi 4 tetes/detik.

Setelah semua air diperkirakan telah tersuling kemudian dihentikan pemanasan.

Didinginkan tabung penerima sampai suhu kamar. Dihilangkan tetesan air yang

menempel pada dinding pada tabung penerima. Dibiarkan air dan toluen dalam

tabung penerima memisah. Setelah itu dibaca volume air dalam tabung penerima

dan dihitung kadar air simplisia dalam satuan %.

IV. Data Pengamatan

Nama Simplisia : Kulit Batang Pule

Nama Latin Simplisia : Alstoniae Scholaridis Cortex

Nama Latin Tumbuhan : Alstonia scholaris

Pengamatan Kadar Air :

No Gambar Keterangan

1 Kulit batang pule yang sudah

dihaluskan sebanyak 24,0135 g.


2 Toluena yang telah dijenuhkan

dengan aquadest dengan

perbandingan (1:100), aquadest

sebanyak 2 mL dan toluena

sebanyak 200 mL.

3 Toluena dimasukkan ke dalam

labu bundar yang berisi simplisia

Alstoniae Scholaridis Cortex

(kulit batang pule).

4 Labu bundar yang berisi simplisia

Alstoniae Scholaridis Cortex

(kulit batang pule) dan toluen

dididihkan.
5 Toluena dan air memisah pada

tabung penerima dan diperoleh

volume air yang terbaca adalah

2,6 mL.

Perhitungan :

mL air ×BJ air (g/mL)


Kadar air (%) = × 100%
𝑔 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎

2,6 𝑚𝐿 𝑥 1 𝑔/𝑚𝐿
= × 100%
24,0135 𝑔

= 10,827 %
V. Pembahasan

Air adalah pelarut yang kuat, melarutkan banyak jenis zat kimia. Zat-zat

yang bercampur dan larut dengan baik dalam air (misalnya garam-garam) disebut

sebagai zat-zat “hidrofilik” (pencinta air), dan zat-zat yang tidak mudah tercampur

dengan air (misalnya lemak dan minyak), disebut sebagai zat-zat “hidrofobik”

(takut-air). Kelarutan suatu zat dalam air ditentukan oleh dapat tidaknya zat

tersebut menandingi kekuatan gaya tarik-menarik listrik (gaya intermolekul dipol-

dipol) antara molekul-molekul air. Jika suatu zat tidak mampu menandingi gaya

tarik-menarik antar molekul air, molekul-molekul zat tersebut tidak larut dan akan

mengendap dalam air. (Syarief, 1993)

Air ada yang berbentuk bebas, ada pula yang terikat baik didalam matriks

bahan maupun didalam jaringannya. Air yang berbentuk bebas sangat mudah

menguap karena biasanya terdapat pada permukaan bahan pangan. Kadar air perlu

diukur untuk menentukan umur simpan suatu bahan pangan. Kadar air adalah

persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat

basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah

mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 %, sedangkan kadar air

berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 %. (Syarief, 1993)

Kadar air merupakan hasil dari pengukuran jumlah total air yang

terkandung dalam bahan pangan, termasuk simplisia dengan tanpa memperhatikan

kondisi atau derajat keterikatan air. Penentuan kadar air ini merupakan salah satu

parameter non spesifik dari proses standarisasi suatu simplisia, dengan tujuan

untuk memberikan batasan maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan air
dalam bahan. Kandungan air dalam suatu bahan yaitu simplisia dapat menjadi

faktor penentu kualitas dari simplisia itu sendiri, terutama kestabilannya selama

penyimpanan (Winarno, 1997).

Kadar air dalam suatu simplisia perlu diperhatikan, karena kandungan air

yang tinggi akan menginisiasi pertumbuhan mikroba, jamur, reaksi pembusukan

serta reaksi enzimatis yang pada akhirnya diikuti reaksi hidrolisis terhadap

senyawa kimia dalam simplisia yang kemungkinan bisa berakibat toksik. Oleh

karena itu simplisia perlu distandardisasi salah satunya dengan penetapan kadar

air yang bertujuan untuk mengukur kadar air dalam simplisia sehingga dapat

terjamin keamanan, kualitas dan khasiat simplisia yang diperoleh.

Penetapan kadar air terdiri dari tiga metode, yaitu dengan titrasi karl

fischer, gravimetri, dan distilasi azeotroph, yang bertujuan memberikan batasan

minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan, dimana nilai

maksimal atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan

kontaminasi.

Praktikum penetapan kadar air menggunakan metode azeotroph ini

bertujuan untuk menentukan kadar air yang ada di dalam simpilisia, dimana

simplisia yang diuji yaitu berupa kulit batang pule (Alstoniae scholaridis Cortex).

Kulit batang pule atau Alstonia scholaris (L) R.Br sendiri mengandung senyawa

berupa acubins/iridoids, alkaloids, coumarins, flavonoids, leucoanthocyanins

phlobatannins, reducing sugars, simple phenolics, steroids saponins and tannins.

(Khyade, M. S and Vaikos, N. P., 2009). Dari studi pustaka, kulit batang pule

berkhasiat sebagai penurun demam, meningkatkan selera makan, mengobati


radang ginjal, obat kencing manis, obat malaria, obat tekanan darah tinggi dan

obat cacing (Wijayakusuma, 2001).

Metode azeotroph adalah metode yang paling sering digunakan karena

mudah dilakukan dan lebih akurat dibanding metode lain. Pada penetapan kadar

air ini dapat mengindikasikan berapa banyak kadar air yang dikandung oleh

sebuah simplisia. Prinsip dari metode distilasi azeotroph adalah penggabungan

dua buah pelarut yang memiliki titik didih serta kepolaran yang berbeda dengan

air dimana saat proses distilasi kedua pelarut akan menguap pada suhu yang sama

yaitu diatas atau dibawah titik didih kedua pelarut tersebut yang disebut pada titik

azeotroph. Oleh karena itu, syarat pelarut yang digunakan dalam destilasi

azeotroph adalah:

- Memiliki titik didih yang berbeda dengan air


- Memiliki berat jenis yang berbeda dengan air, dan
- Memiliki kepolaran yang berbeda dengan air.

Pada praktikum penetapan kadar air dengan metode azeotroph ini, tahap

pertama yang dilakukan menyiapkan bahan berupa kulit batang pule yang

kemudian dihaluskan menggunakan mortir hingga ketebalannya tidak lebih dari 3

mm. Kemudian sampel ditimbang sebanyak 24,0135 gram yang diperkirakan

mengandung air 2-3 mL dan dimasukkan ke dalam labu bundar. Sebelum sampel

dicampur dengan pelarut yang berupa toluen, terlebih dahulu toluen dijenuhkan

dengan aquadest. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya kadar air palsu

yang dihasilkan oleh pelarut toluen yang mana merupakan senyawa anhidrat, yaitu

senyawa yang dapat menyerap air yang dikandung oleh simplisia. Proses
penjenuhan simplisia terdapat dua metode, yaitu metode yang telah ditetapkan

oleh WHO dan metode yang terdapat dalam farmakope. Dalam percobaan ini

dilakukan penjenuhan dengan metode yang ditetapkan WHO yaitu dengan

menggunakan corong pisah karena prosesnya yang lebih mudah dilakukan

dibanding metode yang ditetapkan farmakope yaitu menggunakan distilasi.

Penjenuhan dilakukan dengan cara menambahkan 2 mL air ke dalam 200 mL

dalam corong pisah, kemudian digojog. Lalu didiamkan beberapa saat agar

terbentuk 2 lapisan cairan yang stabil. Kemudian air dan toluene akan terpisah.

Setelah toluen jenuh, toluen dimasukkan ke dalam labu yang berisi

simplisia kulit batang pule dan dididihkan menggunakan alat azeotroph. Pada saat

pendidihan, sebelumnya dimasukkan batu didih ke dalam campuran simplisia dan

toluen yang akan didihkan, hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya bumping

atau letupan pada saat proses pemanasan. Sampel dalam labu didih dilakukan

pemanasan, proses pemanasan sampel yang telah dicampurkan dengan pelarut

bertujuan untuk menguapkan pelarut bersama-sama dengan air. Toluena sebagai

pelarut merupakan senyawa non polar, sedangkan air adalah senyawa polar, tetapi

pada keadaan panas keduanya dapat tercampur. Hal ini disebabkan karena ketika

dipanaskan, toluena menjadi tidak stabil dan terjadi reaksi adisi yaitu pemutusan

ikatan rangkap dan membentuk ikatan hidrogen dengan air. Tentu dalam hal ini

teluena mengalami peningkataan kepolaran dan dapat bercampur dengan air.

Proses penguapan kedua campuran pelarut akan melewati kondensor dan

mengalami kondensasi akibat adanya aliran air dari kran. Aliran air dalam alat

destilasi harus dari bawah keatas. Hal ini dilakukan karena jika aliran dari atas ke
bawah akan dipengaruhi oleh gravitasi sehingga aliran lebih cepat dan akan

mempengaruhi proses kondensasi yang akhirnya proses pengembunan tidak

maksimal. Jika aliran tidak dipengaruhi gravitasi, aliran air lebih lambat

dan bagian dari dalam pipa lebih lama mengalami kontak dengan air sehingga

pendinginan lebih sempurna dan hasil yang dihasilkan lebih sempurna.

Kemudian, uap dari campuran pelarut akan mengembun dan masuk ke

tabung aufhauser yang berskala. Tabung aufhauser berfungsi untuk menampung

destilat yang sudah dipisahkan dengan sampel. Pada suhu dingin air dan toluen

dalam tabung aufhauser akan kembali terpisah karena kedua pelarut tersebut

memiliki kepolaran dan berat jenis yang berbeda. Air akan menempati posisi

dibagian bawah toluen. Karena air memiliki BJ yang lebih besar yaitu 1 kg/L

dibanding toluen yaitu 0,87 kg/L. Dari hasil pengamatan, toluen yang ditampung

dalam gelas berskala menjadi keruh, hal ini disebabkan toluen bercampur dengan

vaselin yang dioleskan pada sambungan-sambungan alat destilasi.

Setelah air dan toluen dalam tabung penerima sudah memisah, maka

didapatkan hasil volume air sebanyak 2,6 mL sehingga setelah dihitung

menggunakan rumus persen kadar air, didapatkan kadar air dari kulit batang pule

adalah sebesar 10,827%. Hasil persen kadar air ini didapatkan dari volume air

yang diperoleh dari hasil pemisahan air dan toluen dimana volume air sebanyak

2,6 mL yang dikali dengan bobot jenis air yaitu sebesar 1g/mL yang terkandung di

dalam simplisia yang beratnya sebesar 24,0135 g kemudian dikali dengan seratus

persen.
Parameter untuk simplisia yang baik sebagai berikut :

Kadar Air : ≤ 10

Kadar Minyak Atsiri : ≥ 0,19

Kadar Abu Total : ≤ 10,00

Kadar Abu Tidak Larut Asam : ≤ 2,60

Kadar Sari Larut Air : ≥ 18,00

Kadar Sari Larut Etanol : ≥ 6,30

(Ditjen POM, 1977)

Berdasarkan literatur kadar air yang baik yang terdapat pada simplisa yaitu

±10%, artinya pada kadar tersebut, simplisia aman untuk digunakan. Jika jumlah

air didalam suatu simplisia diatas 10 % maka akan mempercepat pertumbuhan

mikroba, jamur atau serangga, dan pembusukan yang pada akhirnya diikuti oleh

reaksi hidrolisis yang akan berakibat mutu simplisia tersebut akan rusak dan tidak

terjamin keamanannya.

Dari data yang dihasilkan maka terlihat bahwa simplisia kulit batang pule

memiliki kadar 10,827 % melebihi standar kadar air suatu simplisia. Adapun

faktor- faktor yang dapat mempengaruhi suatu kadar air dalam simplisia : jenis

simplisia, tempat penanaman yang berbeda (faktor tanah, lingkungan), lamanya

proses pengeringan simplisia, dan faktor cuaca (udara sekitar).


VI. Kesimpulan

Kadar air simplisia kuit batang pule dengan metode destilasi azeotroph

adalah 10,827 %, ini menunjukkan bahwa simplisia kulit batang pule memiliki

kadar air yang melebihi rentang ketentuan, sehingga tidak memenuhi kriteria

untuk digunakan pada bahan tanaman obat karena melewati batas kadar air suatu

simplisia yaitu sebesar ±10 %.


DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM. 1977. Materia Medika Indonesia I. Jakarta : Departemen


Kesehatan RI
Khyade, M. S and Vaikos, N. P. 2009. Phytochemical and antibacterial
properties of leaves of Alstonia scholaris R. Br. African Journal of Biotechnology
Vol. 8 (22)
Syarief, R dan Halid Hariyadi. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan.
Jakarta : Arcan
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka
Utama.
Wijayakusuma H., 2001. Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia: Rempah,
Rimpang, dan Umbi. Jakarta: Milenia Populer.

Anda mungkin juga menyukai