Disusun Oleh :
Nur Holilah
G2A014046
TAHUN 2015/2016
1. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari
bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes
melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang
banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah
penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute
insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin
(Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf,
dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005,
diabetus merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan
karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin
dan kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008)
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak
adekuat (Brunner & Suddart, 2002).
2. Klasifikasi
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes
Association’s Expert Committee on the Diagnosis and Classification
of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu:
(Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes
Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin
(DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita
diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas yang
normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses
autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol
kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi
sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak tergantung
insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita
diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh
penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin)
atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.
Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika
kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan
preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika
preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia).
Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari
30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas
(trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma
penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan
endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus
(GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya
tidak mengidap diabetes.
3. Etiologi
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan
genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan
genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe
antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana
antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β
pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan
bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β
pancreas.
4. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi
puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka
ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein
dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien
dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat
menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan
dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam
amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi
insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan
asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti
nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan
elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi
serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula
darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah
utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin
pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan
jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes
tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan
ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah
yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes
tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler
nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes
yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan
progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi
vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat
tinggi).
5. Patways
DM Tipe 1 DM
Tipe 2
Reaksi autoimun Idiopatik, usia,
genetic dll
Defisiensi insulin
7. Data Penunjang
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi
glukosa > 200 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K
normal atau peningkatan semu selanjutnya akan menurun,
fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan
HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau
infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau
normal sampai tinggi (Tipe II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi
pernafasan dan infeksi luka.
8. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes
Melitus) digolongkan sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk,
2007)
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan
jangka pendek dari glukosa darah
a. Hipoglikemia/ Koma Hipoglikemia
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah.
Kadar gula darah yang normal 60-100 mg% yang
bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk dari
kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada
kasus spoor atau koma yang tidak diketahui sebabnya
maka harus dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan
merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma
hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin.
Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana terlambat
makan atau olahraga yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala
hipoglikemik terjadi bila kadar gula darah dibawah 50
mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.
Penatalaksanaan kegawat daruratan:
1) Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus
glukosa 40% dan biasanya kembali sadar pada
pasien dengan tipe 1.
2) Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50
cc D50 W dalam waktu 3-5 menit dan nilai
status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau
D10 W bergantung pada tingkat hipoglikemia
3) Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh
pemberian long-acting insulin dan pemberian
diabetic oral maka diperlukan infuse yang
berkelanjutan.
4) Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan
glikoneogenesis yang terjadi pada penyakit hati,
ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor
penyebab kegagalan ketiga organ ini.
9. Penatalaksanaan
1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar
glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan
serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam
penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati
diabetik
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan
penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari
hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
1) kalori yang diberikan harus habis,
jangan dikurangi atau ditambah
2) jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
3) jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus
harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penentuan gizi dilaksanakan dengan
menghitung Percentage of Relative Body Weight
(BBR = berat badan normal) dengan rumus :
BBR BB (kg) X100%
= TB(cm)-100
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita
DM, adalah :
a. Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap
1 1/2 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin
resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah
jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas
insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka
latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru.
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah
karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan
kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam
cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video,
diskusi kelompok, dan sebagainya.
d. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral
(OHO)
2) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan
insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi
insulin dam meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat
rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan
pada penderita dengan berat badan normal dan masih bisa
dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.
3) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi
mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas
insulin, yaitu :
a. Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra
pankreatik
1. Menghambat absorpsi karbohidrat
2. Menghambat glukoneogenesis di hati
3. Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin.
b. Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
c. Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek
intraselluler
e. Insulin
1. Indikasi penggunaan insulin
a. DM tipe I
b. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak
dapat dirawat dengan OAD
c. DM kehamilan
d. DM dan gangguan faal hati yang berat
e. DM dan gangguan infeksi akut (selulitis,
gangren)
f. DM dan TBC paru akut
g. DM dan koma lain pada DM
h. DM operasi
i. DM patah tulang
j. DM dan underweight
k. DM dan penyakit Graves
2. cara pemberian insulin
a. Suntikan insulin subkutan
Insulin regular mencapai puncak kerjanya
pada 1 – 4 jam, sesudah suntikan subcutan,
kecepatan absorpsi di tempat suntikan
tergantung pada beberapa factor.
2. Keperawatan
Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah
melakukan pengkajian dengan ketat terhadap tingkat
pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan
diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut
a. Pengkajian Primer
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain
:
1) Airway + cervical control
a) Airway
Lidah jatuh kebelakang (coma
hipoglikemik), Benda asing/ darah pada rongga
mulut
2) Cervical Control :
Breathing + Oxygenation
3) Breathing : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan
a. KAD : Pernafasan kussmaul
b. HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat
dan dalam)
4) Oxygenation : Kanula, tube, mask
Circulation + Hemorrhage control
Circulation:
Tanda dan gejala shok
Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.
5) Hemorrhage control : -
Disability : pemeriksaan neurologis è GCS
A : Allert : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd
suara
P : Pain Respons : kesadaran menurun, tdk berespon
thd suara, berespon thd rangsangan nyeri
U : Unresponsive : kesadaran menurun, tdk berespon
thd suara, tdk bersespon thd nyeri
Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan
pertolongan atau penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari
200mg/dl). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi
stress.
2) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan
peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
Anamnesa
a. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri
abdomen, nafas pasien mungkin berbau aseton pernapasan
kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur,
kelemahan dan sakit kepala
b. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma
Hipoglikemik, KAD/ HONK), penyebab terjadinya
penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya
yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit –
penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi
insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat
penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan
yang biasa digunakan oleh penderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga
tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik,
riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat
glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma,
infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid,
diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
e. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi
yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya
serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria,
polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, pruritus
vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang,
dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan
elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
g. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan,
pemeriksaan diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk
mencegah komplikasi.
Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi
jaringan perifer)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d. ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
c. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan
secara aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan
d. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES
MELITUS
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan (Noc) Intervensi (Nic)
1. Nyeri akut NOC: Manajemen nyeri :
berhubungan 1. Tingkat nyeri 1. Lakukan pegkajian nyeri
dengan agen injuri 2. Nyeri terkontrol secara komprehensif termasuk
biologis 3. Tingkat kenyamanan lokasi, karakteristik, durasi,
(penurunan perfusi Setelah dilakukan asuhan frekuensi, kualitas dan ontro
jaringan perifer) keperawatan selama 3 x 24 presipitasi.
jam, klien dapat : 2. Observasi reaksi nonverbal
1. Mengontrol nyeri, dari ketidaknyamanan.
dengan indikator : 3. Gunakan teknik komunikasi
a. Mengenal faktor- terapeutik untuk mengetahui
faktor penyebab pengalaman nyeri klien
b. Mengenal onset nyeri sebelumnya.
c. Tindakan pertolongan 4. Kontrol ontro lingkungan yang
non farmakologi mempengaruhi nyeri seperti
d. Menggunakan suhu ruangan, pencahayaan,
analgetik kebisingan.
e. Melaporkan gejala- 5. Kurangi ontro presipitasi
gejala nyeri kepada nyeri.
tim kesehatan. 6. Pilih dan lakukan penanganan
f. Nyeri terkontrol nyeri (farmakologis/non
2. Menunjukkan tingkat farmakologis).
nyeri, dengan 7. Ajarkan teknik non
indikator: farmakologis (relaksasi,
a. Melaporkan nyeri distraksi dll) untuk mengetasi
b. Frekuensi nyeri nyeri.
c. Lamanya episode 8. Berikan analgetik untuk
nyeri mengurangi nyeri.
d. Ekspresi nyeri; 9. Evaluasi tindakan pengurang
wajah nyeri/ontrol nyeri.
e. Perubahan 10. Kolaborasi dengan dokter bila
respirasi rate ada komplain tentang
f. Perubahan tekanan pemberian analgetik tidak
darah berhasil.
g. Kehilangan nafsu 11. Monitor penerimaan klien
makan tentang manajemen nyeri.
.
Administrasi analgetik :
1. Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgetik pilihan,
rute pemberian dan dosis
optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
2. Ketidakseimbangan Nutritional Status : Food Nutrition Management
nutrisi kurang dari and Fluid Intake 1. Monitor intake makanan dan
kebutuhan tubuh 1. Intake makanan minuman yang dikonsumsi
b.d. peroral yang adekuat klien setiap hari.
ketidakmampuan 2. Intake NGT adekuat 2. Tentukan berapa jumlah
menggunakan 3. Intake cairan peroral kalori dan tipe zat gizi yang
glukose (tipe 1) adekuat dibutuhkan dengan
4. Intake cairan yang berkolaborasi dengan ahli gizi
adekuat 3. Dorong peningkatan intake
5. Intake TPN adekuat kalori, zat besi, protein dan
vitamin C.
4. Beri makanan lewat oral, bila
memungkinkan
5. Kaji kebutuhan klien akan
pemasangan NGT
6. Lepas NGT bila klien sudah
bisa makan lewat oral