Anda di halaman 1dari 22

Mekanisme Keseimbangan Cairan Tubuh Pada Ginjal Manusia

Silvia Ardila 102013194


Raditya Karuna Linanda 102016046
Grace Abigaelni Harefa 102016085
Artiana Rahmadini 102016143
Mieke Joseba Istia 102016193
Ellon Julian Emus Akasian 1020160194
Jessica Michelle Theo 102016239
A1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Abstrak
Setiap senyawa yang masuk kedalam tubuh akan dikeluarkan kembali. Jumlah yang masuk sama
dengan jumlah yang dikeluarkan. Ginjal adalah salah satu organ yang memiliki peranan penting
dalam kelangsungan hidup karena di didalam ginjal terdapat nephron yang menjalankan proses
filtrasi, reabsorbsi, sekresi dan eksresi serta mempertahankan keseimbangan cairan tubuh. Air (H2O)
membentuk sekitar 60% dari berat tubuh total manusia yang bervariasi pada setiap orang. 2/3 dari
H2O tubuh terdapat di cairan intarsel (CIS) dan 1/3-nya terdapat di cairan ekstrasel (CES) dengan
komposisi yang berbeda. Keseimbangan cairan dipertahankan dengan mengatur volume dan
osmolaritas CES karena CES menghubungkan antara CIS dengan lingkungan luar.
Kata kunci : ginjal, nephron, volume CES, osmolaritas
Abstrack

Any compound that enters the body will be removed again. The amount entered is equal to the amount
incurred. Kidney is one organ that has an important role in survival because in the kidney there are
nephron that runs the process of filtration, reabsorption, secretion and excretion and maintain the
balance of body fluids. Water (H2O) forms about 60% of the total human body weight that varies in
each person. 2/3 of the body H2O is present in the partial fluid (CIS) and 1/3 is present in the
extracellular fluid (CES) with different compositions. The fluid balance is maintained by adjusting the
volume and osmolarity of CES because CES connects CIS with the external environment.

Keywords: kidney, nephron, CES volume, osmolarity

1
Pendahuluan

Tubuh manusia sebagian besarnya terdiri dari air. Oleh sebab itu maka kadar air tubuh
sangat memiliki arti untuk kelangsungan hidup. Selain itu, tubuh memiliki suatu mekanisme
yang sangat menakjubkan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dalam kehidupan
sehari-hari. Jika mekanisme ini mengalami gangguan, maka manusia bisa sakit. Salah satu
contoh mekanisme yang sudah cukup terkenal merupakan sistem bufer darah untuk
mempertahankan derajat keasaman (pH) tubuh dan mempertahankan keseimbangan cairan
dalam tubuh. Jika sistem buffer darah ini terganggu makan darah akan menjadi lebih asam
atau lebih basa yang tentunya sangat berbahaya bagi tubuh dan jika tubuh kekurangan air
pun, akan sangat berbahaya bagi jiwa mausia tersebut.

Oleh sebab itu, untuk mempertahankannya, tubuh manusia memiliki suatu organ
untuk mengatur semua gangguan tersebut. Organ tersebut adalah ginjal. Tapi pada dasarnya,
organ tersebut pun ada batasnya dalam mengatur ketidak seimbangan tersebut. salah satu
contoh cara ginjal mengatur ketidakseimbangan tersebut adalah jika darah asam, maka ginjal
berusaha meningkatkan reabsorbsi NaHCO3 dan membuang kelebihan H+ dan sebaliknya jika
darah menjadi basa. Dan jika tubuh manusia kekurangan cairan maupun kelebihan cairan,
ginjal bisa mengatur osmolaritas cairan tubuh tetapi dalam batas tertentu.

Sistem urinaria merupakan salah satu sistem dalam tubuh manusia yang sangat
penting untuk menjaga keseimbangan homeostasis tubuh. Sistem ini merupakan salah satu
sistem bekerja utamanya ialah sebagai tempat pembuangan zat-zat sisa metabolisme tubuh,
yangtidak terpakai. Jika tidak segera dibuang akan menjadi racun bagi tubuh manusia itu
sendiri dan akan mengganggu homeostasis tubuh. Sistem ini melibatkan beberapa organ-
organ tubuh dan juga memiliki mekanisme tersendiri. Terkait dengan hal tersebut, makalah
ini akan membahas dan memberikan pengertian tentang struktur organ ginjal baik secara
makro maupun mikro dan mekanisme kerjanya serta perannya dalam menjaga keseimbangan
cairan tubuh.

2
Makrokospis ginjal

Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di


belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada
dinding abdomen. Ginjal adalah organ berbentuk seperti kacang, berwarna merah tua,
panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya sekitar 2,5 cm.

Ginjal memiliki bentuk seperti kacang dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Di
tiap ginjal terdapat yang disebut hilus yang menghubungkan arteri renal,vena renal, dan
ureter.

Terdapat 2 buah ginjal dalam satu tubuh manusia. Ginjal terletak di area yang cukup
tinggi, yaitu pada dinding abdomen posterior yang berdekatan dengan 2 pasang iga terakhir.
Ginjal kiri terletak pada costae 11/ lumbal 2-3, dan ginjal kanan terletak di costae 12/ lumbal
3-4. Organ ini terletak secara retroperitoneal dan di antara otot–otot punggung dan dan
peritoneum rongga abdomen atas.

Gambar 1. Struktur makro ginjal

Batas-batas anterior ginjal yaitu pada ginjal kiri, bagian atas dibatasi oleh
lien,lambung dan suprarenal. Bagian tengah oleh pankreas dan bagian bawah oleh kolon dan
ileum. Sedangkan ginjal kanan bagian atas dibatasi oleh hepar, dan suprarenal. Bagian medial
oleh duodenum dan inferior oleh usus halus. Sedangkan bagian posterior baik kanan maupun
kiri, cranial dibatasi oleh difragma. Bagian inferior dibagi 3 yaitu dari medial ke lateral
berurutan yaitu m.psoas major, m.quadraus lumborum,m.tranversus abdominis.1

Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari pada ginjal kanan dikarenakan adanya hepar pada
sisi kanan tubuh. Pembungkus ginjal ini terdiri dari tiga bagian, yaitu:

3
1. Capsula fibrosa. Bagian ini mudah dikupas dan merupakan pembungkus yg
membungkus langsung ginjal,tetapi tidak ikut membungkus glandula supra renalis.
2. Capsula adiposa. Pembungkus ginjal setelah kapsula fibrosa, mengandung banyak
lemak danikut membungkus glandula supra renalis.
3. Fascia renalis. Letaknya paling luar, lapisan depan disebut fascia prerenalis, dan
lapisan belakang disebut fascia retro renalis. Kedua lembar fascia renalis ini ke kaudal
tetap berpisah, namun dicranial menjadi satu.

Bagian dalam ginjal yang terlihat jika ginjal kita belah antara lain ialah korteks ginjal,
medulla ginjal. Pada medula renalis dapat di jumpai papila renalis yang berbentuk segitiga
yang disebut dengan pyramid renalis (malphigi). Saluran yang menembus papila disebut
ductuli papillaris, yang tempat tembusnya di sebut are cribriformis. Papila renalis ini akan
menonjol ke dalam calix minor. Diantara pyramid-pyramid terdapat columna renalis
(Bertini). Beberapa calix minor (2-4) akan membentuk calix major, selanjutnya calix major
akan bergabung menjadi pyelum (pelvis renis) yang kemudian menjadi ureter. Ruangan
tempat calix ini di sebut sinus renalis.

Gambar 2. Perdarahan ginjal

Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis setinggi vertebrae lumbalis 1-2. Masing-
masing arteri renalis yang masuk ke dalam hilum renale bercabang menjadi arteri
segmentalis. Arteri ini mendarahi segmen-segmen atau area renalis yang berbeda. Arteri
interlobaris berasal dari arteriae segmentalis, masing-masing satu buah untuk satu pyramid
renalis.

Sebelum masuk substansi renalis, setiap arteria interlobaris mempercabangkan dua


atau tiga arteri interlobularis. Arteri interlobaris berjalan menuju cortex diantara pyramid

4
renales. Pada perbatasan cortex dan medulla renalis, areteri interlobaris bercabang menjadi
arteri arcuata yang melengkung diatas basis pyramides renales.

Arteri arcuata mempercabangkan sejumlah arteri interlobularis yang berjalan ke atas


didalam cortex . Arteri afferent glomerolus merupakan cabang arteri interlobularis. Sistem
vena pada ginjal ini pun sama seperti pada system arterinya, hanya arahnya yang berbalik.
Arteria renalis persarafannya berasal dari serabut plexus renalis bersamaan dengan pembuluh
darah yang masuk ke ginjal. Serabut-serabut afferent yang berjalan melalui plexus renalis
masuk ke medulla spinalis melalui nervi thoracica 10,11,12.

Mikroskopis ginjal

Susunan fungsional ginjal disebut nefron. Ginjal tersusun atas banyak nefron, yang
berfungsi untuk filtrasi dan pembentukan urin.

Nefron dapat dibagi menjadi beberapa bagian antara lain;

a. Berdasarkan letak korpuskel dalam korteks

1. Kapsular atau superfisial

2. Korteks tengah atau Yukstamedular

b. Berdasarkan panjangnya ansa henle

1. Nefron pendek (korteks) meluas sampai ke zona luar medula

2. Nefron panjang (Yukstamedular) meluas sampai zona dlm medula, bahkan dekat
puncak papila.

Nefron pendek lebih banyak daripada nefron panjang. Berikut ini merupakan
pembahasan secara mikroskopis sel-sel yang ada dalam nefron.

Glomerolus, terdiri atas:

1. Kutub vaskular : masuknya arteriol afferen dan keluarnya arteriol efferen


2. Kutub urinarius : mulainya tubulus kontortus proksimal
3. Lamina basal tebal bekerja sebagai barir filtrasi
4. Sel-sel mesangial melekat ke kapiler

5
Kapsula glomerulus, terdiri atas:

1. 2 lapis epitel membran


2. Lapisan parietal luar membentuk dinding korpuskel luar
3. Lapisan parietal dalam melapisi kapiler
4. Lapisan viseral terdiri dr podosit
5. Perluasan kaki-pedikel yg membentuk celah filtrasi/filtration

Di atas badan malpighi ada aparatus/ kompleks juxtaglomerulus, terdiri dari:

1. Sel-sel juxtaglomerulus menghasilkan renin


2. Sel-sel mesangial ekstraglomerular/ sel polkisen/sel lacis mungkin menghasilkan
eritropoetin
3. Makula densa sebagai sensor osmolaritas cairan di dalam tubulus distal

Gambar 3. Glomerulus, tubbulus renalis dan juxtaglomerularis pada kortex.

Tubulus kontortus proximal terdiri atas epitel kuboid rendah, inti bulat, bersifat
asidofil, inti sel dengan jarak berjauhan, lumen tidak jelas karena terdapat brush border.
Tubulus kontortus distalis terdiri atas epitel selapis kuboid rendah, bersifat basofil, inti sel
dengan jarak berdekatan, lumen jelas, tidak terdapat brush border, Lumen lebih lebar
daripada T.K.P, dan Makula densa menempel di T.K.D dekat glomerulus.

6
Gambar 4.Struktur mikro ginjal

Kapsula bowman

Glomerolus

Makula Densa

Gambar 5. Korpus renalis

Duktus koligens atau duktus kolektivus terletak di berkas medula dan medula.
Diameternya sekitar 40 mikrometer dengan epitel bervariasi dari kubus hingga torak. Secara
mikroskopis sitoplasmanya terlihat pucat dan batas antar sel jelas. Duktus koligens bersatu
untuk membentuk duktus yang besar dan bermuara ke apex papila disebut duktus papilaris
(Bellini). Duktus papilaris memiliki epitel tinggi atau torak.2

Duktus Papilaris terdiri atas Duktus koligens berjalan dalam berkas medula menuju ke
medula. Di bagian medula yg ke tengah beberapa duktus koligens bersatu untuk membentuk
duktus yg besar, bermuara ke apeks papila disebut duktus papilaris (bellini).

Sawar Ginjal, terdiri atas memisahkan darah kapiler glomerulus dari filtrat dalam
rongga kapsula bowman. Sawar meliputi endotel bertingkat. Lamina basal, pedikel podosit yg
dihubungkan dengan membran celah. Lamina basal dianggap sebagai saringan utama yang
mencegah masuknya molekul besar. Ukuran tingkat fungsional sawar ginjal < BM 70.000
melewati sawar.

Mekanisme yang terjadi pada ginjal

Ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya
bersama dengan air dalam bentuk urin. Ginjal berfungsi dalam:

1. Mengekskresikan zat-zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogen, misalnya


amonia.

7
2. Mengekskresikan zat zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan vitamin)
dan berbahaya (misalnya obat obatan, bakteri dan zat warna).
3. Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
4. Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau basa.
5. Menghasilkan eritropoietin untuk memproduksi sel darah merah
6. Mengatur konsetrasi sebagian ion seperti Na, K, Cl, H+, Ca dsb.
7. Menghasilkan renin,hormon yang memicu peristiwa yang penting dalam
penghematan ion.

Tiga proses utama yang penting dalam ginjal ialah filtrasi, reabsorpsi dan sekresi
dengan hasil akhir yaitu urin yang akan dikeluarkan dari tubuh. Proses filtrasi berlangsung
dalam glomerulus. Manakala proses reabsorpsi dan sekresi berlangsung dalam tubulus.
Setelah urin terbentuk maka urin dari ginjal di salurkan ke dalam ureter lalu memasuki vesika
urinaria. Dari vesika urinaria ini terdapat mekanisme berkemih yang akan menyalurkan urin
ke uretra untuk dikeluarkan dari tubuh.1

Penyaringan ( Filtrasi )

Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur


spesifik dibuat untuk menahan komponen selular dan medium-molekular-protein besar
kedalam vascular sistem, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan
komposisi air. Cairan ini disebut filtrat glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari
jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai
arteriol eferen yang meninggalkan glomerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus di dalam
lapisan sel epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula
bowman disebut bowman space dan merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate
glomerular, yang menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Ada beberapa
mekanisme tekanan yang menimbulkan terjadinya filtrasi. Tekanan-tekanan itu antara lain
ialah;3

1. Tekanan darah kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah
di dalam kapiler glomerulus. Tekanan ini pada akhirnya bergantung pada kontraksi
jantung dan resistensi terhadap aliran darah yang ditimbulkan oleh arteriol aferen dan
eferen. Tekanan darah kapiler glomerulus, dengan nilai rerata diperkirakan 55 mm
Hg, lebih tinggi daripada tekanan darah di tempat lain.

8
2. Tekanan osmotik koloid plasma ditimbulkan oleh distribusi tak seimbang protein-
protein plasma di kedua sisi membran glomerulus. Karena tidak dapat difiltrasi maka
protein plasma terdapat di kapiler glomerulus tetapi tidak di kapsul bowman.
Konsentrasi H2O lebih tinggi di kapsul bowman daripada di kapiler glomerulus.
Timbul kecenderungan H2O untuk berpindah melalui osmosis menuruni gradien
konsentrasinya sendiri dari kapsul ke glomerulus melawan filtrasi glomerulus rata-
rata 30 mm Hg
3. Tekanan hidrostatik kapsul bowman, tekanan yang ditimbulkan oleh cairan di bagian
awal tubulus ini 15 mm Hg yang melawan filtrasi cairan dari glomerulus menuju
kapsul bowman

Jadi gaya total yang mendorong filtrasi= 55-30-15=10mmHg, yang disebut sebagai
tekanan filtrasi netto.

Dua mekanisme intrarenal berperan dalam autoregulasi yaitu mekanisme miogenik


yang berespons terhadap perubahan tekanan di dalam komponen vaskular nefron dan
mekanisme umpan balik tubuloglomerulus yang mendeteksi perubahan kadar garam di cairan
yang mengalir melalui komponen tubular nefron.

Penyerapan ( Absorbsi)

Sebagian besar filtrat (99%) secara efektif direabsorpsi dalam tubulus ginjal melalui
difusi pasif gradien kimia atau listrik, transpor aktif terhadap gradien tersebut,atau difusi
terfasilitasi. Sekitar 85% natrium klorida dan air serta semua glukosa dan asam amino pada
filtrat glomerulus diabsorpsi dalam tubulu kontortus proksimal, walaupun reabsorpsi
berlangsung pada semua bagian nefron. Paling tidak 60% kandungan air, 67% Na, 50% urea
serta bahan-bahan lain yang tersaring, di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan tubulus
proksimal.

Reabsorpsi Tubulus Proksimal, banyak zat yang diperoleh melalui mikrofungsi


ternyata masa isoosmotik sampai ke ujung tubulus proksimal. Pada tubulus proksimal ini, air
akan keluar dari tubulus secara pasif akibat perbedaaan osmotik yang dihasilkan oleh
transport aktif zat terlarut sehingga keadaan isotonik bisa dipertahankan. Zat organik terlarut
seperti glukosa, asam amino, dan bikarbonat, lebih banyak direabsorpsi daripada air,
sehingga konsentrasi zat tersebut menurun secara nyata.4

9
Reabsorpsi Ansa Henle, Ansa Henle terdiri dari tiga segmen fungsional yang berbeda:
segmen tipis desenden, segmen tipis desenden, dan segmen tebal asenden. Bagian desenden
segmen tipis sangat permeabel terhadap air dan sedikit permeabel terhadap kebanyakan zat
terlarut termasuk ureum dan natrium. Sekitar 20% dari air yang difiltrasi akan direabsorpsi di
ansa henle, dan hampir semua terjadi di lengkung tipis desenden karena lengkung tipis dan
tebal asenden tidak permeabel terhadap air. Segmen tebal ansa henle, yang mereabsorpsi
secara aktif natrium, klorida, dan kalium. Segmen tipis lengkung asenden mempunyai
kemampuan reabsorpsi yang lebih rendah daripada segmen tebal, dan lengkung tipis
desenden tidak mereabsorpsi zat terlarut ini dalam jumlah bermakna.

Reabsorpsi Tubulus Distal, segmen tebal asenden ansa henle berlanjut ke dalam
tubulus distal. Bagian tubulus ini mempunyai kesamaan aktivitas reabsorpsi seperti segmen
tebal ansa henle, artinya mereabsorpsi natrium, klorida, dan kalium, tetapi tidak permeabel
terhadap air dan ureum. Oleh karena itu, segmen ini disebut segmen pengencer.4

Reabsorpsi Duktus Koligens, duktus ini adalah bagian akhir dalam pemrosesan urin
sehingga memainkan peranan penting dalam menentukan keluaran akhir dari air dan zat
terlarut dari urin. Ciri-ciri khusus segmen tubulus adalah sebagai berikut:
1. Permeabilitas duktus koligens bagian medula terhadap air dikontrol oleh kadar ADH.
Dengan kadar ADH yang tinggi, air banyak direabsorpsi ke dalam interstisium medula.
2. Duktus koligens bagian medula bersifat permeabel terhadap ureum.4

Reabsorpsi glukosa, glukosa, asam amino, dan bikarbonat direabsorpsi bersama-sama


dengan Na+ di bagian awal tubulus proksimal. Mendekati akhir tubulus, Na+ akan
direabsorpsi bersama dengan Cl-. Glukosa merupakan contoh zat yang direabsorpsi melalui
transport aktif sekunder.

Reabsorpsi sejumlah kecil Na di tubuli distal berada di bawah kontrol hormon, sistem
ini disebut sistem rennin-angiotensin-aldosteron. Sel-sel granuler apparatus juxtaglomerulus
akan mensekresi suatu hormone rennin ke darah sebagai respons terhadap penurunan
NaCl/tekanan darah. Lalu hormon rennin bekerja sebagai enzim yang berguna untuk
mengaktifkan angiotensinogen menjadi angiotensin1. Pada saat melewati paru, angiotensin1
diubah oleh angiotensin-converting enzyme (ACE) menjadi angiotensin2. Angiotensin2 in

10
stimulus untuk mensekresi aldosteron. Efek dari aldosteron adalah meningkatkan reabsorpsi
Na oleh tubuli distal & pengumpul. Dengan demikian, sistem rennin-angiotensin-aldosteron
mendorong retensi garam yang akhirnya menyebabkan retensi H2O dan peningkatan tekanan
darah arteri.

Gambar 6. Renin–angiotensin–aldosterone system

Reabsorpsi air bergerak bersama ion natrium melalui osmosis. Ion natrium berpindah
dari area berkonsentrasi air tinggi dalam lumen tubulus kontortus proksimal ke area
konsentrasi air rendah dalam cairan interstisial dan kapilar peritubular. Seluruh urea yang
terbentuk setiap hari difiltrasi oleh glomerulus. Sekitar 50% urea secara pasif direabsorpsi
akibat gradien difusi yang terbentuk saat air direabsorpsi. Dengan demikian, 50% urea yang
difiltrasi akan dieksresi dalam urine. Selanjutnya adalah reabsorpsi ion organik lain, seperti
kalium, kalsium, fosfat, dan sulfat, serta sejumlah ion organik adalah transpor aktif.5

Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat
glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi
penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih
berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan
garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin.

11
Pengeluaran ( Sekresi)

Pada sekresi terdapat sekresi ion H+ dan ion K+. Tingkat sekresi ion H bergantung
pada keasaman cairan tubuh. Apabila konsentrasi ion H berkurang, berarti konsentrasi ion H
dalam tubuh berkurang. K yang difiltrasi hampir seluruhnya direabsorbsi di tubulus proximal,
sehingga sebagian besar K yang ditemukan di urin merupakan hasil dari sekresi K yang
dikontrol.

Faktor yang mampu mengubah kecepatan sekresi K yang paling penting adalah
hormon aldosteron yang merangsang sekresi K oleh sel-sel tubulus di bagian akhir nefron
secara simultan untuk meningkatkan reabsorpsi Na oleh sel-sel tersebut. Pompa basolateral
tidak saja memindahkan Na ke luar ruang lateral, tetapi juga memindahkan K ke dalam sel
tubulus. Konsentrasi K intrasel meningkat, mendorong difusi K ke dalam lumen tubulus.
Dengan menjaga konsentrasi interstisium rendah dengan mendorong K masuk ke dalam sel
tubulus oleh pompa basolateral, maka K dari peritubulus akan berdifusi ke cairan
interstisium.

Gambar 7. Mekanisme ginjal

Sistem counter current

Agar dapat terjadi reabsorpsi H2O ke tubulus, ada dua kriteria yang harus dipenuhi: (1)
terdapat gradien osmotik melintasi tubulus (yang dipertahankan oleh countercurrent
exchange), dan (2) segmen tubulus harus permeabel terhadap H2O. Tubulus distal dan

12
pengumpul bersifat impermeabel terhadap H2O, kecuali bila terdapat vasopresin (hormon
antidiuretik) yang meningkatkan permeabilitas terhadap H2O. Sistem counter current terdiri
dari dua pembuluh darah sejajar dengan aliran berlawanan membentuk pipa U. Vasopresin
dihasilkan oleh badan sel neuron spesifik di hipotalamus, kemudian disimpan di kelenjar
hipofisis posterior, yang melekat ke hipotalamus melalui sebuah tangkai penghubung tipis.
Hipotalamus mengontrol pengeluaran vasopresin dari hipofisis posterior ke dalam darah.
Melalui mekanisme umpan‑balik negatif, sekresi vasopresin dirangsang oleh defisit H2O
sewaktu H2O harus dihemat oleh tubuh dan dihambat oleh kelebihan H2O sewaktu kelebihan
ter-sebut harus dieliminasi melalui urin.

Vasopresin mencapai membran basolateral sel‑sel tubulus yang melapisi tubulus


distal dan pengumpul melalui sistem sirkulasi, dan kemudian berikatan dengan reseptor yang
spesifik untuknya. Pengikatan ini mengaktifkan sistem perantara kedua AMP siklik, yang
akhirnya meningkatkan permeabilitas membran luminal di seberangnya terhadap H2O
dengan meningkatkan jumlah saluran H2O di membran sehingga reabsorpsi H2O pun
meningkat. Respons tubulus terhadap vasopresin bersifat berjenjang; semakin banyak
vasopresin yang tersedia, semakin besar permeabilitas tubulus distal dan pengumpul terhadap
H2O. Namun, peningkatan jumlah saluran H2O membran luminal ini tidak permanen.
Saluran‑saluran tersebut kembali seperti semula apabila sekresi vasopresin berkurang dan
aktivitas AMP siklik juga menurun. Dengan demikian, permeabilitas H2O menurun apabila
sekresi vasopresin berkurang.

Apabila sekresi vasopresin meningkat sebagai respons terhadap defisit H2O dan
permeabilitas tubulus distal serta pengumpul terhadap H2O meningkat, cairan tubulus yang
hipotonik yang memasuki tubulus distal akan secara progresif kehilangan H2O melalui
osmosis ke dalam cairan interstisium. Karena cairan tubulus dengan konsentrasi 100 mosm/l
terpajan ke cairan interstisium di sekitarnya dengan konsentrasi 300 mosm/l, H2O keluar dari
cairan tubulus melalui osmosis me-nembus sel‑sel tubulus yang sekarang permeabel sampai
cairan tubulus mencapai konsentrasi maksimum 300 mosm/l. Pada saat mengalir semakin
jauh melintasi tu-bulus, cairan tubulus 300 mosm/l ini terpajan ke cairan interstisium di
sekitarnya yang osmolaritasnya lebih tinggi lagi. Akibatnya, cairan tubulus semakin
kehilangan H2O melalui osmosis dan semakin pekat, kemudian terus mengalir untuk terpajan
ke osmolaritas cairan inter-stisium yang lebih tinggi lagi, sehingga kehilangan lebih banyak
lagi H2O, dan demikian seterusnya.

13
Di bawah pengaruh kadar maksimum vasopresin, cairan tubulus dapat dipekatkan
sampai 1.200 mosm/l di akhir tubulus pengumpul. Setelah melewati tubulus pengumpul tidak
terjadi lagi modifikasi cairan tubulus, sehingga apa yang terdapat di bagian tubulus ini yang
menjadi urin. Akibat reabsorpsi ekstensif H2O di segmen‑segmen terakhir tubulus yang
diinduksi oleh vasopresin ini, dapat diekskresikan urin dalam jumlah sedikit dengan
konsentrasi sampai 1.200 mosm/l. Setiap menit dapat dihasilkan urin dalam jumlah minimum
sebesar 0,3 ml, kurang dari sepertiga dari kecepatan aliran urin normal yang 1 ml/menit. H2O
yang direabsorpsi dan memasuki cairan interstisium medula diserap kembali oleh kapiler
peritubulus dan dikembalikan ke sirkulasi umum, sehingga tertahan di dalam tubuh.

Walaupun vasopresin men-dorong penghematan H2O oleh tubuh, hormon ini tidak
dapat secara total menghentikan pernbentukan urin, bahkan apabila orang yang bersangkutan
tidak mendapat H2O, karena H2O dalam jumlah minimum harus tetap dikeluarkan bersama
dengan zat‑zat terlarut sisa. Secara kolektif, zat‑zat sisa dan konstituen lain yang dieliminasi
dalam urin rata‑rata berjumlah 600 mosm setiap hari-nya. Karena pemekatan maksimum urin
adalah 1.200 mosm/l, volume minimum urin yang diperlukan untuk mengekskresikan zat‑zat
sisa tersebut adalah 500 ml/hari. Di bawah pengaruh maksimum vasopresin, 99,8% dari 180
liter plasma yang difiltrasi setiap hari dikembalikan ke dalam darah, dengan pengeluaran
obligat H2O sebesar setengah liter.

Kemampuan ginjal memekatkan urin untuk memperkecil pengeluaran H2O apabila


diperlukan dapat terjadi karena adanya gradien osmotik di medula yang dipertahankan oleh
countercurrent exchange. Apabila tidak terdapat gradien tersebut, ginjal tidak dapat
menghasilkan urin yang lebih pekat daripada cairan tubuh seberapapun banyaknya vasopresin
yang disekresikan, karena satu‑satunya pendorong reabsorpsi H2O adalah perbedaan
konsentrasi antara cairan tubulus dan cairan interstisium.

Sebaliknya, jika seseorang mengkonsumsi sejumlah besar H2O, kelebihan H2O


tersebut harus dikeluarkan dari tubuh tanpa secara bersamaan menghilangkan zat‑zat terlarut
yang penting untuk mempertahankan homeostasis. Pada keadaan ini, tidak terdapat sekresi
vasopresin, sehingga tubulus distal dan pengumpul tetap tidak permeabel terhadap H2O.
Cairan tubulus yang masuk ke tubulus distal bersifat hipotonik (100 mosm/l), karena
kehilangan garam tanpa kehilangan H2O di pars asendens lengkung Henle. Sewaktu cairan
hipotonik ini melewati tubulus distal dan pengumpul, gradien osmotik medula tidak mampu
menimbulkan pengaruh apapun karena impermeabilitas segmen--segmen terakhir tubulus

14
terhadap H2O. Dengan kata lain, tidak ada H2O di dalam tubulus yang dapat keluar dari
lumen untuk direabsorpsi walaupun cairan tubulus lebih encer daripada cairan interstisium. di
sekitarnya. Dengan demikian, tanpa adanya vasopresin, 20% cairan yang difiltrasi dan
mencapai tubulus distal tidak dapat direabsorpsi. Sementara itu, ekskresi zat‑zat sisa dan zat
terlarut urin lainnya terus berlangsung. Hasil akhirnya adalah urin encer dalam jumlah besar,
yang membantu tubuh mengeluarkan kelebihan H2O. Osmolaritas urin dapat serendah 100
mosm/l, sama seperti cairan yang masuk ke tubulus distal. Tanpa adanya vasopresin, aliran
urin dapat meningkat hingga 25 ml/menit, dibandingkan dengan produksi urin normal sebesar
1 ml/menit.

Tidak mungkin dihasilkan urin yang lebih encer daripada cairan tubuh apabila cairan
tubulus tidak bersifat hipotonik sewaktu memasuki bagian distal nefron. Pengenceran ini
dilakukan di pars asendens sewaktu NaCl secara aktif dikeluarkan, tetapi H2O tidak dapat
mengikutinya. Karena itu, lengkung Henle, dengan secara simultan menciptakan gradien
osmotik medula dan mengencerkan cairan tubulus sebelum cairan tersebut memasuki segmen
distal, berperan penting dalam ke-mampuan ginjal mengekskresikan urin dengan konsen-trasi
bervariasi dari 100 sampai 1.200 mosm/l. Hal ini dapat dilakukan karena adanya mekanisme
countercurrent multiplication.

Perubahan konsentrasi urin, menunjukkan seberapa banyak H2O yang direabsorpsi


dihemat oleh tubuh. Produksi urin encer dalam jumlah besar menunjukkan bahwa sedikit atau
tidak ada dari 20% H2O yang difiltrasi dan dapat dikontrol tersebut dikembalikan ke plasma.
Sebaliknya, ekskresi urin pekat dalam jumlah sedikit menandakan terjadinya reabsorpsi
ekstensif bagian H2O yang difiltrasi dan dapat dikontrol itu. Tingkat reabsorpsi berkaitan
langsung dengan jumlah vasopresin yang disekresikan, yang sebaliknya bergantung pada
status hidrasi tubuh. Variasi jumlah vasopresin yang disekresi-kan sesuai dengan kebutuhan
H2O tubuh memungkinkan penyesuaian reabsorpsi dan ekskresi H2O secara tepat, sehingga
keseimbangan cairan dapat dipertahankan.

Vasopresin mempengaruhi permeabilitas H2O hanya di tubulus distal dan pengumpul.


Hormon ini tidak me-miliki pengaruh pada 80% H2O yang difiltrasi yang secara obligatorik
direabsorpsi tanpa kontrol di tubulus proksimal dan lengkung Henle.3-4

15
Gambar 8 sistem counter current

Keseimbangan cairan tubuh

Air merupakan pembentuk sekitar 60% dari tubuh. Jumlah terdistribusi sekitar 40%
air sel, 15% air intersisium dan 5% air plasma. Air perlu dipertahankan karena dalam
kehidupan sehari-hari, air keluar melalui tubuh melalui tinja,urin, nafas, bahkan kulit.6

Manusia mendapatkan air dengan cara sebagian besar dari minum dan sebagian kecil
dari makanan. Seluruh makanan yang dimakan mengandung air walaupun jumlahnya tidak
banyak. Jika terjadi tidak keseimbangan cairan, pengaturan metabolisme air terutama
dipengaruhi oleh Hormon ADH dari kelenjar hipofise posterior yang berfungsi meningkatkan
permeabilitas air dan urea dari tubulus distal dan tubulus koligens. Urea sendiri bersifat
menarik air sehingga terjadi penarikan air yang ganda. Oleh sebab ADH berfungsi bagaimana
kebutuhan air. jika osmolar tubuh tinggi maka ADH akan digiatkan sedangkan jika osmolar
tubuh rendah maka ADH akan di hambat. Osmolar tubuh sendiri merangsang rasa haus.
Defisit air sampai 1-2% maka menimbulkan rasa haus yang hebat. Pada keadaan klinis,
7
defisit air bisa mencapai 5% yang menyebabkan turgor kulit berkurang.

16
Gambar 8. Komposisi Cairan dalam Tubuh

Dua komponen dari CES yaitu plasma dan cairan interstisial dipisahkan oleh suatu
dinding pembuluh darah. Namun air maupun semua konstituen dapat bebas mengalir secara
pasif menembus dinding kapiler tipis yang berpori, kecuali protein plasma. Plasma dan cairan
interstisial memiliki komposisi yang hampir sama, yang membedakan ialah pada cairan
interstisial tidak mengandung protein plasma.
Berbeda dengan komposisi plasma dan cairan interstisial yang sangat mirip,
komposisi CES dan CIS sangat berbeda. Pada CIS terdapat protein sel yang tidak dapat
menembus membran untuk keluar sel dan distribusi Na+ dan K+ yang tidak seimbang akibat
pompa Na-K. CES berfungsi menghubungkan sel dengan lingkungan luar, jadi setiap
pertukaran H2O maupun bahan lainnya antara CIS dan lingkungan luar harus melalui CES.
Sebelumnya perlu diketahui bahwa hanya plasma yang merupakan satu-satunya cairan dalam
tubuh yang dapat diatur jumlah dan komposisinya. Oleh karena itu, setiap mekanisme kontrol
yang bekerja pada plasma turut mempengaruhi CES.
Untuk mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh sangat penting untuk
mengontrol volume CES dan osmolaritas CES. Pertama, Volume CES harus diatur untuk
mempertahankan tekanan darah. Penurunan volume CES menyebabkan turunnya tekanan
darah arteri karena berkurangnya volume plasma, dan peningkatan pada volume plasma akan
menyebabkan naiknya tekanan darah karena volume plasma bertambah. Oleh sebab itu sangat
penting untuk mengontrol volume CES ini. Kedua, osmolaritas CES harus di atur untuk
mencegah terjadinya pembengkakan dan penciutan sel.
Ada dua kontrol volume CES untuk mempertahankan tekanan darah, yaitu kontrol
jangka panjang dan jangka pendek. Pertama, kontrol jangka pendek yaitu dengan
perpindahan cairan yang berlangsung secara tempore dan otomatis antara plasma dan cairan
interstisial. Jadi penurunan pada volume plasma ini akan di kompensasi perpindahan cairan
keluar dari kompartemen interstisial menuju ke pembuluh darah untuk memperbesar volume
plasma dengan mengorbankan kompartemen interstisial, begitu juga sebaliknya ketika
volume plasma meningkat maka cairan akan berpindah ke kompartemen interstisial. Namun
kontrol jangka pendek ini kemampuannya terbatas sehingga jika volume plasma terlalu
kurang maka daya untuk kompensasi tidak akan mampu menaikkan tekanan darah. Kedua,
kontrol jangka panjang dilakukan oleh ginjal. Ginjal akan melakukan pertukaran cairan yang
dibutuhkan antara CES dengan lingkungan luar. Maka kontrol pengeluaran urin pada ginjal
merupakan yang terpenting dalam mempertahankan tekanan darah.2

17
Jadi untuk mengatur volume CES perlu kontrol keseimbangan garam. Ketika ginjal
menahan garam otomatis H2O juga tertahan karena H2O mengikuti Na+ secara osmotis.
Semakin banyak garam di CES maka akan semakin banyak H2O di CES. Karena itu toal
jumlah Na+ menentukan volume CES sehingga volume CES sangat bergantung pada
pengendalian keseimbangan garam.
Seperti yang sudah di jelaskan bahwa kontrol volume CES penting untuk kontrol
jangka panjang tekanan darah, selanjutnya akan dibahas tentang osmolaritas CES.
Osmolaritas CES ini perlu dikontrol untuk mencegah perubahan volume CIS. air cenderung
berpindah dari gradien yang kosentrasinya rendah ke konsentrasi tinggi.

Dalam keadaan normal, osmolaritas CES dan CIS sama, karena di dalam sel
konsentrasi K+ dan zat terlarut tidak dapat menembus membran plasma sama dengan
konsentrasi Na+ dan zat terlarut lain yang tidak dapat menembus membran sel di cairan
interstisial. Oleh karena osmolaritasnya sama maka tidak terjadi perpindahan H2O masuk atau
keluar sel. Karena itu volume sel normalnya konstan.
Sangat penting untuk mengatur osmolaritas CES, karena dapat menyebabkan
penambahan atupun pengurangan H2O bebas yang artinya peningkatan ataupun pengurangan
H2O tidak sebanding dengan zat terlarut. Maka jika terjadi kelebihan H2O di CES maka zat
terlarut akan menjadi encer dan osmolaritas CES akan menjadi rendah (hipotonis), begitu
juga sebaliknya. Pada makalah ini akan lebih difokuskan pada keadaan hipotonisitas CES
yang biasanya berkaitan dengan kelebihan cairan dalam tubuh, yaitu kelebihan H2O bebas.
Ada tiga penyebab terjadinya hidrasi berlebihan dalam tubuh yaitu pada pasien gagal
ginjal, pada keadaan dimana H2O masuk secara cepat dan ginjal lembat dalam merespon hal
tersebut, dan yang terakhir akibat sekresi dari vasopresin (ADH) yang tidak sesuai saat tubuh
kelebihan cairan.
Perlu diketahui bahwa fungsi dari ADH ini adalah untuk meningkatkan volume cairan
tubuh dan menurunkan osmolaritas cairan tubuh. Rearbsopsi dan eksresi H2O bebas
diseduaikan oleh sekresi ADH. ADH ini diproduksi oleh hipothalamus dan disimpan di
kelenjar hipofise posterior. Hormon ini disekresikan berdasarkan perintah hipothalamus
Sekresi dari ADH ini dapat terjadi ketika seseorang mengalami rasa nyeri, infeksi
ataupun stress dan trauma. Meskipun tubuh tidak dalam keadaan kekurangan cairan karena
itu merupakan bentuk antisipasi terhadap kemungkinan hilangnya darah dalam situasi strees.
Namun karena dalam keadaaan sekarang ini stress tidak menyebabkan kehilangan darah

18
maka peningkatan sekresi ADH tidak sesuai jika dilihat dari segi keseimbangan cairan
tubuh.2

Kompartemen cairan tubuh5

1. Kompartemen cairan intraselular (CIS) mengacu pada cairan dalam miliaran sel
tubuh. Kurang lebih dua pertiga cairan tubuh adalah cairan intraselular. Akibat
pompa natrium-kalium dependen ATP, konsentrasi ion natrium dan kalium
intraselular berlawanan dengan yang ada dalam CES. Ion Kalium intraselulr
berkonsentrsi tinggi dan ion natrium intraseluler berkonsentrasi rendah.
Konsentrasi protein dalam sel tinggi, yaitu sekitar empat kali konsentrasi plasma.

2. Kompartemen cairan ekstraselulr (CES) yang terdiri dari seluruh caran tubuh di
luar sel, mengandung sepertiga air tubuh. Plasma darah dan cairan interstisial
memiliki isi yang sama yaitu ion natrium dan klorida serta ion bikarbonat jumlah
besar, tetapi sedikit ion kalium, kalsium, magnesium, fosfat, sulfat, dan asam
organik. Perbedaanya adalah dalam hal protein; plasma mengandung lebih banyak
protein dan cairan interstisial mengandung sangat sedikit protein.
a. Cairan interstisial adalah cairan di sekitar sel tubuh dan limfe adalah cairan
dalam pembuluh limfatik. Gabungan kedua cairan ini mencapai tiga
perempat CES.
b. Plasma darah adalah bagian cair dari darah dan mencapai seperempat CES.
c. Cairan transelular, sekitar 1% sampai 3% berat badan, meliputi seluruh
cairan tubuh yang dipisahkan dari CES oleh lapisan sel epitel.
Subkompartemen ini meliputi keringat; cairan serebrospinal; cairan
sinovial; cairan dalam peritoneum, perikardiak, dan rongga pleura: cairan
dalam ruang-ruang mata: dan cairan dalam sistem pernafasan, pencernaan,
dan urinaria.

Ginjal berperanan dalam regulasi asam basa cairan tubuh dengan mengontrol [HCO3-]
pH normal urine dalam keadaan kompensisi terhadap asidosis dan alkalosis. Dalam keadaan
normal ion-ion H+ di sekresi ke dalam fitrat dari sel-sel epitel dari duktus pengumpul dan
tubulus distal dan proksimal. Dan ini merupakan hasil dari CO2 yang diproduksi secara
metabolis dan H2O yang membentuk H2CO3, yang kemudian mengalami disosiasi menjadi

19
HCO3- dan H+. Sekitar 85% dari sekresi ion H+ ini dan pemulihan dari HCO3- terjadi di
tubulus proksimal dan di mana H+ disekresikan sebagai ganti NA+ dari filtrat. Oleh karena itu
Na+ di reabsopsi dan H+ dieliminasi untuk mencegah akumilasi asam. H+ yang disekresi
membentuk H2CO3 di daam cairan tubular, kemudian mengalami desosiasi menjadi CO2 dan
H2O. CO2 kemudian berdifusi kembali kedalam darah yang akhirnya dapat dihembuskan
keluar ketika sampai di paru-paru. Sementara itu, HCO3 terbentuk didalam sel dan Na+
direabsorpsi dari filtrat dan dikembalikan kedalam darah guna mempertahankan rasio HCO3
dan O2 yang tetap seimbang.8

Hormon yang berpengaruh

Vasopresin (ADH), hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air
sehingga dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh
hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan meningkatkan
osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel.
Aldosteron, hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar
adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan
konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin renin.
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berlungsi
merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan pergerakan
gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal
Gukokortikoid, hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan
air yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium.
Selain itu ginjal menghasilkan Renin; yang dihasilkan oleh sel-sel apparatus
jukstaglomerularis pada :
1. Konstriksi arteria renalis ( iskhemia ginjal )
2. Terdapat perdarahan ( iskhemia ginjal )
3. Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra )
4. Innervasi ginjal dihilangkan
5. Transplantasi ginjal ( iskhemia ginjal )

Sel aparatus juxtaglomerularis merupakan regangan yang apabila regangannya turun


akan mengeluarkan renin. Renin mengakibatkan hipertensi ginjal, sebab renin mengakibatkan
aktifnya angiotensinogen menjadi angiotensin I, yg oleh enzim lain diubah menjadi
angiotensin II (menimbulkan vasokonstriksi dan merangsang pelepasan aldosteron); dan ini

20
efeknya menaikkan tekanan darah.5 Hormon eritropoetin berperan dalam pembentukan sel
darah merah. Bila fungsi ginjal terganggu, sel darah merah tidak akan terbentuk pada pasien
gagal ginjal, wajahnya akan tampak pucat. Hormon eritropoetin yang sintetis, biasanya untuk
pasien gagal ginjal kronik. Bila transfusi terus-menerus, efek sampingnya bahaya (selain bisa
terkena virus, bisa juga terjadi hemosiderosis). Jadi efek transfusi tersebut dapat dikurangi
dengan pemberian hormon eritropoetin sintetis ini.
Membentuk hormon kolekalsiferol untuk mengatur keseimbangan kalsium phospat
yang berfungsi dalam penyerapan kalium usus. Bila hormon ini berkurang maka Ca tidak
diabsorbsi, sehingga terjadi kekurangan penyerapan Ca. Hormon ini adalah bahan aktif
vitamin D dimana dipengaruhi oleh hormon paratiroid di mitokondria ginjal dirubah menjadi
1,25 di-OH D3 (zat yang mempunyai organ sasaran usus, tulang, dan ginjal).

Kesimpulan

Ginjal merupakan salah satu sistem urinaria yaitu suatu sistem saluran dalam tubuh
manusia yang meliputi ginjal dan saluran keluarnya yang berfungsi untuk membersihkan
tubuh dari zat-zat yang tidak diperlukan. Ginjal membantu dalam mengontrol tekanan darah
dan sangat rentan mengalami kerusakan bila tekanan darah terlalu tinggi atau rendah.

Ginjal penting untuk mempertahankan keseimbangan air, garam, elektrolit dan


merupakan suatu kelenjar endokrin yang mengeluarkan hormon. Apabila terjadi gangguan
maka dapat mempengaruhi tubuh terutama pada keseimbangan cairan tubuh tersebut.

Daftar Pustaka

1. Fazis O, Moffat D. At a glance series anatomi. Jakarta: Erlangga; 2004.hal.44-7.


2. Dorland. Dorland’s illustrated medical dictionary e-book. 32nd ed. New York:
Elsevier Health Science; 2011.
3. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem, Edisi-6. Jakarta: EGC; 2011.h.561-
2.
4. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC; 2006.
5. Slone E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2003.h.323-4.
6. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Basic medical biochemistry:a clinical approach
3rd ed.Philadelpia:Lippincot William& Wilkins;2009.p.13.
7. Sacher RA, McPherson RA.Tinjauan hasil klinis hasil pemeriksaan
laboratorium.Jakarta:EGC;2004.h.331-7.

21
8. Kalbe Medical. Sekilas tentang ginjal. Diunduh dari http://www.sahabatginjal.com/
,23 september 2012.

22

Anda mungkin juga menyukai