Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

SPACE OCCUPYING LESION (SOL)

1. Definisi
SOL atau Space Occupying Lesion adalah merupakan generalisasi masalah
mengenai adanya lesi pada ruang intrakranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat
beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri,
hematoma, infark, abses otak dan tumor pada intrakranial (Smeltzer & Bare, 2013).
Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang
(space occupying lesion atau space taking lesion) yang timbul didalam rongga
tengkorak baik didalam kompartemen supratentotrial maupun infratentotrial
(Satyanegara, 2010)

2. Anatomi & Fisiologi


Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura mater disingkirkan,
di bawah lapisan arachnoid mater kranialis dan pia mater kranialis terlihat gyrus,
sulkus, dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri membagi hemisfer
serebri menjadi daerah lebih kecil yang disebut lobus (Moore & Argur, 2007).

Gambar 2a. Bagian-Bagian Otak

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Serebrum (Otak Besar)
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer.
Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer
kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-masing
hemisfer terdiri dari empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan
bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus tersebut
masing-masing adalah lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan lobus
temporal (CDC, 2004).
1) Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum. Lobus
parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang oleh
garis yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis

1
(Sylvian). Daerah ini berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf
sensorik thalamus yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan mengenali
segala jenis rangsangan somatik (Ellis, 2006).
2) Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan dari
serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral dari
Rolando. Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan
otot-otot, gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara; dan area prefrontal
(area asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual (Ellis, 2006).
3) Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital
oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus lateral.
Lobus temporal berperan penting dalam kemampuan pendengaran, pemaknaan
informasi dan bahasa dalam bentuk suara (Ellis, 2006).
4) Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal. Lobus
ini berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata (Ellis,
2006).

b. Serebelum (Otak Kecil)


Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak. Serebelum
terletak di bagian bawah belakang kepala, berada di belakang batang otak dan di
bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas. Serebelum adalah
pusat tubuh dalam mengontrol kualitas gerakan. Serebelum juga mengontrol banyak
fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Selain itu, serebelum berfungsi
menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti
gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu
dan sebagainya (Clark, 2005).

c. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian
dasar dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk
mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola makan
dan tidur. Bila terdapat massa pada batang otak maka gejala yang sering timbul
berupa muntah, kelemahan otat wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan menelan,
diplopia, dan sakit kepala ketika bangun (CDC, 2004).
Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1) Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian
teratas dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf
kranial III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi
dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil
mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran (Moore & Argur, 2007).
2) Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan
medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial (CN)
V diasosiasikan dengan pons (Moore & Argur, 2007).

2
3) Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak
yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak juga
di fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla,
sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan dari pons dan medulla
(Moore & Argur, 2007).

3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala umum:
a. Nyeri kepala berat pada pagi hari, makin tambah bila batuk, dan membungkuk
b. Kejang
c. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial: pandangan kabur, mual, muntah,
penurunan fungsi pendengaran, perubahan tanda-tanda vital. Afasia
d. Gangguan memori dan perasa

Tanda dan gejala peningkatan TIK:

a. Nyeri kepala
b. Papil oedema
c. Muntah

4. Etiologi
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun
telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau,
yaitu:
a. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali
pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-
anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat
dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial
yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut, tidak ada bukti-bukti yang kuat
untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest).
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan
yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada
kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas
dan merusak bangunan di sekitarnya.
c. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu
glioma.
d. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses

3
terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara
infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
e. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan
pada hewan.

5. Patofisiologi dan Pathway


a. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan timbulnya ganguan neurologik progresif, gangguan
neurologik pada tumor otak biasanya disebabkan oleh dua factor-faktor gangguan
fokal akibat tumor dan peningkataan TIK.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dari
infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neural.
Perubahan suplai darah akibat tekanan tumor yang bertumbuh menyebabkan
nekrosis jaringan otak.
Peningkatan TIK dapat disebabkan oleh beberapa factor : bertambahnya massa
dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan
serebrospinal. Beberepa tumor dapat menyebabkan pendarahan. Obstruksi vena dan
edema akibat kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan volume
intracranial dan TIK.
Pada mekanisme kompensasi akan bekerja menurunkan volume darah
ntrakranial, volume CSF < kandunan cairan intra sel dan mengurangi sel-sel
parenkim. Peningkatan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan terjadinya
herniasi unkus atau serebelum. Herniasi menekan mensefalon menyebabkan
hilangnya kesadaran. Pada herniasi serebelum, tonsil bergeser ke bawah melalui
foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medulla oblongata dan henti
nafas terjadi dengan cepat, perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan
TIK adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran nadi) dan gagal
nafas.

4
b. Pathway
Etiologi

Pertumbuhan Sel
Otak Abnormal

SOL

Massa dalam Mengganggu spesifik


Otak bertambah bagian otak tempat tumor

Obstruksi sirkulasi cairan Penekanan Jaringan Timbul Manifestasi


serebrospinal dan ventrikel otak terhadap sirkulasi Klinis
lateral ke sub arachnoid darah dan O2

Penurunan Suplai O2
Hidrochepalus
ke jaringan otak akibat
obstruksi sirkulasi otak

Kerusakan Aliran Darah Hipoksia Cerebral


ke Otak
Tubuh melakukan
Perpindahan cairan intravaskular Resiko Ketidakefektifan kompensasi dengan
ke jaringan serebral Perfusi Jaringan Otak mempercepat pernafasan

↑ volume intrakranial
Ketidakefektifan Pola
Nafas
Peningkatan TIK

Tidak Terkompensasi

Kompresi subkortikal
Nyeri Akut
batang Otak
(Kepala)

Kehilangan Subkortikal Tertekan


Autoregulasi cerebral

Suhu Tubuh Meningkat


Iritasi pusat vegal di
medula oblongata

Muntah Ketidakefektifan
Termoregulasi

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh 5
6. Komplikasi
Komplikasi setelah pembedahan dapat disebabkan efek depresif anestesi narkotik
dan imobilitas. Echymosis dan edema periorbital umumnya terjadi setelah pembedahan
intracranial. Komplikasi khusus/spesifik pembedahan intrakranial tergantung pada area
pembedahan dan prosedur yang diberikan, misalnya:
a. Kehilangan memory
b. Paralisis
c. Peningkatan ICP
d. Kehilangan / kerusakan verbal / berbicara
e. Kehilangan / kerusakan sensasi khusus
f. Mental confusion

Peningkatan TIK yang disebabkan edema cerebral / perdarahan adalah komplikasi


mayor pembedahan intrakranial, dengan manifestasi klinik:
a. Perubahan visual dan verbal
b. Perubahan kesadaran (level of conciousnes/LOC) berhubungan dengan sakit kepala
c. Perubahan pupil
d. Kelemahan otot / paralysis
e. Perubahan pernafasan

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT Scan: Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas
tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang
sistem vaskuler.
b. MRI: Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang otak
dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang
menggunakan CT Scan
c. Biopsi stereotaktik: Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.
d. Angiografi: Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
e. Elektroensefalografi (EEG): Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah
yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal
pada waktu kejang.

8. Penatalaksanaan
Penanganan yang dilakukan tergantung dari keadaan tumor tersebut, apakah
masih bisa dioperasi (operable) ataupun in operable. Sebelum dilakukan pembedahan,
persiapan pre operasi harus dilakukan seperti pemeriksaan laboratorium lengkap, tes
fungsi hati, ginjal, EKG, dan lain-lain.
a. Tindakan operatif dilakukan pada keadaan berikut, antara lain:
1) Emergensi, misalnya pasien dengan penurunan kesadaran
2) Elektif (direncanakan), misalnya pada penderita tumor otak stadium dini.
b. Tindakan terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga
menurunkan timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap, transplantasi sum- sum

6
tulang autologi intravens digunakan pada beberapa pasien yang akan menerima
kemoterapi atau terapi radiasi karena keadaan ini penting sekali untuk menolong
pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang sebagai akibat dosis tinggi radiasi.
Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini bisa digunakan
pada klien:
1) Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi radiasi
2) Setelah tumor recurance
3) Setelah lengkap tindakan radiasi
c. Tindakan paliatif, dilakukan pada kasus-kasus yang tidak mungkin lagi operasi.

9. Rencana asuhan klien dengan gangguan sistem persyarafan


a. Pengkajian
1) Identitas klien: nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal masuk rumha sakit dan askes.
2) Keluhan utama: nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang: demam, anoreksi dan malaise peninggian tekanan
intrakranial serta gejala nerologik fokal.
4) Riwayat penyakit dahulu: pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis
media, mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema),
jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).
5) Aktivitas/istirahat
Gejala: Malaise
Tanda: Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
6) Pemeriksaan Fisik
a) Sirkulasi
Gejala: Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda:
TD : Meningkat
Nadi: Menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada
vasomotor).
b) Eliminasi
Gejala: Tidak ada, dan
Tanda: adanya inkonteninsia dan atau retensi.
c) Nutrisi
Gejala: Kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)
Tanda: Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
d) Hygiene
Gejala: - , dan
Tanda: Ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan diri (pada
periode akut).
e) Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.

7
Tanda: Penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit
dalam keputusan, afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK), nistagmus,
kejang umum lokal.
f) Nyeri/kenyamanan
Gejala: Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan,
leher/pungung kaku.
Tanda: Tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
g) Pernapasan
Gejala: Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda: Peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental
(letargi sampai koma) dan gelisah
h) Keamanan
Gejala: adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi: mastoiditis, telinga
tengah, sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen ataukulit, fungsi lumbal,
pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala.

b. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan suplai oksigen ke otot
pernafasan
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual dan muntah, penurunan intake makanan
3) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
4) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan
suplai darah ke jaringan otak (tumor otak)
5) Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh

8
c. Perencanaan
No. Diagnosa NOC NIC
1 Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Oxygen Therapy
berhubungan dengan suplai oksigen ke ... x ... , diharapkan pola nafas dapat efektif, 1. Pertahanan jalan nafas yang paten
otot pernafasan dengan kriteria hasil: 2. Atur peralatan oksigenasi
1. Mendemonstrasikan tidak adanya dispnea 3. Monitor aliran oksigen
2. Menunjukkan frekuensi pernafasan dalam 4. Pertahankan posisi pasien
rentang normal 5. Observasi adanya tanda-tanda
3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal hipoventilasi
(tekanan darah, nadi, pernapasan) 6. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Vital Sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
4. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setehlah aktivitas
5. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
6. Monitor pola pernafasan abnormal
7. Monitor sianosis perifer
2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Monitor Nutrisi
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ... x ..., diharapkan kebutuhan status nutrisi klien 1. Berat badan pasien dalam batas normal
mual dan muntah, penurunan intake dapat kembali normal, dengan kriteria hasil: 2. Monitor adanya penurunan berat badan
makanan 1. Intake nutrisi normal 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
2. Intake makanan dan cairan normal biasa dilakukan
3. Berat badan bertambah 4. Monitor lingkungan selama makan
5. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
6. Monitor kulit kering dan perubahan

9
pigmentasi
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor kekeringan, rambut kusam,
total protein, Hb dan kadar Ht
9. Monitor makanan kesukaan
10. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
11. Monitor kalori dan intake nutrisi

Manajemen Nutrisi
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
protein dan vitamin C
5. Hindari makanan yang memicu mual
6. Berikan makanan yang terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
7. Berikan makanan dalam keadaan
hangat
8. Berikan makanan dalam porsi kecil
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi

3 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pain Management:
peningkatan tekanan intrakranial ... x ... , diharapkan nyeri klien berkurang sampai 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
dengan hilang, dengan kriteria hasil: komprehensif termasuk lokasi,

10
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab karakteristik, durasi, frekuensi,
nyeri, mampu menggunakan teknik non kualitas dan faktor presipitasi
farmakologi untuk mengurangi nyeri, 2. Observasi reaksi nonverbal dari
mencari bantuan) ketidaknyaman
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan 3. Gunakan teknik komunikasi
menggunakan manajemen nyeri terapeutik untuk mengetahui
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, pengalaman nyeri pasien
frekuensi dan tanda nyeri) 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri respon nyeri
berkurang 5. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
6. Kurangi faktor presipitasi
7. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan
interpersonal)
8. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
9. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
10. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
11. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
12. Tingkatkan istirahat
13. Kolaborasikan dengan dokter jika
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil

Analgetic Administration:
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum

11
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgetik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgetik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgetik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgetik pertama
kali
9. Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
dan gejala (efek samping)
4 Resiko ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Peripheral Sensation Manajemen
jaringan otak berhubungan dengan .... x ..., diharapkan bebas dari tanda-tanda 1. Monitor adanya daerah tertentu yang
penurunan suplai darah ke jaringan ketidakefektifan perfusi jaringan otak, dengan hanya peka terhadap
otak (tumor otak) kriteria hasil: panas/dingin/tajam/tumpul
1. Mendemonstrasika status sirkulasi yang 2. Instruksikan keluarga untuk
ditandai dengan: mengobservasi kulit jika ada lesi atau
- Tekanan sistol dan diastol dalam rentang laserasi
yang diharapkan 3. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
- Tidak ada ortostatik hipertensi 4. Batasi gerakan pada kepala, leher, dan
- Tidak ada tanda-tanda peningkatan punggung
tekanan intrakranial (tidak lebih 15 5. Kolaboraasi pemberian analgetik
mmHg) 6. Monitor adanya tromboplebitis

12
2. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif 7. Diskusikan mengenai penyebab
yang ditandai dengan: perubahan sensasi
- Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai
dengan kemampuan
- Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan
orientasi
- Menunjukkan fungsi sensori motorik
kranial yang utuh: tingkat kesadaran
membaik, tidak gerakan-gerakan
involunter
5 Ketidakefektifan termoregulasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Temperature regulation (pengaturan suhu)
berhubungan dengan peningkatan .... x ..., diharapkan termoregulasi klien dapat 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
suhu tubuh efektif, dengan kriteria hasil: 2. Rencanakan monitoring suhu secara
1. Keseimbangan antara produksi panas, panas kontinyu
yang diterima dan kehilangan panas 3. Monitor TD, nadi, dan pernapasan
2. Temperatur stabil: 36.5-37oC 4. Monitor tanda-tanda hipertermi dan
3. Pengendalian risiko: hipertermia hipotermia
4. Pengendalian risiko: hipotermia 5. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
6. Beritahu tentang indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan emergency
yang diperlukan
7. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
8. Berikan antipiretik jika perlu

13
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta: Media Action

Smeltzer, Suzanne & Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih Bahasa Agung Waluyo. Jakarta : EGC

14

Anda mungkin juga menyukai