ABSTRAK
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakangan
Kemampuan pemahaman matematis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh
siswa dalam pembelajaran matematika. Hibert dan Carpenter (Hasan, 2012) meyebutkan bahwa,
„satu ide yang diterima secara luas dalam pendidikan matematika adalah bahwa siswa harus
memahami matematika‟. Kemampuan pemahaman merupakan kemampuan awal yang harus
dikuasai siswa sebelum melanjutkan pada pembahasan materi yang lebih dalam, karena
kemampuan pemahaman ini merupakan tingkatan paling rendah dalam aspek kognitif dan menjadi
salah satu tujuan penting dalam pembelajaran, karena memberikan pengertian bahwa materi-
materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu. Dengan
pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Menurut Priyo
(Hardiyanti, 2016) „pemahaman yang tidak mantap akan mengakibatkan siswa mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal‟. “Penyebab rendahnya pemahaman siswa terhadap
matematika berakar pada siswa yang cenderung menghafal konsep daripada proses penguasaan
konsep” (Amelia, 2012). Hal ini sejalan dengan pendapat Purwasih (2015:17) yang
mengemukakan bahwa “Beberapa faktor penyebab dari rendahnya kemampuan pemahaman
matematis siswa Indonesia, antara lain siswa terbiasa mempelajari konsep-konsep dan rumus-
rumus matematika dengan cara menghafal tanpa memahami maksud, isi, dan kegunaannya”.
Skemp (Suhendar, 2014) yang menyatakan:
Pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Pemahaman instrumental adalah
kemampuan menghafal dan memahami konsep atau prinsip secara terpisah, menerapkan rumus
dalam perhitungan sederhana, dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik Dalam hal ini
seseorang hanya memahami urutan pengerjaan atau algoritma. Sedangkan kemampuan
pemahaman relasional adalah kemampuan mengaitkan suatu konsep atau aturan dengan konsep/
aturan lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan.
Siswa dikatakan telah memiliki pemahaman mendalam apabila siswa mampu mengaitkan antara
konsep satu dengan konsep yang lainnya serta mengetahui setiap prosedur yang digunakan untuk
menyelesaikan suatu masalah.
Untuk meningkatkan pemahaman dan pemecahan masalah dan mengetahui yang baru diperlukan
pengetahuan yang telah ada untuk mendukung keberhasilan siswa. Perlu diketahui bahwa setiap
siswa memiliki kemampuan yang berbeda antara satu denganyang lain dalam memahami
matematik. Ruseffendi (1991) menyatakan bahwa dari sekelompok siswa yang terpilih secara acak
akan selalu dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah. Perbedaan
kemapuan yang dimilki siswa bukan semata-mata merupakan bawaan dari lahir, tetapi juga
dipengarui oleh lingkungan dimana mereka tinggal. Aleh karena itu pemilihan model
pemebelajaran yang tepat menjadi hal yang sangat penting untuk dipertimbangkan.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada Batasan masalah diatas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam
penelitian ini adalah :
1. Apakah ada peningkatan kemampuan pemahaman pada siswa SMP?
2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diberi model
pembelajaran?
3. Apakah terdapat interaksi antara kemampuan pemahaman matematik siswa dengan
pembelajaran terhadap peningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa?
4. Bagimana proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang terkaitkan dengan
kemampuan pemahaman matematika siswa setelah diberi pembelajaran?
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini tergolong dalam penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk
mendeskripsikan kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal segitiga dan segiempat
dilihat dari tingkat kemampuan pemahaman matematis siswa SMPN Cimahi. Data
penelitian ini berupa jawaban tertulis dan wawancara. Sampel penelitian ini yaitu 38
siswa kelas VII di SMPN Cimahi dengan kemmpuan tinggi, rendah, sedang dan
rendah. Adapun isntrumen yang di berikan pada siswa sebanyak 5 soal yang di sertai
dengan wawancara pada masing-masing siswa.
Wawancara :
Guru : jawaban kamu tepat dan harus belajar lagi agar soal berikutnya bias
menjawab.
Siswa : oke ibu.
Gambar 2
Wawancara :
Guru : coba perhatikan soal cerita yang bu sudah sediakan dan kalian harus
memahami rumus himpunan agar bias menjawab soal ini.
Siswa : iya bu dan saya salah pada pada operasi perhitungan.
Guru : oke pahami soal cerita lalu menjawa.
Siswa : oke bu.
Gambar 3
Guru : apakah kesulitan yang kamu dapatkan ketika kamu menyelesaikan soal
nomor 1?
Siswa : saya tidak mengerti bu, saya tulis angka berapa yang saya lihat.
Guru : dan kenapa semua operasi pada soal diatas penjumlahan?
Siswa : saya menuliskan apa yang ada disoal dan kerjakan.
Guru : oke kamu amati soal bacaan diatas lalu di kerjakan baik dan benar.
Siswa : oke bu.
Analisis
Kesalahan siswa 1 pada soal nomor 1 adalah sudah bisa menentukan model
matemtika karena memahami soal cerita siswa. Namun siswa menyadari
kesalahannya ia lupa cara membuat model matematikadari soal cerita, meski
begitu secara prosedur dalam menyusun jawaban siswa tersebut sudah bisa
menjawab dengan tepat.
Adapun untuk siswa II hamper sama dengan siswa yang pertama keliru
dengan jawaban dan keceroboan Namun siswa menyadari kesalahannya ia
lupa menepatkan operasi hitung matematika dari soal cerita, meski begitu
secara prosedur dalam menyusun jawaban siswa tersebut sudah bisa
menjawab dengan kurang tepat.
Kemudian untuk siswa ke III kemampuan siswa dalam menggubah bentuk
atau model matematika belum paham sama sekali.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan siswa dalam
menghubungankan soal cerita ke model matematika masih tergolong rendah,
terutama ketika disajikan dalam model cerita.
4.KESIPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan, dapat kita simpulkan :
1. Siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami apa yang di inginkan soal.
Sehingga mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan soal dengan berbagai
jawaban.
2. Sebagian besar siswa tidak ingat dengan konsep penyelesaian soal himpunan
DAFTAR PUSAKA
Hendriana, H., Rohaeti, E.,E., Sumarmo, U. (2017). Hard Skills dan Soft
Skills.Bandung: Aditama