Anda di halaman 1dari 5

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang

secara ekonomis menguntungkan dan mempunyai prospek pasar yang luas. Bawang

merah digemari oleh masyarakat, terutama sebagai bumbu penyedap masakan, namun

dapat pula digunakan sebagai bahan obat. Bawang merah mengandung karbohidrat,

protein, sodium, kalium dan fosfor yang berguna sebagai antioksidan, antibakteri, dan

kulit bawang merah berpotensi sebagai bahan baku pestisida nabati. Bagian bawang

merah yang digunakan untuk budidaya adalah bagian umbi, karena bagian ini

memiliki banyak kegunaan dan bernilai ekonomis (Rukmana, 1994).

Pertumbuhan dan produk suatu tanaman dipengaruhi oleh kondisi lingkungan

tempat tumbuhnya. Teknik budidaya yang tepat sangat diperlukan untuk

mendapatkan hasil bawang merah yang berkualitas baik. Salah satu usaha yang dapat

dilakukan yaitu dengan memodifikasi lingkungan tempat tumbuh tanaman. Tanaman

bawang merah memerlukan kondisi lingkungan yang baik untuk menunjang proses

pembentukan umbi. Salah satu kondisi lingkungan yang penting untuk

pertumbuhannya yaitu ketersediaan air (Gardner et al. 1991).

Pertumbuhan bawang merah memerlukan air yang cukup dalam fase

pertumbuhannya, namun tanah yang memiliki ketersediaan air yang tinggi dapat

menyebabkan penyakit pada tanaman (Shrestha, 2004). Ketersediaan air merupakan

syarat penting untuk mendapatkan hasil dan kualitas umbi yang optimal. Pemberian
2

air yang tepat selain dapat mengefisienkan penggunaan air, juga dapat

menghindarkan tanaman dari kemungkinan berkembangnya penyakit jamur terutama

pada kondisi kelembaban yang tinggi (Limbongan dan Maskar, 2003).

Perubahan lingkungan pada saat ini salah satunya adalah kekeringan,

merupakan faktor pembatas yang menyebabkan penurunan produktivitas dan kualitas

bahan pangan termasuk bawang merah, sejalan dengan peningkatan populasi

manusia. Salah satu penyebab rendahnya produksi bawang di Indonesia adalah

penanaman bawang merah dilakukan di lahan dengan ketersediaan air terbatas (Dinas

Pertanian, 2013). Respon tumbuhan terhadap kekurangan air dapat dilihat dari

aktivitas metabolisme, morfologi, dan tingkat pertumbuhannya serta

produktivitasnya. Kekurangan air mempengaruhi turgor sel sehingga mengurangi

pengembangan sel, sintesis protein, dan sintesis dinding sel.

Pengaruh cekaman kekeringan pada tanaman bawang merah beragam

bergantung pada kultivar, besar dan lamanya cekaman, serta masa pertumbuhan

tanaman. Kultivar bawang merah unggul yang tahan terhadap kekeringan dengan

produksi tinggi merupakan tujuan utama pengembangannya. Salah satu pendekatan

utama yang sering digunakan untuk melihat kemampuan tumbuhan menghadapi

cekaman kekeringan yaitu dengan mengetahui kemampuan pengambilan air secara

maksimal dengan perluasan dan kedalaman sistem perakaran (Levy et al. 1981).

Bawang merah yang berada dalam keadaan mengering, kulit terluarnya mudah

terkelupas (Rukmana, 1994). Umbi bawang merah dapat disimpan lama dalam

keadaan kering apabila kulit luarnya tidak dikupas. Kondisi ini menunjukkan bahwa
3

kulit bawang merah mempunyai senyawa aktif yang dapat melindungi umbinya.

Bawang merah memiliki senyawa kimia yang spesifik yaitu senyawa kimia yang

dapat merangsang keluarnya air mata disebut lakrimator. Adapun bau khas dari

bawang merah disebabkan oleh komponen volatile (minyak atsiri). Minyak atsiri

dihasilkan oleh proses biokimia flavor, dimana flavor memiliki prekursor atau bahan

dasar yang bereaksi dengan enzim spesifik dari bawang merah yang kemudian

menghasilkan berbagai jenis minyak atsiri, antara lain lakrimator, asam piruvat, dan

amonia (Lancaster dan Boland, 1990). Umbi bawang merah pada umumnya

mengandung minyak atsiri, diantaranya terdiri dari senyawa propilsulfida, alilaldehid,

dan isotiosianat, senyawa-senyawa tersebut yang menetukan bau dan cita rasa pada

bawang merah (Limbongan dan Maskar, 2003). Jadi penentuan komponen penyusun

dan komposisi masing-masing dalam minyak atsiri sangat penting dalam menentukan

kegunaan dan kualitas dari suatu minyak atsiri tersebut.

Penelitian ini menggunakan tiga kultivar bawang merah lokal Bantul,

Yogyakarta yaitu kultivar lokal Biru Lancor, Crok Kuning, dan Tiron. Ketiga

kultivar ini ditanam secara luas oleh petani lokal di Yogyakarta karena dinilai

mempunyai karakter pertumbuhan yang cocok dengan kondisi lingkungan

Yogyakarta. Penanaman bawang merah kultivar ini dilakukan di daerah pesisir pantai

selatan Yogyakarta merupakan salah satu ciri yang mengindikasikan adanya

ketahanan bawang merah kultivar lokal tersebut terhadap kondisi kekeringan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui pengaruh ketersediaan air terhadap pertumbuhan dan kandungan minyak


4

atsiri pada tiga kultivar bawang merah (Allium cepa L.) yaitu kultivar Biru Lancor,

Crok Kuning, dan Tiron. Dengan penelitian ini diharapkan diperoleh informasi

mengenai pertumbuhan dan kandungan minyak atsiri tanaman bawang merah (Allium

cepa L.) pada kondisi ketersediaan air yang berbeda sehingga dapat digunakan

sebagai acuan dalam teknik budidaya tanaman tersebut.

B. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimanakah respon pertumbuhan tiga kultivar bawang merah (Allium cepa L.)

pada kondisi ketersediaan air berbeda?

2. Bagaimanakah kandungan minyak atsiri umbi tiga kultivar bawang merah

(Allium cepa L.) yang ditumbuhkan pada kondisi ketersediaan air berbeda?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini:

1. Mengetahui respon pertumbuhan tiga kultivar bawang merah (Allium cepa L.)

pada kondisi ketersediaan air berbeda.

2. Mengetahui kandungan minyak atsiri umbi tiga kultivar bawang merah (Allium

cepa L.) yang ditumbuhkan pada kondisi ketersediaan air berbeda.

Manfaat penelitian ini:

1. Memberikan informasi tentang respon pertumbuhan dan kandungan minyak atsiri

tiga kultivar bawang merah (Allium cepa L.) yang ditumbuhkan pada kondisi

ketersediaan air berbeda.


5

2. Mengembangkan tanaman bawang merah (Allium cepa L.) sehingga dapat

meningkatkan kualitas hasil budidaya bawang merah.

3. Memberikan kontribusi pada petani, agroindustri, dan industri pangan Indonesia.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Tanaman bawang merah (Allium cepa L.) dalam penelitian ini menggunakan
kultivar lokal Biru Lancor, Crok Kuning dan Tiron. Perlakuan penyiraman dilakukan
pada minggu pertama penanaman sampai panen. Pengamatan pertumbuhan dengan
parameter tinggi tanaman dan jumlah daun dilakukan pada minggu ke 1, 2, 3, 4, 5, 6,
7, dan 8 setelah penanaman (MST) dan parameter hasil yaitu panjang akar, berat
segar umbi, dan berat kering umbi dilakukan pada saat pemanenan. Dilanjutkan
analisis kandungan minyak atsiri umbi bawang merah.

Anda mungkin juga menyukai