S2 2016 354195 Introduction - 2
S2 2016 354195 Introduction - 2
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang
secara ekonomis menguntungkan dan mempunyai prospek pasar yang luas. Bawang
merah digemari oleh masyarakat, terutama sebagai bumbu penyedap masakan, namun
dapat pula digunakan sebagai bahan obat. Bawang merah mengandung karbohidrat,
protein, sodium, kalium dan fosfor yang berguna sebagai antioksidan, antibakteri, dan
kulit bawang merah berpotensi sebagai bahan baku pestisida nabati. Bagian bawang
merah yang digunakan untuk budidaya adalah bagian umbi, karena bagian ini
mendapatkan hasil bawang merah yang berkualitas baik. Salah satu usaha yang dapat
bawang merah memerlukan kondisi lingkungan yang baik untuk menunjang proses
pertumbuhannya, namun tanah yang memiliki ketersediaan air yang tinggi dapat
syarat penting untuk mendapatkan hasil dan kualitas umbi yang optimal. Pemberian
2
air yang tepat selain dapat mengefisienkan penggunaan air, juga dapat
penanaman bawang merah dilakukan di lahan dengan ketersediaan air terbatas (Dinas
Pertanian, 2013). Respon tumbuhan terhadap kekurangan air dapat dilihat dari
bergantung pada kultivar, besar dan lamanya cekaman, serta masa pertumbuhan
tanaman. Kultivar bawang merah unggul yang tahan terhadap kekeringan dengan
maksimal dengan perluasan dan kedalaman sistem perakaran (Levy et al. 1981).
Bawang merah yang berada dalam keadaan mengering, kulit terluarnya mudah
terkelupas (Rukmana, 1994). Umbi bawang merah dapat disimpan lama dalam
keadaan kering apabila kulit luarnya tidak dikupas. Kondisi ini menunjukkan bahwa
3
kulit bawang merah mempunyai senyawa aktif yang dapat melindungi umbinya.
Bawang merah memiliki senyawa kimia yang spesifik yaitu senyawa kimia yang
dapat merangsang keluarnya air mata disebut lakrimator. Adapun bau khas dari
bawang merah disebabkan oleh komponen volatile (minyak atsiri). Minyak atsiri
dihasilkan oleh proses biokimia flavor, dimana flavor memiliki prekursor atau bahan
dasar yang bereaksi dengan enzim spesifik dari bawang merah yang kemudian
menghasilkan berbagai jenis minyak atsiri, antara lain lakrimator, asam piruvat, dan
amonia (Lancaster dan Boland, 1990). Umbi bawang merah pada umumnya
dan isotiosianat, senyawa-senyawa tersebut yang menetukan bau dan cita rasa pada
bawang merah (Limbongan dan Maskar, 2003). Jadi penentuan komponen penyusun
dan komposisi masing-masing dalam minyak atsiri sangat penting dalam menentukan
Yogyakarta yaitu kultivar lokal Biru Lancor, Crok Kuning, dan Tiron. Ketiga
kultivar ini ditanam secara luas oleh petani lokal di Yogyakarta karena dinilai
Yogyakarta. Penanaman bawang merah kultivar ini dilakukan di daerah pesisir pantai
atsiri pada tiga kultivar bawang merah (Allium cepa L.) yaitu kultivar Biru Lancor,
Crok Kuning, dan Tiron. Dengan penelitian ini diharapkan diperoleh informasi
mengenai pertumbuhan dan kandungan minyak atsiri tanaman bawang merah (Allium
cepa L.) pada kondisi ketersediaan air yang berbeda sehingga dapat digunakan
B. Permasalahan
1. Bagaimanakah respon pertumbuhan tiga kultivar bawang merah (Allium cepa L.)
(Allium cepa L.) yang ditumbuhkan pada kondisi ketersediaan air berbeda?
1. Mengetahui respon pertumbuhan tiga kultivar bawang merah (Allium cepa L.)
2. Mengetahui kandungan minyak atsiri umbi tiga kultivar bawang merah (Allium
tiga kultivar bawang merah (Allium cepa L.) yang ditumbuhkan pada kondisi
Tanaman bawang merah (Allium cepa L.) dalam penelitian ini menggunakan
kultivar lokal Biru Lancor, Crok Kuning dan Tiron. Perlakuan penyiraman dilakukan
pada minggu pertama penanaman sampai panen. Pengamatan pertumbuhan dengan
parameter tinggi tanaman dan jumlah daun dilakukan pada minggu ke 1, 2, 3, 4, 5, 6,
7, dan 8 setelah penanaman (MST) dan parameter hasil yaitu panjang akar, berat
segar umbi, dan berat kering umbi dilakukan pada saat pemanenan. Dilanjutkan
analisis kandungan minyak atsiri umbi bawang merah.