Rfratt Infeksi Genital
Rfratt Infeksi Genital
Oleh:
Bagus Sam Setiawan
1210070100046
Preseptor:
dr. H. Erman Ramli, Sp. OG (K)
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1.Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2.Tujuan ...................................................................................................... 2
1.3.Manfaat .................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 4
2.1. Anatomi Alat Genitalia Wanita............................................................... 4
2.1.1. Alat Genitalia Eksterna ........................................................................ 4
2.1.2. Alat Genitalia Interna ........................................................................... 7
2.2. Infeksi pada Vulva .................................................................................. 9
2.2.1. Bartholinitis .......................................................................................... 10
2.2.2. Herpes Genitalis ................................................................................... 11
2.2.3. Kondiloma Akuminatum...................................................................... 12
2.3. Infeksi pada Vagina................................................................................. 13
2.3.1. Vaginosis Bakterialis ........................................................................... 14
2.3.2. Trikomoniasis....................................................................................... 15
2.3.3. Kandidiasis ........................................................................................... 16
2.3.4. (Vulvo)-vaginitis-atrofikans ................................................................. 17
2.4. Infeksi pada Serviks ................................................................................ 18
2.4.1. Klamida Trakomatis ............................................................................. 18
2.4.2. Gonorea ................................................................................................ 19
2.5. Infeksi pada Corpus Uteri ....................................................................... 20
2.6. Screening Pemeriksaan ........................................................................... 22
2.6.1. Pap Smear ............................................................................................ 22
2.6.2. Inspeksi Visual Asam asetat ................................................................ 26
ii
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 31
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi Genitalia Eksterna ......................................................... 6
Gambar 2. Anatomi Genitalia Interna ............................................................ 9
Gambar 3. Prosedur Melakukan Pap Smear .................................................. 24
Gambar 4. Leher Rahim dengan Pemeriksaan IVA ....................................... 29
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Diferential Diagnosis Infeksi Vagina .............................................. 17
Tabel 2. Kategori Temuan IVA ..................................................................... 29
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
dominan. Pada masa kanak-kanak dan dalam masa sesudah menopause epitel
lebih tipis dan glikogen serta basil Doderlein berkurang, dan ini merupakan
faktor-faktor yang memudahkan terjadinya infeksi.3
Pada serviks uteri kelenjar-kelenjar yang mengeluarkan lendir yang alkalis
serta mengental di bagian bawah kanalis servikaslis, dan ini mempersulit
masuknya kuman ke atas. Jika terdapat infeksi di endometrium, maka terlepasnya
dan dikeluarkannya sebagian besar endometrium pada waktu haid, mempersulit
infeksi untuk bertahan.3
Kuman-kuman dapat memasuki traktus genitalia wanita dengan berbagai
jalan. Koitus dapat menyebabkan penyakit kelamin (STD= Sexual Transmitted
Diseases) seperti gonorea, sifilis, ulkus mole, AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome), granuloma inguinale, lymphogranuloma venereum, herpes
genitalis dan trikomoniasis. Trauma pada vulva dan vagina sebagai akibat
perlukaan, kebakaran dan lain-lain merupakan ported’entree bagi kuman-kuman
dari luar. Selanjutnya adanya benda asing (korpus alienum) di vagina atau uterus,
melakukan tindakan atau pemeriksaan dengan alat-alat tidak steril dapat
menyebabkan infeksi.3
Pada waktu dan sesudah partus atau abortus, kemungkinan infeksi dan
meluasnya infeksi juga lebih besar karena menurunnya keadaan umum, terdapat
luka besar di uterus bekas tempat plasenta, serta luka-luka kecil pada serviks uteri,
vagina, dan vulva, hubungan antara kavum uteri dan dunia luar lebih terbuka, dan
lokia terdiri dari darah dan sisa-sisa desidua merupakan tempat yang lebih baik
untuk pertumbuhan bakteri.3
Infeksi pada alat genitalia dapat timbul secara akut dengan akibat
meninggalnya penderita, atau penyakit bisa sembuh sama sekali tanpa bekas, atau
dapat meninggalkan bekas seperti penutupan lumen tuba.3
1.2. Tujuan
Mengetahui dan memahami tentang Infeksi pada Genitalia Wanita, Pemeriksaan
Pap Smear, dan IVA
2
1.3. Manfaat
1. Sebagai sumber media informasi mengenai Infeksi Genitalia Wanita dan
Skrining Pemeriksaan (Pap Smear, dan IVA)
2. Untuk memenuhi tugas referat kepanitraan klinik senior di Bagian Obstetrik
dan Ginekologi RSAM Bukittinggi 2017.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
belakang oleh perineum (fourchette). Embriologik sesuai dengan sinus
urogenitalis. Kurang lebih 1 – 1,5 cm di bawah klitoris ditemukan orifisium uretra
eksternum (lubang kemih)berbentuk membunjur 4 – 5 mm dan tidak jarang sukar
ditemukan oleh karena tertutup oleh lipatan-lipatan selaput vagina. Tidak jauh
dari lubang kemih, di kiri dan di kanan bawahnya, dapat di lihat dua ostia skene.
Saluran Skene (ductus parauretral) analog dengan kelenjar prostat pada laki-laki.
Di kiri dan kanan bawah di dekat fossa navikulare, terdapat kelenjer Bartolin.
Kelenjar ini berukuran diameter lebih kurang 1 cm, terletak di bawah otot
konstriktor kunni dan mempunyai saluran kecil panjang 1,5 – 2 cm yang bermuara
di vestibulum, tidak jauh dari fossa navikulare. Pada koitus kelenjar Bartholin
mengeluarkan getah. Struktur ini identik dengan galndula Bulbourethrall
(Cowper’s) pada laki-laki.
7. Bulbus Vestibuli
Merupakan pengumpulan vena terletak di bawah selaput lendir
vestibulum, dekat ramus osis pubis. Panjangnya 3 – 4 cm, lebarnya 1 – 2 cm dan
tebalnya 0,5 – 1 cm. Bulbus vestibuli mengandung banyak pembuluh darah,
sebagian tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus konstriktor
vagina. Embriologik sesuai dengan korpus kavernosum penis. Pada waktu
persalinan biasanya kedua bulbus tertarik ke arah atas ke bawah arkus pubis, akan
tetapi bagian bawahnya yang melingkarivagina sering mengalami cedera dan
sekali-sekali timbul hematoma vulva atau perdarahan.
8. Introitus Vagina
Mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Terletak posterior-
inferior dari Maetus Urethrae Eksternus dengan bentuk dan lebar yang derajatnya
sesuai dengan virginitas, usia dan paritas. Introitus vagina vagina ditutupi oleh
selaput dara (hymen). Hymen ini mempunyai bentuk yang berbeda-beda, dari yang
semiulnar (bulan sabit) sampai yang berlubang-lubang atau yang bersekat
(septum). Konsistensinya pun berbeda-beda, dari yang kaku sampai yang lunak
sekali. Hiatus himenalis (lubang selaput dara) berukuran dari yang seujung jari
sampai yang mudah dilalui oleh dua jari. Umumnya himen robek pada koitus dan
robekan ini terjadi pada tempat jam 5 atau jam 7 dan robekan sampai mencapai
dasar selaput dara itu. Pada beberapa kasus himen tidak megalami laserasi
5
walaupun sanggama berulang talah dilakukan. Setelah pesalinan himen robek di
beberapa tempat dan yang dapat dilihat adalah sisa-sisanya (Karunkula
himenalis).
9. Perineum
Perineum dibentuk oleh sejumlah struktur. Sebagian besar fungsi
penyangga perineum merupakan tugas dari diafragma pelvik dan diafgragma
urogenitalis.
Diafgragma pevik terdiri dari :
a) M. Levator Ani
b) M. Coccygeus (dibagian posterior)
Diafragma urogenitalis terletak diluar diafragma pelvis dan meliputi daerah
segitiga antara tuber ischiadica dan simfisis pubis. Diafgragma urogenitalis terdiri
dari:
a) M. Transversus perinealis profunda
b) M. Constrictor urethrae
c) Fascia penutup bagian superficial dan profunda.
6
2.1.2. Alat Genitalia Interna
1. Vagina
Saluran musculo-membarne yang terbentang dari vestibulum sampai
uterus. Berjalan kearah postero-superior dan membentuk sudut tajam dengan
servik uteri sehingga dinding posterior vagina akan lebih panjang (sekitar 1,5 - 3
cm) dibandingkan dengan dinding anterior (6 – 7,5 cm). Penonjolan serviks
kedalam vagina akan membentuk Cavum Douglass dan membagi puncak vagina
menjadi fornix anterior – posterior dan lateralis.
Dibagian anterior, vagina berbatasan dengan trigonum vesicalis dan di
bagian posterior dengan rektum. Dibagian posterior ¼ bagian distal vagina
terpisah dari saluran anus dengan corpus perinalis, 2/4 bagian tengah vagina
berhimpitan dengan ampula recti, ¼ bagian proksimal vagina dibelakang fornix
posterior tertutup dengan peritoneum membentuk Cavum Douglass.
Lendir yang membasahi vagina berasal dari serviks yang menjadi asam
akibat fermentasi glikogen epitel oleh bakteri vagina.
2. Uterus
Organ muskuler yang tebal, memiliki rongga dan berada diantara vesika
urinariadisebah anterior dan rektum di sebelah posterior. Panjang uterus 7,5 cm
dan lebar 4 – 5 cm dengan berat sekitar 60 gr. Bagian uterus diatas isthmus
disebut korpus uteri dan bagian bawah isthmus disebut serviks. Dalam keadaan
normal posisi uterus adalah antefleksi – anteversi. Servik uteri dibagi menjadi 2
bagian: pars vaginalis dan pars supravaginalis, dibagian dalam serviks terdapat
kanalis servicalis.
Corpus uteri merupakan bagian terbesar uterus, di bagian anterior
menempel pada vesica urinaria dan di bagian posterior menempel pada
intestinum, di bagian lateral menempel pada berbagai struktur yang berbeda
didalam ligamentum latum (tuba falopii – ligamentum rotundum – ligamentum
ovarii proprium – vasa uetrina dan ureter).
Arteri uterina menyilang ureter sebelum berjalan di dinding lateral uterus.
Titik persilangan tersebut kira-kira 1.5 cm dari forniks lateris.
Kavum uteri berbentuk segitiga dengan kubah yang berda pada bidang stinggi
kedua ostium tuba falopii dan apeks bagian bawah setinggi ostium uteri internum.
7
Dinding uterus terdiri dari 3 lapisan:
a) Serosa (peritoneum visceralis)
b) Miometrium
c) Endometrium
3. Tuba Fallopi
Dua buah saluran muskuler yang terbentang dari sudut superior uterus kearah
lateral dengan panjang masing-masing sekitar 8 – 14 cm. Saluran ini
menghubungkan cavum uteri dengan cavum peritoneum.
Tuba dapat dibagi menjadi 4 bagian:
a) Pars uterina / intertitium
b) Pars isthmica (penampang melintang paling sempit)
c) Pars ampullaris
d) Pars infudibularis (fimbriae)
Dinding tuba falopii terdiri dari 3 lapisan:
a) Lapisan serosa
b) Lapisan muscularis
c) Lapisan mucosa
Mukosa tuba dilapisi selapis sel kolumnar yang sebagian memiliki bulu getar
(silia) dan sebagian lain memiliki kelenjar.
4. Ovarium
Ovarium (indung telur) adalah sepasang organ berbentuk seperti buah
almond yang berada di samping uterus di dekat dinding lateral pelvis dan berada
pada lapisan posterior ligamentum latum, postero-caudal tuba falopii. Panjang
kira-kira 2,5 – 5,0 cm dengan lebar kira-kira 1,5 – 3,0 cm. Masing masing
memiliki permukaan medial lateral. Masing-masing ovarium memiliki tepi
anterior (mesovarium) dan tepi posterior yang bebas.
Ligamentum penyangga ovarium adalah:
a) Lig. Suspensarium ovarii (lig. Infudibulo-pelvicum)
b) Lig. Ovarii proprium.
8
Gambar 2. Anatomi genitalia Interna.
9
1) Penyakit kelamin : gonorea, sifilis, ulkus mole, limfogranuloma
venereum, dan granuloma inguinale
2) Tuberkulosis
3) Vulvitis disebabkan oleh infeksi karena virus : limfogranuloma
veneretun, herpes genitalis dan kondiloma akuminata
4) Vulvitis pada diabetes melitus
2.2.1. Bartholinitis
Bartolinitis adalah infeksi pada kelenjar bartolin atau bartolinitis juga
dapat menimbulkan pembengkakan pada alat kelamin luar wanita. Biasanya,
pembengkakan disertai dengan rasa nyeri hebat bahkan sampai tak bisa berjalan.
Juga dapat disertai demam, seiring pembengkakan pada kelamin yang memerah.
Bartolinitis disebabkan oleh infeksi kuman pada kelenjar bartolin yang
terletak di bagian dalam vagina agak keluar. Mulai dari chlamydia, gonorrhea, dan
sebagainya. Infeksi ini kemudian menyumbat mulut kelenjar tempat
diproduksinya cairan pelumas vagina
Gejala klinis dari bartholinitis adalah:
a) Vulva : perubahan warna kulit, membengkak, timbunan nanah dalam
kelenjar, nyeri tekan.
b) Kelenjar bartolin membengkak, terasa nyeri sekali bila penderia berjalan
atau duduk, juga dapat disertai demam
c) Kebanyakkan wanita dengan penderita ini datang ke PUSKESMAS
dengan keluhan keputihan dan gatal, rasa sakit saat berhubungan dengan
suami, rasa sakit saat buang air kecil, atau ada benjolan di sekitar alat
kelamin.
d) Terdapat abses pada daerah kelamin
e) Pada pemeriksaan fisik ditemukan cairan mukoid berbau dan bercampur
dengan darah.
Pengobatan yang cukup efektif saat ini adalah dengan antibiotik golongan
cefadroxyl 3 x 500 mg selama sedikitnva 5-7 hari, dan asam mefenamat 3x500
mg untuk meredakan rasa nyeri dan pembengkakan, hingga kelenjar tersebut
mengempis.
10
2.2.2. Herpes Genitalis
a) Etiologi
Herpes genital adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang
disebabkan virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) atau tipe 2 (HSV-2). Tipe 1
biasa ditemukan di daerah mulut (herpes oral) dan tipe 2 disebut herpes genital. Di
Amerika sekitar 1 dari 6 orang berusia 14 - 49 tahun menderita infeksi oleh HSV-
2.
b) Gejala
Pada umumnya infeksi virus herpes tidak menimbulkan gejala atau hanya
gejala ringan, sehingga orang dengan infeksi HSV-1 atau HSV-2 tidak menyadari
bahwa mereka sedang sakit. Apalagi gejala sering dianggap sebagai kelainan kulit
lain.
Jika penyakit timbul, di tengah-tengah daerah dengan radang dan edema
tampak sejumlah vesikel yang biasanya berlokasi pada labia minora, bagian dalam
labia mayora dan prepusium. Tempat tersebut dirasakan panas dan gatal, dan
karena digaruk sering timbul infeksi sekunder. Kadang-kadang tampak pula
ulkus-ulkus kecil yang dangkal. Selain pada vulva, penyakit ini ditemukan pula
pada vagina dan serviks uteri yang menyebabkan leukorea, perdarahan, dan
dysuria.
c) Penularan
Herpes genital hanya dapat ditularkan melalui kontak seksual antara orang
yang sudah memiliki virus dalam tubuhnya dengan orang yang belum terinfeksi.
Kontak seksual dapat berupa anal, vaginal maupun oral. Penyebaran infeksi dapat
terjadi dari pasangan yang terinfeksi tanpa ada luka dan bahkan tidak menyadari
bahwa dirinya memiliki infeksi virus herpes.
d) Diagnosis
Penyedia layanan kesehatan dapat mendiagnosa herpes genital dengan
pemeriksaan secara visual, yakni mencari luka khas akibat pecahnya gelembung
herpes. Diagnosis herpes genitalis dapat dibuat dengan cara kultur pada luka-luka
di vulva, vagina, atau serviks dan dengan tes serologi.
11
e) Pengobatan
Tujuan pengobatan herpes adalah untuk mencegah atau mempersingkat
durasi outbreak, biasanya dengan pemberian antiviral. Sebagai tambahan,
pemberian terapi supresif (misalnya penggunaan harian obat antiviral) untuk
herpes dapat mengurangi kemungkinan terjadi penularan kepada pasangannya.
Terapi yang dapat diberikan dapat berupa:
1) Simptomatis
Obat-obat mengurangi rasa nyeri dan gatal, dan mengeringkan
daerah daerah yang kena infeksi
2) Analgesik /kompres jika ada ulserasi
3) Anti-Viral (pilih salah satu)
Acyclovir 5 x 200 mg (± 7-10 hr) (p.o)
Valacyclovir 2 x 500 mg (± 7-10 hr) (p.o)
Famcyclovir 3 x 250 mg (± 7-10 hr) (p.o)
4) Aplikasi lokal dari 1% larutan neutral-red atau 0,1% larutan provaline,
diikuti dengan penyinaran dengan sinar fluoresensi (20 - 30 watt) selama
10 -15 menit dengan jarak 15 - 20 cm.
12
c) Gejala Klinis
Keluhan dan gejala-gejala berupa lesi lunak bertangkai pada setiap
permukaan mukosa atau kulit yang bervariasi dalam ukuran dan bentuk. Lesi
biasanya tidak menimbulkan keluhan kecuali kalau terluka atau terkena infeksi
sekunder, menyebabkan perdarahan, nyeri, atau keduanya.
d) Diagnosis
Diagnosis dibuat terutama dengan inspeksi kasar. Pemeriksaan kolposkopi
dapat membantu identifikasi lesi-lesi serviks atau vagina. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan melihat perubahan-perubahan akibat hPV pada pemeriksaan
mikroskopik spesimen biopsi atau usapan Pap. Dapat juga dilakukan pemeriksaan
DNA.
e) Penatalaksanaan
Terapi berupa mengangkat lesi jika ada keluhan atau untuk alasan
kosmetik. Tidak ada terapi yang dapat digunakan untuk membasmi habis virus
hPV.
1) Podofilin. Lesi diusapi dengan podofilin setiap minggu selama 4 sampai 6
minggu. Podofilin harus dicuci setelah 6 jam. Terapi ini merupakan
indikasi kontra untuk pasien hamil.
2) Asam trikloroasetat dipakai setiap 1 sampai 2 minggu sampai lesinya
lepas.
3) Krim imikuimod 5% dipakai 3 kali seminggu sampai 16 minggu. Biarkan
krim di kulit selama 6 sampai 10 jam.
4) Terapi krio, elektrokauter atau terapi laser dapat digunakan untuk lesi
yang lebih besar.
13
nonspesifik. Umumnya vaginitis nonspesifik dapat disembuhkan dengan
antibiotik. 3
Gejala yang penting pada vaginitis ialah leukorea, terdiri dari cairan yang
kadang-kadang bercampur lendir, dan dapat menjadi mukopurulen. Gejala ini
disertai oleh rasa gatal dan membakar. Vaginitis disertai dengan vulvitis.
Permukaan vagina dan vulva pada vulvovaginitis menjadi merah dan agak
membengkak, pada vagina dapat ditemukan pula bintik-bintik merah (vaginitis
granularis). Pada vaginitis, basil Doderlein sedikit atau tidak ada, fluor yang
dikeluarkan mengandung banvak leukosit. 3
14
spekulum lengket di dinding vagina. Pruritus atau iritasi vulva dan vagina jarang
terjadi.
d) Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan cara sebagai berikut.
1) Identifikasi mikroskopik sel-sel clue pada usapan basah (lebih dari 20%).
Sel-sel clue adalah sel-sel epitel vagina dengan kerumunan bakteri
menempel pada membran sel. Tampak juga beberapa sel radang atau
laktobasili.
2) pH cairan vagina sama atau lebih dari 4,5.
3) Uji whiff positif yang berarti keluar bau seperti anyir (amis) pada waktu
ditambahkan larutan potasium hidroksida (KOH) 10% sampai 20% pada
cairan vagina.
4) Eritema vagina jarang.
e) Terapi:
1) Metronidazol 500 mg per oral 2x sehari selama 7 hari.
2) Metronidazol per vagina 2x sehari selama 5 hari.
3) Krim klindamisin 2% per vagina lx sehari selama 7 hari.
2.3.2. Trikomoniasis
a) Defenisi dan etiologi
Infeksi trikomonas adalah infeksi oleh protozoa Trichomonas vaginalis
yang ditularkan secara seksual. Merupakan sekitar 25% vaginitis karena infeksi.
Trikomonas adalah organisme yang tahan dan mampu hidup dalam handuk basah
atau permukaan lain. Masa inkubasinya berkisar 4 sampai 28 hari.
b) Gejala Klinis
Keluhan dan gejala bisa sangat bervariasi. Klasik cairan vagina berbuih,
tipis, berbau tidak enak, dan banyak. Warnanya bisa abu-abu, putih, atau kuning
kehijauan. Mungkin ada eritema atau edema vulva dan vagina. Mungkin serviks
juga tampak eritematus dan rapuh. Gambaran strawberry cervix pada pemeriksaan
dengan spekulum.
c) Diagnosis:
15
1) Pada pemeriksaan spekulum ditemukan gambaran strawberry cervix dan
duh tubuh khas Trikomoniasis vaginalis.
2) Preparat kaca basah memperlihatkan protozoon fusiformis uniseluler yang
sedikit lebih besar dibanding sel darah putih. Ia mempunyai flagela dan
dalam spesimen dapat dilihat gerakannya. Biasanya ada banyak sel radang.
3) Cairan vagina mempunyai pH 5,0 sampai 7,0.
4) Pasien yang terinfeksi tapi tidak ada keluhan mungkin diketahui terinfeksi
dengan diketemukannya Trichomonas pada usapan Pap.
d) Terapi
Dengan metronidazol 2 g per oral (dosis tunggal). Pasangan seks pasien
sebaik-nya juga diobati.
2.3.3. Kandidiasis
Vaginitis kandida bukan infeksi menular seksual karena Candida
merupakan penghuni vagina normal. Pada 25% perempuan bahkan dijumpai di
rektum dan rongga mulut dalam persentase yang lebih besar. Candida albicans
menjadi patogen pada 80% sampai 95% kasus kandidiasis vulvovaginalis, dan
sisanya adalah C. glabrata dan C. tropicalis. Faktor risiko infeksi meliputi
imunosupresi, diabetes mellitus, perubahan hormonal (misal kehamilan), terapi
antibiotika spektrum luas, dan obesitas.
Keluhan dan gejala. Beratnya keluhan tidak ada hubungannya dengan
jumlah organisme. Keluhan yang menonjol adalah pruritus, seringkali disertai
iritasi vagina, disuria, atau keduanya. Cairan vagina klasik berwarna putih seperti
susu yang menjendal dan tidak berbau. Pemeriksaan spekulum seringkali
memperlihatkan eritema dinding vulva dan vagina, kadang-kadang dengan plak
yang menempel.
Diagnosis dibuat kalau preparat KOH cairan vagina menunjukkan hife dan
kuncup (larutan KOH 10% sampai 20% menyebabkan lisis sel darah merah dan
putih sehingga mempermudah identifikasi jamur). Mungkin diperlukan untuk
melihat banyak lapangan pandangan agar dapat menemukan patogen. Preparat
KOH negatif tidak mengesampingkan infeksi. Pasien dapat diterapi berdasar
16
gambaran klinis. Dapat dibuat biakan dan hasilnya bisa diperoleh dalam waktu 24
sampai 72 jam.
Terapi terdiri dari aplikasi topikal imidasol atau triasol, seperti mikonasol,
klotri-masol, butokonasol, atau terjonasol. Obat-obat ini dapat diresepkan sebagai
krim, su-positoria, atau keduanya. Lama pengobatan bervariasi tergantung obat
yang dipilih. Dosis tunggal flukonasol 150 mg per oral mempunyai tingkat
kemanjuran tinggi.
2.3.4. (Vulvo)-vaginitis-atrofikans
Sesudah menopause (atau sesudah fungsi ovarium ditiadakan dengan jalan
pembedahan atau penyinaran) epitel vagina menjadi atrofis dengan hanya
tertinggal lapisan sel basal. Epitel demikian itu mudah kena infeksi, dan radang
dapat menjalar ke jaringan di bawah epitel. Penyakit ini menyebabkan leukorea
dan rasa gatal dan pedih. Vaginitis ini juga dinamakan vaginitis senilis. Urethra
dan kandung kencing dapat ikut terlibat dan menimbulkan gejala disuria dan
sering kencing.
Terapi terdiri atas pemberian estrogen per os (Premarin 1,25 mg atau
Oestrofeminal 1,25 mg) tiap malam dan pemberian dienestrol krem, premarin
vaginal cream, atau 0,1 mg suposotorium dietil stilbestrol per vaginam untuk 30
malam. Dewasa ini dapat dianjurkan pemakaian Synapause tablet dan Syr apause
krim.
17
Tabel 1. Diferential Diagnosa Infeksi Vagina
18
tinggal di daerah rural di Bali angka kejadiannya sebesar 5,6%. Faktor risikonya
antara lain meliputi umur di bawah 25 tahun dan aktif secara seksual, status sosial
ekonomi rendah, pa-sangan seksual banyak, dan status tidak kawin.
Mikrobiologi. C. trachomatis adalah organisme intraseluler wajib yang
lebih menyukai menginfeksi sel-sel skuamokolumner, yaitu pada zona transisi
serviks.
Keluhan dan gejala. Infeksi klamidia tidak menimbulkan keluhan pada
30% sampai 50% kasus dan dapat menetap selama beberapa tahun. Pasien dengan
servisitis mungkin mengeluh keluar cairan vagina, bercak darah, atau perdarahan
pascasanggama. Pada pemeriksaan serviks mungkin tampak erosi dan rapuh.
Mungkin ada cairan mukopurulen berwarna kuning-hijau. Pengecatan Gram
memperlihatkan lebih dari 10 lekosit polimorfonuklear per lapangan pencelupan
minyak.
Diagnosis dengan biakan adalah yang paling optimal tetapi cara ini makan
waktu, memerlukan keterampilan teknis tinggi, dan fasilitas biakan sel yang
memadai.
Pemeriksaan sampel endoserviks pada 415 pasien rawat jalan di tiga
rumah sakit di Kalimantan Selatan dengan memakai optical immunoassay (OIA)
menunjukkan sensitivitas 31,6% dan spesifisitas 98,8%. Hasil ini lebih rendah
dibanding pemeriksaan dengan ligase chain reaction (LCR).
Rekomendasi terapi dari Center for Disease Control and Prevention
(CDC):
a) Azitromisin 1 gr per oral (dosis tunggal) atau
b) Doksisiklin 100 mg per oral 2x sehari selama 7 hari.
Terapi alternatif:
a) Eritromisin bass 500 mg per oral 4x sehari selama 7 hari atau
b) Eritromisin etilsuksinat 800 mg 4x sehari selama 7 hari atau
c) Ofloksasin 300 mg per oral 2x sehari selama 7 hari atau
d) Levofloksasin 500 mg per oral lx sehari selama 7 hari.
e) Pasangan seks hams dirujuk ke klinik atau dokter untuk mendapatkan
pengobatan. Uji kesembuhan hanya diperlukan pada pasien hamil atau jika
tetap ada keluhan.
19
2.4.2. Gonorea
Mikrobiologi. N. Gonorrhoeae adalah diplokokus gram negatif yang
menginfeksi epitel kolumner atau pseudostratified. Oleh karena itu, traktus
urogenitalis merupakan tempat infeksi yang biasa. Manifestasi lain infeksi adalah
gonorea faringeal atau menyebar. Masa inkubasi 3 sampai 5 hari.
Epidemiologi. Jumlah infeksi yang dilaporkan menurun pada tahun 1975
tetapi kemudian meningkat kembali sampai pada tingkat epidemi. Gonorea
merupakan 7,00% dari penyakit menular seksual di delapan rumah sakit umum di
Indonesia pada tahun 1986 - 1988.
Faktor risiko pada dasarnya sama dengan untuk servisitis Chlamydia.
Meskipun insidensi gonorea pada populasi secara keseluruhan lebih tinggi pada
laki-laki dengan rasio 1,5 dibanding 1, risiko penularan dari laki-laki ke
perempuan sebesar 80% sampai 90%, sedangkan risiko penularan dari perempuan
ke laki-laki lebih kurang 25%.
Keluhan dan gejala. Seperti infeksi klamidia, seringkali pasien tidak
mempunyai keluhan tetapi mungkin mereka datang dengan cairan vagina, disuria,
atau perdarahan uterus abnormal.
Diagnosis. Biakan dengan medium selektif merupakan uji terbaik untuk
gonorea. Lidi kapas steril dimasukkan ke dalam kanal endoserviks selama 15
sampai 30 detik kemudian spesimen diusap pada medium. Dapat juga digunakan
kulturet tetapi mungkin sensitivitasnya lebih rendah. Diagnosis ditegakkan jika
pada pengecatan Gram terlihat di-plokoki intraseluler tetapi sensitivitasnya hanya
sekitar 60%.
Rekomendasi terapi menurut CDC:
a) Seftriakson 125 mg i.m. (dosis tunggal) atau
b) Sefiksim 400 mg per oral (dosis tunggal) atau
c) Siprofloksasin 500 mg per oral (dosis tunggal) atau
d) Ofloksasin 400 mg per oral (dosis tunggal) atau
e) Levofloksasin 250 per oral (dosis tunggal).
Terapi untuk klamidia jika infeksi klamidia tidak dapat dikesampingkan.
Penelitian untuk menguji kerentanan antibiotika dilakukan pada 122 isolat N.
gonorrhoeae yang diperoleh dari 400 pekerja seks komersial di Jakarta.
20
Didapatkan kerentanan terhadap siprofloksasin, sefuroksim, sefoksitin,
sefotaksim, seftriakson, kloramfenikol, dan spektinomisin tetapi semua isolat
resisten terhadap tetrasiklin. Penurunan kerentanan terlihat pada eritromisin,
tiamfenikol, kanamisin, penisilin, gentamisin, dan norfloksasin.
Diagnosis
Diagnosis endometritis kronik ditegakkan dengan biopsi dan biakan
endometrium. Gambaran histologik klasik endometritis kronik berupa reaksi
radang monosit dan sel-sel plasma di dalam stroma endometrium (lima sel plasma
21
per lapangan pandangan kuat). Tidak ada korelasi antara adanya sejumlah kecil
sel lekosit polimorfonuklear dengan endometritis kronik. Pola infiltrat radang
limfosit dan sel-sel plasma yang tersebar di seluruh stroma endometrium terdapat
pada kasus endometritis berat. Kadang-kadang bahkan terjadi nekrosis stroma.
Terapi
Terapi pilihan untuk endometritis kronik adalah doksisiklin 100 mg per
oral 2x sehari selama 10 hari. Dapat pula dipertimbangkan cakupan yang lebih
luas untuk organisme anerobik terutama kalau ada vaginosis bakterial. Jika terkait
dengan PID akut terapi harus fokus pada organisme penyebab utama termasuk N.
gonorrhoeae dan C. tracho-matis, demikian pula cakupan polimikrobial yang lebih
luas.
22
sehingga kelainan prakanker dapat terdeteksi serta pengobatannya menjadi lebih
murah dan mudah.
Pap Smear mampu mendeteksi lesi prekursor pada stadium awal sehingga
lesi dapat ditemukan saat terapi masih mungkin bersifat kuratif.7
Manfaat Pap Smear secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut:8
1) Diagnosis dini keganasan
Pap Smear berguna dalam mendeteksi dini
kanker serviks, kanker korpus endometrium, keganasan tuba fallopi, dan
mungkin keganasan ovarium.
2) Perawatan ikutan dari keganasan
Pap Smear berguna sebagai perawatan
ikutan setelah operasi dan setelah mendapat kemoterapi dan radiasai.
3) Interpretasi hormonal wanita
Pap Smear bertujuan untuk mengikuti
siklus menstruasi dengan ovulasi atau tanpa ovulasi, menentukan maturitas
ke hamilan, dan menentukan kemungkinan keguguran pada hamil muda.
4) Menentukan proses peradangan
Pap Smear berguna untuk menentukan
proses peradangan pada berbagai infeksi bakteri dan jamur.
23
Pap Smear tidak dilakukan pada saat menstruasi. Waktu yang paling tepat
melakukan Pap Smear adalah 10-20 hari setelah hari pertama haid terakhir. Pada
pasien yang menderita peradangan berat pemeriksaan ditunda sampai pengobatan
tuntas. Dua hari sebelum dilakukan tes, pasien dilarang mencuci atau
menggunakan pengobatan melalui vagina. Hal ini dikarenakan obat tersebut dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Wanita tersebut juga dilarang melakukan
hubungan seksual selama 1-2 hari sebelum pemeriksaan Pap Smear.9
24
Gmbar 3. Prosedur Melakukan Pap Smear
25
2) CIN II merupakan displasia sedang dimana melibatkan dua pertiga
epitelium.
3) CIN III merupakan displasia berat atau karsinoma in situ yang dimana
telah
melibatkan sampai ke basement membrane dari epitelium.
26
b) Dasar Pemeriksaan IVA
Pemeriksaan IVA pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman (1925)
dengan cara memulas leher rahim dengan kapas yang telah dicelupkan dalam
asam asetat 3-5%. Pemberian asam asetat itu akan mempengaruhi epitel abnormal,
bahkan juga akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler. Cairan
ekstraseluler yang bersifat hipertonik ini akan menarik cairan dari intraseluler
sehingga membran akan kolaps dan jarak antar sel akan semakin dekat. Sebagai
akibatnya, jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan
diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel
abnormal akan berwarna putih, disebut juga epitel putih (acetowhite).
Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan akan berwarna putih
juga setelah pemulasan dengan asam asetat tetapi dengan intensitas yang kurang
dan cepat menghilang. Hal ini membedakannya dengan proses prakanker yang
epitel putihnya lebih tajam dan lebih lama menghilang karena asam asetat
berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi koagulasi protein lebih banyak. Jika
makin putih dan makin jelas, makin tinggi derajat kelainan jaringannya.
Dibutuhkan 1-2 menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada epitel.
Leher rahim yang diberi 5% larutan asam asetat akan berespons lebih cepat
daripada 3% larutan tersebut. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga
dengan pemberian asam asetat akan didapatkan hasil gambaran leher rahim yang
normal (merah homogen) dan bercak putih (mencurigakan displasia). Lesi yang
tampak sebelum aplikasi larutan asam asetat bukan merupakan epitel putih, tetapi
disebut leukoplakia yang biasanya disebabkan oleh proses keratosis.
c) Tujuan Pemeriksaan
Untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan
pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan. Untuk mengetahui
kelainan yang terjadi pada leher rahim.
27
2) Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55
tahun
3) Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun
4) Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia
25-60 tahun.
5) Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup
memiliki dampak yang cukup signifikan.
6) Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah
1 tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun
Persiapan alat:
1) Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi.
2) Meja/ tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi
litotomi.
3) Sumber cahaya/ lampu sorot untuk melihat serviks
4) Spekulum vagina
5) Asam asetat (3-5%)
6) Swab-lidi berkapas
7) Sarung tangan
Pelaksanaan:
1) Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien akan mendapat penjelasan
mengenai prosedur yang akan dijalankan. Privasi dan kenyamanan sangat
penting dalam pemeriksaan ini.
2) Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi (berbaring dengan dengkul
ditekuk dan kaki melebar).
28
3) Vagina akan dilihat secara visual apakah ada kelainan dengan bantuan
pencahayaan yang cukup.
4) Spekulum (alat pelebar) akan dibasuh dengan air hangat dan dimasukkan
ke vagina pasien secara tertutup, lalu dibuka untuk melihat leher rahim.
5) Bila terdapat banyak cairan di leher rahim, dipakai kapas steril basah
untuk menyerapnya.
6) Dengan menggunakan pipet atau kapas, larutan asam asetat 3-5%
diteteskan ke leher rahim. Dalam waktu kurang lebih satu menit, reaksinya
pada leher rahim sudah dapat dilihat.
7) Bila warna leher rahim berubah menjadi keputih-putihan, kemungkinan
positif terdapat kanker. Asam asetat berfungsi menimbulkan dehidrasi sel
yang membuat penggumpalan protein, sehingga sel kanker yang
berkepadatan protein tinggi berubah warna menjadi putih.
8) Bila tidak didapatkan gambaran epitel putih padadaerah transformasi
bearti hasilnya negative.
29
e) Interprestasi
Tabel 2. Kategori Temuan IV
Kategori
1. Negatif tak ada lesi bercak putih (acetowhite
lesion)
bercak putih pada polip endoservikal
atau kista nabothi
garis putih mirip lesi acetowhite pada
sambungan skuamokolumnar
2. Positif 1 (+) samar, transparan, tidak jelas, terdapat
lesi bercak putih yang ireguler pada
serviks
lesi bercak putih yang tegas,
membentuk sudut (angular),
geographic acetowhite lessions yang
terletak jauh dari sambungan
skuamokolumnar
3. Positif 2 (++) lesi acetowhite yang buram, padat dan
berbatas jelas sampai ke sambungan
skuamokolumnar
lesi acetowhite yang luas,
circumorificial, berbatas tegas, tebal
dan padat
pertumbuhan pada leher rahim
menjadi acetowhite
Baku emas untuk penegakan diagnosis lesi prakanker leher rahim adalah
biopsi yang dipandu oleh kolposkopi. Apabila hasil skrining positif, perempuan
yang diskrining menjalani prosedur selanjutnya yaitu konfirmasi untuk penegakan
diagnosis melalui biopsi yang dipandu oleh kolposkopi. Setelah itu baru dilakukan
pengobatan lesi prakanker. Ada beberapa cara yang dapat digunakan yaitu
30
kuretase endoservikal, krioterapi, atau loop electrosurgical excision procedure
(LEEP), laser, konisasi, sampai histerektomi simpel.
31
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Infeksi alat reproduksi dapat menurunkan fertilitas, mempengaruhi
keadaan umum dan mengganggu kehidupan seksual. Gejala yang paling sering
ditemukan pada penderita ginekologik adalah leukore (keputihan).
Infeksi pada vulva dapat berupa bartholinitis, herpes genitalis, dan
kondiloma akuminatum. Infeksi pada vagina dapat berupa vaginosis bacterial,
trikomoniasis, kandidiasis, dan (vulvo)-vaginalis-atrofikans. Infeksi pada serviks
dapat berupa klamidia trakomatis, dan gonorea. Infeksi pada korpus uteri
endometritis akut dan kronik.
Infeksi pada alat genitalia dapat timbul secara akut dengan akibat
meninggalnya penderita, atau penyakit bisa sembuh sama sekali tanpa bekas, atau
dapat meninggalkan bekas seperti penutupan lumen tuba.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
15. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Skrining Kanker Leher Rahim
Dengan Metode Inspeksi Visual Asam Asetat.
16. Sinta Sasika, dkk,. 2010. Deteksi Dini Kanker Serviks Melalui Uji Sitologi dan
DNA HPV. Universitas Padjajaran Bandung.
34