Anda di halaman 1dari 4

makalah inkorting

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Warisan merupakan salah satu pranata peralihan hak yang sering menjadi pemicu perselisihan
dalam sebuah keluarga yang diatur dalam hukum perdata, eksistensi hukum waris perdata
sebagai salah satu cabang hukum perdata yang bersifat mengatur tidak berpengaruh signifikan.
Hukum Waris Barat adalah bagian dari isi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata selanjutnya
disingkat KUHPerdata yang merupakan terjemahan dari Burgerlijk Wetboek termasuk dalam
bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang hukum perdata
memiliki kesamaan sifat dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan.
Hukum Waris Barat meski letaknya dalam bidang hukum perdata, ternyata terdapat aturan yang
bersifat memaksa (dwingend recht) di dalamnya. Sifat memaksa dalam hukum waris perdata,
misalnya ketentuan pemberian hak mutlak (legitime portie) kepada ahli waris tertentu atas
sejumlah tertentu dari harta warisan atau ketentuan yang melarang pewaris membuat ketetapan
seperti menghibahkan bagian tertentu dari harta warisannya, maka penerima hibah mempunyai
kewajiban untuk mengembalikan harta yang telah dihibahkan kepadanya ke dalam harta warisan
guna memenuhi bagian mutlak (legitime portie) ahli waris yang mempunyai hak mutlak tersebut,
dengan memperhatikan Pasal 1086 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tentang hibah-hibah
yang wajib inbreng (pemasukan). Ahli waris pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu ahli waris berdasarkan undang-undang (ab intestato) dan ahli waris berdasarkan pada
wasiat (adtestamento). Ahli waris berdasarkan undang-undang (ab intestato) kedudukannya
diatur menurut undang-undang, sedangkan ahli waris menurut surat wasiat (ad testamento)
merupakan ahli waris yang menerima harta warisan karena kehendak dari pewaris, yang
kemudian dicatatkan dalam surat wasiat (testament) dan dalam hal ini peran dan fungsi Notaris
sangat dibutuhkan. Pewaris sebagai pemilik harta, mempunyai hak mutlak untuk mengatur apa
saja yang dikehendaki atas hartanya, ini merupakan konsekuensi dari hukum waris sebagai
hukum yang bersifat mengatur. Ahli waris yang mempunyai hak mutlak atas bagian yang
tersedia dari harta warisan, disebut ahli waris legitimaris. Sedangkan bagian mutlak yang tersedia
dari harta warisan yang merupakan hak ahli waris legitimaris disebut Legitime Portie. Jadi
Legitime Portie adalah hak ahli waris legitimaris terhadap bagian tertentu dari harta warisan.
Dalam makalah ini kami akan memberikan gambaran serta penjelasan disertai contoh –contoh
mengenai “PEMOTONGANG (INKORTING),” yang semoga dapat memberikan pengetahuan
yang bermanfaat bagi pembaca.
B. Klasifikasi Masalah
Rumusan masalah yang akan kami uraikan adalah : 1. Apa yang dimaksud dengan Inkorting? 2.
Ada berapa macam Inkorting dalam BW? 3. Apa saja yang menjadi ruang lingkup Inkorting
dalam BW?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulis membuat makalah ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengertian dari Inkorting 2.
Untuk mengatahui macam-macam bentuk Inkorting 3. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi
ruang lingkup inkorting
BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG INKORTING
A. Definisi Inkorting
Pasal 929 BW, dijelaskan tentang tuntutan inkorting harus diajukan menurut urutan hari
pemindah tanganannya, mulai dari pemindah tanganan yang paling akhir, kemudian urutan
prioritas pelaksanaan inkorting sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 916a BW, pertama dari ahli
waris yang non legitimaris (garis kesamping, janda/duda, saudara-saudara), kedua dari wasiat
(legaat dan erfstelling), dan ketiga di-inkorting dari hibah-hibah yang diberikan oleh pewaris
semasa pewaris hidup, dengan maksud bahwa apabila setelah di-inkorting dari non legitimaris,
bagian mutlak belum terpenuhi, maka dilanjutkan dengan inkorting terhadap ahli waris dalam
wasiat, jika belum terpenuhi juga bagian mutlak, maka di inkorting dari hibah-hibah semasa
pewaris hidup. B. Macam-macam Inkorting Pemotongan (inkorting) ada dua macam, yaitu
sebagai berikut: 1. Pemotongan semu (oneigenlijke inkorting) adalah pemotongan tidak
langsung. Pemotongan ini dilakukan dari bagian ahli waris yang tidak berhak atas bagian mutlak
dan pemotongan dari pemberian yang dilakukan dengan wasiat. Pemotongan semu dibagi
menjadi dua, yaitu: a. Pemotongan langsung dari ahli waris ab intestato yang bukan legitimaris;
b. Wasiat yang sudah dipotong, tetapi belum diberikan karena bagian mutlak tersinggung, hibah
wasiat itu dipotong untuk menutup kekurangan bagian mutlak. 2. Pemotongan yang sebenarnya
(eigenlijke inkorting) adalah pemotongan yang sungguh-sungguh diadakan, seperti pemotongan
terhadap hibah telah diberikan dan dikembalikan untuk menutupi LP.
BAB III PEMBAHASAN LINGKUP PEMOTONGAN (INKORTING) DALAM HUKUM
WARIS BW
A. Pembagian kepada selain legitimaris
Menurut R. Soerojo Wongsowidjojo, untuk menerapkan Pasal 916 KUHPer diperlukan adanya
tiga golongan ahli waris, yaitu: 1. Ahli waris ab intestato legitimaris; 2. Ahli waris ab intestato
bukan legitimaris; 3. Pihak ketiga. Pemberian kepada pihak ketiga dibatasi oleh Pasal 916 a.
Pihak ketiga tidak boleh menerima harta peninggalan melebihi ketentuan dalam Pasal 916a
sehingga menyinggung LP. Jadi Pasal 916 a ini menentukan batas maksimum bagian untuk pihak
ketiga. Terhadap si pewaris, ia hanya boleh memberikan harta peninggalannya dengan cara
hibah, hibah wasiat atau pun pengangkatan sebagai ahli waris dengan jumlah yang tidak melebihi
besarnya LP. Apabila melebihi besarnya LP, maka jumlah yang telah dihibahkan, dihibah
wasiatkan. Artinya, bagian dari orang yang diangkat sebagai ahli waris itu harus dikurangi,
pengurangan itu dinamakan inkorting (pengurangan/pemotongan). Sementara itu, jumlah yang
boleh diberikan dengan cara hibah wasiat disebut bagian bebas, yaitu suatu bagian yang
diberikan secara bebas oleh si pewaris kepada siapapun juga. Besarnya bagian bebas ini adalah
besarnya harta peninggalan setelah dikurangi dengan bagian mutlak. Pasal 916 a mengatur
bahwa: untuk pihak ketiga ditentukan maksimum yang boleh dipergunakan oleh si yang
meninggal secara bebas, yaitu sepanjang tidak menyinggung LP. Bagian bebas itu di dalam
bahasa Belanda disebut beschikbaar deel. Contoh: Aktiva warisan Rp 10juta, utang warisan Rp
5juta, legaat pada B → Rp 5juta. Hibah semasa hidup pada A Rp 4juta. Perhitungan LP: LP A =
½ (5juta + 4juta) – 4,5juta A telah menerima hibah 4juta. Kekurangan 500.000 B → di inkorting
500.000 → diserahkan pada A (AW legataris) Disini kedudukan A dan B sama-sama AW
legataris
B. Cara Memenuhi Bagian Mutlak
Contoh I: HW = 40juta B menerima legaat → dalam testament sebesar 30juta A menuntut LP
Penyelesaian: Laksanakan legaat pada B 30juta, sisa → warisan 10juta Perhatikan → apakah ada
pelanggaran LP LP A → ½ x ½ x 40juta = 10juta LP tidak terganggu, testament dapat
dilaksanakan Contoh II: A mengangkat B sebagai ahli waris untuk 3/8 bagian harta
peninggalannya, sedangkan B masih tetap sebagai ahli waris. C di onterferd oleh A. bagaimana
pembagian waris A? Pelaksanaan wasiat: B menerima 3/8 x harta peninggalan. 3/8 x Rp.
48.000,00 = Rp. 18.000,00. Sisa setelah dipotong wasiat Rp. 48.000,00 – Rp. 18.000,00 = Rp.
30.000,00. Sisa ini dibagi antara ahli waris menurut undang-undang, yaitu B, d, dan E. C tidak
memperoleh bagian sebab ia dikesampingkan sebagai ahli waris. Jadi B, D dan E mendapat sisa
wasiat = 1/3 x Rp. 30.000,00 = Rp. 10.000,00. Akan tetapi, C tidak boleh dikesampingkan sama
sekali, karena ia berhak atas LP. LP C ialah ¾ x ¼ x Rp. 48.000,00 = Rp. 9.000,00. Jumlah LP
C, D dan E ialah 3 x ¾ x ¼ x Rp. 48.000,00 = Rp. 27.000,00. Jadi sisa warisan setelah dipotong
Lp ialah Rp. 30.000,00 – Rp.27.000,00. Sisa ini dibagi antara ahli waris menurut undang-undang
yang tidak di onterfd, yaitu B, D dan E masing-masing memperoleh 1/3 x Rp. 3.000,00 = Rp.
1.000,00. Maka pembagian warisan ialah: B= Rp. 18.000,00 + Rp. 1.000,00 = Rp. 19.000,00 C=
Rp. 9.000,00 D= Rp. 9.000,00 + Rp. 1000,00 = Rp. 10.000,00 E= Rp. 9000,00 + Rp.1000,00 =
Rp. 10.000,00 Catatan: Kekurangan LP terlebih dahulu diambil dari sisa yang harus dibagi.
Apabila dengan cara seperti LP sudah tertutupi, maka bagian dari wasiat tidak boleh diganggu
gugat. Jika sisa yang harus dibagi tidak cukup, barulah legaat dikurangi untuk menutupi
kekurangan LP. Selama Legaat tidak menyinggung LP, legaat itu harus dihormati.
C. Segala Pemberian
Pasal 920: “Terhadap segala pemberian atau penghibahan, baik antara yang masih hidup,
maupun dengan surat wasiat yang mengakibatkan menjadi berkurangnya bagian mutlak dalam
sesuatu warisan, bolehlah kelak dilakukan pengurangan bilamana warisan itu telah terbuka, akan
tetapi hanyalah atas tuntutan para waris mutlak dan ahli waris atau pengganti mereka.
Walaupun....” Catatan: Perlu diingat Pasal 916 a yang pada pokoknya menyatakan bahwa
pengurangan tidak dapat dilakukan selama bagian mutlak masih dapat dipenuhi dari harta
peninggalan yang tersisa. Apabila sisa harta peninggalan itu tidak cukup memenuhi LP, maka
barulah pemberian-pemberian dipotong. Pemotongan pemberian-pemberian dilakukan dengan
dilakukan dengan urutan sebagai berikut: 1. Pemberian berdasar surat wasiat, baik sebagai legaat
maupun erfstelling (pengangkatan sebagai ahli waris), yaitu menurut perbandingan besarnya
masing-masing. 2. Apabila LP belum juga tertutupi dengan cara demikian, maka selanjutnya
pemberian semasih hidup (hibah) yang dipotong. Pemotongan tidak berdasarkan perbandingan,
tetapi berdasarkan urutan pemberian. Pemberian paling akhir dipotong lebih dahulu, dan jika
dengan ini sudah cukup, hibah lain tidak mengalami pemotongan. Sehubungan dengan Pasal
920, terdapat urutan perhitungan di antara ahli waris legitimaris. Dalam praktik apabila terjadi
pembagian dan pemisahan harta peninggalan, urutan perhitungannya diuraikan di bawah ini. 1.
Pelaksanaan surat wasiat. 2. Apabila masih ada HP yang sisa, dibagi untuk para ahli waris
menurut aturan undang-untung. 3. Apabila si pewaris mengangkat orang lain sebagai ahli waris
satu-satunya, dan dalam hal ini ada istri dan anak-anaknya, maka istri dan anak-anaknya itu
dianggap dibebaskan sebagai ahli waris. Dengan demikian, istri tersebut tidak berhak menerima
bagian HP, sedangkan anak-anaknya tetap berhak atas LP-nya. 4. Orang lain yang diangkat
sebagai ahli waris satu-satunya hanya mendapat bagian bebas, sedangkan bagian selebihnya
untuk menutup bagian mutlak. 5. Periksa apakah ada ahli waris yang dirugikan atau LP-nya
tersinggung. a. Jika tidak ada yang dirugikan, maka pembagian bedasar 1 dan 2 tetap
dilaksanakan. b. Apabila LP-nya tersinggung, maka dilakukan pengurangan atas bagian ahli
waris yang bukan legitimaris, yaitu menurut perbandingan jumlah yang mereka terima. c. Jika
bagian ahli waris bukan legitimaris tidak cukup menutupi LP, para legitimaris dapat menuntut
inkorting (pengurangan) atas pemberian-pemberian berdasarkan wasiat dan hibah. d. Menurut
Pasal 924: jumlah yang harus dipotong untuk menutup “bagian mutlak”. 1) Pemberian dengan
wasiat karena kematian, antara lain hibah wasiat, pengangkatan sebagai ahli waris, dan
sebagainya. 2) Pemberian-pemberian/hibah-hibah sewaktu pewaris masih hidup dilaksanakan
pemotongannya dari hibah yang telah diberikan paling dekat dengan tanggal meninggalnya si
pewaris. Apabila untuk menutup LP, maka pemotongandilakukan terhadap hibah berikutnya
yang lebih jauh dari tanggal meninggalnya pewaris sampai bagian mutlak itu terpenuhi. 6.
Pembebasan sebagai ahli waris tidak memengaruhi bagian mutlak.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Pasal 929 BW, dijelaskan tentang tuntutan inkorting harus diajukan menurut urutan hari
pemindah tanganannya, mulai dari pemindah tanganan yang paling akhir, kemudian urutan
prioritas pelaksanaan inkorting sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 916a BW, pertama dari ahli
waris yang non legitimaris (garis kesamping, janda/duda, saudara-saudara), kedua dari wasiat
(legaat dan erfstelling), dan ketiga di-inkorting dari hibah-hibah yang diberikan oleh pewaris
semasa pewaris hidup, dengan maksud bahwa apabila setelah di-inkorting dari non legitimaris,
bagian mutlak belum terpenuhi, maka dilanjutkan dengan inkorting terhadap ahli waris dalam
wasiat, jika belum terpenuhi juga bagian mutlak, maka di inkorting dari hibah-hibah semasa
pewaris hidup. Inkorting terbagi dua: 1. Pemotongan semu (oneigenlijke inkorting) adalah
pemotongan tidak langsung. Pemotongan ini dilakukan dari bagian ahli waris yang tidak berhak
atas bagian mutlak dan pemotongan dari pemberian yang dilakukan dengan wasiat. 2.
Pemotongan yang sebenarnya (eigenlijke inkorting) adalah pemotongan yang sungguh-sungguh
diadakan, seperti pemotongan terhadap hibah telah diberikan dan dikembalikan untuk menutupi
LP.
B. Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata kesempurnaan. Sebab itu penulis senantiasa
dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya
membangun, agar kedepan bisa lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anisitus Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW, Raja
Grafindo Persada:Jakarta, 2001
Efendi Perangin, Hukum Waris, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014.
R. Subekti dan R. Tjitrisudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya
Paramita:Jakarta, 1992 Sudarsono, Hukum Waris dan Sistem Bilateral, Rineka Cipta :
Jakarta,1993
http://notariatundip2011.blogspot.com/2012/01/soal-dan-jawaban-responsi-ke-3-hukum.html.
Dia akses hari selasa tanggal 22 April 2014 jam 00.30 WI

Anda mungkin juga menyukai