Anda di halaman 1dari 10

PENANGANAN FAUNA AKUATIK IKAN BUNTAL

(Tetraodon sp.)

Penanganan Hasil Perairan


Sabtu, 3 Mei 2014
Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Muhammad Wahyu Jati

Ika Taat lestari


C34120065
Kelompok 12

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PENDAHULUAN

Latar belakang
Indonesia merupakan negara maritim yang mempunyai kekayaan
sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat melimpah, baik secara kuantitas
maupun keragamannya. Kekayaan sumberdaya pesisir dan laut yang berlimpah
baik hayati maupun nonhayati yang sangat bermanfaat untuk pembangunan
perekonomian dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Hastuti et al. (2012.)
menyatakan sektor perikanan menjadi sumber pertumbuhan dan perkembangan
ekonomi daerah serta sebagai lahan mata pencaharian masyarakat maupun sumber
penghasil devisa negara. Sejauh ini perikanan Indonesia telah berperan baik dalam
memenuhi kebutuhan pangan dunia. Indonesia mempunyai potensi besar untuk
menjadi komoditas ekspor dari sektor non migas.
Sektor perikanan mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat
terutama dalam memenuhi kebutuhan protein hewani. Produk perikanan antara lain
ikan, udang, kepiting, cumi-cumi, kerang dan lain-lain. Ikan merupakan salah satu
sumber protein hewani yang baik bagi tubuh karena memiliki kandungan gizi yang
tinggi sehingga baik dikonsumsi oleh segala usia (Fasa et al. 2012).
Salah satu sumber hayati perikanan yaitu ikan buntal (Tetraodon sp.). Ikan
ini banyak tidak disukai atau dikonsumsi karena ikan ini mengandung racun. Racun
ikan buntal (Tetraodon sp.) dapat mematikan, oleh karena itu dibutuhkan
penanganan dan preparasi yang baik dan benar agar ikan buntal (Tetraodon sp.)
dpat dikonsumsi sengan aman dna bergizi.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan preparasi dan
penanganan ikan buntal dengan baik.

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Buntal Pisang (Tetraodon lunaris)


Ikan buntal pisang umunya hidup di perairan laut daerah tropis atau lautan
yang hangat, meskipun ada beberapa yang ditemukan di air payau dan perairan
tawar. Ikan ini termasuk perenang lmabat dna termasuk jenis ikan euryhaline,
karena mampu beradaptasi pada lingkungan perairan yang mempunyai kisaran
salinitas yang luas (3-30 promile) (Wahyuni 2004). Ikan buntal pisang termasuk ke
dalam Ordo Tetraodontiformes. Nama Tetraodontiformes berasal dari morfologi
ikan ini, yaitu memiliki dua gigi besar pada rahang atas dan bawahnya. Morfologi
ikan buntal pisang dapat dilihat pada Gambar 1. Adapun klasifikasi ikan buntal
pisang menurut Saanin (1984) adalah:
Fillum : Chordata
Sub fillum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Pleognathi (Tetraodontiformes)
Famili : Tetraodontidae
Genus : Tetraodon
Spesies : Tetraodon lunaris

Gambar 1 Ikan Buntal Pisang


Sumber : Pratama (2010)
Ikan buntal pisang memiliki bentuk badan membulat. Mulut kecil
denganmoncongnya yang tumpul. Ikan ini memiliki 4 buah gigi seri yaitu 2 buah
gigi di rahang atas menyatu dan 2 buah berada di rahang bawah menyatu. Gigi
tersebut menyerupai paruh burung kakak tua (Kottelat et al. 1993). Ikan buntal
pisang berwarna kuning kecokelatan dari ujung kepala, bagian punggung (dorsal)
sampai sirip ekor dan berwarna putih di bagian perut (ventral) serta ujung sirip ekor.
Ikan buntal pisang memiliki satu sirip punggung, satu sirip ekor, satu sirip dubur,
dan sepasang sirip dada. Sirip punggung memiliki 12-13 jari-jari lemah. Sirip dubur
memiliki 10-11 jari-jari lemah dan sirip dada memiliki 16 jari-jari lemah. Gurat
sisinya terlihat dari bagian anterior mata sampai ke dorsal dan berakhir di pangkal
ekor (Yusfiati 2006). Ikan buntal merupakan jenis ikan omnivora yang dapat
memakan segalanya, makanan ikan ini antara lain adalah spermatophyta laut (jenis
rumput laut), sponge, kepiting, polychaeta, pelechypoda, hydroid, dan alga
(Yusfiati 2006).

Komposisi Kimia Ikan Buntal


Ikan buntal merupakan ikan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi. Ikan ini
sangat digemari di Negara Jepang sebagai menu masakan yang mempunyai cita
rasa yang lezat dan sangat bergizi. Ikan buntal ini memiliki beberapa kandungan
gizi yang sangat berguna bagi tubuh manusia diantaranya ialah asam amino, asam
lemak, mineral, dan zat gizi lainnya. Kandungan asam amino taurin pada ikan
buntal ini sebanyak 120,1 mg/100 g (Saito dan Kunisaki 1998). Kandungan gizi
ikan buntal Takifugu rubripes menurut Saito dan Kunisaki (1998). dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan Gizi Ikan Buntal Takifugu rubripes (g/100g)
Sampel Air Protein Lemak Karbohidrat Abu
Wild 78,9 16,5 0,7 2,5 1,4
Cultured 78,7 16,5 0,9 2,7 1,3

Racun Tetrodotoksin
Tetrodotoksin dideteksi pertama kali pada ikan suku Tetraodontidae. Racun
ini merupakan neurotoksin dengan mekanisme penghambatan pada transpor ion
natrium (Wahyudi 2006). racun tersebut terdapat pada ikan buntal disebabkan
kebiasan makan ikan buntal, terhadap beberapa mikroalga dan bakteri laut yang
dapat menghasilkan tetrodotoxin. Ikan buntal yang memakan organisme ini akan
terjadi akumulasi di dalam tubuh ikan buntal, hal inilah yang menyebabkan racun
tetrodotoxin banyak terdapat pada ikan buntal.Ikan ini beracun sepanjang tahun dan
persentase kematian manusia akibat mengkonsumsi ikan ini lebih dari 50 persen.
Namun ikan jenis ini hanya di bagian saluran pencernaannya saja yang beracun,
maka dengan membuang saluran pencernaannya ikan ini sudah aman untuk
dikonsumsi (Simidu et al 1987).

METODOLOGI

Waktu dan tempat


Praktikum ini dilakasanakan paa hari Sabtu, tanggal 3 Mei 2014. Praktikum
ini dilaksanakann pada pukul 09.00. praktikum ini di laksanakan di Laboratorium
Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairtan, Departemen Teknologi Hasil Peraitan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertania Bogor.

Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu ikan buntal, , es curai dan
air. Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pisau bedah stainless stell,
talenan, sarung tangan dan masker.

Prosedur Kerja
Prosedur kerja praktikum penanganan fauna akuatik ikan buntal dilakukan
dalam beberapa tahapan. Tahap pertama yaitu sampel diukur, ditimbang, diamati
mutunya, digambar dan difoto. Ikan buntal dicuci dengan bersih kemudian
dipreparasi. Tahap kedua yaitu preparasi dilakukan dengan cara memotong bagian
dorsal antara kepala dan badan, dengan sdut 45o hingga batas tulang perut (jangn
samoai terikena bagian jeroannya). Kulit pada bagain badan kemudian ditarik
hingga didapatkan daging ikan. Penarikan kulit harus dengan secara hati-hati agar
jeroan tidak rusak. Tahap ketiga yaitu rendemen dihitung dan dicatat. Diagram alir
prosedut kerja penanganan fauna akuatik ikan buntal dapat dilihat pada gambar 1.

Ikan buntal pisang

penimbangan bobot utuh

pengujian organoleptik, penggambaran,


dan pengambilan foto

preparasi
penimbangan rendemen

kepala + daging kulit jeroan


sirip

Keterangan: : Awal dan akhir proses


: Proses
Gambar 2 Diagram alir preparasi ikan buntal pisang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Praktikum ini menggunakan sampel ikan buntal pisang (Tetraodon lunaris).
Penanganan ikan (Tetraodon lunaris) dilakukan pemisahan antara daging, kulit,
kepala & sirip dan jeroan. Hasil rendemen ikan buntal dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Hasil Rendemen Ikan Buntal
Bobot
Bobot utuh
Meja Daging Kulit Kepala + Sirip Jeroan
(gr)
(gr) (gr) (gr) (gr)
1 111,5 46,5 10,5 41 11,5
2 182 71 16 42 47
3 161 62,5 18 61 13
4 133,5 62 21,5 54,5 11,5
5 153 42,5 17,5 46,5 40,5
6 157 60 18,5 54,5 16,5
7 214,5 70,5 27,5 74 21
8 205,5 79 19,5 74 18
Rata-rata 164,75 61,75 18,625 55,93 22.375
Tabel 2 menunjukkan bobot utuh terbesar terdapat pada meja 7 yaitu sebesar
214,5 gram sedangkan bobot utuh terkecil terdapat pada meja 1 yaitu sebesar 111,5
gram. Rendemen daging terbesar terdapat pada meja 8 yaitu sebesar 79 gram sedang
rendemen daging terkecil terdapat pada meja 5 yaitu sebesar 42,5 gram. Rendemen
kulit terbesar terdapat pada meja 7 yaitu sebesar 27,5 gram sedangkan rendemen
kulit terkecil terdapat pada meja 1 yaitu sebesar 10,5 gram. Rendemen kepala&kulit
terbesar terdapat pada meja 7 dan 8 yaiut sebesar 74 gram sedangkan rendemen
kepala&kulit terkecil terdapat pada meja 1 yaitu sebesar 41 gram. Rendemen jeroan
yang terbesar terdapat pada meja 2 yaitu sebesar 47 gram sedangkan rendemen
jeroan yang terkecil terdapat pada meja 1 dan 4 yaitu sebesar 11,5 gram.
Pembahasan
Data pada tabel 2 menunjukkan bobot yang berbeda. Perbedaan ini terjadi
pada semua bobot, yaitu bobot total, rendemen daging, rendemen kulit, rendemen
kepala&sirip dan rendemen jeroan. Perbedaan ukuran dan bobot dari ikan buntal
dipengaruhi oleh pertumbuhan. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu faktor luar dan dalam. Faktor luar merupakan faktor yang dapat dikontrol
sedangkan faktor dalam sukar untuk dikontrol misalnya keturunan (Pratama 2010).
Rata-rata rendemen terbesar terdapat pada daging ikan sedangkan rendemen
terkecil terdapat pada kulit ikan. Daging ikan buntal pisang juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku yang kaya akan protein, berdasarkan hasil
pengujian kandungan gizi, daging ikan buntal pisang memiliki nilai protein yang
tinggi. Bahan baku yang kaya protein memiliki fungsi yang baik bagi tubuh yaitu
dapat membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada
(Winarno 1992).
Preparasi sampel ikan buntal pisang dilakukan dengan cara memotong bagian
dorsal antara kepala dan badan, dengan sudut 45° hingga batas tulang perut (jangan
sampai terkena bagian jeroannya). Kulit pada bagian badan kemudian ditarik
hingga didapatkan daging ikan. Penarikan kulit harus dilakukan secara hati-hati
agar jeroan tidak rusak, karena menurut pengalaman empiris kandungan racun
tetrodotoksin terdapat pada bagian jeroannya tepatnya di empedu. Penarikan kulit
yang dilakukan tidak secara hati-hati menyebabkan empedu pecah dan
tetrodotoksin akan menyebar. Berdasarkan pengalaman empiris belum ada seorang
pun nelayan yang keracunan akibat mengkonsumsi ikan dengan cara preparasi
tersebut (Pratama 2010).
Ikan buntal memerlukan penanganan yang hati-hati karena adanya
kandungan tetrodotoksin di dalamnya. Umumnya racun ini terdapat pada bagian
jeroan, tetapi pada bagian lain juga terdapat racun tetrodotoksin. Penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Nuguchi dan Osamu (2008) menyatakan bahwa
penyebaran racun tetrodotoksin pada ikan buntal sulit dianalisis karena letak racun
tetrodotoksin pada tiap spesies berbeda-beda, namun dapat dilakukan pendekatan
faktor yang mempengaruhi penyebaran racun pada ikan buntal yaitu jenis atau
spesies, umur, dan pola fisiologis dari ikan yang berhubungan dengan habitatnya.
Standar mutu pada ikan buntal sama dengan standar mutu pada finfish yang
diatur CODEX STAN 36-1981. Perbedaan adalah terletak pada teknik penanganan
dimana perlu diperhatikan bagian yang terdapat akumulasi racun tetrodotoxin,
seperti pada bagian usus, gonad, hati, kulit, dan jaringan otot pada beberapa
spesies.Adapun standar mutu ikan buntal yang baik untuk dilakukan penangan dan
pengolahan sesuai CODEX STAN 36-1981 adalah sebagai berikut.Deep
Dehydration dibawah 10%, tidak mengandung materi-materi kontaminan yang
membahayakan, tekstur daging elastis.
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Preparasi ikan buntal dilakukan dengan cara memotong bagian dorsal antara
kepala dan badan dengan membentuk sudut 45o, lalu menarik kulit hingga terlepas
dengan memperhatikan bagian jeroan agar tidak sampai rusak. Rata-rata rendemen
terbesar terdapat pada rendemen daging dan rendemen terkecil terdapat pada
rendemen kulit.

Saran
Praktikum selanjutnya lebih baik menggunakan berbagai metode preparasi
yang lain agar dapat menambah pengetahuan yang beragam bagi praktikan. Ikan
buntal memiliki racun tetrodotoksin yang letaknya berbeda-beda tiap spesies
tergantung dari beberapa faktor seperti jenis ikan, umur, dan faktor fisiologis ikan
tersebut sehingga diperlukan penanganan yag berbeda-beda. Hal ini akan lebih baik
jika dilakukan di praktikum selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

CODEX STAN. 1981. CODEX STAN 36-1981 Codex Standard for Quick Frozen
Finfish, Uneviscerated and Eviscerated
Fasa CAH, Gumilar I, Junianto. 2012. Manajemen persediaan produk ikan segar di
ritel moderen (Studi kasus di Lotte Mart Wjolesale di kota Bandung).
Jurnal Perikanan dan Kelautan 3(3): 117-126.
Hastuti S, Arifin S, Hidayati D. 2006. Pemanfaatan limbah cangkang rajungan
(Portunus pelagicus) sebagai perisa makanan alami. Jurnal Agrointek
6(2):88-96.
Kottelat M, Whitten JN, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S. 1993. Freshwater Fishes
of Western Indonesia and Sulawesi. Jakarta: CV Jaya Book.
Noguchi T dan Arakawa O. 2008.Tetrodotoxin-distribution and accumulation in
aquatic organism, and cases of human intoxication. Marine Drugs 6 : 220-
242
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi (Jilid I dan II). Bandung : Bina
Cipta.
Saito M dan Kunisaki M. 1998. Proximate composition, fatty acid composition, free
amino acid content, mineral content, and hardness muscle from wild and
cultured puffer fish Takifugu Rubripesi. Nippon Suisan Gakkaishi. 64 (1)
: 116-120.
Simidu Usio, Tamao Noguchi, Deng-Fwu H, Yasuo Shida, Kanehisa H. 1987.
Marine bacteria which produce tetrodotoxin. Applied and Evironmental
Microbiology. 53(7) :1714-1715.
Wahyudi AJ. 2006. Kepiting beracun suku xanthidae: kajian dan hipotesis faktor-
faktor penyebabnya. Oseana 31(4): 31-38.
Wahyuni T. 2004. Beberapa aspek biologi reproduksi ikan buntal pisang
(Tetraodon lunaris) di Perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat. Bogor
(ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan keenam. Jakarta: Gramedia.
Yusfiati. 2006. Anatomi alat pencernaan ikan buntal pisang (Tetraodon lunaris)
[tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel organoleptik ikan buntal pisang (Lagocephalus lunaris)


berdasarkan (SNI 01-2729.1-2006)
Spesifikasi Nilai Kode
0
A Kenampakan
1 Mata
Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih. 9
Cerah, bola mata rata, kornea jernih. 8
Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu- 7
abuan, kornea agak keruh.
Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu- 6
abuan, kornea agak keruh.
Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, 5 √
kornea agak keruh.
Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi 3
putih susu, kornea keruh.
Bola mata sangat cekung, kornea agak kuning. 1
2 Insang
Warna merah cemerlang, tanpa lendir. 9
Warna merah kurang cemerlang, tanpa lendir. 8
Warna merah agak kusam, tanpa lendir. 7
Merah agak kusam, sedikit lendir. 6 √
Mulai ada perubahan warna, merah kecoklatan, 5
sedikit lendir, tanpa lendir.
Warna merah cokelat, lendir tebal. 3
Warna merah cokelat ada sedikit putih, lendir 1
tebal.
3 Lendir Permukaan Badan
Lapisan lendir jernih, transparan, mengkilat cerah. 9
Lapisan lendir jernih, transparan, cerah, belum 8
ada perubahan warna.
Lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak 7 √
putih, kurang transparan.
Lapisan lendir mulai keruh, warna putih agak 6
kusam, kurang transparan.
Lendir tebal menggumpal, mulai berubah warna 5
putih, keruh.
Lendir tebal menggumpal, berwarna putih kuning. 3
Lendir tebal menggumpal, warna kuning 1
kecoklatan.
4 Daging (warna dan kenampakan)
Sayatan daging sangat cemerlang, spesifik jenis, 9
tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang,
dinding perut daging utuh.
Sayatan daging cemerlang spesifik jenis, tidak ada 8
pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding
perut.
Sayatan daging sedikit kurang cemerlang, spesifik 7
jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang
belakang, dinding perut daging utuh.
Sayatan daging mulai pudar, banyak pemerahan 6 √
sepanjang tulang belakang, dinding perut agak
lunak.
Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali 5
sepanjang tulang merah, dinding perut lunak.
Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas 3
sekali sepanjang tulang belakang, dinding perut
sangat lunak.
5 Bau
Bau sangat segar, spesifik jenis. 9
Segar, spesifik jenis. 8
Netral. 7 √
Bau amoniak mulai tercium, sedikit bau asam. 6
Bau amoniak kuat, ada bau H2S, bau asam jelas 5
dan busuk.
Bau busuk jelas. 3
6 Tekstur
Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit 9
menyobek daging dari tulang belakang.
Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit 8
menyobek daging dari tulang belakang.
Agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari, 7
sulit menyobek daging dari tulang belakang.
Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan 6 √
jari, agak mudah nyobek daging dari tulang
belakang.
Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan, mudah 5
menyobek daging dari tulang belakang.
Sangat lunak, bekas jari tidak hilang bila ditekan, 3
mudah sekali menyobek daging dari tulang
belakang.
Lampiran 2 Dokumentasi penanganan ikan buntal pisang (Lagocephalus lunaris)

Kepala Sirip Daging

Jeroan Kulit

Anda mungkin juga menyukai

  • Harian
    Harian
    Dokumen1 halaman
    Harian
    Della Tamara Putri
    Belum ada peringkat
  • Stem Cell
    Stem Cell
    Dokumen19 halaman
    Stem Cell
    Della Tamara Putri
    Belum ada peringkat
  • Toksik 4
    Toksik 4
    Dokumen6 halaman
    Toksik 4
    Della Tamara Putri
    Belum ada peringkat
  • Toksik 2
    Toksik 2
    Dokumen6 halaman
    Toksik 2
    Della Tamara Putri
    Belum ada peringkat
  • Stem Cell
    Stem Cell
    Dokumen19 halaman
    Stem Cell
    Della Tamara Putri
    Belum ada peringkat
  • Biotek
    Biotek
    Dokumen3 halaman
    Biotek
    Della Tamara Putri
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen2 halaman
    1
    Della Tamara Putri
    Belum ada peringkat
  • Racun 1
    Racun 1
    Dokumen16 halaman
    Racun 1
    Yuli Yanti
    Belum ada peringkat
  • Toksik
    Toksik
    Dokumen47 halaman
    Toksik
    Della Tamara Putri
    Belum ada peringkat
  • Streoid
    Streoid
    Dokumen3 halaman
    Streoid
    Della Tamara Putri
    Belum ada peringkat
  • Makalah Steroid
    Makalah Steroid
    Dokumen19 halaman
    Makalah Steroid
    Della Tamara Putri
    Belum ada peringkat
  • Makalah Steroid
    Makalah Steroid
    Dokumen19 halaman
    Makalah Steroid
    Della Tamara Putri
    Belum ada peringkat
  • Pemanfaatan Limbah Plastik Sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti Bahan Bakar Minyak BBM
    Pemanfaatan Limbah Plastik Sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti Bahan Bakar Minyak BBM
    Dokumen30 halaman
    Pemanfaatan Limbah Plastik Sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti Bahan Bakar Minyak BBM
    Della Tamara Putri
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen3 halaman
    Presentation 1
    Della Tamara Putri
    Belum ada peringkat
  • Tamba Han
    Tamba Han
    Dokumen8 halaman
    Tamba Han
    Della Tamara Putri
    Belum ada peringkat
  • Review Subbab 2 Dan 11
    Review Subbab 2 Dan 11
    Dokumen1 halaman
    Review Subbab 2 Dan 11
    Della Tamara Putri
    Belum ada peringkat